Konten dan perspektif penulisan artikel ini hanya berpusat pada sudut pandang dari negara Indonesia dan tidak menggambarkan wawasan global pada subjeknya. Tonarigumi (Jepang: 隣組) atau dalam Bahasa Indonesia artinya "kerukunan tetangga" (sekarang disebut sebagai Rukun Tetangga) merupakan sebuah struktur kemasyarakatan yang dibuat oleh tentara pendudukan Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, khususnya di Manchuria, Semenanjung Korea, Kepulauan Sakhalin, Asia Tenggara, termasuk Indonesia juga memiliki sistem ini.[1][2][3] Sistem tonarigumi diperkenalkan oleh Perdana Menteri Fumimaro Konoe pada tahun 1940. Di Indonesia, tonarigumi diperkenalkan oleh tentara pendudukan Kekaisaran Jepang pada Januari 1944, sistem ini pertama kali sebenarnya diperkenalkan di Pulau Jawa yang berada dibawah kontrol Angkatan Darat Kekaisaran Jepang, tetapi kemudian menyebar juga ke wilayah yang berada di bawah kontrol Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, seperti daerah Sulawesi hingga Indonesia Timur. Fungsi utama dari dibentuknya tonarigumi adalah untuk memperketat kontrol dan pengawasan tentara pendudukan Kekaisaran Jepang terhadap masyarakat jajahan, sekaligus untuk memperkuat komunikasi antara pemerintahan militer Jepang dengan warga ataupun sesama warga itu sendiri.[1] Pemeberian makanan darurat dari ikatan ibu-ibu Tonarigumi di Jepang Ketika Kekaisaran Jepang mulai tersudut dalam Perang Dunia II, tonarigumi menjadi basis pelatihan militer warga desa yang dipaksa kemudian untuk menjadi tentara sekunder atau milisi yang membela Jepang untuk menghadapi pasukan Blok Sekutu. Ketika Kekaisaran Jepang kalah dalam Perang Dunia II, wilayah bekas pendudukan Jepang yang diduduki oleh Amerika Serikat, seperti Korea Selatan, Vietnam, dan Filipina memutuskan untuk menghapus sistem tonarigumi secara formal pada 1947. Tetapi di beberapa wilayah, sistem tonarigumi berubah namanya, salah satunya di Indonesia di mana tonarigumi berubah menjadi Rukun Tetangga dan Rukun Warga.[4] Setiap satu tonarigumi terdiri atas 10 sampai 20 kepala rumah tangga, diketuai oleh tonarigumichō dan diangkat oleh kuchō (lurah). Setiap tonarigumi harus melaksanakan tonarigumijōkai (rapat berkala) yang harus dilaporkan sebulan sekali (di Indonesia disebut "arisan"). Setiap lima sampai enam tonarigumi kemudian disatukan dalam satu struktur yang lebih tinggi, yang disebut chonaikai atau rukun kampung (sekarang disebut sebagai Rukun Warga). Chonaikai itu dahulu sebenarnya ukurannya adalah satu kampung atau satu desa dan setiap chonaikai harus melakukan azajōkai (rapat berkala tingkat chonaikai) setiap sebulan sekali.[1][3] Pembentukan tonarigumi ini memudahkan tentara pendudukan Kekaisaran Jepang untuk mengontrol warga dan juga untuk melakukan mobilisasi sumber daya alam maupun manusia guna kepentingan Kekaisaran Jepang. Jumlah total tonarigumi di Pulau Jawa saat Kekaisaran Jepang berkuasa ada sekitar 508.745 yang terdiri dari total 8.967.320 kepala rumah tangga di seluruh Jawa saat itu.[1] Saat Kekaisaran Jepang kalah dalam Perang Dunia II, sistem tonarigumi ada yang dihapus dan ada yang berubah. Tonarigumi secara resmi dihapuskan pada tahun 1947 oleh otoritas pendudukan Amerika, sistem ini bertahan sampai batas tertentu dalam bentuk chōnaikai yang lebih modern, atau jichikai yang secara nominal merupakan asosiasi sukarela yang independen, tetapi mempertahankan status kuasi-pemerintah karena mereka memiliki tanggung jawab terbatas untuk administrasi dan koordinasi kegiatan lokal seperti pengawasan lingkungan dan bantuan bencana. Di Indonesia sendiri sistem ini berubah menjadi Rukun Tetangga dan Rukun Warga, tetapi fungsinya bukan lagi untuk pelatihan militer dan membentuk milisi sipil, tetapi untuk kegiatan administrasi seperti pembuatan kartu identitas, pengurusan kependudukan, pembuatan surat pernyataan, dan sebagainya hal ini dikarenakan dalam sistem politik Indonesia, Rukun Tetangga dan Rukun Warga adalah struktur terendah dalam pemerintahan. Rukun Tetangga dan Rukun Warga pada era modern juga tidak dibentuk atas dasar paksaan seperti zaman Kekaisaran Jepang, tetapi sekarang lebih kepada sukarela warga.
Jepang terbagi menjadi 47 daerah prefektur dan dibagi lagi menjadi daerah sub-prefektur atau langsung menjadi daerah kotamadya yang kemudian dipecah lagi menjadi distrik kota.
Tingkat teratas pembagian administatif di Jepang adalah 47 wilayah yang meliputi: 43 prefektur (県, ken), 2 prefektur perkotaan (府, fu, Osaka, dan Kyoto), 1 "daerah" (道, dō, Hokkaido), dan 1 "Ibu kota" (都, to, Tokyo). Meskipun berbeda dalam penamaan, mereka tetap sama secara fungsional. ToTokyo disebut sebagai "Kota metropolis" (都, to) . Setelah berakhirnya Tokyo City pada tahun 1943, Tōkyō-fu (Prefektur Tokyo) diperbarui menjadi Tōkyō-to dan distrik kota Tokyo City diperbarui menjadi Distrik kota istimewa. DōHokkaido disebut sebagai "daerah" (道, dō), Istilah ini awalnya digunakan untuk merujuk pada wilayah Jepang yang terdiri dari beberapa provinsi. Sebutan istilah ini juga merupakan sejarah dari penggunaan tulisan di Tiongkok. FuPrefektur Osaka dan Prefektur Kyoto disebut sebagai "prefektur perkotaan" (府, fu). Penulisan Tiongkok klasik ini dipakai untuk menunjukkan perkotaan inti sebagai kepentingan nasional. Ken"Prefektur" (県, ken) merupakan jenis yang paling umum dari pembagian prefektur yang berjumlah 43 ken. Penulisan Tiongkok klasik ini mengandung konotasi pedesaan atau provinsi. Hanya ada dua jenis dalam pembagian Sub-prefektur, yaitu: Subprefektur dan Distrik. SubprefekturSubprefektur (支庁, shichō) merupakan bentuk pemerintahan Jepang yang berfokus pada permasalahan daerah satu tingkat di bawah prefektur. Menjadi bagian dari sistem pemerintahan sendiri dan merupakan bagian dari tindak pemerintahan yang lebih besar daripada negara.[2] DistrikDistrik' (郡, gun) merupakan unit pemerintahan yang dahulu sering digunakan antara tahun 1878 dan 1921. Jenis ini setara dengan county Tiongkok atau Amerika Serikat. 1,742 kotamadya dan 175 daerah sub-kotamadya di Jepang Pembagian kotamadya dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu kota, kota kecil, dan desa. Namun kota menjadi kategori yang paling penting. Distrik kota istimewa Tokyo juga masuk ke dalam pembagian kotamdya. KotaKota-kota di Jepang dikategorikan lagi menjadi empat jenis, kota terpilih, kota inti, kota istimewa, dan kota biasa. Kota terpilihKota terpilih (政令指定都市, seirei shitei toshi), juga disebut sebagai kota yang ditunjuk (指定都市, shitei toshi) atau kota besar (政令市, seirei shi), merupakan kota di Jepang yang memiliki populasi lebih besar dari 500,000 penduduk dan memiliki tata kota yang ditentukan pemerintah atas perintah dari kabinet Jepang berdasarkan pasal 252, bab 19 tentang Undang-Undang Otonomi Daerah. kota yang ditunjuk juga dibagi lagi menjadi distrik kota. Kota intiKota inti (中核市, Chūkakushi) merupakan kota di Jepang yang memiliki populasi lebih besar dari 300,000 penduduk dan memiliki luas lebih besar dari 100 kilometer persegi, meskipun pengecualian khusus dapat dibuat atas perintah kabinet atas kota dengan populasi di bawah 300,000 atau lebih dari 200,000 penduduk.[3] Kota inti dibentuk berdasarkan ayat pertama pada Pasal 252, Bab 22 tentang Undang-Undang Otonomi Daerah di Jepang. Kota istimewaKota istimewa (特例市, Tokureishi) di Jepang merupakan kota yang memiliki populasi setidaknya 200,000 penduduk. Kategori ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah, pasal 252 ayat 26. KotaKota (市, shi) merupakan unit pemerintah daerah di Jepang yang memiliki populasi setidaknya 50,000 penduduk dengan 60% kepala keluarga harus berada di pusat wilayah perkotaan, membangun perdagangan, industri atau pekerjaan perkotaan lainnya. Kota berada pada tingkat yang sama dengan kota kecil (町, machi) dan desa (村, mura); hanya saja bukan bagian dari distrik (郡, gun). Seperti unit pemerintahan lainnya, kota dibentuk berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1947. Kota kecilKota kecil (町; chō atau machi) merupakan unit pemerintah daerah di Jepang. Termasuk badan publik daerah bersama dengan prefektur (ken atau setara lainnya), kota (shi), dan desa (mura). Secara geografis, kota kecil berada di dalam prefektur. DesaDesa (村, mura, atau son) merupakan unit pemerintah daerah di Jepang. Termasuk badan publik daerah bersama dengan prefektur (ken atau setara lainnya), kota (shi), dan kota kecil (町, chō, atau machi). Secara geografis, sebagian wilayah desa berada di dalam prefektur. Wilayah ini jauh lebih besar dari pemukiman, berdasarkan pembagian dari distrik (郡, gun), yang dibagi lagi menjadi kota kecil dan desa yang tertata penuh. Distrik kota istimewaDistrik kota istimewa (特別区, tokubetsu-ku) merupakan 23 kotamadya yang bersama-sama membentuk inti dan bagian paling padat penduduknya dari Tokyo, Jepang. Keduanya menempatkan ke tanah yang awalnya bernama Kota Tokyo sebelum dihapuskan pada tahun 1943 untuk menjadi bagian baru sebagai Tokyo Metropolis. Susunan distrik kota istimewa dibentuk berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah dan karakter unik di Tokyo. Distrik kota (区, ku) merupakan hasil pemecahan dari Kota di Jepang yang cukup luas untuk menjadi kota pilihan pemerintah Jepang.[4] Meskipun rincian dari pemerintah kota telah berubah dari waktu ke waktu, dasar dari sistem dua tingkat yang berjalan saat ini masih serupa sejak penghapusan sistem han oleh pemerintahan Meiji pada tahun 1871. Sebelum penghapusan sistem han, Japang dipecah menjadi provinsi (国, kuni) yang kemudian dibagi lagi menjadi distrik (郡, gun) dan desa (里/郷, sato) pada tingkat terbawah.
|