Apa maksud dari bunga berjalan

JAKARTA - Hai guys, bicara soal pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ternyata masih banyak loh property seekers yang belum paham mengenai suku bunga floating. Nah, apa sih sebenarnya suku bunga floating yang ditawarkan oleh setiap bank ketika ingin mengajukan pembiayaan perumahan. KPR Floating merupakan produk yang tidak ada bunga fix karena sejak awal bunganya sudah langsung floating. 

BACA JUGA: Tak Sanggup Bayar Cicilan KPR Saat Pandemi? Begini Cara Pengajuan Restrukturisasi Online

Tapi, bunga floatingnya di KPR ini berbeda karena diberikan diskon bunga, sehingga besarnya menjadi tidak setinggi bunga floating pada  umumnya atau dibebankan ke peminjam setelah masa bunga fix selesai. Mengenal bunga floating KPR lebih dikenal sebagai bunga mengambang atau bunga berjalan.

Bunga floating sebuah metode atau cara perhitungan bunga yang umumnya digunakan oleh bank untuk perhitungan pinjaman kredit. Pinjaman kredit yang dimaksud yaitu kredit KPR rumah atau ruko, KPA apartemen atau kredit properti lain sebagainya. Selain itu, kisaran bunga floating (floating interest rate) ditetapkan oleh bank akan terus berubah-ubah selama masa kredit.

BACA JUGA: Cara Pengajuan KPR Agar Dapat Stimulus Properti

Perubahan ini dipengaruhi oleh acuan suku bunga Bank Indonesia (BI rate), suku bunga pasar atau kebijakan bank KPR itu sendiri. Jika suku bunga BI naik, maka bunga KPR ikut naik. Hal ini akan membuat cicilan KPR juga ikut naik. Begitu sebaliknya, jika suku bunga turun, maka bunga KPR dan cicilan KPR seharusnya ikut turun.

Contoh konsep perhitungan bunga floating. Di tahun pertama KPR, cicilan hanya Rp1,5 Juta per bulan dengan suku bunga 10%. Tapi, karena ada kenaikan suku bunga BI sebesar 12%, maka cicilan KPR rumah bisa jadi ikut naik menjadi Rp1,7 Juta per bulan pada tahun ketiga. Konsep bunga floating, tentu berbeda dengan bunga fixed. Sesuai dengan namanya, besarnya dari bunga fixed tidak berubah-ubah, misalnya tetap 10% dalam 2 tahun pertama masa cicilan.

BACA JUGA: Cara Pengajuan KPR Agar Disetujui Bank

Biasanya, bank menggunakan skema bunga fixed pada 2 tahun pertama cicilan. Selanjutnya, cicilan tahun ke-3 dan tahun seterusnya akan menggunakan skema perhitungan bunga floating. Bagaimana dengan kelebihan perhitungan bunga floating? Kelebihannya akan terjadi saat suku bunga Bank Indonesia turun. Ini akan mengakibatkan bank menurunkan pula nilai suku bunga KPR. Jika penurunan suku bunga terjadi, maka cicilan KPR rumah akan ikut turun. Misalnya, jika per bulan membayar cicilan Rp1,3 juta, maka pembayaran cicilan akan berubah turun. Katakanlah menjadi Rp1,1 juta per bulan.

Di samping kelebihan, terdapat juga kekurangan. Kekurangan dari skema perhitungan bunga floating tampak serupa dengan kelebihannya, yaitu naik dan turunnya acuan suku bunga bank dan suku bunga BI. Jika suku bunga naik, maka besarnya cicilan KPR akan bertambah karena kenaikan suku bunga KPR. Faktanya, kenaikan suku bunga lebih sering terjadi daripada penurunan suku bunga.

Untuk mengontrol perubahan ini bisa melihat besarnya suku bunga floating melalui website resmi masing-masing bank. Di dalam peraturan Bank Indonesia, tertulis bahwa setiap bank diwajibkan untuk menampilkan acuan suku bunga kredit pada masing-masing website bank.

istilah properti

Floating rate adalah metode atau cara perhitungan tingkat suku bunga yang bersifat tidak tetap sesuai dengan pemberlakuan suku bunga dasar dari Bank Indonesia (BI). 

Apa itu Floating Rate?

Floating rate adalah sebuah metode atau cara perhitungan bunga yang digunakan oleh bank untuk perhitungan pinjaman kredit, baik itu Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit Kepemilikan Apartemen (KPA), kredit ruko, atau kredit properti lainnya.

Perubahan floating rate atau disebut juga suku bunga mengambang ini dipengaruhi oleh acuan suku bunga Bank Indonesia (BI rate), suku bunga pasar, atau kebijakan bank.

Adapun penyebab naik dan turunnya suku bunga ini salah satunya kebijakan dari pemerintah. Jika pemerintah menggiatkan perumahan rakyat, maka cicilan KPR pada kategori tertentu bisa turun.

Biasanya BI akan selalu mengevaluasi tingkat suku bunga dasarnya secara periodik. Tujuannya tak lain untuk menarik daya tarik pasar terhadap keuangan domestik agar aliran modal tetap masuk ke dalam negeri.  

Sederhananya, jika suku bunga Bank Indonesia naik, maka bunga KPR ikut naik. Hal ini akan membuat cicilan KPR juga ikut naik. Begitu sebaliknya, jika suku bunga turun, maka bunga KPR dan cicilan KPR akan turun.

Perbedaan Floating Rate dan Fixed Rate 

Apa maksud dari bunga berjalan
(Unsplash)

Saat mengajukan pinjaman properti, Pins dapat memilih dua suku bunga, yaitu fixed rate atau floating rate. 

Jika floating rate bersifat tidak tetap, maka fixed rate diartikan sebagai suku bunga tetap. Artinya, selama periode peminjaman nilai suku bunga tidak akan berubah. Nasabah yang memilih bunga fixed, akan mendapatkan angsuran tetap setiap bulannya. 

Sistem bunga fixed memberikan fitur seperti biaya penalti dan biaya provisi sebesar 1 persen.

Sistem bunga fixed sangat cocok untuk mereka yang memiliki penghasilan tetap setiap bulannya dan tidak ingin mengambil risiko. 

Tetapi, Pins juga waspada kepada nilai angsuran dengan sistem fixed biasanya relatif lebih besar dibandingkan angsuran menggunakan bunga floating.  Apabila suku bunga pasar berada di bawah suku bunga tetap maka suku bunga kredit menjadi lebih mahal

Kelebihan Floating Rate

Suku bunga mengambang yang cenderung tidak pasti ternyata bisa membawa keuntungan tersendiri, lho. Terutama jika BI menurunkan bunga acuan.

Saat bunga acuan turun, maka cicilan pun akan ikut turun. Ini nantinya akan mengurangi pengeluaran yang dikeluarkan setiap bulannya. Sebagai gantinya Pins bisa menyimpan sisa bujet untuk cicilan guna keperluan lain. 

Kekurangan Floating Rate

Apa maksud dari bunga berjalan
(Unsplash)

Tetapi sebaliknya, saat BI memutuskan untuk menaikkan bunga acuan, akan menyebabkan cicilan rumah ikut naik. Apalagi fakta di lapangan menunjukkan bahwa kenaikan bunga acuan kerap terjadi daripada penurunan suku bunga. 

Ketika cicilan membengkak secara drastis, pada saat inilah biasanya nasabah tidak mampu membayar tagihan KPR. Inilah mengapa floating rate cocok untuk mereka yang mau mengambil risiko.

Jadi, jika hendak melakukan KPR menggunakan rate ini, maka pastikan juga bahwa Pins sudah memiliki dana cadangan. Tujuannya adalah untuk mencukupi  biaya tagihan KPR apabila sewaktu-waktu bunga acuan mengalami peningkatan. 

Contoh Perhitungan Floating Rate KPR

Supaya lebih mudah dipahami, yuk simak contoh kasus berikut ini.

Pins membeli rumah secara KPR dengan cicilan bulanannya dikenakan Rp 2 juta dengan suku bunga 10%. Di tahun keempat ternyata BI menaikkan suku bunga KPR menjadi 12%. 

Artinya, cicilan rumah pun ikut naik menjadi Rp2,2 juta. 

Adapun perhitungan cicilan KPR dengan bunga floating dapat dihitung dengan menggunakan skema efektif dan skema anuitas.

Berikut ini contoh kasus perhitungan floating rate KPR:

  • Pokok pinjaman: Rp250 juta
  • Tenor: 15 tahun (180 bulan)
  • Bunga: 10 persen (tahun ke-1) lalu 13 persen (tahun ke-2).

1. Skema efektif

Saat menggunakan skema efektif, maka acuannya adalah sisa pokok pinjaman. Ini berarti, saldo pinjaman bulan sebelumnya dimasukkan ke hitungan cicilan periode berikutnya.

Rumus perhitungan cicilan pokok (dibayar tiap bulan, belum dikenai bunga)

Pokok pinjaman / tenor
Rp250 juta / 180 bulan = Rp1.388.888 per bulan

Rumus perhitungan bunga bulanan (hasilnya ditambahkan pada cicilan pokok)

Bunga = SP x i x (30/360)SP = saldo pokok pinjamani = bunga per tahun30 = jumlah hari dalam sebulan

360 = jumlah hari dalam setahun

Realisasi cicilan bulan 1 dan bulan 2 pada tahun pertama

Bunga efektif bulan 1 tahun pertamaRp250 juta x 10 persen  x (30/360) = Rp2.083.333Angsuran 1 = Rp1.388.888 + Rp2.083.333 = Rp3.472.221 

Bunga efektif bulan 2 tahun pertama

(Rp250 juta – Rp1.388.888) x 10 persen x (30/360) = Rp2.071.759

Angsuran 2 = Rp1.388.888 + Rp2.071.759 = Rp3.460.647

Jika bunga pada tahun ke-2 adalah 12 persen, tinggal hitung saja pakai rumus yang sama. Namun, saldo pokok pinjaman sudah berubah menjadi berkurang karena cicilan sudah dibayar setahun sebelumnya.

2. Skema anuitas

Pada aturan KPR, skema anuitas lebih sering dipakai bank. Skema ini sebenarnya mirip dengan efektif tetapi besaran angsuran tiap bulan dibuat sama. 

Meski begitu, skema ini berbeda dengan skema flat karena dalam skema flat tidak ada perubahan bunga. Bisa dibilang skema anuitas adalah kombinasi skema flat dengan efektif.

Skema anuitas dibuat untuk membantu nasabah yang bingung membayar cicilan per bulan yang berubah-ubah. Dengan skema anuitas, besaran cicilan sama, tapi angsuran pokok berubah.

Mengapa Floating Rate Lebih Sering Dipakai? 

Apa maksud dari bunga berjalan
(Unsplash)

Sekalipun nilai dan jumlah cicilan perbulan yang memakai floating rate kerap mengalami perubahan, nyatanya skema ini lebih sering disarankan dan dipakai dibandingkan skema fixed. 

Alasannya jika Pins memilih fixed rate, saat periode berakhir beberapa bank akan menaikkan suku bunga di atas bunga acuan yang berlaku di pasaran. Hal ini tentu akan memberatkan nasabah yang tidak mempunyai cadangan dana. 

Alhasil risiko kredit macet pun jadi semakin besar. Selain itu, bank yang memberlakukannya dari awal umumnya memberikan penawaran berupa potongan suku bunga. Hasilnya suku bunga KPR bisa lebih rendah dari suku bunga acuan.