Zat yang tergolong narkotika mempunyai sifat sebagai berikut kecuali

Ditulis oleh: Mohammad Irsad, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog

Penyalahgunaan Napza di Indonesia telah terjadi dimana-mana, oleh siapapun tanpa memandang status social, ekonomi, pendidikan, maupun usia. Tingginya penyalahgunaan ini sangat mengkawatirkan karena akan memberi dampak pada negara maupun pemerintah. Menurut data yang diterima Badan Narkotika Nasional (BNN) pada tahun 2017 jumlah penyalahgunaan Napza di negara kita adalah 3,5 juta orang yang jumlahnya semakin meningkat sampai akhir 2019, oleh karenanya negara kita masih tetap dalam Darurat Narkoba.

Napza adalah akronim Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif lainnya. Istilah lain yang sering digunakan adalah Narkoba dan zat psikoaktif. Definisi narkotika menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan yang dimaksud psikotropika menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997 adalah zat atau obat , baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Menurut para ahli pengertian zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup, maka dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus. Jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa. Contoh zat adiktif lainnya adalah alkohol, inhalansia (lem, bensin, tiner), kafein, nikotin.

Istilah psikoaktif dipakai dalam buku International Classification of Diseases edisi 10 (ICD 10) dan dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III (PPDGJ III). Zat psikoaktif adalah zat yang bekerja pada susunan saraf pusat secara selektif sehingga dapat menimbulkan perubahan pada pikiran, perasaan, perilaku, persepsi maupun kesadaran.

Klasifikasi Narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2017 dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:

Narkotika Golongan I

Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dalam jumlah terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, reagensia diagnostik dan reagensia laboratorium setelah mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan. Saat ini sebanyak 114 zat masuk ke dalam narkotika golongan I. Contoh: opium, kokain, ganja, MDMA.

Narkotika Golongan II

Narkotika golongan II dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan sesuai ketentuan. Saat ini sebanyak 91 zat masuk ke dalam narkotika golongan II. Contoh: morfin, petidin, fentanyl.

Narkotika Golongan III

Narkotika golongan III dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan sesuai ketentuan. Saat ini sebanyak 15 zat masuk ke dalam narkotika golongan III. Contoh: kodein, buprenorfi.

Penggolongan narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 bersifat dinamis karena memungkinkan adanya perubahan penggolongan narkotika. Apalagi saat ini banyak zat psikoatif jenis baru atau dikenal dengan istilah new pshycoactive substances (NPS) di dunia termasuk di Indonesia. Laporan tahunan United Nation of Drug and Crime (UNODC) tahun 2016 menyatakan dalam kurun waktu 2008 – 2015 sebanyak 644 NPS telah dilaporkan oleh 102 negara.

Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa saat ini telah ditemukan sebanyak 46 NPS yang beredar di Indonesia dan sebagian besar sudah masuk dalam golongan narkotika berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.

Pengolongan lain menurut buku Pedoman Penentuan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III atau International Classsification Disease (ICD) 10, zat psikoaktif dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

  1. Alkohol, yaitu semua minuman yang mengandung etanol seperti bir, wiski, vodka,brem, tuak, saguer, ciu, arak.
  2. Opioida, termasuk di dalamnya adalah candu, morfin, heroin, petidin, kodein, metadon.
  3. Kanabinoid, yaitu ganja atau marihuana, hashish.
  4. Sedatif dan hipnotik, misalnya nitrazepam, klonasepam, bromazepam.
  5. Kokain, yang terdapat dalam daun koka, pasta kokain, bubuk kokain.
  6. Stimulan lain, termasuk kafein, metamfetamin, MDMA.
  7. Halusinogen, misalnya LSD, meskalin, psilosin, psilosibin.
  8. Tembakau yang mengandung zat psikoaktif nikotin.
  9. Inhalansia atau bahan pelarut yang mudah menguap, misalnya minyak cat, lem, aseton.

Zat psikoaktif juga diklasifikasikan berdasarkan pengaruh/efeknya terhadap susuan saraf pusat (SSP), yaitu:

Stimulan

Stimulan meningkatkan aktivitas Susunan Syaraf Pusat pada otak. Zat ini meningkatkan debar jantung dan pernafasan, serta meningkatkan sensasi eforia (rasa senang yang berlebihan). Contoh: amfetamin, kokain, metamfetamin, nikotin, kafein.

Depresan

Jenis depresan dapat memperlambat aktifitas kerja otak dan menghasilkan ketenangan. Contoh: barbiturat (fenobarbital, aprobarbital), benzodiazepin.

Halusinogen

Halusinogen adalah kelompok beragam zat yang mengubah persepsi (kesadaran akan kondisi sekitar, ruang dan waktu), pikiran, perasaan. Zat ini mengganggu komunikasi antara sistem kimia otak seperti serotonin secara keseluruhan dengan sumsum tulang belakang sehinggamenyebabkan halusinasi atau sensasi dan pencitraan yang tampak nyata meskipun sebenarnya tidak ada. Zat yang masuk golongan halusinogen antara lain: jamur (mushroom), LSD, mescalin..

Berdasarkan efeknya terhadap Susunan Syaraf Pusat, terdapat beberapa zat yang masuk ke dalam lebih dari satu kategori di atas sesuai jumlah yang digunakan. Contoh: alkohol dalam dosis rendah menimbulkan efek stimulant, sedangkan dalam dosis tinggi menimbulkan efek depresan.

Napza dapat digunakan dengan beberapa cara. Cara penggunaan napza merupakan faktor mediasi yang menentukan terjadinya efek suatu napza. Secara garis besar cara penggunaan Napza dapat dibagi menjadi 4, yaitu:

  1. Saluran pernafasan: dirokok.
  2. Saluran pencernaan: ditelan (oral)
  3. Mukosa: dikunyah, dihirup/disedot
  4. Pembuluh darah: suntikan intra vena, subkutan dan intra muscular. Cara ini memiliki risiko kesehatan tinggi termasuk penularan penyakit yang disebabkan oleh virus dan bakteri serta kerusakan jaringan.

Penggunaan obat-obatan berbahaya saat ini mulai disalahartikan. Beberapa jenis zat yang mampu merangsang syaraf pusat justru sering dipakai secara sembarangan tanpa resep yang tepat. Efek halusinasi dan juga ketenangan yang diberikan obat tersebut disalahgunakan sebagai zat untuk menghilangkan depresi dan juga kesedihan. Jenis zat yang mampu memberikan efek halusinasi dan gangguan berpikir penggunanya dikenal dengan nama psikotropika. Obat tersebut bukanlah sejenis narkoba, namun efeknya juga bisa menyebabkan kecanduan yang berakhr dengan kematian. Untuk mengetahui lebih jelas tentang definisi dan bahayanya, simak ulasan singkatnya dibawah ini.

Pengertian Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat yang bekerja menurunkan fungsi otak serta merangsang susuan syaraf pusat sehingga menimbulkan reaksi berupa halusinasi, ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan perasaan yang tiba-tiba, dan menimbulkan rasa kecanduan pada pemakainya. Jenis obat-obatan ini bisa ditemukan dengan mudah di apotik, hanya saja penggunaannya harus sesuai dengan resep dokter. Efek kecanduan yang diberikan pun memiliki kadar yang berbeda-beda, mulai dari berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan hingga ringan.

Banyak pengguna yang mengkonsumsi obat-obatan tersebut tanpa ijin dari dokter. Meski efek kecanduan yang diberikan termasuk rendah, namun tetap saja bisa berbahaya bagi kesehatan. Data menunjukkan sebagian besar pemakai yang sudah mengalami kecanduan, dimulai dari kepuasan yang didapatkan usai mengkonsumsi zat tersebut yang berupa perasaan senang dan tenang. Lama-kelamaan pemakaian mulai ditingkatkan sehingga menyebabkan ketergantungan. Jika sudah mencapai level parah, bisa mengakibatkan kematian. Penyalahgunaan dari obat-obatan tersebut juga bisa terancam terkena hukuman penjara. Karena itulah, meski beberapa manfaatnya sangat baik bagi kesehatan, namun jika berlebih dan tidak sesuai dengan anjuran dokter bisa menyebabkan efek yang berbahaya.

Baca juga:  Banyak Kartini Handal Bisa Tangani Penyalahgunaan Narkoba

Golongan Psikotropika

Apakah Anda pernah mendengar zat Amfetamin? Ya, salah satu jenis obat-obatan tersebut nyatanya termasuk dalam jenis psikotropika. Penggunaannya harus sesuai dengan resep dokter agar bisa terhindar dari kecanduan. Efek menenangkan dan memberikan rasa bahagia membuat beberapa orang sengaja menyalahgunakan zat tersebut. Padahal pemakaiannya tidak boleh sembarangan karena termasuk dalam obat terlarang. Berdasarkan pada risiko kecanduan yang dihasilkan, golongan psikotropika dibagi menjadi 4, diantaranya adalah:

Psikotropika Golongan 1

Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini memiliki potensi yang tinggi menyebabkan kecanduan. Tidak hanya itu, zat tersebut juga termasuk dalam obat-obatan terlarang yang penyalahgunaannya bisa dikenai sanksi hukum. Jenis obat ini tidak untuk pengobatan, melainkan hanya sebagai pengetahuan saja. Contoh dari psikotropika golongan 1 diantaranya adalah LSD, DOM, Ekstasi, dan lain-lain yang secara keseluruhan jumlahnya ada 14. Pemakaian zat tersebut memberikan efek halusinasi bagi penggunanya serta merubah perasaan secara drastis. Efek buruk dari penyalahgunaannya bisa menimbulkan kecanduan yang mengarah pada kematian jika sudah mencapai level parah.

Psikotropika Golongan 2

Golongan 2 juga memiliki risiko ketergantungan yang cukup tinggi meski tidak separah golongan 1. Pemakaian obat-obatan ini sering dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak memberikan efek kecanduan. Golongan 2 ini termasuk jenis obat-obatan yang paling sering disalahgunakan oleh pemakaianya, misalnya adalah Sabu atau Metamfeamin, Amfetamin, Fenetilin, dan zat lainnya yang total jumlahnya ada 14.

Baca juga:  Peran Penyuluh Narkoba dalam Pembangunan

Psikotropika Golongan 3

Golongan 3 memberikan efek kecanduan yang terhitung sedang. Namun begitu, penggunaannya haruslah sesuai dengan resep dokter agar tidak membahayakan kesehatan. Jika dipakai dengan dosis berlebih, kerja sistem juga akan menurun secara drastis. Pada akhirnya, tubuh tidak bisa terjaga dan tidur terus sampai tidak bangun-bangun. Penyalahgunaan obat-obatan golongan ini juga bisa menyebabkan kematian. Contoh dari zat golongan 3 diantaranya adalah Mogadon, Brupronorfina, Amorbarbital, dan lain-lain yang jumlah totalnya ada 9 jenis.

Psikotropika Golongan 4

Golongan 4 memang memiliki risiko kecanduan yang kecil dibandingkan dengan yang lain. Namun tetap saja jika pemakaiannya tidak mendapat pengawasan dokter, bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya termasuk kematian. Penyalahgunaan obat-obatan pada golongan 4 terbilang cukup tinggi. Beberapa diantaranya bahkan bisa dengan mudah ditemukan dan sering dikonsumsi sembarangan. Adapun contoh dari golongan 4 diantaranya adalah Lexotan, Pil Koplo, Sedativa atau obat penenang, Hipnotika atau obat tidur, Diazepam, Nitrazepam, dan masih banyak zat lainnya yang totalnya ada 60 jenis.

Bahaya dan Efek Psikotropika

Meski memberikan efek kecanduan, namun penggunaan zat-zat tersebut diperbolehkan asalkan sesuai dengan resep dokter. Namun sayang, saat ini pemakaiannya justru berlebih dan melewati dosis normal sehingga manfaat yang diberikan justru memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Ada banyak bahaya dan efek penyalahguaan psikotropika, beberapa diantaranya adalah:

Stimulan

Fungsi tubuh akan bekerja lebih tinggi dan bergairah sehingga pemakainya lebih terjaga. Kerja organ tentu menjadi berat dan jika si pemakai tidak menggunakan obat-obatan tersebut, badan menjadi lemah. Efek kecanduan ini menyebabkan penggunanya harus selalu mengkonsumsi zat tersebut agar kondisi tubuh tetap prima. Contoh stimulan yang sering disalahgunakan adalah ekstasi dan sabu-sabu.

Halusinogen

Ini adalah efek yang sering dialami oleh pemakai dimana persepsinya menjadi berubah dan merasakan halusinasi yang berelebihan. Contoh zat yang memberikan efek halusinogen salah satunya adalah ganja.

Depresan

Efek tenang yang dihasilkan disebabkan karena zat tersebut menekan kerja sisten syaraf pusat. Jika digunakan secara berlebihan, penggunanya bisa tertidur terlalu lama dan tidak sadarkan diri. Bahaya yang paling fatal adalah menyebabkan kematian. Contoh zat yang bersifat depresan salah satunya adalah putaw.

Undang-undang Narkotika dan Psikotropika
Psikotropika tidak sama dengan Narkotika, hal tersebut sesuai dengan isi pasal 1 angka 1 UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika yang menyatakan bahwa Psikotropika merupakan sebuah zat atau obat baik yang bersifat alamiah maupun buatan yang bukan narkotika. Khasiatnya bersifat psikoaktif yang mana menyebabkan perubahan aktivitas mental serta perilaku.

Sementara pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa jenis psikotropika golongan 1 dan 2 dicabut dan ditetapkan sebagai narkotika golongan 1.

Terkait