Apa yang dimaksud dengan Dissenting Opinion?

Argumen berlainan (bahasa Inggris: dissenting opinion) umumnya benar dalam hukum peradilan tingkat tinggi adalah argumen dari satu atau semakin, dari hakim dalam membuat pernyataan yang memperlihatanketidak setujuan terhadap putusan penghakiman dari mayoritas hakim dalam majelis hakim yang membuat keputusan penghakiman di dalam sebuah sidang pengadilan, argumen ini akan dicantumkan dalam amar keputusan, akan tetapi dissenting opinion tak akan menjadikan sebuah preseden yang mengikat atau menjadi bagian dari keputusan penghakiman.

Dissenting opinion yang memuat atas ketidak setujuan argumen kadang-kadang dapat disebut dapat terdiri dalam beberapa bagian argumen yang dimungkinkan karena benarnya sebanyak alasan: interpretasi yang berlainan dari kasus hukum, penggunaan prinsip-prinsip yang berlainan, atau interpretasi yang berlainan dari fakta-fakta. perbedaan argumen ini akan ditulis pada saat yang sama seperti pada bagian argumen dalam keputusan penghakiman, dan sering dipakai untuk perbedaan argumentasi yang dipakai oleh mayoritas hakim dalam memperagakan penghakiman, dalam beberapa kasus, sebuah perbedaan argumen dalam kasus keputusan penghakiman yang umumnya akan dapat dipakai sbg dasar untuk memacu perubahan terhadap sebuah undang-undang oleh karena banyaknya perbedaan argumen.

Dissenting Opinion adalah argumen yang berlainan dengan apa yang diputuskan dan diceritakan oleh satu atau semakin hakim yang memutus cara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu karena hakim itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim. Dissenting Opinion ini merupakan jargon baru dalam sejarah peradilan Indonesia. Filosofi benarnya lembaga hukum Dissenting Opinion adalah untuk memberikan akuntabilitas kepada warga pencari keadilan (justiabelen) dari para hakim yang memutus cara. Seperti dikenal, mayoritas cara pengadilan diputus oleh sebuah majelis hakim yang terdiri dari tiga orang hakim atau semakin. Dalam pengambilan putusan pengahabisan, tak tertutup probabilitas terjadinya perbedaan argumen di sela majelis hakim itu. Jika terjadi perbedaan argumen, maka putusan diambil berdasar suara terbanyak. Doktrin Dissenting Opinion lahir dan mengembang dalam negara-negara yang menggunakan sistem hukum Common Law, seperti di AS dan Inggris. Doktrin itu lalu diadopsi negara-negara yang menganut sistem hukum kontinental, seperti Indonesia, Belanda, Perancis, dan Jerman. Pertentangan yang terdapat dalam perhitungan hukum berupa satu undang-undang dengan lainnya. Pemecahannya menyangkut warga yang komplek dan mengikuti cara pandang mereka. Mencari kebenaran yang hakiki dalam penafsiran hukum yang sebenar-benarnya. Penerapan legal opinion khususnya Dissenting Opinion dalam hukum international melewati beberapa media (media cetak, TV, seminar ), namun tak lepas dari tujuan pengahabisan yakni mencari kebenaran hakiki yang seadil-adilnya.

Pengertian mengenai Dissenting Opinion Dissenting Opinion menurut H.F Abraham Amos adalah perbedaan tentang amar putusan hukum dalam suatu kasus tertentu, dalam warga yang majemuk dan multi kultur, perbedaan tenatang pemahaman suatu hukum sudah menjadi hal yang biasa. Kesemua hal di atas, dapat tersirat dan tersurat sebagaimana pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni "(1) Hakim dan hakim konstitusi harus menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam warga." Hal ini sbg salah satu bangun arus hukum yang dapat dipakai oleh hakim untuk membentuk hukum, sedangkan pada Pasal 14, yakni "(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tak dapat dicapai mufakat bulat, argumen hakim yang berlainan harus dimuat dalam putusan." Hal ini sbg bangun pengakuan bahwa hakim itu independen dan sbg corak dari sistem hukum Anglo Saxon.

Cara Dissenting Opinion Dalam tata laksana pembuatan legal opinion mempuanyai beberapa cara yang perlu diperhatikan : 1. Susunan hukum yang mengatur dalam warga dan negara, apakah dalam suatu negara itu mengikuti sistem hukum Common Law (Anglo Saxon) atau mengikuti Civil Law (Eropa continental) dalam ketegasan hukumnya; 2. Tuntutan nilai ketentuan hukum, dalam hal ini bagaiman cara berperilaku para aparatur penegak hukum dan bagaimana konsistensi dalam memperagakan suatu hukum yang sudah ditetapkan; 3. Penafsiran hukum yang sejalan dengan penafsiran yang benar dalam warga, sehingga hukum mempunyai pandangan yang sama patut secara normatif, sosiologis, yuridis, filosofis dan empiris;dan 4. Pandangan hukum harus berpandangan pada netralitas masalah yang obyektif. Dalam penerapan Dissenting Opinion harus melihat beraneka cara pandang dalam menafsirkan hukum.

Faktor Dissenting Opinion Bagaimanapun, sebuah putusan adalah hasil dari pikiran dan ijtihad hakim tentang pandangannya terhadap cara aquo secara lepas, terbuka dan jujur dengan menggunakan pertimbangan hukum. Benar beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan : 1. Raw in-put, yakni faktor-faktor yang berhubungan dengan suku, agama, pendidikan tidak resmi dst; 2. Instrumental in-put, faktor yang berhubungan dengan pekerjaan dan pendidikan formal; dan 3. Environmental in-put, faktor bagian yang terkait, sosial aturan sejak dahulu kala istiadat yang mempunyai pengaruh dalam kehidupan seorang hakim, kalau-kalau bagian yang terkait organisasi dst-nya (Moerad, 2005 : 116) Apabila dilihat dan diteliti semakin jauh, faktor-faktor tersebut dibagi atas faktor subjektif dan faktor okbjektif yaitu :


1. Faktor Subjektif : a. Sikap perilaku yang apriori, benarnya sikap hakim yang berdasarkan kepada terdakwa yang diperiksa dan diadili adalah orang yang memang telah mempunyai kesalahan sehingga harus dipidana; b. Sikap perilaku yang emosional. Hakim yang mempunyai sifat gampang tersinggung akan berlainan dengan sifat seorang hakim yang tak gampang tersinggung. Putusan seorang hakim yang gampang marah dan pendendam akan berlainan dengan putusan seorang hakim yang sabar; c. Sikap arrogance power, sikap lain yang mempengaruh suatu putusan adalah arogansi kekuasaan. Disini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melecehkan orang lain (Jaksa, Pembela lebih-lebih Terdakwa); dan d. Moral seorang hakim juga berpengaruh, karena bagaimanapun juga pribadi hakim diliputi oleh afal yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa serta memutuskan suatu cara. 2. Faktor Objektif : a. Latar belakangan aturan sejak dahulu kala istiadat, Kebuadayaan, agama, pendidikan seorang hakim tersebut ikut mempengaruhi suatu putusan hakim. Meskipun tak mutlak, tetapi setidak-tidaknya mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu keputusan;dan b. Profesionalisme, Kecerdasan serta profesionalisme seorang hakim ikut mempengaruhi keputusannya. (Moerad, 2005 : 117-118)

Pustaka

  • Martin Edelman, Democratic theories and the Constitution, SUNY Press (1984), ISBN 0873958721 ISBN 978-0-87395-872-1

Tautan luar

  • Supreme Court of the United States of America - OPINIONS

edunitas.com


Page 2

Pendapat berlainan (bahasa Inggris: dissenting opinion) umumnya berada dalam hukum peradilan tingkat tinggi adalah pendapat dari satu atau lebih, dari hakim dalam membuat pernyataan yang memperlihatanketidak setujuan terhadap putusan penghakiman dari mayoritas hakim dalam majelis hakim yang membuat keputusan penghakiman di dalam sebuah sidang pengadilan, pendapat ini akan dicantumkan dalam amar keputusan, akan tetapi dissenting opinion tak akan menjadikan sebuah preseden yang mengikat atau menjadi babak dari keputusan penghakiman.

Dissenting opinion yang ada intinya atas ketidak setujuan pendapat kadang-kadang dapat disebut dapat terdiri dalam beberapa babak pendapat yang dimungkinkan karena keadaan sejumlah alasan: interpretasi yang berlainan dari kasus hukum, penggunaan prinsip-prinsip yang berlainan, atau interpretasi yang berlainan dari fakta-fakta. perbedaan pendapat ini akan ditulis pada saat yang sama seperti pada babak pendapat dalam keputusan penghakiman, dan sering digunakan untuk perbedaan argumentasi yang digunakan oleh mayoritas hakim dalam melaksanakan penghakiman, dalam beberapa kasus, sebuah perbedaan pendapat dalam kasus keputusan penghakiman yang umumnya akan dapat digunakan sebagai landasan untuk memacu perubahan terhadap sebuah undang-undang oleh karena banyaknya perbedaan pendapat.

Dissenting Opinion adalah pendapat yang berlainan dengan apa yang diputuskan dan diberitahukan oleh satu atau lebih hakim yang memutus cara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu karena hakim itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim. Dissenting Opinion ini merupakan jargon baru dalam sejarah peradilan Indonesia. Filosofi keadaan lembaga hukum Dissenting Opinion adalah untuk memberikan akuntabilitas untuk warga pencari keadilan (justiabelen) dari para hakim yang memutus cara. Seperti dikenal, mayoritas cara pengadilan diputus oleh sebuah majelis hakim yang terdiri dari tiga orang hakim atau lebih. Dalam pengambilan putusan akhir, tak tertutup probabilitas terjadinya perbedaan pendapat di antara majelis hakim itu. Bila terjadi perbedaan pendapat, maka putusan diambil berdasar suara paling banyak. Doktrin Dissenting Opinion lahir dan mengembang dalam negara-negara yang memakai sistem hukum Common Law, seperti di AS dan Inggris. Doktrin itu lalu diadopsi negara-negara yang menganut sistem hukum kontinental, seperti Indonesia, Belanda, Perancis, dan Jerman. Pertentangan yang terdapat dalam aturan hukum berupa satu undang-undang dengan lainnya. Pemecahannya menyangkut warga yang komplek dan mengikuti cara pandang mereka. Mencari kebenaran yang hakiki dalam penafsiran hukum yang sebenar-benarnya. Penerapan legal opinion khususnya Dissenting Opinion dalam hukum international menempuh beberapa media (media cetak, TV, seminar ), namun tak lepas dari tujuan akhir yakni mencari kebenaran hakiki yang seadil-adilnya.

Pengertian mengenai Dissenting Opinion Dissenting Opinion menurut H.F Abraham Amos adalah perbedaan tentang amar putusan hukum dalam suatu kasus tertentu, dalam warga yang majemuk dan multi kultur, perbedaan tenatang pemahaman suatu hukum sudah menjadi hal yang biasa. Kesemua hal di atas, dapat tersirat dan tersurat sebagaimana pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni "(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam warga." Hal ini sebagai salah satu wujud arus hukum yang dapat dipakai oleh hakim untuk membentuk hukum, sedangkan pada Pasal 14, yakni "(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berlainan wajib dimuat dalam putusan." Hal ini sebagai wujud pengakuan bahwa hakim itu independen dan sebagai corak dari sistem hukum Anglo Saxon.

Cara Dissenting Opinion Dalam atur laksana pembuatan legal opinion mempuanyai beberapa cara yang perlu diperhatikan : 1. Struktur hukum yang mengatur dalam warga dan negara, apakah dalam suatu negara itu mengikuti sistem hukum Common Law (Anglo Saxon) atau mengikuti Civil Law (Eropa continental) dalam ketegasan hukumnya; 2. Tuntutan nilai ketentuan hukum, dalam hal ini bagaiman cara berperilaku para aparatur penegak hukum dan bagaimana konsistensi dalam menerapkan suatu hukum yang sudah ditetapkan; 3. Penafsiran hukum yang sejalan dengan penafsiran yang ada dalam warga, sehingga hukum ada pandangan yang sama patut secara normatif, sosiologis, yuridis, filosofis dan empiris;dan 4. Pandangan hukum harus berpandangan pada netralitas masalah yang obyektif. Dalam penerapan Dissenting Opinion harus melihat beraneka cara pandang dalam menafsirkan hukum.

Faktor Dissenting Opinion Bagaimanapun, sebuah putusan adalah hasil dari pikiran dan ijtihad hakim tentang pandangannya terhadap cara aquo secara lepas, buka dan jujur dengan memakai pertimbangan hukum. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan : 1. Raw in-put, yakni faktor-faktor yang bertalian dengan suku, agama, pendidikan informal dst; 2. Instrumental in-put, faktor yang bertalian dengan pekerjaan dan pendidikan formal; dan 3. Environmental in-put, faktor babak yang terkait, sosial aturan sejak dahulu kala istiadat yang ada pengaruh dalam kehidupan seorang hakim, aci-acinya babak yang terkait organisasi dst-nya (Moerad, 2005 : 116) Apabila dilihat dan diperhatikan lebih jauh, faktor-faktor tersebut dibagi atas faktor subjektif dan faktor okbjektif yaitu :


1. Faktor Subjektif : a. Sikap perilaku yang apriori, keadaan sikap hakim yang berlandaskan untuk terdakwa yang diperiksa dan diadili adalah orang yang memang sudah ada kesalahan sehingga harus dipidana; b. Sikap perilaku yang emosional. Hakim yang ada sifat remeh tersinggung akan berlainan dengan sifat seorang hakim yang tak remeh tersinggung. Putusan seorang hakim yang remeh marah dan pendendam akan berlainan dengan putusan seorang hakim yang sabar; c. Sikap arrogance power, sikap lain yang mempengaruh suatu putusan adalah arogansi kekuasaan. Disini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melecehkan orang lain (Jaksa, Pembela lebih-lebih Terdakwa); dan d. Moral seorang hakim juga berpengaruh, karena bagaimanapun juga pribadi hakim diliputi oleh tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa serta memutuskan suatu cara. 2. Faktor Objektif : a. Latar belakangan aturan sejak dahulu kala istiadat, Kebuadayaan, agama, pendidikan seorang hakim tersebut ikut mempengaruhi suatu putusan hakim. Walaupun tak mutlak, tetapi setidak-tidaknya mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu keputusan;dan b. Profesionalisme, Kecerdasan serta profesionalisme seorang hakim ikut mempengaruhi keputusannya. (Moerad, 2005 : 117-118)

Pustaka

  • Martin Edelman, Democratic theories and the Constitution, SUNY Press (1984), ISBN 0873958721 ISBN 978-0-87395-872-1

Tautan luar

  • Supreme Court of the United States of America - OPINIONS

edunitas.com


Page 3

Pendapat berlainan (bahasa Inggris: dissenting opinion) umumnya berada dalam hukum peradilan tingkat tinggi adalah pendapat dari satu atau lebih, dari hakim dalam membuat pernyataan yang memperlihatanketidak setujuan terhadap putusan penghakiman dari mayoritas hakim dalam majelis hakim yang membuat keputusan penghakiman di dalam sebuah sidang pengadilan, pendapat ini akan dicantumkan dalam amar keputusan, akan tetapi dissenting opinion tak akan menjadikan sebuah preseden yang mengikat atau menjadi babak dari keputusan penghakiman.

Dissenting opinion yang ada intinya atas ketidak setujuan pendapat kadang-kadang dapat disebut dapat terdiri dalam beberapa babak pendapat yang dimungkinkan karena keadaan sejumlah alasan: interpretasi yang berlainan dari kasus hukum, penggunaan prinsip-prinsip yang berlainan, atau interpretasi yang berlainan dari fakta-fakta. perbedaan pendapat ini akan ditulis pada saat yang sama seperti pada babak pendapat dalam keputusan penghakiman, dan sering digunakan untuk perbedaan argumentasi yang digunakan oleh mayoritas hakim dalam melaksanakan penghakiman, dalam beberapa kasus, sebuah perbedaan pendapat dalam kasus keputusan penghakiman yang umumnya akan dapat digunakan sebagai landasan untuk memacu perubahan terhadap sebuah undang-undang oleh karena banyaknya perbedaan pendapat.

Dissenting Opinion adalah pendapat yang berlainan dengan apa yang diputuskan dan diberitahukan oleh satu atau lebih hakim yang memutus cara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu karena hakim itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim. Dissenting Opinion ini merupakan jargon baru dalam sejarah peradilan Indonesia. Filosofi keadaan lembaga hukum Dissenting Opinion adalah untuk memberikan akuntabilitas untuk warga pencari keadilan (justiabelen) dari para hakim yang memutus cara. Seperti dikenal, mayoritas cara pengadilan diputus oleh sebuah majelis hakim yang terdiri dari tiga orang hakim atau lebih. Dalam pengambilan putusan akhir, tak tertutup probabilitas terjadinya perbedaan pendapat di antara majelis hakim itu. Bila terjadi perbedaan pendapat, maka putusan diambil berdasar suara paling banyak. Doktrin Dissenting Opinion lahir dan mengembang dalam negara-negara yang memakai sistem hukum Common Law, seperti di AS dan Inggris. Doktrin itu lalu diadopsi negara-negara yang menganut sistem hukum kontinental, seperti Indonesia, Belanda, Perancis, dan Jerman. Pertentangan yang terdapat dalam aturan hukum berupa satu undang-undang dengan lainnya. Pemecahannya menyangkut warga yang komplek dan mengikuti cara pandang mereka. Mencari kebenaran yang hakiki dalam penafsiran hukum yang sebenar-benarnya. Penerapan legal opinion khususnya Dissenting Opinion dalam hukum international menempuh beberapa media (media cetak, TV, seminar ), namun tak lepas dari tujuan akhir yakni mencari kebenaran hakiki yang seadil-adilnya.

Pengertian mengenai Dissenting Opinion Dissenting Opinion menurut H.F Abraham Amos adalah perbedaan tentang amar putusan hukum dalam suatu kasus tertentu, dalam warga yang majemuk dan multi kultur, perbedaan tenatang pemahaman suatu hukum sudah menjadi hal yang biasa. Kesemua hal di atas, dapat tersirat dan tersurat sebagaimana pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni "(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam warga." Hal ini sebagai salah satu wujud arus hukum yang dapat dipakai oleh hakim untuk membentuk hukum, sedangkan pada Pasal 14, yakni "(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berlainan wajib dimuat dalam putusan." Hal ini sebagai wujud pengakuan bahwa hakim itu independen dan sebagai corak dari sistem hukum Anglo Saxon.

Cara Dissenting Opinion Dalam atur laksana pembuatan legal opinion mempuanyai beberapa cara yang perlu diperhatikan : 1. Struktur hukum yang mengatur dalam warga dan negara, apakah dalam suatu negara itu mengikuti sistem hukum Common Law (Anglo Saxon) atau mengikuti Civil Law (Eropa continental) dalam ketegasan hukumnya; 2. Tuntutan nilai ketentuan hukum, dalam hal ini bagaiman cara berperilaku para aparatur penegak hukum dan bagaimana konsistensi dalam menerapkan suatu hukum yang sudah ditetapkan; 3. Penafsiran hukum yang sejalan dengan penafsiran yang ada dalam warga, sehingga hukum ada pandangan yang sama patut secara normatif, sosiologis, yuridis, filosofis dan empiris;dan 4. Pandangan hukum harus berpandangan pada netralitas masalah yang obyektif. Dalam penerapan Dissenting Opinion harus melihat beraneka cara pandang dalam menafsirkan hukum.

Faktor Dissenting Opinion Bagaimanapun, sebuah putusan adalah hasil dari pikiran dan ijtihad hakim tentang pandangannya terhadap cara aquo secara lepas, buka dan jujur dengan memakai pertimbangan hukum. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan : 1. Raw in-put, yakni faktor-faktor yang bertalian dengan suku, agama, pendidikan informal dst; 2. Instrumental in-put, faktor yang bertalian dengan pekerjaan dan pendidikan formal; dan 3. Environmental in-put, faktor babak yang terkait, sosial aturan sejak dahulu kala istiadat yang ada pengaruh dalam kehidupan seorang hakim, aci-acinya babak yang terkait organisasi dst-nya (Moerad, 2005 : 116) Apabila dilihat dan diperhatikan lebih jauh, faktor-faktor tersebut dibagi atas faktor subjektif dan faktor okbjektif yaitu :


1. Faktor Subjektif : a. Sikap perilaku yang apriori, keadaan sikap hakim yang berlandaskan untuk terdakwa yang diperiksa dan diadili adalah orang yang memang sudah ada kesalahan sehingga harus dipidana; b. Sikap perilaku yang emosional. Hakim yang ada sifat remeh tersinggung akan berlainan dengan sifat seorang hakim yang tak remeh tersinggung. Putusan seorang hakim yang remeh marah dan pendendam akan berlainan dengan putusan seorang hakim yang sabar; c. Sikap arrogance power, sikap lain yang mempengaruh suatu putusan adalah arogansi kekuasaan. Disini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melecehkan orang lain (Jaksa, Pembela lebih-lebih Terdakwa); dan d. Moral seorang hakim juga berpengaruh, karena bagaimanapun juga pribadi hakim diliputi oleh tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa serta memutuskan suatu cara. 2. Faktor Objektif : a. Latar belakangan aturan sejak dahulu kala istiadat, Kebuadayaan, agama, pendidikan seorang hakim tersebut ikut mempengaruhi suatu putusan hakim. Walaupun tak mutlak, tetapi setidak-tidaknya mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu keputusan;dan b. Profesionalisme, Kecerdasan serta profesionalisme seorang hakim ikut mempengaruhi keputusannya. (Moerad, 2005 : 117-118)

Pustaka

  • Martin Edelman, Democratic theories and the Constitution, SUNY Press (1984), ISBN 0873958721 ISBN 978-0-87395-872-1

Tautan luar

  • Supreme Court of the United States of America - OPINIONS

edunitas.com


Page 4

Pendapat berlainan (bahasa Inggris: dissenting opinion) umumnya berada dalam hukum peradilan tingkat tinggi adalah pendapat dari satu atau lebih, dari hakim dalam membuat pernyataan yang memperlihatanketidak setujuan terhadap putusan penghakiman dari mayoritas hakim dalam majelis hakim yang membuat keputusan penghakiman di dalam sebuah sidang pengadilan, pendapat ini akan dicantumkan dalam amar keputusan, akan tetapi dissenting opinion tak akan menjadikan sebuah preseden yang mengikat atau menjadi babak dari keputusan penghakiman.

Dissenting opinion yang ada intinya atas ketidak setujuan pendapat kadang-kadang dapat disebut dapat terdiri dalam beberapa babak pendapat yang dimungkinkan karena keadaan sejumlah alasan: interpretasi yang berlainan dari kasus hukum, penggunaan prinsip-prinsip yang berlainan, atau interpretasi yang berlainan dari fakta-fakta. perbedaan pendapat ini akan ditulis pada saat yang sama seperti pada babak pendapat dalam keputusan penghakiman, dan sering digunakan untuk perbedaan argumentasi yang digunakan oleh mayoritas hakim dalam melaksanakan penghakiman, dalam beberapa kasus, sebuah perbedaan pendapat dalam kasus keputusan penghakiman yang umumnya akan dapat digunakan sebagai landasan untuk memacu perubahan terhadap sebuah undang-undang oleh karena banyaknya perbedaan pendapat.

Dissenting Opinion adalah pendapat yang berlainan dengan apa yang diputuskan dan diberitahukan oleh satu atau lebih hakim yang memutus cara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu karena hakim itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim. Dissenting Opinion ini merupakan jargon baru dalam sejarah peradilan Indonesia. Filosofi keadaan lembaga hukum Dissenting Opinion adalah untuk memberikan akuntabilitas untuk warga pencari keadilan (justiabelen) dari para hakim yang memutus cara. Seperti dikenal, mayoritas cara pengadilan diputus oleh sebuah majelis hakim yang terdiri dari tiga orang hakim atau lebih. Dalam pengambilan putusan akhir, tak tertutup probabilitas terjadinya perbedaan pendapat di antara majelis hakim itu. Bila terjadi perbedaan pendapat, maka putusan diambil berdasar suara paling banyak. Doktrin Dissenting Opinion lahir dan mengembang dalam negara-negara yang memakai sistem hukum Common Law, seperti di AS dan Inggris. Doktrin itu lalu diadopsi negara-negara yang menganut sistem hukum kontinental, seperti Indonesia, Belanda, Perancis, dan Jerman. Pertentangan yang terdapat dalam aturan hukum berupa satu undang-undang dengan lainnya. Pemecahannya menyangkut warga yang komplek dan mengikuti cara pandang mereka. Mencari kebenaran yang hakiki dalam penafsiran hukum yang sebenar-benarnya. Penerapan legal opinion khususnya Dissenting Opinion dalam hukum international menempuh beberapa media (media cetak, TV, seminar ), namun tak lepas dari tujuan akhir yakni mencari kebenaran hakiki yang seadil-adilnya.

Pengertian mengenai Dissenting Opinion Dissenting Opinion menurut H.F Abraham Amos adalah perbedaan tentang amar putusan hukum dalam suatu kasus tertentu, dalam warga yang majemuk dan multi kultur, perbedaan tenatang pemahaman suatu hukum sudah menjadi hal yang biasa. Kesemua hal di atas, dapat tersirat dan tersurat sebagaimana pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni "(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam warga." Hal ini sebagai salah satu wujud arus hukum yang dapat dipakai oleh hakim untuk membentuk hukum, sedangkan pada Pasal 14, yakni "(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berlainan wajib dimuat dalam putusan." Hal ini sebagai wujud pengakuan bahwa hakim itu independen dan sebagai corak dari sistem hukum Anglo Saxon.

Cara Dissenting Opinion Dalam atur laksana pembuatan legal opinion mempuanyai beberapa cara yang perlu diperhatikan : 1. Struktur hukum yang mengatur dalam warga dan negara, apakah dalam suatu negara itu mengikuti sistem hukum Common Law (Anglo Saxon) atau mengikuti Civil Law (Eropa continental) dalam ketegasan hukumnya; 2. Tuntutan nilai ketentuan hukum, dalam hal ini bagaiman cara berperilaku para aparatur penegak hukum dan bagaimana konsistensi dalam menerapkan suatu hukum yang sudah ditetapkan; 3. Penafsiran hukum yang sejalan dengan penafsiran yang ada dalam warga, sehingga hukum ada pandangan yang sama patut secara normatif, sosiologis, yuridis, filosofis dan empiris;dan 4. Pandangan hukum harus berpandangan pada netralitas masalah yang obyektif. Dalam penerapan Dissenting Opinion harus melihat beraneka cara pandang dalam menafsirkan hukum.

Faktor Dissenting Opinion Bagaimanapun, sebuah putusan adalah hasil dari pikiran dan ijtihad hakim tentang pandangannya terhadap cara aquo secara lepas, buka dan jujur dengan memakai pertimbangan hukum. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan : 1. Raw in-put, yakni faktor-faktor yang bertalian dengan suku, agama, pendidikan informal dst; 2. Instrumental in-put, faktor yang bertalian dengan pekerjaan dan pendidikan formal; dan 3. Environmental in-put, faktor babak yang terkait, sosial aturan sejak dahulu kala istiadat yang ada pengaruh dalam kehidupan seorang hakim, aci-acinya babak yang terkait organisasi dst-nya (Moerad, 2005 : 116) Apabila dilihat dan diperhatikan lebih jauh, faktor-faktor tersebut dibagi atas faktor subjektif dan faktor okbjektif yaitu :


1. Faktor Subjektif : a. Sikap perilaku yang apriori, keadaan sikap hakim yang berlandaskan untuk terdakwa yang diperiksa dan diadili adalah orang yang memang sudah ada kesalahan sehingga harus dipidana; b. Sikap perilaku yang emosional. Hakim yang ada sifat remeh tersinggung akan berlainan dengan sifat seorang hakim yang tak remeh tersinggung. Putusan seorang hakim yang remeh marah dan pendendam akan berlainan dengan putusan seorang hakim yang sabar; c. Sikap arrogance power, sikap lain yang mempengaruh suatu putusan adalah arogansi kekuasaan. Disini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melecehkan orang lain (Jaksa, Pembela lebih-lebih Terdakwa); dan d. Moral seorang hakim juga berpengaruh, karena bagaimanapun juga pribadi hakim diliputi oleh tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa serta memutuskan suatu cara. 2. Faktor Objektif : a. Latar belakangan aturan sejak dahulu kala istiadat, Kebuadayaan, agama, pendidikan seorang hakim tersebut ikut mempengaruhi suatu putusan hakim. Walaupun tak mutlak, tetapi setidak-tidaknya mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu keputusan;dan b. Profesionalisme, Kecerdasan serta profesionalisme seorang hakim ikut mempengaruhi keputusannya. (Moerad, 2005 : 117-118)

Pustaka

  • Martin Edelman, Democratic theories and the Constitution, SUNY Press (1984), ISBN 0873958721 ISBN 978-0-87395-872-1

Tautan luar

  • Supreme Court of the United States of America - OPINIONS

edunitas.com


Page 5

Pendapat berlainan (bahasa Inggris: dissenting opinion) umumnya berada dalam hukum peradilan tingkat tinggi adalah pendapat dari satu atau lebih, dari hakim dalam membuat pernyataan yang memperlihatanketidak setujuan terhadap putusan penghakiman dari mayoritas hakim dalam majelis hakim yang membuat keputusan penghakiman di dalam sebuah sidang pengadilan, pendapat ini akan dicantumkan dalam amar keputusan, akan tetapi dissenting opinion tak akan menjadikan sebuah preseden yang mengikat atau menjadi babak dari keputusan penghakiman.

Dissenting opinion yang ada intinya atas ketidak setujuan pendapat kadang-kadang dapat disebut dapat terdiri dalam beberapa babak pendapat yang dimungkinkan karena keadaan sejumlah alasan: interpretasi yang berlainan dari kasus hukum, penggunaan prinsip-prinsip yang berlainan, atau interpretasi yang berlainan dari fakta-fakta. perbedaan pendapat ini akan ditulis pada saat yang sama seperti pada babak pendapat dalam keputusan penghakiman, dan sering digunakan untuk perbedaan argumentasi yang digunakan oleh mayoritas hakim dalam melaksanakan penghakiman, dalam beberapa kasus, sebuah perbedaan pendapat dalam kasus keputusan penghakiman yang umumnya akan dapat digunakan sebagai landasan untuk memacu perubahan terhadap sebuah undang-undang oleh karena banyaknya perbedaan pendapat.

Dissenting Opinion adalah pendapat yang berlainan dengan apa yang diputuskan dan diberitahukan oleh satu atau lebih hakim yang memutus cara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu karena hakim itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim. Dissenting Opinion ini merupakan jargon baru dalam sejarah peradilan Indonesia. Filosofi keadaan lembaga hukum Dissenting Opinion adalah untuk memberikan akuntabilitas untuk warga pencari keadilan (justiabelen) dari para hakim yang memutus cara. Seperti dikenal, mayoritas cara pengadilan diputus oleh sebuah majelis hakim yang terdiri dari tiga orang hakim atau lebih. Dalam pengambilan putusan akhir, tak tertutup probabilitas terjadinya perbedaan pendapat di antara majelis hakim itu. Bila terjadi perbedaan pendapat, maka putusan diambil berdasar suara paling banyak. Doktrin Dissenting Opinion lahir dan mengembang dalam negara-negara yang memakai sistem hukum Common Law, seperti di AS dan Inggris. Doktrin itu lalu diadopsi negara-negara yang menganut sistem hukum kontinental, seperti Indonesia, Belanda, Perancis, dan Jerman. Pertentangan yang terdapat dalam aturan hukum berupa satu undang-undang dengan lainnya. Pemecahannya menyangkut warga yang komplek dan mengikuti cara pandang mereka. Mencari kebenaran yang hakiki dalam penafsiran hukum yang sebenar-benarnya. Penerapan legal opinion khususnya Dissenting Opinion dalam hukum international menempuh beberapa media (media cetak, TV, seminar ), namun tak lepas dari tujuan akhir yakni mencari kebenaran hakiki yang seadil-adilnya.

Pengertian mengenai Dissenting Opinion Dissenting Opinion menurut H.F Abraham Amos adalah perbedaan tentang amar putusan hukum dalam suatu kasus tertentu, dalam warga yang majemuk dan multi kultur, perbedaan tenatang pemahaman suatu hukum sudah menjadi hal yang biasa. Kesemua hal di atas, dapat tersirat dan tersurat sebagaimana pada Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni "(1) Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam warga." Hal ini sebagai salah satu wujud arus hukum yang dapat dipakai oleh hakim untuk membentuk hukum, sedangkan pada Pasal 14, yakni "(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berlainan wajib dimuat dalam putusan." Hal ini sebagai wujud pengakuan bahwa hakim itu independen dan sebagai corak dari sistem hukum Anglo Saxon.

Cara Dissenting Opinion Dalam atur laksana pembuatan legal opinion mempuanyai beberapa cara yang perlu diperhatikan : 1. Struktur hukum yang mengatur dalam warga dan negara, apakah dalam suatu negara itu mengikuti sistem hukum Common Law (Anglo Saxon) atau mengikuti Civil Law (Eropa continental) dalam ketegasan hukumnya; 2. Tuntutan nilai ketentuan hukum, dalam hal ini bagaiman cara berperilaku para aparatur penegak hukum dan bagaimana konsistensi dalam menerapkan suatu hukum yang sudah ditetapkan; 3. Penafsiran hukum yang sejalan dengan penafsiran yang ada dalam warga, sehingga hukum ada pandangan yang sama patut secara normatif, sosiologis, yuridis, filosofis dan empiris;dan 4. Pandangan hukum harus berpandangan pada netralitas masalah yang obyektif. Dalam penerapan Dissenting Opinion harus melihat beraneka cara pandang dalam menafsirkan hukum.

Faktor Dissenting Opinion Bagaimanapun, sebuah putusan adalah hasil dari pikiran dan ijtihad hakim tentang pandangannya terhadap cara aquo secara lepas, buka dan jujur dengan memakai pertimbangan hukum. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan : 1. Raw in-put, yakni faktor-faktor yang bertalian dengan suku, agama, pendidikan informal dst; 2. Instrumental in-put, faktor yang bertalian dengan pekerjaan dan pendidikan formal; dan 3. Environmental in-put, faktor babak yang terkait, sosial aturan sejak dahulu kala istiadat yang ada pengaruh dalam kehidupan seorang hakim, aci-acinya babak yang terkait organisasi dst-nya (Moerad, 2005 : 116) Apabila dilihat dan diperhatikan lebih jauh, faktor-faktor tersebut dibagi atas faktor subjektif dan faktor okbjektif yaitu :


1. Faktor Subjektif : a. Sikap perilaku yang apriori, keadaan sikap hakim yang berlandaskan untuk terdakwa yang diperiksa dan diadili adalah orang yang memang sudah ada kesalahan sehingga harus dipidana; b. Sikap perilaku yang emosional. Hakim yang ada sifat remeh tersinggung akan berlainan dengan sifat seorang hakim yang tak remeh tersinggung. Putusan seorang hakim yang remeh marah dan pendendam akan berlainan dengan putusan seorang hakim yang sabar; c. Sikap arrogance power, sikap lain yang mempengaruh suatu putusan adalah arogansi kekuasaan. Disini hakim merasa dirinya berkuasa dan pintar, melecehkan orang lain (Jaksa, Pembela lebih-lebih Terdakwa); dan d. Moral seorang hakim juga berpengaruh, karena bagaimanapun juga pribadi hakim diliputi oleh tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut terlebih dalam memeriksa serta memutuskan suatu cara. 2. Faktor Objektif : a. Latar belakangan aturan sejak dahulu kala istiadat, Kebuadayaan, agama, pendidikan seorang hakim tersebut ikut mempengaruhi suatu putusan hakim. Walaupun tak mutlak, tetapi setidak-tidaknya mempengaruhi hakim dalam mengambil suatu keputusan;dan b. Profesionalisme, Kecerdasan serta profesionalisme seorang hakim ikut mempengaruhi keputusannya. (Moerad, 2005 : 117-118)

Pustaka

  • Martin Edelman, Democratic theories and the Constitution, SUNY Press (1984), ISBN 0873958721 ISBN 978-0-87395-872-1

Tautan luar

  • Supreme Court of the United States of America - OPINIONS

edunitas.com


Page 6

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 2, 2 Lacertae, 2 Letters of John, 2 Maret, 2 Mei, 2005 UEFA Champions League Final, 2005 UEFA Super Cup, 2006, 2006 African Cup, 2013 Qatar motorcycle Grand Prix, 2013-14 UEFA Women 's Champions League, 2014, 2014 (film), 2181, 2182, 2183, 2184, 2340, 2341, 2342, 2343


Page 7

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 2, 2 Lacertae, 2 Letters of John, 2 Maret, 2 Mei, 2005 UEFA Champions League Final, 2005 UEFA Super Cup, 2006, 2006 African Cup, 2013 Qatar motorcycle Grand Prix, 2013-14 UEFA Women 's Champions League, 2014, 2014 (film), 2181, 2182, 2183, 2184, 2340, 2341, 2342, 2343


Page 8

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 9

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) A, A Cinderella Story, A Clockwork Orange, A Clockwork Orange (film), A Collection, Aaptos papillata, Aaptos pernucleata, Aaptos robustus, Aaptos rosacea, Abdul Aziz Alu-Sheikh, Abdul Aziz Angkat, Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh, Abisai, Abit, Mook Manaar Bulatn, Kutai Barat, Abitibi-Consolidated, AbiWord, AC Arles-Avignon, AC Bellinzona, AC Martina, AC Milan


Page 10

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) B, B17, B20, B22, B25, Babirik, Beruntung Baru, Banjar, Babirik, Hulu Sungai Utara, Babirusa, Babirusa Buru, Badan Liga Indonesia, Badan Meteorologi Australia, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi Jepang, Bagik Payung, Suralaga, Lombok Timur, Bagik Polak, Labu Api, Lombok Barat, Baginda, Sumedang Selatan, Sumedang, Bagindo Aziz Chan, Bahasa Bawean, Bahasa Belanda, Bahasa Belanda di Indonesia, Bahasa Belarus


Page 11

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) B, B17, B20, B22, B25, Babirik, Beruntung Baru, Banjar, Babirik, Hulu Sungai Utara, Babirusa, Babirusa Buru, Badan Liga Indonesia, Badan Meteorologi Australia, Badan Meteorologi dan Geofisika, Badan Meteorologi Jepang, Bagik Payung, Suralaga, Lombok Timur, Bagik Polak, Labu Api, Lombok Barat, Baginda, Sumedang Selatan, Sumedang, Bagindo Aziz Chan, Bahasa Bawean, Bahasa Belanda, Bahasa Belanda di Indonesia, Bahasa Belarus


Page 12

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Cairate, Cairina scutulata, Cairn Terrier, Cairns, Calung, Calungbungur, Sajira, Lebak, Caluso, Caluya, Antique, Canadian dollar, Canadian Football League, Canadian Grand Prix, Canadian Hot 100, Cane Toa, Rikit Gaib, Gayo Lues, Cane Uken, Rikit Gaib, Gayo Lues, Canellales, Canero


Page 13

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) C, C.G.E. Mannerheim, C.G.K. Reinwardt, C.H. Greenblatt, C.I.D. (film), Cairate, Cairina scutulata, Cairn Terrier, Cairns, Calung, Calungbungur, Sajira, Lebak, Caluso, Caluya, Antique, Canadian dollar, Canadian Football League, Canadian Grand Prix, Canadian Hot 100, Cane Toa, Rikit Gaib, Gayo Lues, Cane Uken, Rikit Gaib, Gayo Lues, Canellales, Canero


Page 14

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) H, H.H.H. Tower, H.M.A. Tihami, H.O.S. Tjokroaminoto, H.O.T., Hak LGBT di Oseania, Hak LGBT di Pakistan, Hak LGBT di Republik Tiongkok, Hak LGBT di Rumania, Halte Cinango, Halte Cisomang, Halte Cisomang layout, Halte Citaliktik, Handil Labuan Amas, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Maluka, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Negara, Kurau, Tanah Laut, Handil Purai, Beruntung Baru, Banjar, Harapan, Tanah Pinem, Dairi, Harapankarya, Pagelaran, Pandeglang, Harappa, Harara, Dusun Timur, Barito Timur


Page 15

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) H, H.H.H. Tower, H.M.A. Tihami, H.O.S. Tjokroaminoto, H.O.T., Hak LGBT di Oseania, Hak LGBT di Pakistan, Hak LGBT di Republik Tiongkok, Hak LGBT di Rumania, Halte Cinango, Halte Cisomang, Halte Cisomang layout, Halte Citaliktik, Handil Labuan Amas, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Maluka, Bumi Makmur, Tanah Laut, Handil Negara, Kurau, Tanah Laut, Handil Purai, Beruntung Baru, Banjar, Harapan, Tanah Pinem, Dairi, Harapankarya, Pagelaran, Pandeglang, Harappa, Harara, Dusun Timur, Barito Timur


Page 16

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) I, I Got a Boy, I Got a Boy (lagu), I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai, I Gusti Ketut Jelantik, Ibrahim al-Imam, Ibrahim al-Jaafari, Ibrahim al-Maimuni, Ibrahim al-Marhumi, Ie Mirah, Pasie Raja, Aceh Selatan, Ie Relop, Pegasing, Aceh Tengah, Ie Rhob Babah Lueng, Simpang Mamplam, Bireuen, Ie Rhob Barat, Simpang Mamplam, Bireuen, Ikatan non kovalen, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Ilyas, Ilyas Karim, Ilyas Ruhiat, Ilyas Ya'kub


Page 17

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) I, I Got a Boy, I Got a Boy (lagu), I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai, I Gusti Ketut Jelantik, Ibrahim al-Imam, Ibrahim al-Jaafari, Ibrahim al-Maimuni, Ibrahim al-Marhumi, Ie Mirah, Pasie Raja, Aceh Selatan, Ie Relop, Pegasing, Aceh Tengah, Ie Rhob Babah Lueng, Simpang Mamplam, Bireuen, Ie Rhob Barat, Simpang Mamplam, Bireuen, Ikatan non kovalen, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Ilyas, Ilyas Karim, Ilyas Ruhiat, Ilyas Ya'kub


Page 18

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) J, J. Willard Marriott, J.A.K.Q. Dengekitai, J.A.K.Q. Dengekitai vs. Goranger, J.B. Jeyaretnam, Jagson Airlines, Jaguar, Jaguar (perusahaan otomotif), Jaguar Cars, Jalan Dago, Jalan dan Jembatan, Jalan dan Jembatan Kelok Sembilan, Jalan di Kota Surakarta, Jalur kereta api di Indonesia, Jalur kereta api di Sydney, Jalur kereta api Duri-Tanahabang, Jalur kereta api Eritrea, Jambu Kulon, Ceper, Klaten, Jambu Luwuk, Ciawi, Bogor, Jambu mawar, Jambu mede


Page 19

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) J, J. Willard Marriott, J.A.K.Q. Dengekitai, J.A.K.Q. Dengekitai vs. Goranger, J.B. Jeyaretnam, Jagson Airlines, Jaguar, Jaguar (perusahaan otomotif), Jaguar Cars, Jalan Dago, Jalan dan Jembatan, Jalan dan Jembatan Kelok Sembilan, Jalan di Kota Surakarta, Jalur kereta api di Indonesia, Jalur kereta api di Sydney, Jalur kereta api Duri-Tanahabang, Jalur kereta api Eritrea, Jambu Kulon, Ceper, Klaten, Jambu Luwuk, Ciawi, Bogor, Jambu mawar, Jambu mede


Page 20

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) O, OB Shift 2, Oba Selatan, Tidore Kepulauan, Oba Tengah, Tidore Kepulauan, Oba Utara, Tidore, Oda Nobunaga, Odair Fortes, Odalengo Grande, Odalengo Piccolo, Oktaf, Oktaf Paskah, Oktal, Oktan, Olivia Dewi, Olivia Lubis Jensen, Olivia Newton John, Olivia Newton-John, Onozalukhu You, Moro O, Nias Barat, Onozalukhu, Lahewa, Nias Utara, Onozitoli Sawo, Sawo, Nias Utara, Onta


Page 21

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) O, OB Shift 2, Oba Selatan, Tidore Kepulauan, Oba Tengah, Tidore Kepulauan, Oba Utara, Tidore, Oda Nobunaga, Odair Fortes, Odalengo Grande, Odalengo Piccolo, Oktaf, Oktaf Paskah, Oktal, Oktan, Olivia Dewi, Olivia Lubis Jensen, Olivia Newton John, Olivia Newton-John, Onozalukhu You, Moro O, Nias Barat, Onozalukhu, Lahewa, Nias Utara, Onozitoli Sawo, Sawo, Nias Utara, Onta


Page 22

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) P, Pa Padi, Krayan, Nunukan, Pa Pala, Krayan, Nunukan, Pa' Amai, Krayan Selatan, Nunukan, Pa' Dalan, Krayan Selatan, Nunukan, Padang Barat, Bintauna, Bolaang Mongondow Utara, Padang Barat, Padang, Padang Baru, Labuhan Haji, Aceh Selatan, Padang Baru, Merapi Selatan, Lahat, Padi (band), Padi (disambiguasi), Padi (grup musik), Padi emas, Pahae Julu, Pahae Julu, Tapanuli Utara, Pahala, Pahala Tambunan, Pakpahan, Onan Runggu, Samosir, Pakpahan, Pangaribuan, Tapanuli Utara, Pakpak, Pakpak Bharat


Page 23

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) P, Pa Padi, Krayan, Nunukan, Pa Pala, Krayan, Nunukan, Pa' Amai, Krayan Selatan, Nunukan, Pa' Dalan, Krayan Selatan, Nunukan, Padang Barat, Bintauna, Bolaang Mongondow Utara, Padang Barat, Padang, Padang Baru, Labuhan Haji, Aceh Selatan, Padang Baru, Merapi Selatan, Lahat, Padi (band), Padi (disambiguasi), Padi (grup musik), Padi emas, Pahae Julu, Pahae Julu, Tapanuli Utara, Pahala, Pahala Tambunan, Pakpahan, Onan Runggu, Samosir, Pakpahan, Pangaribuan, Tapanuli Utara, Pakpak, Pakpak Bharat


Page 24

Tags (tagged): P Title of articles, Pabuaran, Subang, PABX, Pacal Reservoir, Pace University, Papuan, Papyrus, Par Hansson, par value, Paul Robinson (goalkeeper), Paul Sarasin, Paul Scharner, Paul Scholes, Perkius Festus, Perkurangan, perlak, permaculture, Philemon, Philibert Smellinckx, Philip, Philip (The Deacon)


Page 25

Tags (tagged): P Title of articles, Pabuaran, Subang, PABX, Pacal Reservoir, Pace University, Papuan, Papyrus, Par Hansson, par value, Paul Robinson (goalkeeper), Paul Sarasin, Paul Scharner, Paul Scholes, Perkius Festus, Perkurangan, perlak, permaculture, Philemon, Philibert Smellinckx, Philip, Philip (The Deacon)


Page 26

Tags (tagged): F Title of articles, F/A-18 Hornet, F1 2011 European Grand Prix, F1 Brazilian Grand Prix 2003, F1 Brazilian Grand Prix 2009, FC Sion, FC Slavyansky Slavyansk-na-Kubani, FC Slovan Liberec, FC Smena Komsomolsk-na-Amure, FIFA Ballon d' Or 2011, FIFA Ballon d'Or, FIFA Ballon d'Or 2012, FIFA Ballon d'Or 2013, Flag of Slovakia, Flag of Slovenia, Flag of Solomon Islands, Flag of Somalia, foster brother, Fotodiode, Fouad Rachid, Foued Kadir