Sebagian suami salah mempraktekan firman Allah {وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ} ((jauhilah mereka di tempat tidur)), sehingga jika mereka marah kepada istri mereka maka mereka langsung meninggalkan rumah atau mengusir istrinya dari rumahnya. Hal ini keliru karena Nabi ﷺ telah menjelaskan bahwa termasuk hak seorang wanita terhadap suaminya Show وَلاَ يَهْجُرَ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ “Dan tidak menghajr (menjauhi istrinya dari tempat tidur) kecuali di dalam rumah”[1] Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, ((Yaitu janganlah engkau menghajr istrimu lantas engkau keluar meninggalkan rumah, atau engkau mengeluarkannya dari rumah. Jika engkau ingin menghajr istrimu maka hajrlah ia dan engkau tetap di rumah. Dan hajr di rumah ada beberapa macam.
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَصُدُّ هَذَا وَيَصُدُّ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِىْ يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ “Tidak halal bagi seorang muslim untuk meng-hajr saudaranya lebih dari tiga hari. Keduanya bertemu, tetapi yang satu berpaling, begitu juga yang lainnya. Dan yang terbaik dari keduanya adalah yang mulai mengucapkan salam.”[2] Jika telah lebih dari tiga hari maka wajib bagi sang suami untuk memberi salam kepada sang istri. Jika ternyata tiga hari tidak cukup untuk menghajr istri maka setiap tiga hari hendaknya sang suami mengucapkan salam kepada istrinya
Adapun Syaikh Sholeh Fauzan menguatkan pendapat bahwa hajr dalam ayat di atas yaitu sang suami tetap tidur bersama sang istri hanya saja ia berpaling dari sang istri, misalnya dengan membalikan badannya hingga punggungnya diarahkan kepada sang istri. Dan ini adalah zhohir dari firman Allah ((di tempat tidur))[4] Berkata Syaikh Alu Bassaam, “Jika sang suami menghajr istrinya maka hendaknya ia menghajrnya secara intern antara mereka berdua saja dan tidak di hadapan orang banyak”[5]. Oleh karena itu merupakan sikap yang salah jika seorang suami tatkala menghajr istrinya ia tampakkan atau iklankan di hadapan orang banyak. Hal seperti ini terkadang menimbulkan rasa dendam istrinya sehingga tidak tercapailah maslahat yang diinginkan. Sebagian ulama berpendapat akan bolehnya menghajr dengan meninggalkan rumah jika memang bermanfaat bagi sang istri. Sebagaimana Nabi ﷺ pernah menghajr istri-istrinya selama dua puluh sembilan hari[6]. Dan ini adalah pendapat Ibnu Hajar[7], beliau berkata, “Dan Yang benar hajr itu bervariasi sesuai dengan variasinya keadaan, terkadang hajr yang dilakukan dan suami tetap di rumah lebih terasa berat bagi sang istri dan bisa jadi sebaliknya, bahkan biasanya hajr yang dilakukan oleh suami dengan meninggalkan rumah lebih terasa menyakitkan bagi para wanita terutama karena hati mereka yang lemah”[8] Oleh karena itu seorang suami harus pandai dalam mempraktekan hajr, berusaha untuk melihat hajr dengan cara manakah yang lebih bermanfaat untuk menasehati sang istri. ________ Footnote: [1] HR Abu Dawud no 2142 dan Ibnu Majah no 1850 dari hadits Mu’awiyah bin Haidah. Hadits ini dishahihkan oleh Ad-Daruquthni dalam Al-‘Ilal (sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Al-Habir IV/7 no 1661) dan juga dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani
Ibnu Hajar menyebutkan bahwa pendapat ini adalah pendapat minoritas ulama, adapun pendapat mayoritas ualama menyatakan bahwa iilaa’ yang dilakukan oleh Nabi ﷺ bukanlah iilaa’ yang sebagaimana dikenal dalam buku-buku fikih (iilaa’ syari’i) akan tetapi iilaa’ secara bahasa. Karena mayoritas ualama menyaratkan bahwa yang dimaksud dengan iilaa’ secara syar’i adalah seorang suami berjanji untuk tidak menjimaki istrinya, dan dalam hadits ini tidak ada nas yang jelas yang menegaskan bahwa Nabi ﷺ tidak menjimaki istri-istrinya selama sebulan penuh, bisa saja salah seorang istri beliau datang ketempat beliau menyendiri kemudian Nabi ﷺ menjimakinya, kecuali Nabi ﷺ menyendiri di mesjid maka tidak mungkin beliau menjimaki istrinya di masjid. (Al-Fath IX/427). Akana tetapi perkataan Ibnu Hajar inipun perlu dicek kembali, karena apa manfaat hajr selama sebulan hingga istri-istri beliau terpukul sementara beliau tetap menjimaki istri-istri beliau. Kemudian asalnya jika terdapat dalam hadits suatu lafal maka hendaknya dibawa kepada makna syar’i kecuali ada dalil yang memalingkannya,. Selain itu Umar juga bertanya kepada Nabi ﷺ, “Apakah engkau menceraikan istri-istrimu?”, kalau memang Nabi ﷺ masih menggauli istri-istrinya maka Umar tidak akan bertanya seperti itu. Selain itu ada lafal yang lebih tegas yaitu اِعْتَزَلَ نِسَاءَهُ شَهْرًا Rasulullah ﷺ menjauhi istri-istrinya selama sebulan (HR Muslim II/763 no 1084 dari Jabir bin Abdillah). Dan tidak bisa dikatakan bahwa Rasulullah ﷺ menetap di mesjid sehingga istri-istrinya tidak bisa menemui beliau untuk digauli, karena jelas dalam lafal hadits bahwa beliau menyendiri di مَشْرَبَة (semacam kamar), jika seandainya beliau menetap di mesjid maka tentu akan dijelaskan di hadits.
Apa hukumnya tidak menggauli istri selama 3 bulan?Para ulama masih berbeda pendapat tentang hukum tidak berhubungan suami istri selama 3 bulan. Namun, mayoritasnya mengatakan bahwa hal ini tidak dibenarkan dalam Islam. Sebab, hubungan suami istri sama saja seperti nafkah batin yang harus selalu ditunaikan.
Berapa lama wanita bisa menahan nafsu menurut Islam?Di mana Allah SWT mengetahui bahwa kesabaran wanita dapat habis setelah empat bulan dan kemungkinan besar dia tidak akan mampu bersabar setelah jangka waktu itu.
Apa hukum suami tidak menggauli istrinya?Wajib artinya bila tidak dilakukan mendapatkan dosa karena melanggar hak istri dan melalaikan kewajiban dalam pernikahan. Karena itulah, seorang istri berhak menuntut nafkah batin pada suaminya, dan sang suami tidak boleh menolaknya. Jika suami tolak ajakan istri tersebut, maka hukumnya adalah dosa.
Apa efek jika lama tidak berhubungan?Ketika lama tidak berhubungan intim, seseorang akan lebih rentan sakit. Sama dengan orang yang terlalu sering berhubungan intim, orang yang jarang berhubungan intim juga akan mengalami penurunan sistem imun. Saat sistem imun turun, ini bisa membuatnya rentan sakit.
|