Apakah Sifat Sifat ideologi dan apa batasan keterbukaan ideologi Pancasila

Masyarakat Indonesia dewasa ini sudah menerima pandangan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka. Hal itu ditegaskan lagi oleh Mensesneg Moerdiono di dalam ceramahnya di depan para peserta penataran calon Manggala BP-7 Pusat Angkatan VII di Istana Bogor baru-baru-baru ini. Walaupun demikian, Mensesneg juga mengingatkan, keterbukaan ideologi Pancasila pada tataran nilai instrumental tidak berarti bahwa bangsa Indonesia juga membuka diri kepada wawasan paham komunisme.

Peringatan Mensesneg tersebut memang tepat, sehingga perlu diperhatikan. Perkembangan di Eropa Timur akhir-akhir ini memang menjadi indikator dan bukti yang jelas, betapa bangkrutnya paham komunisme itu. Lagipula, falsafah dan pandangan yang dijadikan dasar serta titik tolaknya, seperti atheisme dan materialisme, jelas bertentangan dengan falsafah dan pandangan hidup bangsa kita, yaitu Pancasila. Dengan demikian, terbuka memang tidak berarti menerima apa saja. Keterbukaan yang dimaksudkan di sini ialah keterbukaan yang kritis dan selektif, sedangkan kriteria yang harus digunakan untuk itu adalah Pacansila itu sendiri, bukan ajaran atau paham lain. Dengan perkataan lain, keterbukaan Pancasila, bagaimanapun bukan keterbukaan yang tanpa batas. Dan batasnya itu tidak lain dan tidak bukan adalah Pancasila sendiri.

Di dalam tulisan ini hendak dicoba pemahaman lebih lanjut apa sebenarnya arti “ideoelogi yang terbuka” itu, dan mengapa demikian. Untuk itu terlebih dahulu perlu dipahami arti dari “ideologi” itu sendiri dan sehubungan dengan itu watak-watak yang dimilikinya.

Definisi Ideologi

Terdapat cukup banyak definisi tentang ideologi. Di dalam tulisan ini, dengan mempertimbangkan berbagai definisi yang ada, ideologi diartikan sebagai suatu sistem rancangan dasar tentang keadaan yang ideal yang hendak dicapai untuk menggantikan keadaan yang tidak memuaskan (baik pada masa lampau maupun masa kini) beserta jalan (strategi dan metode) untuk mencapainya, berdasarkan interpretasi atas keadaan yang tidak memuaskan itu, dengan bertolak dari suatu pandangan falsafah/pandangan hidup tertentu sebagai presuposisinya.

Definisi yang diberikan di sini agak panjang dengan harapan kiranya definisi tersebut dapat mencakup secara lebih lengkap dan menyeluruh berbagai pengertian dan aspek yang biasanya dikaitkan dengan ideologi. Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa sebagai suatu sistem, ideologi merupakan hasil pemikiran yang menyeluruh dan matang. Ada sedikitnya tiga faktor di dalam pematangan pemikiran ideologi. Pertama, ia berpijak pada kenyataan, pada keadaan kongkret, pada kehidupan manusia/masyarakat yang riil. Kedua, ideologi lahir di bawah pengaruh atau rangsangan pemikiran/ideologi lain yang telah terlebih dahulu ada. Ketiga, ideologi bertolak dari suatu presuposisi pandangan hidup/pandangan falsafati tertentu (jadi sesuatu yang abstrak).

Dalam proses pematangan pemikiran ideologi tersejadi interaksi yang dialektis di antara ketiga faktor tersebut. Jadi, karena bertitik tolak dari suatu presuposisi pandangan hidup/filsafat tertentu, di dalam menginterpretasi dan mengevaluasi keadaan masa lampau dan kini, maupun di dalam merumuskan keadaan ideal yang dicita-citakan, ideologi akan menggunakan presuposisi tersebut sebagai acuan kriterianya.

Pada sebelah lain, karena berpijak pada kenyataan, yaitu keadaan kongkret yang dihadapi, termasuk pemikiran-pemikiran/ideologi lain yang ada, ideologi tidak hanya berpikir abstrak-falsafati yang telah dipunyainya sendiri saja, melainkan harus pula memperhatikan realitas yang ada tersebut. Dengan perkataan lain, agar ideologi dapat benar-benar berfungsi secara tepat dan efektif, ia perlu membuka diri terhadap realitas keadaan yang ada dan dihadapinya.

Walaupun demikian perlu disadari bahwa faktor presuposisi itu memegang peranan dan pengaruh yang paling besar dan menentukan dibandingkan dengan peranan dan pengaruh dari kedua faktor yang lain. Karena, faktor presuposisi boleh dikatakan merupakan “jiwa” yang membentuk identitas dan menjadi “warna” ideologi. Mengubah atau menggantikan unsur-unsur dasar presuposisi dengan unsur-unsur lain (apalagi yang justru bertentangan dengannya, berarti mengubah seluruh bangunan pemikiran ideologi yang semua. Dengan kata lain, merumuskan suatu ideologi yang baru.

Dengan demikian, keterbukaan ideologi sebagai akibat dari sikap yang mau menerima dan menyerap unsur-unsur yang berasal dari realitas keadaan dibatasi oleh seberapa jauh unsur-unsur yang menerima dan diserap itu tidak mengubah atau menggeser unsur-unsur dasar yang menjadi presuposisi dari ideologi tersebut.

Watak Ideologi

Berdasarkan uraian di atas, dapat dicatat beberapa watak yang dimiliki oleh ideologi. Pertama, interpretasi dan evaluasi terhadap keadaan kongkret dengan menggunakan kriteria yang bersumber pada presuposisi  falsafati ideologi berwatak sebagai suatu pandangan hidup. Sebagai pandangan hidup, ideologi memberikan pandangan dasar tentang manusia dan kehidupannya. Di atas pandangan dasar itulah disusun rancangan dasar tentang keadaan dan kehidupan manusia yang ideal dan juga jalan (strategi dan metode) untuk mewujudkan yang ideal itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ideologi merupakan teori tentang kehidupan yang ideal dan jalan untuk mewujukan yang ideal itu. Berkaitan dengan itu, jelas ideologi menuntut keyakinan dan ketaatan dari para pengikutnya.

Kedua, sebagai pandangan hidup, ideologi mempunyai watak sebagai suatu sistem nilai. Karenanya, ideologi berfungsi memberi motivasi moral kepada penganutnya untuk berbuat, berjuang, mengabdi, dan berkorban demi terwujudnya ideologi.

Ketiga, sebagai pandangan hidup yang mengandung cita-cita kehidupan yang ideal maka ideologi berwatak sebagai pemberi harapan. Berkaitan dengan itu ideologi juga berfungsi sebagai sumber optimisme di dalam menghadapi persoalan masa kini dan masa depan.

Keempat, ideologi mengandung dalam dirinya rancangan dasar mengenai jalan untuk mewujudkan ide-ide, yang dipegang. Karenanya, ia menjadi landasan dan pedoman bagi penyusunan program-program kehidupan dan kegiatan di bidang-bidang sosial, ekonomi, pemerintahan dan sebagainya. Bersamaan dengan itu ideologi juga berfungsi sebagai kriteria evaluatif bagi perencanaan dan pelaksanaan program-program yang ada.

Kelima, sebagai pandangan hidup yang menuntut keyakinan yang dengan sistem nilainya memberi motivasi moral untuk berbuat, yang memberikan optimisme dan yang sekaligus juga menjadi landasan program, maka ideologi juga berwatak mempersatukan para penganutnya. Dalam hal suatu ideologi sudah diterima menjadi ideologi negara, watak mempersatukan itu sangat penting artinya untuk membawa warga negara dan kelompok-kelompok warganegara dengan latar belakang pandangan hidup dan pemikiran yang berbeda-beda itu di dalam satu kehidupan bersama yang tenteram dan harmonis.

Keenam, sebagai suatu pandangan hidup yang mendasarkan diri pada presuposisi falsafati beserta ajaran-ajaran yang ditarik darinya, ideologi juga memiliki watak cenderung untuk tertutup. Namun di pihak lain, mengingat bahwa ideologi juga berpijak pada realitas kongkret, maka ia juga berwatak terbuka. Ketegangan dialektis antara ketertutupan dan keterbukaan itu akan selalu mewarnai ideologi dan merupakan pergumulan terus-menerus yang harus diselesaikan dengan baik.

Pancasila sebagai Ideologi

Secara teoritis kaitan Pancasila dengan ideologi dapat terjadi melalui dua pemahaman. Yang pertama, Pancasila berfungsi sebagai dasar ideologi, dimana ideologi itu disusun dan dirumuskan berdasarkan Pancasila. Yang kedua, Pancasila itu sendirilah yang menjadi ideologi. Dalam hal ini kita berbicara mengenai Pancasila sebagai ideologi. Yang terjadi sekarang ialah pemahaman yang kedua. Artinya, kita memberlakukan Pancasila tidak hanya sebagai dasar untuk menyusun ideologi negara/bangsa. Melainkan Pancasila itu sendirinya yang menjadi ideologi negara/bangsa. Karenanya, kita berbicara mengenai Pancasila sebagai ideologi.

Sebagai suatu ideologi, Pancasila di dalam pematangannya juga mengandung tiga faktor yang telah disebutkan di atas, yaitu mempunyai presuposisi falsafati tertentu, berpijak pada kenyataan dan berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran lain yang ada. Lain dari itu, Pancasila sebagai ideologi juga memiliki watak-watak seperti telah disebutkan tadi. Yaitu, sebagai pandangan hidup, sistem nilai, pemberi harapan, program, pemersatu dan berada di dalam ketegangan dialektis antara ketertutupan dan keterbukaan.

Dengan memahami arti dan konsekuensi umum dari hakikat ideologi seperti terpapar tadi, serta mengacu kepada realitas sejarah mengenai kedudukan dan fungsi-fungsi Pancasila dan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini, kiranya jelas bahwa di dalam upaya mewujudkan Pancasila ideologi bangsa dan negara, perlu diperhatikan dan diperhitungkan watak-watak yang ada pada setiap ideologi, seperti telah dikemukakan di atas.

Berdasarkan hal itu kiranya juga jelas bahwa sebagai ideologi, Pancasila itu harus terbuka. Namun keterbukaan juga ada batasnya. Pembatasan itu tak lain dan tak bukan adalah presuposisi dan prinsip-prinsip dasar ataupun sila-sila dari Pancasila itu. Kalau presuposisi dan prinsip-prinsip dasar dari Pancasila itu diubah atau diganti (meskipun hanya sebagian), maka kita tidak dapat berbicara lagi mengenai ideologi Pancasila dengan demikian sebenarnya sudah terjadi suatu yang lain.

Apakah Pancasila sebagai ideologi sudah terumuskan secara lengkap dan menyeluruh sekarang ini, itu merupakan masalah lain. Menurut penulis, belum. Meskipun sebenarnya bahan-bahan untuk itu sudah cukup banyak.

SP, 25 Juni 1990

oleh Dr. Sutarno (Ketua Pengurus Akademi Leimena, 1990-1995)

Ideologi Terbuka – Grameds pasti sudah tahu bahwa setiap negara yang ada di dunia ini memiliki sistem ideologi masing-masing. Tak terkecuali dengan negara Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai ideologi bangsa. Perlu diketahui bahwa Pancasila ini wujud dari sebuah ideologi terbuka.

Pada dasarnya, keberadaan sistem ideologi dalam suatu negara itu dapat membantu bangsanya untuk memandang berbagai macam persoalan sekaligus pemecahannya. Bahkan para ahli juga berpendapat, bahwa tanpa adanya sistem ideologi dalam suatu negara justru menyebabkan bangsanya tidak dapat menentukan ke mana arah yang tepat terutama ketika tengah menghadapi permasalahan besar, termasuk masalah akan kehidupan bermasyarakat. Atas adanya hal tersebut, sebuah sistem ideologi itu terbagi atas ideologi terbuka dan ideologi tertutup.

Lalu sebenarnya, apa sih ideologi terbuka itu? Apa ciri-ciri dari sebuah ideologi terbuka? Bagaimana perbedaan antara ideologi terbuka dengan ideologi tertutup? Mengapa pula Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka? Nah, supaya Grameds tidak bingung akan pertanyaan-pertanyaan tersebut, yuk simak ulasan berikut ini!

Apakah Sifat Sifat ideologi dan apa batasan keterbukaan ideologi Pancasila
Apakah Sifat Sifat ideologi dan apa batasan keterbukaan ideologi Pancasila

Pengertian Ideologi Terbuka

Sebelum membahas mengenai apa itu ideologi terbuka, akan lebih baik jika Grameds memahami definisi dari ideologi terlebih dahulu. Istilah “Ideologi” ini pertama kali dicetuskan oleh seorang filsuf berkebangsaan Perancis bernama Destutt de Tracy. Sejatinya, istilah “Ideologi” ini berasal dari bahasa Yunani, yakni atas kata “Ideo” yang berarti ide, cita-cita, gagasan, dan pemahaman; dan “Logia” yang berarti logika atau alasan. Nah, dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa ideologi adalah seperangkat ide yang membentuk kepercayaan dan pemahaman untuk mewujudkan cita-cita manusia. Jika ditarik berdasarkan kepentingan suatu negara, maka ideologi adalah kumpulan ide-ide dasar, gagasan, kepercayaan, dan keyakinan yang sistematis dengan sesuai pada arahan dan tujuan yang hendak dicapai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Ideologi selalu identik dengan sistem negara. Seorang ahli bernama Prof. Padmo Wahyono berpendapat bahwa ideologi memberi makna sebagai pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa yang berupa seperangkat tata nilai yang telah dicita-citakan dan harus direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Ideologi ini tentu saja akan memberikan stabilitas arah terutama dalam hidup bermasyarakat, sekaligus memberikan dinamika atas gerak menuju apa yang telah dicita-citakan.

Dalam hal ini, ideologi terdapat dua jenis yakni ideologi terbuka dan ideologi tertutup. Ideologi terbuka adalah suatu pemikiran yang terbuka. Maksudnya, ideologi terbuka ini mampu mengikuti atas perkembangan zaman yang ada sehingga akan bersifat dinamis. Ideologi terbuka nyatanya banyak diterapkan oleh bangsa-bangsa di dunia, sebab dinamis akan perkembangan zaman sehingga tidak anteng pada hal itu-itu saja. Tidak hanya itu saja, ideologi terbuka juga dapat diartikan sebagai suatu sistem pemikiran terbuka yang pada hasil konsensusnya berasal dari masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai dari cita-cita pada ideologi terbuka tidak dipaksakan oleh hal-hal di luar masyarakat, melainkan digali dan diambil dari suatu kekayaan, rohani, moral, dan budaya dari masyarakat di suatu negara itu sendiri.

Indonesia termasuk salah satu bangsa di dunia ini yang menggunakan sistem ideologi terbuka, yakni berupa Pancasila.

Ciri-Ciri Ideologi Terbuka

  • Hanya ada di dalam sistem negara yang demokratis.
  • Bersifat inklusif, tidak totaliter, dan tidak dapat dipakai untuk melegitimasi kekuasaan atas sekelompok orang.
  • Cita-cita bangsa dapat dicapai secara bersama-sama dan telah disepakati secara demokratis.
  • Nilai dan cita-cita berasal dari moral budaya yang ada di masyarakat itu sendiri.
  • Tidak diciptakan oleh negara, tetapi ditemukan oleh masyarakat itu sendiri. Sehingga menjadi milik seluruh rakyat dan bahkan dapat ditemukan dalam kehidupan mereka.
  • Isinya tidak langsung operasional. Maka dari itu, setiap generasi baru dapat dan perlu menggali kembali atas falsafah tersebut dengan mencari implikasinya dalam situasi kekinian mereka.
  • Menghargai pluralitas, sehingga dapat diterima oleh masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan agama.

Perbedaan dengan Ideologi Tertutup

Ideologi Terbuka Ideologi Tertutup
Memiliki nilai dan cita-cita yang telah dari kekayaan rohani, budaya, dan moral masyarakat di suatu negara itu. Diberikan oleh negara yang berasal dari cita-cita sebuah kelompok tertentu, sehingga tidak menganut adanya unsur keberagaman.
Bersifat demokratis dan terbuka. Bersifat otoriter, sehingga negara seolah menjadi penguasa dan totaliter pada semua bidang kehidupan rakyat.
Bersifat inklusif dan menginspirasi masyarakat untuk lebih bertanggung jawab. Rakyat dituntut memiliki kesetiaan total secara mutlak, konkret, keras, dan total.
Keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) pada setiap warga negaranya harus dijunjung tinggi. Hak Asasi Manusia (HAM) pada setiap warga negaranya tidak dihormati, cenderung mengabaikan.
Isinya akan bersifat operasional apabila sudah dijabarkan ke dalam perangkat yang berupa konstitusi atau peraturan perundang-undangan. Isinya terdiri dari tuntutan-tuntutan secara konkret dan operasional. Lebih bersifat keras dan wajib untuk ditaati oleh seluruh warga negara.
Tidak diciptakan oleh negara, tetapi oleh masyarakat itu sendiri. Diciptakan oleh negara, terutama para penguasa negara saja.
Tidak hanya dibenarkan, tetapi juga dibutuhkan oleh seluruh warga negaranya. Dibutuhkan hanya oleh penguasa negara saja supaya dapat melanggengkan kekuasaannya. Cenderung memiliki nilai kebenaran hanya dari sudut pandang penguasa saja.
Contoh negara yang menganut sistem ideologi terbuka: Indonesia, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Contoh negara yang menganut sistem ideologi tertutup: Korea Utara, China, Kuba, Rusia, dan Arab Saudi.

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Sebelumnya, telah dituliskan bahwa bangsa Indonesia ini menganut sistem ideologi terbuka yakni Pancasila. Yap, pasti Grameds sudah tahu kan jika ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Nah, ternyata Pancasila itu merupakan produk dari sistem ideologi terbuka.

Pancasila sebagai ideologi mencerminkan pada seperangkat nilai terpadu yang dianut dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Dalam hal ini lebih condong sebagai tata nilai yang dipergunakan untuk acuan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sebagai ideologi, Pancasila berlaku sebagai pedoman dan acuan oleh setiap warga negara Indonesia dalam menjalankan aktivitas di segala bidang. Berhubung Pancasila ini adalah perwujudan dari ideologi terbuka, maka tentu saja Pancasila bersifat terbuka, luwes, dan fleksibel. Meskipun Pancasila ini berupa sistem ideologi terbuka, tetapi bukan berarti bahwa nilai-nilai dasarnya dapat diubah atau diganti begitu saja ya… Sebab penciptaan sila-sila dalam Pancasila telah disesuaikan pada cita-cita dan jati diri bangsa Indonesia.

Nilai-Nilai yang Termuat dalam Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Dari perspektif para ahli, nilai-nilai yang termuat dalam Pancasila terdiri atas tiga macam nilai sebagai ideologi terbuka yang berupa nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.

1. Nilai Dasar

Nilai dasar adalah asas-asas yang diterima oleh masyarakat secara mutlak. Nilai dasar ini bersumber dari nilai budaya dan masyarakat Indonesia itu sendiri. Perwujudannya dapat dilihat dari sila pertama hingga sila kelima pada Pancasila.

2. Nilai Instrumental

Nilai instrumental adalah pelaksanaan umum dari nilai dasar. Kedudukannya memang lebih rendah dari nilai dasar, tetapi tentu saja perwujudannya menjadi nilai konkret terutama jika disesuaikan pada perkembangan zaman yang ada. Hal tersebut tertuang dalam batang tubuh UUD 1945, TAP MPR, Peraturan Perundang-Undangan, dan Keputusan Presiden.

Nilai instrumental dalam hal ini merujuk pada nilai religius, nilai kesopanan, nilai patriotisme, nilai toleransi, dan lain-lain.

3. Nilai Praktis

Yakni nilai-nilai yang langsung diterapkan dan dipraktikkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Nilai ini lebih condong akan sikap dan perilaku manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, sekaligus warga negara.

Faktor Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila

Pasti Grameds pernah berpikir mengapa Indonesia menganut Pancasila sebagai ideologi terbuka? Tentu saja terdapat beragam faktor yang mendorong hal tersebut supaya dapat terjadi. Faktor-faktor pendorong tersebut berasal dari masyarakat Indonesia itu sendiri dan ada juga yang berasal dari luar. Nah berikut adalah beberapa faktor yang mendorong mengapa Pancasila disebut sebagai ideologi terbuka dan dianut oleh masyarakat Indonesia.

1. Dinamika Masyarakat yang Berkembang Pesat

Masyarakat dunia pasti akan selalu berkembang secara pesat, baik itu pada teknologi informasinya maupun budayanya. Akibatnya, perubahan atau dinamika masyarakat Indonesia juga akan turut ikut berkembang pesat. Maka dari itu, diharapkan ideologi Pancasila ini yang mana bersifat dinamis dapat membuka diri dan menerima hal-hal baik dari luar sekaligus meninggalkan hal-hal yang menyimpang pada nilai-nilai luhur Pancasila.

2. Ideologi Tertutup Tidak Sesuai dengan Ideologi Indonesia

Pada dasarnya, ideologi tertutup memang tidak pernah sesuai dengan ideologi Indonesia, terutama pada nilai-nilai luhur Pancasila yang dianggap sebagai pandangan hidup bangsa ini. Nyatanya, banyak negara-negara di dunia yang menganut sistem ideologi tertutup malah mengalami kemunduran hingga kehancuran.

3. Memperkokoh Kesadaran akan Nilai-Nilai Pancasila yang Abadi

Berhubung Indonesia menjadikan Pancasila ini sebagai ideologi terbuka mereka, maka generasi selanjutnya harus menyadari bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu memang abadi. Lagi pula, nilai-nilai Pancasila dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman yang ada, dengan syarat tidak mengambil hal negatif dari luar. Melalui upaya membuka diri terhadap pengaruh dari luar ternyata akan memperkokoh kesadaran bahwa nilai-nilai Pancasila ini memang abadi.

Meskipun Pancasila memiliki sifat dinamis dan keterbukaan sebab menjadi produk dari sistem ideologi terbuka, tetapi tetap saja memiliki batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, yakni:

1. Stabilitas Nasional yang Dinamis

Yakni adanya kestabilan atau situasi yang kondusif di negara Indonesia, baik di bidang sosial budaya, politik, pemerintahan, keamanan, perekonomian, perdagangan, dan lainnya. Hal tersebut tentu saja supaya pemerintahan tetap dapat berjalan dengan baik.

Perlu diketahui ya Grameds bahwa ketiga ideologi tersebut bertentangan dengan ideologi Pancasila, sehingga keberadaannya sangat ditentang oleh pemerintahan Indonesia. Ideologi Marxisme yang dicetuskan oleh Karl Marx dilarang sebab dalam paham tersebut terdapat sarat yang bermuatan akan atheisme yang mana berlawanan dengan sila pertama Pancasila. Kemudian ideologi Leninisme lebih menekankan pencapaian demokrasi langsung oleh pihak kediktatoran proletariat dan dianggap awal dari paham sosialisme. Sementara pada ideologi Komunisme justru menghendaki pada penghapusan hak milik perseorangan.

3. Mencegah Berkembangnya Paham Liberal

Paham Liberalisme atau Liberal adalah sebuah pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak itu menjadi nilai politik yang utama. Sehingga lebih mencita-citakan pada paham kebebasan bagi individu maupun pada sistem pemerintahan. Tentu saja paham ini bertentangan dengan Pancasila.

4. Larangan Terhadap Pandangan Ekstrim yang Menggelisahkan Kehidupan Bermasyarakat

Maksudnya, apabila terdapat pandangan atau pemahaman yang datang, tetapi malah melampaui batas kewajaran serta bertentangan pada hukum yang telah berlaku, harus dilarang supaya tidak berkembang lebih pesat.

5. Penciptaan Norma-Norma Baru Harus Melalui Konsensus

Istilah “konsensus” ini mengacu pada upaya menghasilkan dan menjadikan sebuah kesepakatan yang disetujui secara bersama-sama antar kelompok maupun individu, setelah melalui adanya perdebatan dan penelitian tersebut dahulu. Hal tersebut harus dilakukan secara matang supaya ketika mengambil keputusan tidak mengalami kesalahan.

Keunggulan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

Keberadaan ideologi Pancasila yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ini tentu saja memiliki beragam keunggulan dibandingkan dengan sistem ideologi besar yang dianut oleh sebagian besar negara di dunia. Berikut adalah keunggulan Pancasila sebagai ideologi terbuka.

1. Sila Pertama Pancasila

Pada sila pertama Pancasila, dinilai lebih unggul terutama jika dibandingkan dengan paham Atheisme yang dianut Komunisme, yang berbasiskan ajaran materialisme dialektis dan materialisme historis versi Marxisme. Pada sila pertama ini nyatanya akan menjiwai sila-sila yang lainnya misalnya Perikemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.

2. Sila Kedua Pancasila

Pada sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab…” secara tidak langsung menunjukkan konsep akan “Manusia” yang lebih seimbang dan bijaksana, apabila dibandingkan dengan paham Liberalisme-Kapitalisme. Pada kedua paham tersebut, justru memandang manusia sebagai “subjek pelaku bebas yang dapat mendeterminasi dirinya sendiri.”

Dengan demikian, konsep manusia Pancasila dinilai lebih lengkap, komprehensif, dan seimbang dalam hal memandang dan memperlakukan manusia dengan tidak sebelah.

3. Sila Ketiga Pancasila

Pada sila ketiga Pancasila yakni “Persatuan Indonesia” dinilai lebih unggul daripada konsep persatuan ras (NAZI) dan persatuan bangsa yang chauvinis (Fasis). Dalam persatuan ras dan bangsa secara chauvinis ini lebih mengandung unsur peninggian diri sendiri (misalnya superioritas ras Arya di India) dan perendahan yang lain (inferioritas).

Sementara pada persatuan model Volksgemeinschaft yang dicetuskan oleh NAZI justru mengandung kehendak untuk berkuasa dan meluaskan kekuasaan (dengan cara ekspansi) sekaligus kehendak untuk menjaga kemurnian dasah dan tanah air dari unsur-unsur yang dianggap asing. Unsur-unsur yang dianggap asing tersebut misalnya adalah orang Yahudi, kaum gipsy, kaum homoseksual, dan lain-lain.

Nah, pada prinsip Persatuan Indonesia versi Pancasila ini lebih didasarkan pada penghormatan atas adanya perbedaan dan keragaman.

4. Sila Keempat Pancasila

Pada sila keempat Pancasila ini dinilai lebih unggul jika dibandingkan dengan paham kerakyatan yang diusung oleh sosialisme dan fasisme.

Dalam pidato Soekarno pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, menyatakan bahwa “Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita yang mendirikan negara”.

Dengan demikian jelaslah bahwa prinsip kerakyatan pada Pancasila ini lebih unggul dari prinsip kerakyatan Sosialisme dan Marxisme yang menganut “solidaritas sosial” dengan bertumpukan pada perjuangan dan antagonisme kelas.

5. Sila Kelima Pancasila

Pada sila kelima Pancasila ini, berimplikasi pada konsep kesejahteraan sosial dan demokrasi ekonomi. Hal ini tentu saja lebih unggul dibandingkan pada konsep pasar bebas yang diusung oleh Liberalisme-Kapitalisme, terutama pada bentuk barunya yaitu paham Neoliberalisme.

Menurut Sri Edi Swasono, sistem ekonomi Indonesia ini fokus akan wawasan yang selalu dikaitkan dengan sila kelima Pancasila. Maka dari itu, kegiatan ekonominya akan menggunakan asas persamaan demi kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran perseorangan saja. Hal tersebut juga jelas terwujud dalam konsep koperasi.

Nah, itulah ulasan mengenai apa itu ideologi terbuka dan mengapa Indonesia menggunakan Pancasila sebagai ideologi terbuka mereka. Apakah Grameds telah berhasil menerapkan sila-sila yang termuat dalam Pancasila ini?

Sumber:

Surajiyo, S. (2020). Keunggulan Dan Ketangguhan Ideologi Pancasila. Ikra-Ith Humaniora: Jurnal Sosial dan Humaniora, 4(3), 1-11.

Baca Juga!

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien