Siapakah yang menjadi wajib pajak brainly

Posted on 22/10/2021

Siapakah yang menjadi wajib pajak brainly

    Taxmates, pajak kerap kali muncul pada hampir setiap transaksi. Untuk itu, HiPajak kali ini akan mengenalkan definisi dan Jenis - jenis pajak yang wajib Taxmates ketahui!

Apa itu Pajak?

    Pajak adalah salah satu sumber pendapatan terbesar dari suatu negara di hampir seluruh dunia. Pajak berkontribusi besar terhadap fasilitas dan layanan yang diberikan negara untuk para warga negaranya, jenis pajak juga beragam. Lantas apa yang dimaksud dengan pajak dan apa saja jenis pajak?

    Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh perseorangan atau perusahaan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dan digunakan untuk keperluan negara demi kemakmuran rakyat. Singkatnya, pajak adalah pungutan yang diwajibkan oleh negara yang ditunjukan baik kepada individu maupun perusahaan dikutip dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Para pembayar pajak mungkin tidak menyadari langsung manfaat dari bayar pajak. Padahal, tanpa disadari, banyak fasilitas umum yang digunakan saat ini merupakan hasil dari pembayaran pajak; seperti rumah sakit, sekolah, kendaraan umum, hingga jalan yang dilewati sehari - hari. Ternyata, setelah ditelaah lebih lanjut, manfaat pajak banyak sekali ya, Taxmates.

Jenis-jenis Pajak

    Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak beserta manfaatnya, Taxmates perlu tahu jenis-jenis pajak yang wajib dibayarkan. Pajak memiliki beberapa jenis yang dapat didasarkan oleh lembaga pemungut pajak juga sifatnya. Jenis pajak berdasarkan lembaga pemungutnya, terbagi menjadi dua: 

1. Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh negara atau pemerintah pusat. Sebagian besar dari pajak pusat dikelola oleh Direktorat Jenderal Pusat (DJP) - Kementerian Keuangan. Pajak Pusat meliputi : 

  • Pajak Penghasilan (PPh)
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
  • Bea Meterai
  • Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

2. Pajak Daerah adalah pajak yang pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pajak daerah meliputi : 

  • Pajak Kendaraan Bermotor
  • Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
  • Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
  • Pajak Air Permukaan
  • Pajak Rokok
  • Pajak Kabupaten yang terdiri dari:
  • Pajak Hotel
  • Pajak Restoran
  • Pajak Hiburan
  • Pajak Reklame
  • Pajak Penerangan Jalan
  • Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
  • Pajak Parkir
  • Pajak Air Tanah
  • Pajak Sarang Burung Walet
  • Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
  • Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan  

Sementara itu, berdasarkan sifatnya, jenis pajak dibagi menjadi dua, yakni: 

1. Pajak Langsung.

Pajak yang dikenakan pada wajib pajak secara berkala baik perorangan maupun badan usaha. 

(Contoh = Pajak Penghasilan dan Pajak Bumi dan Bangunan)

2. Pajak Tidak Langsung  

Pajak yang diberikan oleh wajib pajak bila melakukan peristiwa atau perbuatan tertentu. 

(Contoh = Pajak Penjualan atas Barang Mewah)

    Sebagai warga negara yang baik, kita diwajibkan untuk membayar pajak tepat waktu. Oleh karenanya, penting untuk mengetahui apa itu pajak dan juga jenis pajak. Meskipun jenis pajak begitu banyak, Taxmates tidak perlu kebingungan bila menggunakan aplikasi HiPajak. Fitur “Rekomendasi Pajak” dan “Konsultasi Pajak” di aplikasi HiPajak dapat membantu untuk menentukan pajak yang paling tepat dengan Taxmates. Tidak hanya demikian, dalam satu aplikasi, Taxmates juga bisa melakukan pembayaran dan lapor SPT lho!

Download Sekarang

Fitur HiPajak

Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak terutang yang dimiliki di Indonesia. Tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh bahwa pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008) dalam tahun pajak yang sama. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh, besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008 ).

Ketentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri . Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda.

Subjek & Objek PPh Pasal 24

  • Yang menjadi subjek PPh Pasal 24 yaitu wajib Pajak dalam negeri yang terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. 
  • Yang menjadi objek PPh Pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar negeri.

Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong hutang pajak Indonesia sebagai berikut:

  1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
  2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda bergerak.
  3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak bergerak.
  4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
  5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
  6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan pertambangan.
  7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
  8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk usaha tetap (BUT).

Jika nilai pajak di luar negeri yang telah digunakan sebagai kredit pajak di Indonesia, telah berkurang atau dikembalikan, sehingga nilai kredit akan berkurang untuk menutup pajak terutang yang ada di sini, maka harus membayar jumlah terutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.

Sedangkan apabila penghasilan luar negeri mengalami perubahan, maka wajib pajak diharuskan melakukan pembetulan SPT tahun pajak yang bersangkutan.

Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri

Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:

  • Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
  • Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri
  • Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan PPh.

Penghitungan PPh Pasal 24:

Katakanlah PT ABC tahun 2017 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri sebesar Rp 25.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp 10.000.000.000. Asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.

Total penghasilan yang tercatat adalah sebesar Rp 35.000.000.000 (Penghasilan dalam negeri + penghasilan luar negeri)

Total PPh Terutang:

  25% × Rp 35.000.000.000 = Rp 8.750.000.000

PPh Maksimum yang dapat dikreditkan:

  (Penghasilan Luar Negeri/Total Penghasilan) ×Total PPh Terutang

  (Rp 10.000.000.000/Rp 35.000.000.000) × Rp 8.750.000.000 = Rp 2.500.000.000

Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp 2.500.000.000. Nah, nominal ini yang akhirnya digunakan sebagai pengurang pajak dalam negeri.

Namun ingat, apabila wajib pajak hendak mengkreditkan PPh terutang yang sudah dibayarkan pada pajak dalam negeri, terlebih dahulu Anda harus melapor kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan melaporkannya pada saat melapor SPT Tahunan.

Pelaporannya dilengkapi dengan Tax Return yang dilaporkan di luar negeri dan dokumen-dokumen pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di luar negeri.

Penggabungan Penghasilan

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut:    

  • Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis). 
  • Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis). 
  • Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Contoh kasus: 

PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri dalam tahun 2016 sebagai berikut: 

  1. Hasil usaha di negara Jerman dalam Tahun Pajak 2018 sebesar Rp700.000.000,00 
  2. Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC Com sebesar Rpl.000.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2012 yang ditetapkan RUPS tahun 2014, dan baru dibayarkan tahun 2018.
  3. Di negara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di “DEF Corp.” Sebesar Rp2.000.000.000,00. Saham tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham 2017 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh tahun 2018. 
  4. Penghasilan berupa bunga semester Il tahun 2018 sebesar Rp500.000.000,.00 dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada bulan April 2019 

Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2018 adalah penghasilan pada angka 1, 2, dan 3 Sementara itu, penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2019. 

Batas Maksimum Kredit Pajak

Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut: 

  1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan. 
  2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti. Sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
  3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak adalah negara tempat harta tersebut terletak 
  4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah ara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada. 
  5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. 
  6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada. 
  7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada. 
  8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. 

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3 unsur/perhitungan berikut ini

  • Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri. 
  • (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif Pasal 17 
  • Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak (dalam hal Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri). 

Contoh Kasus:

PT Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

  1. Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar 40%. 
  2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4.000.000.000,00. 

Maka Jumlah penghasilan neto adalah: 

Rp. 5.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00- Rp9.000.000.000,00

Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut

  • PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah: 

        40% x Rp5.000.000.000,00 - Rp2.000.000.000,00

  • (Rp5.000.000.000,00:Rp9.000.000.000,00) x Rp2.250.000.000,00 = Rpl.250.000.000,0
  • PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp9.000.000.000,00 x 25% = Rp2.250.000.000,00 

Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar Rp1.250.000.000,00.

Batas Maksimum Kredit Pajak untuk Setiap Negara (per country limitation)

Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara maka penghitungan batan maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara. 

Contoh Kasus:

PT Diaswati memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

  1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp2.000.000.000,00 dengan tarif paja sebesar 35% (Rp700.000.000,00). 
  2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rpl.000,000,000,00 dengan tarif pajak sebesar 20% (Rp200.000.000,00). 
  3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp5.000.000.000,00. 

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut: 

  • Laba di negara A             Rp. 2.000.000.000,00
  • Laba di negara B             Rp. 1.000.000.000,00

        Jumlah penghasilan         Rp. 3.000.000.000,00

  • Penghasilan dalam negeri Rp. 5.000.000.000.00 
  • Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah

        Rp. 3.000.000.000,00 + Rp5.000.000.000,00 = Rp8.000.000.000,00 

  • PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) =  Rp8.000.000.000,00 x 25% = Rp2.000.000.000,00 
  • Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: 

        (Rp2.000.000.000,00 : Rp8.000.000.000,00) x Rp 2.000,000.000,00 = Rp500.000.000,00

        Pajak terutang di negara A sebesar Rp700.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang

        dapat dikreditkan adalah Rp500.000.000,00. 

        (Rpl.000.000.000,00: Rp8.000.000.000,00) x Rp2.000.000.0O0,00 = Rp250.000.000,00. 

        Pajak terutang di negara B sebesar Rp200.000.000,00 maka maksimum kredit pajak yang

        dapat dikreditkan adalah Rp250.000.000,00. 

  • Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar Mp500.000.000,00 + Rp250.000.000,00 = Rp750.000.000,00. 

Rugi Usaha di Luar Negeri

Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak dihitung kerugian yang diderita di luar negeri

Contoh Kasus:

Memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:

  1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rpl.000.000.000,00 dengan tarif pajak sebesar 35% (Rp350.000.000,00).
  2. Di negara B. Memperoleh penghasilan (laba) Rp3.000.000.000,00 dengan tarif i sebesar 20% (Rp600.000.000,00)
  3. Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp2.000.000 000,0. 
  4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4 000.000 000,00. 

Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:

  • Laba di negara A                       Rp. 1.000.000.000,00
  • Laba di negara B                       Rp. 3.000.000.000,00
  • Rugi di negara C                       Rp.              -                 

        Jumlah penghasilan luar negeri  Rp.  4.000.000.000,00 

  • Penghasilan dalam negeri Rp4.000.000.000,00 
  • Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah: 

         Rp4 000 000 000,00 + Rp4.000.000,000,00 = Rp8.000.000.000,00

  • PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) =   Rp8.000.000.000,00 x 25% = Rp2.000.000,000,00.
  • Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:  

        (Rpl.000.000 000,00: Rp8.000,000.000,00)x Rp2.000.000.000,00 =  Rp250.000.000.0 

        Pajak terutang di negara A sebesar Rp. 350.000.000.000,00 maka maksimum kredit Pajak

        yang dapat dikreditkan = Rp. 250.000.000.000,00

        (Rp. 3.000.000.000,00 : Rp. 8.000.000.000,00) x Rp. 2.000.000.000,00 = Rp. 750.000.000,00

        PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp. 2.000.000.000,00. Kerugian ini tidak dapat

        dimasukkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini juga tidak

        dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.

  • Jumlah Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah 

         Rp. 250.000.000.000,00 + Rp. 750.000.000.000,00 = Rp. 1.000.000.000,000,00

Perubahan Besarnya Penghasilan di Luar Negeri

Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut. Karena pembetulan tersebut menyebabkan Pajak Penghasilan kurang dibayar maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan sanksi bunga. Sementara itu, apabila pembetulan tersebut menyebabkan pajak Penghasilan lebih dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. 

Contoh Kasus:

PT Global Prima di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut :

  1. Penghasilan Luar Negeri (tarif pajak 20%)                            Rp. 1.000.000.000,00
  2. Penghasilan Dalam Negeri                                                      Rp. 3.000.000.000,00
  3. Penghasilan Luar Negeri (Setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 2.000.000.000,00
  4. PPh Pasal 25                                                                              Rp.    600.000.000,00

SPT 2018

Penghasilan luar negeri                                         Rp. 1.000.000.000,00

Penghasilan dalam negeri                                     Rp. 3.000.000.000,00

Penghasilan kena pajak                                         Rp. 4.000.000.000,00 +

PPh Terutang (menurut pasal 17)                          Rp. 1.000.000.000,00

Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan     Rp.    200.000.000,00 -

Harus bayar di Indonesia                                       Rp.    800.000.000,00

PPh pasal 25                                                            Rp.    600.000.000,00 -

PPh pasal.29                                                            Rp.    200.000.000,00

Pembetulan SPT

Penghasilan luar negeri                                          Rp. 2.000.000.000,00

Penghasilan dalam negeri                                      Rp. 3.000.000.000,00 +

Penghasilan kena pajak                                          Rp. 5.000.000.000,00

PPh Terutang (menurut pasal 17)                           Rp. 1.250.000.000,00

Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan       Rp.  (400.000.000,00)

Harus bayar di Indonesia                                         Rp.   850.000.000,00

PPh pasal 25                                                              Rp.  (600.000.000,00)

PPh pasal.29 yang sudah disetor                            Rp.   200.000.000,00 -

Masih harus dibayar                                                 Rp.     50.000.000,00

Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp. 50.000.000,00 tidak ditagih bunga.

Sumber: