Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Sila keempat memuat nilai pokok kerakyatan.Nilai yang terkandung adalah :1) Manusia memiliki kedudukan,hak,dan kewajiban yang sama.2) Mengutamakan kepentingan masyarakat,bangsa,dan negara.3) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.4) Mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan persoalan dan membuat keputusan.5) Musyawarah dilakukan dengan semnagat kebersamaan dan kekeluargaan

Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Musyawarah untuk mencapai mufakat

Oleh: Yustinus Suhardi Ruman

Sila ke-5 Pancasila, “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan” merupakan sila dengan rumusan yang lebih panjang bila dibandingkan dengan ke-4 sila lainnya. Sangat jelas dari sila ini bahwa negara Indonesia tidak dipimpon oleh satu golongan agama, oleh satu golongan orang kaya (oligarkhi), oleh satu gologang ras dan etnis. Selain itu, negara Indonesia juga tidak dipimpin oleh para bangsawan atau salah satu raja. Indonesia juga tidak dipimpin oleh satu kekuatan bersenjata. Bangsa Indonesia dipimpin oleh “hikmat kebijaksanaan”.

Pada umumnya, bahkan pada dasarnya, sila ini biasa dipakai sebagai dasar rujukan untuk membahas demokrasi Indonesia yang berdasar pada Pancasila. Dasar demokrasi Pancasila adalah “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan.” Sila-sila lain biasanya juga disebut, namun tidak ditempatkan sebagai prinsip utama yang digunakan untuk menjelaskan demokrasi Pancasila. Sila-sila lain itu disebut semata-mata sebagai nilai yang harus dimuati oleh demokrasi.

Awalnya, sila ini dirumuskan dengan sangat singkat oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai pada tanggal 1 Juni 1945. Setelah mengajukan prinsip kebangsaan, internasionalisme, Soekarno mengajukan prinsip mufakat atau demokrasi sebagai prinsip ke-3 dari Indonesia Merdeka. Usai menerangkan dasar ke-2 dari Indonesia merdeka yakni Internasionisme, Soekarno bertanya dan menerangkan;

Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indo­nesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak un­tuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan

Soekarno menyakini, negara Indonesia merdeka dibangun oleh “semua buat semua”. Instrumen demokratis yang memungkinkan terbangunnya negara Indonesia oleh “semua dan buat semua” itu adalah mufakat. Tanpa mufakat, tidak mungkinlah Indonesia merdeka dibangun oleh semua dan buat semua. Tanpa demokrasi, Indonesia merdeka tidak akan menjadi negara “semua buat semua”.

Demokrasi yang dimaksudkan oleh Soekarno adalah demokrasi perwakilan. Menurut Soekarno, setiap golongan harus memperjuangkan kepentingan golongannnya melalui Lembaga Perwakilan Rakyat. Ada dua langkah agar perjuangan itu sukses.

Langkah Pertama adalah tahap proses elektoral.  Setiap golongan harus berjuang atau dalam kata-kata yang digunakan Soekarno sendiri, “bekerja sehebat-hebatnya”, mengirimkan wakil sebanyak-banyaknya untuk duduk di Lembaga Perwakilan Rakyat. Pernyataan Soekarno tentang langkah pertama ini dapat kita temukan dalam pidatonya terkait umat Islam berikut ini;

Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indo­nesia rakyat yang bagian terbesarnya rakyat Islam, dan jikalau me­mang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan Rakyat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60, 70, 80, 90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula.

Tentu, pernyataan itu tidak secara ekslusif terkait dengan umat Islam. Pernyataan itu, juga ditujukan kepada semua golongan. Orang Kristen, orang Buddha, Orang Hindu, Katolik dan golongan-golongan lainnya seperti para buruh harus “bekerja sehebat-hebatnya” untuk mendudukan sebanyak mungkin wakilnya di kursi Lembaga Perwakilan Rakyat.

Langkah kedua adalah perjuangan pasca proses elektoral. Pasca proses elektoral, para utusan golongan yang telah menduduki kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat harus berjuang “sehebat-hebatnya”, kata Seokarno. Pernyataan Soekarno ini dapat kita temukan dalam isi pidatonya berikut ini;

Dalam perwakilan nanti ada per­juangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-­betul hidup, jikalau di dalam badan perwakilannya tidak seakan-­akan bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjuangan paham di dalamnya. Baik di dalam staat Islam, maupun di dalam staat Kristen, perjuangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat! Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara Islam dan saudara-­saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya.

Secara terminologis, langkah kedua ini dikenal dengan demokrasi deliberatif. Dalam demokrasi deliberatif, setiap  pikiran dapat diperdebatkan. Lalu kemudian, pikiran yang paling rasionallah yang diambil untuk sebuah keputusan. Suatu keputusan diambil bukan berdasarkan banyaknya dukungan, tetapi berdasarkan gagasan yang paling baik dan masuk akal. Kesan deliberatif dalam pidato Soekarno tersebut terdapat dalam kata-katanya, “perjuangan sehebat-hebatnya.”

Namun sebuah keputusan deliberative diperlukan sebuah kemufakatan. Kemufakatan adalah unsur pembeda deliberasi yang praktekan oleh bangsa Barat dengan apa yang dipikirkan Soekarno bagi demokrasi Indonesia merdeka. Sebuah mufakat tidak hanya memerlukan pemikiran yang rasional seperti yang dipraktekan di negara-negara liberal.

Mufakat juga melibatkan suatu kebajikan tertentu yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa. Oleh karena itu, keputusan yang diambil tidak saja bersifat rasional, tetapi juga memuat dimensi moral yang berkar kuat dalam budaya bangsa. Ini adalah kekuatan utama demokrasi yang dipraktekan oleh Indonesia merdeka. Rasionalitas itu harus diterjemahkan secara moral dari sisi Ketuhanan, Kemanusiaan, Koeksistensi, Keadilan. Rasionalitas dalam demokrasi tidak boleh bertentangan dengan dimensi-dimensi moralitas ini.

Selain itu, mufakat juga menuntut dialog. Dialog berbeda dengan deliberatif secara substantif. Deliberasi menghasilkan pemikiran yang paling baik untuk diambil sebagai keputusan, sedangkan dialog menghasilkan kepercayaan. Setiap pihak yang terlibat dalam mufakat itu saling percaya antara satu dengan yang lainnya meskipun apa yang diputuskan berbeda dari apa yang mereka harapkan.

Sampai di sini, demokrasi perwakilan memuat tiga elemen dasar yakni deliberasi, dialog dan mufakat. Dalam Lembaga Perwakilan Rakyat setiap golongan bekerja atau berjuang sekeras-kerasnya melalui jalan delibarasi, dialog dan mufakat.

Dalam sidang PPKI rumusan dasar ketiga ini menjadi sila ke-4 dengan rumusan yang lebih panjang yakni “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan”.

Meski memiliki rumusan yang panjang, spirit utama dari sila ini adalah “himat kebijaksanaan”. Hikamat kebijaksanaan akan menuntun setiap musyawarah yang dilakukan oleh para wakil rakyat. Atau dalam perspektif Soekarno, hikmat kebijaksanaan akan menuntun setiap deliberasi, dialog dan musyawarah yang dilakukan oleh para wakil rakyat untuk Indonesia yang lebih baik.

“Hikmat kebijaksanaan” dipersonifikasi pada individu-individu yang menjadi pemimpin bangsa yang lahir melalui proses elektoral sebagaimana yang dijelaskan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Mereka diharapkan menjadi guru moral bagi bangsa. Guru moral yang menjaga semangat, kemauan, keinginan setiap golongan untuk menjadi Indonesia.Singkatnya demokrasi harus memperkuat kebangsaan atau nasionalisme Indonesia.   

Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Gambar lambang garuda, simbol bangsa Indonesia /Hening Prihatini/Pikiran-Rakyat.com.


Page 2

Baca Juga: Apa Manfaat MEA Bagi Indonesia dan Negara ASEAN Lainnya? Kunci Jawaban Kelas 6 SD

Pancasila merupakan ideologi negara Indonesia yang terdiri dari dua kata dari Sanskerta: "pañca" berarti lima dan "śīla" berarti asas atau prinsip serta merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Disahkan pada 18 Agustus 1945, Pancasila memiliki peranan penting sebagai cerminan konsep pemikiran yang diciptakan dari kepribadian bangsa Indonesia dengan tujuan dan fungsi tertentu, salah satunya kondisi Indonesia yang beragam.

Pancasila menempati urutan yang paling tinggi sebagai sumber dari segala sumber hukum dalam tata hukum di Indonesia.

Bacalah makna dan simbol Pancasila dibawah ini dengan saksama.

Sila 1: Ketuhanan yang Maha Esa

Simbol: Bintang

Bintang sebagai sebuah cahaya, layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian bagi setiap manusia.

Baca Juga: Apa yang Kamu Ketahui Tentang MEA? Kunci Jawaban Kelas 6 SD Tema 5

Sementara itu, latar berwarna hitam melambangkan warna alam atau warna asli yang menunjukkan bahwa Tuhan bukan sekedar rekaan manusia, namun Tuhan adalah segalnya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.


Page 3

Sila 2: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Simbol: Rantai

Mata rantai berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran.
Mata rantai segi empat merupakan simbol untuk laki-laki, dan lingkaran simbol bagi perempuan.

Mata rantai yang saling terkait melambangkan kesinambungan manusia antara laki-laki dan perempuan yang membutuhkan satu sama lain.

Sila 3: Persatuan indonesia

Simbol: Pohon Beringin

Artinya: pohon beringin merupakan pohon besar di mana banyak orang yang berteduh di bawahnya.

Baca Juga: Inilah Contoh Benda Nonmagnetis! Kunci Jawaban Penilaian Akhir Semester Kelas 6 SD Tema 5 Subtema 1, 2, 3

Seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa 'berteduh' di bawah naungan negara Indonesia.Selain itu, pohon beringin memiliki sulur akar yang menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama.

Seperti keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.

Sila 4: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Simbol: Kepala Banteng


Page 4

Kepala banteng memiliki filosofi sebagai hewan sosial yang suka berkumpul dan bergerombol.

Jika banteng berkumpul, kekuatan akan menjadi lebih solid, kuat dan tak mudah diserang lawan.

Musyawarah dalam Pancasila adalah orang-orang yang berdiskusi untuk melahirkan suatu keputusan.

Sila 5: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Simbol: Padi dan Kapas

Padi dan kapas memiliki makna beberapa hal yang dibutuhkan manusia demi kelangsungan hidup.

Padi dan kapas mewakili sila kelima karena melambangkan kebutuhan dasar setiap manusia, yaitu pangan dan sandang (pakaian).

Baca Juga: Tuliskan Bentuk Bangun Ruang yang Ada di Gambar Secara Berurutan, Kunci Jawaban Kelas 2 SD Tema 4

Dengan adanya ketersediaan pangan dan pakaian, manusia akan bisa bertahan dan hidup dengan nyaman.

Setiap warga Indonesia berhak atas pangan dan sandang secara adil dan setara tanpa membeda-bedakan suku, agama, dan ras.


Page 5

Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Gambar lambang garuda, simbol bangsa Indonesia /Hening Prihatini/Pikiran-Rakyat.com.


Page 6

3. Rudi memaksakan bahwa ia yang akan menjadi ketua kelas. Ia juga berpendapat kelas empat tidak perlu bermusyawarah. Namun, Bu Astuti mengingatkan sebaiknya musyawarah tetap dilakukan.

Siswa-siswa lain setuju usul Bu Astuti. Tapi Rudi tetap tidak mau. Bu Astuti akhirnya memberi saran untuk melaksanakan voting saja. Rudi pun setuju. Kelas empat melaksanakan voting ketua kelas. Menurut peristiwa di atas, sikap Bu Astuti....

Baca Juga: Evaluasi Pembelajaran Kelas 3 SD Tema 4 Dina Selalu Terlambat Datang ke Sekolah karena Bangun Kesiangan

A. Menyuruh votingB. Memaksakan pendapat

C. Bijaksana mengatasi masalah


D. Bijaksana menentukan keinginannya

4. Gambar di bawah ini merupakan simbol dari sila.....

Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Buku tema 5 kelas 4 SD MI Kurikulum 2013.

A. Ketuhanan Yang Maha EsaB. Kemanusiaan yang adil dan beradabC. Persatuan Indonesia

D. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

5. Gambar simbol di bawah ini melambangkan makna...


Page 7

Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Buku tema 5 kelas 4 SD MI Kurikulum 2013.

A. Keadilan dan kemakmuranB. Kebutuhan pangan dan kendaraanC. Kebutuhan pokok manusia

D. Keadilan dan persatuan

6. Pangeran Diponegoro bersama pendukung dan rakyat Jawa bekerja keras melawan penjajah. Pernyataan tersebut menunjukkan nilai kepahlawanan yang mencerminkan pengamalan Pancasila, sila...

A. Kemanusiaan yang adil dan beradab
B. Persatuan IndonesiaC. Kerakyatan yang dilimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

D. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

7. Manusia memerlukan sandang dan pangan untuk tetap hidup. Kedua hal tersebut merupakan bagian dari kebutuhan pokok yang harus tercukupi. Pemerintah selalu mengendalikan harga kedua kebutuhan tersebut. Apa yang dilakukan pemerintah mencerminkan makna pengamalan Pancasila, sila...

A. KeduaB. KetigaC. Keempat

D. Kelima

Baca Juga: Sebuah Magnet Dipukul dengan Palu, Hal yang akan Terjadi pada Magnet Tersebut adalah? Kelas 6 Tema 5

8. Mendahulukan kepentingan dan tujuan bersama, cinta permusyawaratan dan demokrasi, serta bijak menyelesaikan masalah merupakan pengamalan Pancasila sila ke …

A. 2B. 3

C. 4


D. 5

9. Sila keempat Pancasila berbunyi ....


Page 8

Sila kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan

Gambar lambang garuda, simbol bangsa Indonesia /Hening Prihatini/Pikiran-Rakyat.com.