Praktik monopoli perdagangan VOC salah satunya dilakukan dengan cara

Jakarta -

Guna melakukan monopoli dagang di Maluku, VOC menerapkan beberapa kebijakan. Salah satunya adalah hak menebang tanaman rempah-rempah milik siapa pun. Hak tersebut dinamakan sebagai ekstirpasi.

Latar belakang dari monopoli VOC di sana adalah ketika tahun 1603, VOC membangun pusat dagang pertamanya dengan lokasi di Banten, tetapi pusat dagang tersebut dinilai tidak menguntungkan karena harus bersaing dengan EIC.

Oleh sebab itulah, VOC kemudian mengalihkan perhatian mereka ke Maluku. Tahun 1605, armada VOC bersekutu dengan penguasa lokal Maluku.

Mengutip dari Buku Siswa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA/SMK/MAK Kelas XI karya Abdurakhman dan Arif Pradono, persekutuan mereka bertujuan untuk menyerang benteng Portugis dan Spanyol di Ambon. Mereka pun berhasil sehingga memperoleh kompensasi berupa hak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah.

Ambon pun lima tahun kemudian menjadi pusat VOC di Hindia Timur.

Selain hak untuk menebang rempah, ada beberapa kebijakan VOC lainnya terkait monopoli dagang di Maluku. Simak pemaparannya secara lengkap.

Kebijakan Monopoli Dagang VOC di Maluku

1. Verplichte leverantie: mewajibkan rakyat menjual hasil bumi hanya kepada VOC dan dengan harga yang ditentukan VOC.

2. Contingenten: mewajibkan rakyat di berbagai daerah yang tanahnya berada di bawah kekuasaan VOC untuk menyerahkan hasil tani dan hasil kebun secara langsung.

3. Ekstirpasi: hak VOC menebang rempah milik siapa pun. Tujuannya agar tidak ada kelebihan produksi yang menyebabkan turunnya harga rempah.

4. Hongitochten (pelayaran Hongi): pelayaran menggunakan perahu perang untuk mengawasi monopoli dagang VOC sekaligus menindak pelanggarnya.

Dalam perkembangannya, VOC menganggap Ambon terlalu jauh dari jalur-jalur utama perdagangan di Asia, sehingga tidak menguntungkan sebagai pusat kekuasaan. Kemudian, VOC pun mengincar Jayakarta.

Tahun 1619, VOC menduduki Jayakarta setelah hampir kalah saing dengan EIC yang bersekutu dengan penguasa Jayakarta.

Simak Video "Serunya Mengikuti Gerakan Liar Si Bambu Gila, Maluku"


[Gambas:Video 20detik]
(nah/lus)

KOMPAS.com - Ketika Bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda melakukan penjelajahan samudera dan tiba di Asia, mereka merasa menemukan daerah yang sangat kaya.

Pasalnya, daerah di Asia, khususnya Indonesia, merupakan wilayah penghasil rempah-rempah yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Eropa.

Dalam perkembangannya, Portugis dan Belanda mampu menjadikan daerah penghasil rempah-rempah seperti Indonesia sebagai koloninya.

Kebijakan kolonial Portugis yang memicu perlawanan lokal adalah monopoli perdagangan.

Kesamaan kebijakan Portugis dan Belanda dalam bidang ekonomi di Nusantara adalah sama-sama menerapkan sistem monopoli perdagangan.

Monopoli perdagangan oleh Bangsa Portugis

Setelah menguasai Malaka pada 1511, Bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso de Albuquerque merencanakan mengirim tiga armada untuk membangun monopoli perdagangan.

Dua armada berhasil dikirim, yaitu ke Maluku (untuk mencari cengkeh) dan ke Sunda Kelapa (untuk mencari lada).

Namun, armada ketiga yang rencananya dikirim ke Timor untuk memonopoli kayu cendana tidak terlaksana karena kekurangan kapal.

Baca juga: Faktor Penjelajahan Samudra Bangsa Eropa

Monopoli perdagangan di Sunda Kelapa

Armada yang dikirim ke Sunda Kelapa pada 1513 terdiri dari empat kapal layar yang dimpimpin oleh de Alvin.

Kala itu, Sunda Kepala adalah sebuah pelabuhan dari Kerajaan Pajajaran, yang oleh penulis Portugis bernama Tome Pires disebut Sunda.

Armada Alvin datang ke Sunda Kelapa atas permintaan Raja Sunda, Sang Hyang Prabu Surawisesa yang merasa terancam oleh Cirebon.

Sang raja meminta Portugis untuk membangun benteng dan sebagai imbalannya Portugis akan mendapat prioritas dalam membeli lada.

Namun, kesepakatan tersebut tidak pernah terlaksana karena Demak mengetahui niat Portugis untuk memonopoli perdagangan di Sunda Kelapa.

Dengan demikian, Portugis tidak pernah berhasil menjalankan monopolinya di Sunda Kelapa.

Monopoli di Maluku

Pada 1512, Alfonso de Albuquerque mengirim tiga kapal layar yang dipimpin oleh Antonio de Abreu untuk membangun monopoli perdagangan di Maluku.

Namun, dua dari tiga kapal tersebut karam dalam perjalanan, sementara satu kapal tiba di Maluku dan mengadakan hubungan dengan Sultan Aby Lais.

Sultan Ternate itu berjanji akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di Pulau Ternate.

Alhasil, sejak 1522 hingga 1570 terjalin hubungan dagang antara Portugis dan Ternate.

Pada periode itu, tidak jarang timbul konflik karena Portugis terus berupaya melakukan monopoli.

Konflik antara Ternate dan Portugis terus meruncing hingga pada pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1584), hak monopoli Portugis berhasil dihapus.

Baca juga: Penjelajahan Samudra oleh Portugis: Latar Belakang dan Kronologi

Sejak mendarat di Banten pada 1596, banyak pedagang Belanda terlibat persaingan untuk memperebutkan perdagangan rempah-rempah.

Penjajahan Bangsa Belanda di nusantara berawal dari terbentuknya VOC (Vereenidge Oost Indische Compagnie) pada 1602.

Salah satu tujuan pembentukan VOC adalah untuk memperkuat posisi Belanda sehingga dapat melaksanakan monopoli perdagangan.

Dapat dikatakan VOC mengalami kemajuan pesat dalam waktu singkat.

Di Indonesia bagian timur, VOC memusatkan kedudukannya di Ambon.

Keberhasilannya membantu Sultan Baabullah mengusir Portugis membuka jalan bagi VOC untuk menerapkan monopoli di Maluku.

Untuk merealisasikan niatnya tersebut, VOC menerapkan beberapa kebijakan sebagai berikut.

  1. Hongi tochten (Pelayaran Hongi), yaitu pelayaran pantai yang dilengkapi angkatan perang untuk mengawasi para pedagang Maluku agar tidak menjual rempah-rempah kepada pedagang lain dan jika melanggar akan mendapat hukuman berat.
  2. Ekstirpasi, yaitu menebang tanaman rempah-rempah penduduk agar produksinya tidak berlebihan.
  3. Contingenten, yaitu kewajiban rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil bumi.

Baca juga: Perlawanan Terhadap VOC di Maluku, Makassar, Mataram, dan Banten

Pada 1641, VOC berhasil menggantikan posisi Potugis di Malaka.

Keberhasilan ini mampu memperkuat kedudukan VOC di wilayah Indonesia bagian barat,
Setelah berhasil menguasai Malaka, VOC menaklukkan Aceh.

Pada 1667, VOC memaksa Sultan Hasanuddin, penguasa Makassar, menyerah dan menandatangani Perjanjian Bongaya.

Perjanjian itu menandai kekuasaan VOC di Makassar.

Kekuasaan VOC kemudian meluas ke Kalimantan setelah Raja Sulaiman terpaksa memberikan hak monopoli dagang kepada VOC.

Untuk mengawasi kegiatan monopoli perdagangan di beberapa wilayah di nusantara, VOC tetap menjalankan Pelayaran Hongi.

Puncaknya pada abad ke-18, VOC telah menguasai hampir seluruh wilayah Indonesia.

Referensi:

  • Makfi, Samsudar. (2019). Masa Penjajahan Kolonial. Singkawang: Maraga Borneo Tarigas.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (Eds). (2008). Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia (1700-1900). Jakarta: Balai Pustaka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Praktik monopoli perdagangan VOC salah satunya dilakukan dengan cara

hisanrizaansel hisanrizaansel

Jawaban:

D. perekonomian masyarakat mengalami penurunan

Penjelasan:

karena itu merupakan dampak yg merugikan untuk bangsa Indonesia.Bangsa Indonesia tidak diuntungkan dari praktek perdagangan monopoli VOC

#jawaban menurut pendapat pribadi

#maff kalo salah

#Terima Kasih

Praktik monopoli perdagangan VOC salah satunya dilakukan dengan cara

Jawaban:

D

Penjelasan:

Perekonomian masyarakat mengalami penurunan