Bagaimana pendapat kalian tentang transgender

Transgender atau mengubah jenis kelamin hukumnya haram dalam Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kodrat sebagai laki- laki dan perempuan adalah mutlak menurut pandangan Islam. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan agar bisa saling menyempurnakan dan memperoleh keturunan.

Secara umum, transgender atau mengubah jenis kelamin hukumnya adalah haram dalam Islam. Pakar Alquran dan Hadits KH Ahsin Sakho Muhammad menjelaskan mengubah jenis kelamin hanya diperbolehkan (mubah) apabila seseorang tersebut memiliki kelainan medis.

"Allah menciptakan setiap ciptaannya serba sempurna, tapi ada juga kejadian yang menyebabkan seseorang tidak sempurna, seperti bibir sumbing dan kelamin ganda. Itu boleh dilakukan suatu operasi," ujar KH. Ahsin Sakho kepada Republika.co.id, Jumat (14/2).

Dalam konteks mengubah jenis kelamin karena faktor medis, umumnya yang biasa terjadi adalah adanya kelamin ganda pada seseorang. Ini disebut khuntsa musykil (samar atau tidak jelas) atau tidak dapat ditentukan jenis kelaminnya. Kondisi yang demikian diperbolehkan untuk dioperasi dengan memilih jenis kelamin yang dominan pada orang bersangkutan, berdasarkan pemeriksaan ahli medis.

Penentuan jenis kelamin laki-laki dan perempuan ini penting juga untuk menentukan hak-hak lainnya seperti hak waris dan perwalian. Apabila telah ditetapkan dan dioperasi oleh dokter yang sesuai dengan kondisi medisnya, maka hak-hak tersebut akan mengikuti sebagaimana jenis kelamin yang bersangkutan.

Kendati begitu, menurut KH. Ahsin, orang berkelamin ganda yang belum dioperasi pun tetap bisa mendapatkan haknya dalam hukum Islam sesuai dengan dominasi dari salah satu alat kelamin. "Untuk hak waris, perwalian dan pernikahan terlebih dahulu harus ditentukan oleh dokter spesialis dan ulama ahli. Karena yang paling tahu mana dominan itu dokter, lalu ke ulama," ujar KH Ahsin.

Bagaimana pendapat kalian tentang transgender

Bagaimana pendapat kalian tentang transgender

Sebelum kita membicarakan lebih lanjut tentang transgender, alangkah baiknya kita menyimak terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan transgender. Sebab dalam alur pembahasan haruslah terlebih dahulu bisa menggambarkan secara utuh apa yang akan dibahas.

Dalam wikipedia, pengertian transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk sejak lahir, misalnya orang yang secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti laki-laki atau sebaliknya. Kadang transgender juga disebut dengan transseksual jika ia menghendaki bantuan medis untuk transisi dari seks ke seks yang lain, dengan kata lain ia melakukan operasi kelamin.

Setelah kita mengetahui apa itu transgender, maka marilah kita mengkaji bagaimana pandangan agama terkait dengan hal ini. Kalau kita tarik lebih jauh, istilah transgender di dalam kajian hukum syariat lebih dekat dengan istilah al-mukhannits (lelaki yang berperilaku seperti perempuan) wal mutarajjilat (perempuan yang berperilaku seperti laki-laki). Di dalam fiqih klasik disebutkan bahwa seorang mukhannits dan mutarajjil statusnya tetap tidak bisa berubah. Disampaikan di dalam Kitab Hasyiyatus Syarwani.

ولو تصور الرجل بصورة المرأة أو عكسه فلا نقض في الاولى وينتقض الوضوء في الثانية للقطع بأن العين لم تنقلب وإنما انخلعت من صورة إلى صورة


Artinya, “Seandainya ada seorang lelaki mengubah bentuk dengan bentuk perempuan atau sebaliknya, maka–jika ada lelaki yang menyentuhnya–tidak batal wudhunya dalam permasalahan yang pertama (lelaki yang mengubah bentuk seperti wanita), dan batal wudhu’nya di dalam permasalahan yang kedua (wanita yang mengubah bentuk seperti lelaki) karena dipastikan bahwa tidak ada perubahan secara hakikatnya, yang berubah tidak lain hanya bentuk luarnya saja,” (Lihat Abdul Hamid Asy-Syarwani, Hasyiyatus Syarwani, Beirut, Darul Kutub Al-Islamiyah, cetakan kelima, 2006, jilid I, halaman 137).Dengan demikian, walaupun seseorang telah mengalami transgender atau transseksual, maka tetap tidak bisa mengubah statusnya, dengan artian yang laki-laki tetap laki-laki dan yang perempuan tetap perempuan.Selanjutnya, mengenai takhannuts, An-Nawawi berkata:

المخنث ضربان أحدهما من خلق كذلك ولم يتكلف التخلق بأخلاق النساء وزيهن وكلامهن وحركاتهن وهذا لا ذم عليه ولا إثم ولا عيب ولا عقوبة لأنه معذور والثاني من يتكلف أخلاق النساء وحركاتهن وسكناتهن وكلامهن وزيهن فهذا هو المذموم الذي جاء في الحديث لعنه


Artinya, “Mukhannits ada dua, pertama orang yang terlahir dalam kondisi demikian (mukhannits) dan ia tidak sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, pakaian, ucapan dan gerakan-gerakannya, mukhannits semacam ini tidak tercela, tidak berdosa, tidak memiliki cacat dan tidak dibebani hukuman karena sesungguhnya ia orang yang ma’dzur (dimaafkan sebab bukan karena kesengajaan dan usaha darinya). Yang kedua, orang yang sengaja berusaha berperilaku seperti perilaku para wanita, gerakan-gerakannya, diamnya, ucapan dan pakaiannya. Mukhannits yang keduanya inilah yang dilaknat di dalam hadits,” (Lihat Al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid VIII, halaman 57).Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA:

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَعَنَ الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاتِ مِنَ النِّسَاءِ

Artinya, “Sesungguhnya baginda Nabi SAW melaknat para lelaki yang mukhannits dan para wanita yang mutarajjilat,” (HR Al-Bukhari dan Abu Dawud).

Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa baginda Nabi SAW melaknat terhadap perilaku takhannus dan tarajjul yang memastikan bahwa perbuatan tersebut hukumnya haram. Di antara alasan dan hikmah larangan atas perbuatan seperti ini adalah menyalahi kodrat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Al-Munawi berkata di dalam karyanya, Faidhul Qadir:

وحكمة لعن من تشبه إخراجه الشئ عن صفته التي وضعها عليه أحكم الحكماء


Artinya, “Hikmah dari laknat terhadap orang yang berusaha menyerupai lawan jenis adalah mengeluarkan sesuatu dari sifat yang telah ditetapkan oleh Sang Mahabijaksana (Allah Swt),” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Al-Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid V, halaman 271).

Di samping itu, kenyataan yang ada, ketika seorang lelaki berperilaku seperti wanita atau sebaliknya, maka sebenarnya ada alasan tertentu yang kalau dinilai secara syariat adalah alasan yang tidak baik. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Al-Munawi di dalam Faidhul Qadir:

والمخنث قد يكون قصده عشرة النساء ومباشرته لهن وقد يكون قصده مباشرة الرجال له وقد يجمع الأمرين


Artinya, “Seorang yang mukhannits terkadang tujuannya agar bisa bergaul dan berkumpul dengan para wanita, terkadang tujuannya agar disukai oleh para lelaki, dan terkadang tujuannya adalah kedua-duanya,” (Lihat Zaid Al-Munawi, Faidhul Qadir, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan kedua, 2003 M, jilid IV, halaman 332).

Jika ada yang menyatakan bahwa dulu baginda Nabi SAW pernah membiarkan seorang mukhannits masuk ke tengah para wanita sehingga hal ini menunjukkan bahwa takhannuts tidaklah diharamkan, maka sesungguhnya kejadian itu dikarenakan orang tersebut kondisi takhannuts-nya sejak lahir dan diduga ia sama sekali tidak ada hasrat dengan lawan jenis. Namun setelah diketahui bahwa ia bisa menyebutkan kondisi-kondisi para wanita yang ia masuki, maka iapun dilarang berkumpul dengan para wanita. (Lihat Al-Mala Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarh Misykatil Mashabih, Beirut, Darul Fikr Al-Ilmiyah, cetakan ketiga, 2004 M, jilid X, halaman 64).

Dari semua keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan :1. Transgender adalah kata lain dari takhannuts dan tarajjul.2. Transgender tidak bisa mengubah status kelamin.

3. Transgender hukumnya haram dan mendapat laknat. Wallahu a’lam. (Mohammad Sibromulisi)

Bulan Safar, Rebo Wekasan, dan Hal-hal yang Penting Diperhatikan

Arbani.(2012). Kejahatan Kebancian (Hate Crime) Terhadap Transgender (Male To Female) dan Waria.Depok: Universitas Indonesia

Ayuningtyas, Paramita. (2009). Identitas Diri Yang Dinamis:Analisis Identitas Gender Dalam Novel Breakfast On Pluto Karya Patrick Mccabe. Depok: Universitas Indonesia

Azwar, Saifuddin. (1997). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (edisi ke 2).

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

B, A’malia. (2010). Fashion Dan Identitas Diri Waria (Studi Etnografi Simbol

simbol Komunikasi Non-verbal dalam Fashion Sebagai Pembentuk

Identitas Diri di kalangan Waria di kota Yogyakarta). Yogyakarta:

Universitas Sebelas Maret

Dahlan, Al-fiani.(2006). Kecendrungan BerprilakuTawuran Ditinjau Dari Kontrol

Diri Dan Persepsi Terhadap Tersedianya Dukungan Dari Teman Sebaya

Pada Remaja Di Kota Makassar. Makassar: Universitas Negeri Maakassr.

Fadilatul, Nur. (2013). Fenomena Transgender Dalam Hadis Nabi SAW (

Pemaknaan Hadis Dalam Sunan Abu Dawud Nomor Indeks 4930).

Surabaya: Institut Agama Islam Negeri sunan Ampel.

Jannah, Roudlotul. (2013). Pola Interaksi Sosial Masyarakat Dengan Waria Di Pondok Pesantren Khusus Al-Fatah Senin Kami. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Kartono, Kartini. (2007). Patologi Sosial.Jakarta: Rajawali Pers.

LGBT Nasional Indonesia.(2013). Hidup sebgai Lgbt di Asia.Jakarta: USAID Indonesia.

Masalah Sosial budaya.Warta Warga.(2010) http:// wartawarga .gunadarma.ac. id/ 2010/04/ masalah-sosial-budaya-13. Disunting pada 5 Mei 2011 pukul 23.30 WIT.

Transgender dan Transeksual.1 Oktober (2012).http://www.dian-puspita fib11.web.unair.ac.id.transgender-dan-transeksual.htm.Disunting pada 8 Mei 2015 pukul 14:20 WIT.

Mugniesyah.(2000). Persepsi Peran Gender. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Putri, Dwi. (2012). Aspek Kejiwaan Kelompok transgenderdan Transeksual. Kuningan Jawabarat. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Ramadhani, Abd. Azis.(2012). Homoseksual Dalam Perspektif Hukum pidana dan

Hukum Islam. Suatu Studi Komparatif Normatif. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Sadli, Saprina. (2010). Berbeda Tapi setara: Pemikiran Tentang Kajian Perempuan. Jakarta: Kompas.

Sakina, Nur. (2011). Pola Penangganan Konflik Lembaga Swadaya Masyarakat

Arus Pelangi Dengan Front Pembela Islam Dan Hizbut Tahrir Indonesia.

Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakatra

Sayful.(2011). Strategi Kaum Waria Mempertahankan Eksistensinya di Makassar,

Sulawesi Selatan. Makassar: Universitas Hasanuddin

Soekanto, Soerjono. (1988). Sosiologi Penyimpangan. Jakarta: Rajawali Pers

Soekanto Soerjono.(2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Suyanto, Bagong dan Narwoko J. Dwi. (2007). Sosiologi Pengantar dan Terapan

(edisi kedua). Jakarta: Kencana.

Umar, Nasaruddin. (2001). Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif al-Quran. Jakarta: Paramadina.


Page 2

DOI: https://doi.org/10.26618/equilibrium.v3i1