Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?

Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?

ITB Kampus Ganesha

Jl. Ganesa 10 Bandung - Jawa Barat, Indonesia




KONTAN.CO.ID - Pithecanthropus erectus adalah nama lain dari manusia Jawa atau seringkali disebut homo erectus. Pithecanthropus erectus ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1891.  Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pithecanthropus erectus ditemukan di Dusun Trinil, Ngawi, Jawa Timur. Kata pithecanthropus erectus artinya manusia kera yang berjalan tegak lurus. Asal kata pithecanthropus erectus dari Bahasa Yunani, fithkos yang artinya kera, anthropus berarti manusia, dan erectus memiliki arti tegak.  Setelah ekskavasi Dubois, pada tahun 1907 sebuah ekspedisi besar-besaran dipimpin oleh E. Selenka berlangsung di lokasi yang sama.  Baca Juga: Penelitian terbaru: aligator kebal dari gigitan ular berbisa

Sejarah penemuan pithecanthropus erectus 

Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?
Dilansir dari laman resmi Majalah Geologi Kementerian ESDM, Eugene Dubois seorang pendukung konsep evolusi biologi Charles Darwin terkesan dengan pendapat Darwin yang mengatakan, nenek moyang manusia mungkin berasal dari Afrika. Alasannya, di Afrika banyak dijumpai kera-kera besar, seperti simpanse dan gorila, yang struktur anatominya mirip dengan manusia.  Namun, menurut Dubois, ada kemungkinan kawasan hutan tropis di Asia yang juga merupakan tempat hidup nenek moyang manusia lantaran di hutan tersebut hidup sejenis kera besar yaitu orangutan (Pongo).  Kemudian, pada 1887, Dubois mendapatkan tugas sebagai tenaga medis pada pemerintahan Hindia Belanda. Pertama kali, dia pergi ke Sumatra untuk melakukan penggalian di beberapa gua untuk menemukan fosil suatu makhluk. Namun, Dubois tidak menemukan apa yang dia harapkan. Lalu, ia pindah ke Pulau Jawa setelah mendapat informasi bahwa di suatu desa di daerah Tulungagung, Jawa Timur ada penemuan fosil manusia, yang kemudian dikenal sebagai manusia Wajak, pada tahun 1888 oleh B.D. van Rietschoten. Baca Juga: Belum punah, tikus gajah somalia ternyata masih eksis setelah 50 tahun tidak terlihat Di Pulau Jawa, Dubois pertama kali melakukan penggalian di Desa Kedungbrubus, dan setelah itu dia pindah ke Trinil yang terletak di pinggiran sungai Bengawan Solo. Di Desa Trinil inilah Dubois menemukan fosil gigi (Tr-1), sebuah fosil tempurung kepala pada tahun 1891 (diberi label Tr-2), dan fosil tulang paha (diberi label Tr-3) pada tahun berikutnya.  Dia mengamati bentuk atau morfologi tempurung kepala Tr-2 ini berbeda dengan bentuk tempurung kepala manusia sekarang (Homo sapiens). Menurutnya, perbedaan morfologi-anatomi ini memberi kesan adanya percampuran antara bentuk tempurung kepala manusia sekarang dan tempurung kepala dari kera besar.  Oleh karena itu, Dubois yakin, dia telah menemukan suatu missing link makhluk yang menjadi penghubung antara kera dan manusia, dan makhluk ini mampu berjalan tegak seperti halnya manusia. Temuannya ini kemudian dia namakan Pithecanthropus erectus, yang artinya manusia kera yang berdiri tegak. Dan, dalam bahasa populernya orang menyebutnya sebagai manusia Jawa. Baca Juga: Ini buktinya, manusia purba Neanderthal lebih cerdas dari perkiraan sebelumnya

Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?

Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?

Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?
Lihat Foto

Wikipedia/Woudloper

Eugene Dubois, Penemu Pithecanthropus Erectus

KOMPAS.com - Tujuan kedatangan Eugene Dubois ke Indonesia yaitu mencari kebenaran dari teori Ernst Haeckel, ahli biologi dari Jerman, tentang adanya spesies penghubung antara manusia dan kera dalam proses evolusi yang disampaikan oleh Darwin.

Menurut Haeckel, ada sosok pra-manusia yang berjalan tegak tetapi belum mempunyai kemampuan bicara.

Eugene Dubois yang sedang kehilangan gairah mengajar sebagai dosen anatomi di Belanda kemudian meninggalkan kampus dan mulai bertualang.

Baca juga: Sejarah Berdirinya NATO, Prinsip, dan Tujuan

Dikutip dari situs web kemdikbud.go.id, Eugene Dubois melihat beberapa tempat yang memungkinkan ia memulai pencarian, berdasarkan pendapat tiga ilmuwan.

Pertama, Charles Darwin merujuk pada daerah tropis dalam bukunya Descent of Man.

Kedua, Alfred Russel Wallace menyarankan untuk mencarinya di gua-gua Afrika dan Asia Tenggara.

Ketiga, Richard Lydekker mengusulkan daerah British India yang sekarang menjadi Pakistan.

Dikutip dari KompasSkola, Eugene Dubois kemudian menuju Hindia Belanda. Ia bertolak ke Indonesia pada pertengahan 1880-an untuk mengejar obsesinya dalam mencari fosil manusia purba.

Hindia Belanda dipilih Eugene Dubois setelah membaca laporan Karl Martin tentang fosil temuan Raden Saleh di Jawa.

Eugene Dubois pun yakin bahwa di Hindia Belanda dia dapat menemukan fosil penghubung kera dan manusia yang dimaksud, lalu menyebut Sumatera sebagai tujuan pencarian fosilnya.

Kompas.com, 28 Juni 2021, 09:00 WIB

Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?

Apa yang menjadi alasan Eugene Dubois yakin bahwa di Indonesia menjadi tempat manusia pada purba pada masa Pleistosen dan Holosen?
Lihat Foto

Tropenmuseum

Gustav Heinrich Ralph von Koeningswald meneliti fosil tengkorak anak-anak yang ditemukannya di Jawa pada tahun 1938.

KOMPAS.com - Penelitian manusia purba di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19.

Penelitian terhadap fosil manusia purba di Indonesia pertama kali dilakukan oleh Eugene Dubois.

Keberhasilannya menemukan fosil tengkorak di Trinil pada 1890 menjadi bagian penting dalam sejarah paleoantropologi.

Peristiwa ini sekaligus mengawali serangkaian penelitian fosil manusia purba di Indonesia.

Berikut ini akan dijabarkan tentang tokoh peneliti, lokasi, dan penemuan manusia purba di Indonesia.

1. Eugene Dubois

Penelitian manusia purba di Indonesia dipelopori oleh Eugene Dubois, seorang paleoantropologi berkebangsaan Belanda.

Eugene Dubois bertolak ke Indonesia pada pertengahan 1880-an untuk mengejar obsesinya dalam mencari fosil manusia purba.

Pada 1889, ia mendapat kiriman sebuah fosil tengkorak yang ditemukan di Wajak, Tulung Agung, dari B.D Van Reitschotten.

Fosil tersebut kemudian diteliti oleh Eugene Dubois dan dinamai Homo wajakensis.

Halaman Selanjutnya

Setelah itu, Eugene Dubois melanjutkan…

Pahamifren pernah nonton film Night at the Museum, gak? Di film tersebut, kan, ada sekelompok manusia purbanya. Nah, kamu tau, gak, kapan kira-kira manusia purba pertama kali muncul di muka bumi ini? Kalau gak tahu, kamu simak artikel ini baik-baik, ya. Supaya kamu tahu kapan pertama kali manusia purba muncul dan apa aja, sih, yang terjadi pada zaman tersebut.

Masa Neozoikum/Kenozoikum

Jadi, manusia purba pertama kali muncul pada masa neozoikum. Masa ini adalah masa setelah zaman cretaceous (kretaseus) atau Mesozoikum. Secara etimologi, kata neozoikum ini berasal dari bahasa Yunani, “kainos” dan “zoe”. “Kainos” memiliki arti kehidupan, sementara “zoe” memiliki arti baru. Jadi, neozoikum artinya adalah kehidupan baru. Masa ini berlangsung selama 65,5 juta tahun sampai sekarang.

Kenapa Masa Neozoikum disebut zaman kehidupan baru, ya? Selain karena selain pada zaman neozoikum bumi sudah stabil dan sudah terbentuk sepenuhnya, zaman ini menandai berakhirnya zaman mesozoikum. Pada akhir zaman mesozoikum terjadi kepunahan reptil atau dinosaurus berukuran besar. Pada saat itu ada suatu peristiwa dahsyat yang menjadi penyebab utama punahnya dinosaurus, yaitu jatuhnya sebuah asteroid yang menghantam bumi. Peristiwa ini membunuh begitu banyak dinosaurus. Sementara dinosaurus yang berhasil selamat membutuhkan waktu yang lama untuk bereproduksi. Akhirnya dinosaurus tidak bisa bertahan dan perlahan punah, deh.

Berbeda halnya dengan hewan-hewan berbadan kecil seperti mamalia dan burung. Kemampuan mereka untuk bereproduksi dengan cepat, membuat jumlah mereka perlahan jadi semakin banyak. Mamalia yang berhasil bertahan hodup akhirnya berkembang pesat pada masa selanjutnya, yaitu masa neozoikum atau kenozoikum. Makanya gak heran kalau zaman Neozoikum juga sering disebut sebagai era mamalia, Pahamifren. Masa neozoikum ini dibagi menjadi dua periode, yaitu periode tersier (tertiary) dan periode kuarter (quaternary/quacerneri)

Zaman Tersier (Tertiary)

Pada zaman tersier atau tertiary, sekitar 60 juta tahun yang lalu, benua-benua di bumi mulai aktif, memisah, dan bersatu hingga mulai muncul lautan dan pegunungan baru. Daratan India di masa ini mulai menyatu dengan benua Asia. Proses penyatuan India dengan benua Asia ini kemudian memunculkan pegunungan Himalaya.

Zaman tersier dapat kita bedakan menjadi beberapa masa, ada masa paleosen, eosen, oligosen, miosen, dan pliosen. Masa paleosen adalah masa saat mamalia berkembang belum begitu kompleks. Di masa ini jenis mamalia yang hidup berupa multituberculates (sejenis hewan pengerat) dan opossum (mamalia berkantung). Barulah pada masa eosen, mamalia mulai mengalami perkembangan. Hewan yang muncul pada masa ini tampak lebih besar, seperti eohippus atau nenek moyang kuda, nenek moyang gajah, dan ikan paus. Bahkan pada masa ini juga hidup hewan bernama giganthropus alias mamalia berbadan besar yang ukuran badannya lebih besar kalau dibandingkan dengan gorila.

Kemudian pada masa Oligosen, mamalia yang ada lebih beragam, seperti beruang, babi, anjing, kucing, burung, dan paus bergigi. Pada masa ini juga muncul jenis hewan primata seperti kera. Terus pada masa miosen, mamalia yang muncul tidak terlalu banyak, hanya badak, kuda, dan unta. Sementara pada masa pliosen, masa terakhir, jenis mamalia dan serangga yang ada saat itu hampir sama dengan mamalia dan serangga seperti pada zaman sekarang. Bahkan di masa ini muncul kera yang mirip dengan manusia. Inilah cikal bakal manusia purba yang ditemukan di zaman kuarter (quaternary/quacerneri).

Zaman Pleistosen

Zaman kuarter (quaternary/quacerneri) sendiri terjadi sekitar 3 juta tahun yang lalu sampai sekarang. Zaman ini dibagi menjadi dua zaman atau kala, ada kala pleistosen dari 3 juta sampai 10 ribu tahun yang lalu, dan kala holosen dari 10 ribu tahun yang lalu sampai sekarang. Pada masa pleistosen bumi sering mengalami perubahan iklim. Perubahan iklim ini sangat ekstrim, Pahamifren. Pada saat itu, terjadi perubahan bentuk daratan karena adanya aktivitas endogen atau aktivitas dari dalam bumi dan eksogen alias perubahan dari luar. Salah satu perubahan iklim yang terjadi itu adalah glasial atau zaman es (ice age). Makanya, pleistosen ini disebut juga sebagai zaman glasial atau zaman diluvium.

Pada zaman ini, bumi diselimuti oleh es karena meluasnya es yang bertumpuk di Kutub Utara. Es menutupi sebagian Asia Utara, Amerika Utara, dan Eropa Utara. Masa pleistosen sendiri terbagi menjadi tiga masa, yaitu pleistosen bawah, pleistosen tengah, dan pleistosen atas. Zaman ini ditandai dengan munculnya manusia purba.

Munculnya Manusia Purba – Pleistosen Bawah

Pada masa pleistosen bawah manusia purba diperkirakan muncul di muka bumi. Hal ini disimpulkan melalui penemuan fosil rahang atas yang ditemukan di Ethiopia, yang diduga sebagai rahang manusia purba pertama di bumi. Tulang rahang yang berusia 2,8 juta tahun ini ditemukan oleh seorang mahasiswa Ethiopia. Fosil ini kemudian diberi nama Lucy. Namun, Lucy ini masih menjadi perdebatan, apakah dia memang salah satu manusia purba pertama di bumi atau bukan.

Sementara itu, di Indonesia sendiri sangat banyak ahli paleontologi (ahli yang berhubungan dengan fosil) yang berusaha menemukan tulang-tulang dari manusia purba di Indonesia. Dua di antara ahli paleontologi itu ada Von Koenigswald (ahli paleontologi asal Jerman Belanda) dan Eugene Dubois (ahli paleontologi asal Belanda). Nah, biasanya fosil-fosil dari manusia purba ini ditemukan di dekat sungai. Kalau di Indonesia, kebanyakan fosil-fosilnya ditemukan di dekat sungai Bengawan Solo.

Kenapa fosil-fosil manusia purba kebanyakan ditemukan di dekat sungai, ya? Itu karena manusia purba pada saat itu belum bisa memproduksi makanannya sendiri. Jadi mereka hidup dengan menggantungkan diri ke alam yang ada di sekitarnya. Karena sungai menyediakan sumber makanan untuk manusia purba, seperti ikan-ikan, banyak manusia purba yang hidup di dekat sungai.

Manusia purba yang pernah ditemukan di Indonesia adalah Meganthropus Paleojavanicus, yang hidup pada masa pleistosen bawah. Fosil manusia purba ini ditemukan oleh von Koenigswald di daerah Sangiran, Jawa Tengah. Meganthropus Paleojavanicus terkenal sebagai raksasa dari Jawa karena tubuhnya yang besar dan tegap. Berdasarkan fosil rahang yang ditemukan, Meganthropus Paleojavanicus pemakan tumbuh-tumbuhan, tapi ia memiliki otot kunyah yang kuat.

(Ilustrasi atau foto Meganthropus Paleojavanicus)

Kalau dilihat dari ukuran kepalanya, Meganthropus Paleojavanicus memiliki volume otak yang masih sangat kecil. Makanya Meganthropus Paleojavanicus hanya bisa membuat alat-alat yang sederhana. Meganthropus Paleojavanicus diperkirakan sebagai manusia purba paling tua di Indonesia. Makanya jangan heran kalau kalian jalan-jalan ke Sangiran, Jawa Tengah, di sana ada museum purbakala. Selain di Jawa Tengah, manusia jenis ini juga ditemukan di Afrika Timur. Kalau di Afrika Timur, ia disebut sebagai Homo Habilis.

Munculnya Manusia Purba – Pleistosen Tengah dan Atas

Selain Meganthropus Paleojavanicus, ada juga Pithecanthropus Erectus yang ditemukan di masa pleistosen tengah. Pithecanthropus Erectus ini ditemukan oleh Eugene Dubois di Desa Trinil, Jawa Timur. Pithecanthropus Erectus dijuluki sebagai kera yang berjalan tegak. Ia memiliki tinggi yang hampir sama dengan Meganthropus Paleojavanicus, yaitu sekitar 165–180 cm.

Namun, badan Pithecanthropus Erectus ini tidak setegap Meganthropus Paleojavanicus. Alat pengunyahnya juga tidak sekuat Meganthropus Paleojavanicus. Sekalipun perkembangan otaknya masih kurang, tapi volume otak Pithecanthropus Erectus sudah lebih besar daripada Meganthropus Paleojavanicus, yaitu sekitar 750–1.300 cc. Inilah yang membuat wajah Pithecanthropus Erectus agak menonjol ke depan. Manusia jenis ini juga ditemukan di Cina dan Eropa. Kalau di Cina disebut Pithecanthropus Pekinensis, sementara kalau di Erospa disebut Manusia Piltdown dan Manusia Heidelbergensis.

(Ilustrasi atau foto Pithecanthropus Erectus)

Masa terakhir dari masa pleistosen adalah masa pleistosen atas. Pada masa ini, manusia purba yang ada telah berkembang jadi lebih sempurna lagi, yaitu jenis Homo. Homo ini memiliki ciri-ciri yang lebih sempurna dibandingkan dengan Pithecanthropus. Manusia jenis Homo ini sudah semakin pintar, Pahamifren. Hal ini bisa dilihat dari volume otaknya yang berkisar 1.000–2.000 cc. Otot-otot pengunyahnya juga sudah mulai menyusut. Gigi dan rahangnya jadi mengecil serta wajahnya juga tidak menonjol ke depan. Cara berjalannya juga sudah tegak dan koordinasi ototnya sudah cermat.

(Ilustrasi atau foto Homo Wajakensis atau Homo Soloensis)

Di Indonesia sendiri ada tiga jenis manusia Homo yang ditemukan. Pertama, ada Homo Wajakensis yang ditemukan oleh van Rietschoten di desa Wajak, Tulungagung. Kedua, ada Homo Soloensis yang ditemukan oleh Ter Haar, W.F.F Oppenoorth, dan von Koenigswald di Ngandong, Blora, dan Sragen. Terakhir, ada Homo Floresiensis yang ditemukan di Liang Bua, Flores.

Kala Holosen

Nah, itu tadi masa Pleistosen, masa yang terkenal dengan masa es atau masa glasial karena bumi diselimuti oleh es. Lama-kelamaan, es yang menutupi sebagian Asia Utara, Amerika Utara, dan Eropa Utara mulai mencair. Masa mencairnya es ini kita kenal sebagai masa holosen atau masa aluvium, yang terjadi sekitar 10.000 tahun yang lalu hingga sekarang.

Pada masa Holosen ini, wilayah es di Kutub Utara mengalami penipisan. Hal inilah yang membuat permukaan air laut naik dan menyebabkan dataran rendah mulai dari Paparan Sahul dan Paparan Sunda tergenang dan jadi laut dangkal. Makanya manusia purba pada masa ini mulai bermigrasi.

Nah, sekarang kamu tahu, kan, kapan manusia purba pertama kali muncul di bumi? Kalau kamu masih mau mempelajari materi pelajaran mengenai masa neozoikum ini lebih dalam, kamu bisa mempelajarinya di aplikasi Pahamify. Semua fitur yang ada di aplikasi Pahamify sudah dikonsep sedemikian rupa untuk membantu kamu lebih mudah mempelajari materi-materi pelajaran yang kamu anggap sulit. Udah, gak usah buang-buang waktu lagi. Buruan unduh aplikasi dan dapatkan promo paket Pahamify sekarang!

Penulis: Salman Hakim Darwadi