PURBALINGGA– Ketua Program Studi Magister Ilmu Adminsitrasi Fisip Unsoed Purwokerto Dr Slamet Risyadi, S.Sos, M.Si menegaskan, tindakan persekusi yang belakangan marak merupakan tindakan yang bertentangan dengan Pancasila. Tindakan itu khususnya bertentangan dengan nilai-nilai sila kedua yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. “Selain bertentangan dengan hukum, tindakan persekusi dilarang dan bertentangan dengan Pancasila,” kata Slamet Rosyadi, Sabtu (3/6). Persekusi adalah tindakan perburuan sewenang sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga dan disakiti. Persekusi merupakan perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama atau pandangan politik. Slamet menegaskan hal tersebut pada Sarasehan dalam rangka peringatan hari lahir Pancasila tingkat Kabupaten Purbalingga di pendapa Dipokusumo, Sabtu (3/6). Selain Slamet Rosyadi, sarasehan yang dibuka Sekda Wahyu Kontardi, SH menghadirkan narasumber lain yakni Prof. Dr. H. Tukiran Taniredja,MM, guru besar Universitas Muhammadiyah (UMP) Purwokerto, HR Bambang Irawan, SH (Ketua Karangtaruna Purbalingga/Anggota DPRD Purbalingga), dan Marwono, S.Pd., Ketua MGMP PKn/PPKn SMP Kabupaten Purbalingga. Slamet mengungkapkan, berdasar Indeks Persamaan Derajat dan Hak Sesama Manusia, Indonesia menempati peringkat 113 di dunia. Artinya, peringkatnya masih jauh disbanding Negara lainnya. “Begitu pula dengan angka human fredoom yang mengukur tindakan tidak semena-seman terhadap orang lain, Indonesia masih dibawa negara Hungaria, Iceland, India, Israel, Italia dan Ireland,” kata doctor lulusan Human Resources Gottingen Jerman ini. Slamet juga mengungkapkan, jika dikaitkan dengan sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, Indonesia memiliki Indeks Hambatan Pemerintah (misal Kebijakan larangan praktik beribadah) dan indeks Kebencian Sosial (misal Intimidasi, kekerasan, penghinaan, dll) masih tinggi dengan skala 7,2, dan berada dibawah Negara seperti Brunei, Burma, Kamboja, China, Cyprus, Jepang, dan Hongkong. Dalam kaitan dengan sila ketiga, Persatuan Indonesia, wawasan kebangsaan atau bela negara bangsa Indonesia masih terlalu rendah dibandingkan dengan warga Negara lain. Berdasarkan surveu masalah wawasan kebangsaan yang dilakukan terhadap 196 negara, Indonesia menempati urutan ke-95. “Meskipun kaum muda cepat belajar dan kreatif, tetapi mereka cenderung ingin maju sendiri daripada memajukan masyarakat. Mereka semakin apatis dan jauh dari sikap nasionalisme,” katanya. Flawed Democracy Berkaitan dengan sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, jika diukur dari nilai demokrasi, Indonesia menempati peringkat ke-48 dan termasuk kategori Negara demokrasi yang cacat (flawed democracy). Negara dengan demokrasi yang cacat adalah negara-negara di mana pemilihan adil dan bebas dan kebebasan sipil dasar dihormati namun mungkin menimbulkan masalah (misalnya pelanggaran kebebasan media). “Meskipun demikian, negara-negara ini memiliki kesalahan yang signifikan dalam aspek demokrasi lainnya, termasuk budaya politik terbelakang, rendahnya tingkat partisipasi dalam politik, dan isu-isu dalam fungsi pemerintahan,” tegas Slamet Rosyadi. Sementara jika dikaitkan dengan sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, muncul pertanyaan dimasyarakat, Seberapa tepat program-program sosial untuk masyarakat? Ranah yang menjadi sumber ketimpangan social antara lain menyangkut penghasilan, harta benda yang dimiliki, kesejahteraan keluarga, kesempatan mendapat pekerjaan, rumah/tempat tinggal, lingkungan tempat tinggal, hokum, kesehatan, dan keterlibatan dalam public. “Ketimpangan kekayaan di Indonesia adalah salah satu yang terburuk di dunia. Kekayaan empat orang Indonesia setara dengan 100 juta penduduk. Tanah yang dikuasai dalam bentuk hak penguasah atas tanah oleh asing dan taipan saat ini seluas 178 juta hektar. Seluas 140 juta hektar merupakan wilayah daratan atau sekitar 72 % dari luas daratan Indonesia. Seluruh tanah tersebut dikuasai oleh perusahaan besar asing dan taipan dalam berbagai bentuk hak penguasaan tanah,” kata Slamet Rosyadi. Slamet menyampaikan, sebagai warga negara yang ber-Pancasila harus mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila. Dalam sila pertama, Slamet mengajak agar menghormati Perbedaan Agama dengan Tidak Memberikan Komentar Negatif/Sinis atau bernada kebencian terhadap Agama/Umat Agama Lain, Mengedepankan pendekatan sosial/kolaboratif daripada pendekatan normatif dalam penanganan masalah agama, dan Pemerintah memberikan perlakukan yang sama kepada semua pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengamalan sila kedua, dengan tindakan tidak melakukan praktik diskriminasi dan kekerasan terhadap sesama manusia, serta memberikan peluang yang sama kepada semua warga negara untuk maju dan berkembang. Pengamalan sila ketiga, melakukan revitalisasi kegiatan gotong royong di level masyarakat terkecil, mengembangkan forum-forum pertemuan komunitas untuk meningkatkan kepedulian sosial. Sila ke-empat, membuka saluran dan ruang partisipasi masyarakat secara luas baik konvensional maupun digital untuk meningkatkan kualitas kebijakan publik, lebih banyak mendengar aspirasi publik daripada membuat retorika atau pencitraan. “Pengamalan sila kelima dilakukan dengan merancang program-program yang berdampak langsung dan nyata terhadap kesejahteraan masyarakat, dan memperluas akses masyarakat terhadap lapangan pekerjaan dan berbagai sumber daya ekonomi,” kata Slamet Rosyadi. (yit)
Jakarta: Seiring pertumbuhannya, si kecil yang menjadikan Anda pusat dunia dan teman terbaiknya mulai mengabaikan semua perkataan Anda. Anak makin tidak mengacuhkan nasehat dan permintaan orang tua. Perilaku enggan mendengar perkataan orang tua mulai muncul pada anak usia tujuh atau delapan atau usia pra remaja. Pengabaian ini bahkan untuk hal-hal sederhana seperti mematikan televisi atau menyimpan sepatu di rak. Direktur psikologi sekolah di Institut Psikologi Klinis Lulusan Universitas Widener, di Chester, Pennsylvania Mary Rourke mengatakan di usia 7-8 tahun, anak mulai mengalami peningkatan kendali pada hidup mereka. Mereka lebih fokus ke dunia luar seperti sekolah, teman, pakaian, dan olahraga. "Salah satu cara menguji batas-batas kemandirian mereka adalah dengan mengabaikan orang secara selektif. Ini juga cara anak menghadapi tekanan dan tanggung jawab lebih besar," ucap Rourke. Namun, orang tua dapat menarik perhatian anak dan membuat mereka mendengarkan Anda. Dilansir dari Parents, ada lima strategi agar anak mendengar Anda tanpa harus berteriak. Ubah Perspektif Berteriak agar mendapatkan perhatian anak tidak akan banyak membantu. "Mundur selangkah dan pahami bahwa anak tidak bermaksud membuat Anda kesal, ia hanya bertindak sesuai usianya," ujar instruktur psikiatri di Harvard Medical School Joseph Shrand. Jika ada sesuatu yang penting untuk Anda sampaikan kepada anak, hindari saat dia sedang menonton televisi atau bermain. Setelah mengatakan permintaan Anda, minta anak mengulanginya. Taktik ini membantu anak mengingat hal yang perlu ia lakukan.Buat Anak Menyadari Kehadiran Anda Perhatian pada hal-hal yang lebih menarik membuat anak sangat mudah mengabaikan apa yang Anda katakan. "Memegang atau tepukan lembut di bahu saat Anda meminta anak melakukan sesuatu membuat anak lebih fokus pada pesan Anda," ungkap Psikolog di Oak Brook, Illinois dan instruktur psikiatri di Harvard Medical School Mark Sharp. Menyisipkan lelucon konyol di akhir permintaan juga dapat menarik perhatiannya.Hindari pengulangan Pilih pesan Konsentrasikan permintaan Anda pada sesuatu yang benar-benar penting. Jika Anda menganggap merapikan meja sebelum makan penting, maka pastikan anak benar-benar melakukannya. Jika tidak, akan tidak akan mengerjakannya atau menundanya. Dahulukan tugas-tugas penting seperti pekerjaan rumah dan tugas rumah tangga daripada masalah kecil seperti menyimpan sepatu sembarang sepulang sekolah yang bisa diperbaiki selanjutnya.Dengarkan anak Terkadang, anak-anak tidak memperhatikan karena merasa tidak ada yang memperhatikan mereka. "Orang tua sering sangat sibuk sendiri sehingga mereka tidak selalu fokus pada hal-hal yang mereka anggap tidak penting, tetapi mungkin hal-hal yang paling penting bagi seorang anak," kata Fick. Mendengar anak bercerita tentang karakter kartun favorit mereka penting baginya seperti pekerjaan rumah yang belum selesai bagi Anda. Saat anak merasa diperhatikan, dipahami, dan dihormati, mereka cenderung mendengar apa yang Anda katakan.Editor : K. Yudha Wirakusuma |