Apa itu pilihan hukum tentang waris

Bambang Yunarko, 090214833M (2007) KOPETENSI PENYELESAIAN SENGKETA PILIHAN HUKUM DI BIDANG HUKUM WARIS. Thesis thesis, UNIVERSITAS AIRLANGGA.

Official URL: http://lib.unair.ac.id

Abstract

Dengan masih berlaku 3 (tiga) system hukum di bidang kewarisan di Indonesia, yaitu system hukum waris adat, waris BW dan waris Islam, hal ini menimbulkan konsekuensi hukum kepada para pihak, apabila terjadi perselisihan sengketa kewarisan utama bagi orang Indonesia yang beragama Islam dalam kaitannya dengan pilihan hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan sengketa kewarisan. Untuk orang Indonesia yang beragama Islam dalam hal terjadi sengketa waris dapat memilih hukum waris adat atau hukum waris Islam, dengan konsekuensi apabila mereka menggunakan hukum waris adat, maka penyelesaiannya di Pengadilan Negeri, akan tetapi apabila mereka memilih hukum waris Islam penyelesaiannya di Pengadilan Agama. Dengan adanya pilihan hukum yang berdampak terjadi konflik kewenangan pengadilan, maka untuk menyelesaikan konflik kewenangan ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung Pasal 33 ayat (1) adalah Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung di dalam memutuskan sengketa kewenangan antara Peradilan Negeri dengan Peradilan Agama harus berpedoman pada kaidah hukum yaitu ketentuan khusus harus didahulukan dari ketentuan yang bersifat umum, disini Peradilan Agama adalah Peradilan Khusus, karena hanya dapat dipergunakan bagi orang-orang yang beragama Islam untuk menyelesaikan sengketa perkawinan, kewarisan, hibah, wakaf dan sodagoh, sedangkan Peradilan Negeri adalah Peradilan Umum, karena dapat dipergunakan menyelesaikan perkara perdata dan pidana tanpa mempersoalkan agama, bagi para pihaknya. Selain itu pula Mahkamah Agung harus konsisten pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1990 yang antara lain berbunyi sejak tanggal 1 Juli 1990 Pengadilan Negeri dilarang menerima perkara waris bagi pihak-pihak yang beragama Islam. Oleh karena kewenangan memberikan dan memutus perkara waris bagi orang-orang Indonesia yang beragama Islam berdasarkan kompetensi obsalut Peradilan Agama, Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, berada di Peradilan Agama, sedangkan pilihan hukum waris bagi orang-orang Indonesia yang beragama Islam berdasarkan angka 2 alinea keenam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 hanya dapat dilakukan di luar Badan Peradilan. Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor: 1615 K/Pdt/1993, Nomor: 30 K/Pdt/1995 dan Nomor: 53 K/Pdt/1995 tentang Waris, Mahkamah Agung belum konsisten terhadap kaidah hukum Lex specialis derogat Lex generalis dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1990, karena masih memberikan kewenangan kepada Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus perkara waris bagi pihak-pihak yang beragama Islam.

Actions (login required)

Apa itu pilihan hukum tentang waris
View Item

Andasasmita, Komar, Pokok-pokok Hukum Waris Islam, Bandung: Imno Unpad, 1984.

Ash-Shiddiqi, Hasbi, Peradilan Agama dan Hukum Acara Peradilan Islam, Bandung: al-Ma’arif, 2005.

_____, Hukum Kewarisan Menurut Hukum Islam dan Hukum Adat, Jogjakarta: FH UII 2001.

Abdul Ghofur, Anshori, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Eksistensi dan Adaptabilitas, Yogyakarta: Ekosinia 2002.

Abdul Wahab, Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Tolhah Mansoer, dkk, (pent.), Bandung: Risalah, 1985.

Anis Ibrahim, Hukum Waris: Pluralisme Ataukah Uniformisme Hukum? http://rheyndiaz2.blogspot.com/2013/11/unifikasi-hukum-sebagai-solusi.html. Diakses pada 11 Feb 2015.

Bushar, Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1991.

Bashir, Ahmad Azhar, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: UII 1991.

Fachurohman, Ilmu Waris, Bandung: al-Ma’arif, 1981.

Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Alquran, Jakarta: Tinta Mas, t.t.

_____, Hukum Kekeluargaan Nasional, Jakarta: Tinta Mas, 1968.

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Waris Adat, Bandung: Alumni, 1986.

Hasan, M. Ali, Hukum Kewarisan dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1987.

Koentjaraningrat, Antropologi Hukum Dalam Antropologi Indonesia, Majalah Antropologi Sosial Budaya, No. 47 Tahun XII, FISIP UI, Jakarta,1989.

Lev, Daniel S., Islamic Court In Indonesia, Zaini Ahmad Noeh (pent.), Peradilan Agama Islam di Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1980.

Muclis, Marwan, Hukum Islam II (Hukum Waris Islam), Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press, 1990.

Ng, Soebakti Pusponoto K, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1980.

Pitlo, Hukum Waris menurut KUH Perdata Belanda, M. Isa Arief (pent.), Jakarta: Internusa, 1989.

Ramulyo, Idris, Hukum Kewarisan Islam, Studi Kasus Ajaran Syafi’i, Hazairin Bilateral dan Praktek di Pengadilan Agama, Jakarta: Ind Hilco, 1984.

Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermesa, 1984.

_____, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Ind Hill dan CO, 1987.

_____, Hukum Adat Indonesia dalam Yurtsprodensi Mahkamah Agung, Bandung: Alumni, 1983.

Saefoedin, Beberapa Hal Tentang Burgerlij Wetboek, Bandung: Alumni, 1989.

Supriyadi, Dasar-dasar Hukum Perdata di Indonesia, Ttp.: Pustaka Magister, 2014.

_____, Pewarisan Terhadap Anak Sebagai Akibat Perkawinan Sirri, Jurnal Yudisia Hukum dan Hukum Islam, Edisi III, Juli-Desember, 2005.

Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, Ttp.: Universitas, 1966.

Shidiq, Abdullah, Hukum waris Islam dan Perkembangannya di Seluruh Dunia, Jakarta: Wijaya, 1994.

Thalib, Sajuti, Hukum Kewarisan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1984.

Wirjono Projodikoro, Hukum Waris di Indonesia, Bandung: Vorkind Van Hoeve’s Graven Hage, 1985.


Page 2

Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, keluarga muslim pihak dapat memilih hukum apa yang akan diberlakukan dalam pembagian warisan bagi mereka.

Bacaan 2 Menit

Apa itu pilihan hukum tentang waris

Hukumonline

Selain masalah pilihan hukum waris, ada perkembangan lain dalam RUU–PA yang perlu dicermati. Kewenangan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama akan dipertegas dan diperluas. Peradilan agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.

Perluasan kewenangan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya yang beragama Islam. Perluasan tersebut antara lain menyangkut ekonomi syariah.

Ada pula penegasan terhadap pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama. Ini untuk mengakomodir pengadilan syariah Islam di Aceh, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2001.

Klausul itu tercantum pada bagian penjelasan umum Undang-Undang Peradilan 1989. Disebutkan bahwa 'Para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan'. Berdasarkan klausul ini pula, para ahli waris yang beragama Islam bisa memilih sengketa waris mereka menggunakan hukum perdata atau hukum Islam. Akibatnya, banyak terjadi gugatan antar ahli waris karena ketidaksepakatan tentang hukum yang mereka pakai dalam membagi harta warisan.

Hal-hal semacam itu tampaknya akan coba diatasi. Itu pun jika klausul dalam penjelasan UU Peradilan Agama tersebut dihapus. Perkembangan ke arah penghapusan itu sudah mulai tampak. Dalam Rapat Paripurna dipimpin Wakil Ketua Soetardjo Soerjogoeritno Selasa (21/2), DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (RUU-PA) sebagai usul inisiatif.

Pengesahan menjadi usul inisiatif itu diwarnai interupsi dari S. Hutasoit, anggota DPR dari Partai Damai Sejahtera. Tetapi interupsinya bukan mengenai RUU, melainkan SKB dua menteri tentang pendirian rumah ibadah.

Nah, dalam draft RUU inilah niat menghapus klausul pilihan hukum waris bagi keluarga muslim itu ditegaskan. "Kalimat yang terdapat dalam penjelasan ...(maksudnya klausul tadi –red), dinyatakan dihapus," demikian penegasan pada bagian Penjelasan Umum draft RUU-PA.


Page 2

Berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, keluarga muslim pihak dapat memilih hukum apa yang akan diberlakukan dalam pembagian warisan bagi mereka.

Bacaan 2 Menit

Selain masalah pilihan hukum waris, ada perkembangan lain dalam RUU–PA yang perlu dicermati. Kewenangan pengadilan di lingkungan Peradilan Agama akan dipertegas dan diperluas. Peradilan agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi yang beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.

Perluasan kewenangan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat, khususnya yang beragama Islam. Perluasan tersebut antara lain menyangkut ekonomi syariah.

Ada pula penegasan terhadap pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama. Ini untuk mengakomodir pengadilan syariah Islam di Aceh, yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 2001.