Mengapa KERAJINAN berbahan limbah dapat didayagunakan dan dimanfaatkan sebagai media berkarya seni

Salah satukarya warisan budaya Bangsa terutama pada alat musik dan lagu daerah Nusantara adalah. A. Piano b. Pianika c. Gitar listrik d. Kenong jawa.

Tolong kak di jawab... ​

Sebuah akor trinada dengan nada dasar d =do maka apabila akornya diletakkan di garis ii maka akor tersebut adalh akor. * tingkat iii tingkat iv tingka … t v tingkat vi.

Tujuan dilakukannya dress rehearsal saat mempersiapkan pertunjukan teater adalah.

Tuliskan langkah untuk menentukan tangga nada mayor dalam sebuah lagu.

Apa yang dimaksud kebudayaan? Select one: a. Kebudayaan adalah seni yang tinggi b. Kebudayaan adalah kebiasaan c. Kebudayaan adalah produk budaya d. K … ebudayaan sama dengan kesenian e. Kebudayaan adalah warisan.

Jelaskan hubungan sutradara dengan pekerja panggung dalam hal tata pentas!Mohon dibantu jawab​

PRAKARYA KELAS 71. Teknik memasak bahan makanan dengan uap air mendidih dinamakan..a. menggulaib. menggorengc. mengukusd. merebus2. besarkan pigmen y … ang dikandung sayuran dapat diklasifikasikan sebagai berikut,kecuali sayuran...a. berwarna hijaub. buahc. berwarna ungud. warna kuning atau orange3. teknik menggoreng dengan minyak dikenal juga dengan istilah...a. shallow fryingb. grillingc. sauteingd. deep frying4. bawang bombay dan bawang putih termasuk jenis sayuran...a. akarb. daunc. buahd. umbi lapis5. teknik menggoreng dengan minyak sedikit disebut...a. grillingb. sauteingc. deep fryingd. shallow fryingbantu jwab ya kak,ngasal sy reportt.​

Bibir lidah gigi langit langit rahang hidunh dan anak tekak adalah alat alat.

Siapakah pelopor pendekatan metode atau kreatif dalam penulisan naskah drama.

(1)

i

PEMANFAATAN BARANG BEKAS SEBAGAI MEDIA

BERKARYA TOPENG DALAM PEMBELAJARAN

SENI RUPA DI KELAS VII A SMP NEGERI 1

MAYONG JEPARA

skripsi

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Seni Rupa

oleh

Fathwa Rizza Hanggara 2401407059

JURUSAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Agustus 2011


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Jumat

Tanggal : 19 Agustus 2011

Panitia Ujian Skripsi

Ketua Sekretaris

Drs. Dewa Made K., M.Pd. NIP 195111181984031003

Drs. Syakir Muharar, M.Sn. NIP 196505131993031003

Penguji I/Penguji Utama

Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd. NIP 195008311975011001

Penguji II/Pembimbing II Penguji III/Pembimbing I

Drs. Nur Rokhmat, M.Pd. NIP 194908061976121001

Drs. Syafii, M.Pd.


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

 Jangan menganggap sesuatu yang bekas tidak memiliki nilai (Fathwa Rizza Hanggara).

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini kupersembahkan sebagai tanda bakti kepada:


(5)

v PRAKATA

Puji syukur kepada ALLAH SWT karena atas segala rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pemanfaatan Barang Bekas sebagai Media Berkarya Topeng dalam Pembelajaran Seni Rupa di Kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara”.

Keberhasilan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, saya sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan material, tenaga, dan pikiran sejak persiapan sampai selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si. Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Bapak Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni. 3. Bapak Drs. Syafii, M.Pd. Ketua Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan

Seni, Universitas Negeri Semarang dan sekaligus pembimbing pertama yang telah membimbing dan membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Nur Rokhmat, M.Pd. pembimbing kedua yang telah sabar memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Drs. Triyanto, M.A. dosen wali yang telah memberikan bimbingannya

selama kuliah.

6. Bapak, Ibu dosen di Jurusan Seni Rupa yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Bapak Zaini, S.Pd., Kepala SMP Negeri 1 Mayong Jepara yang telah memberi kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.

8. Bapak Mulyo Subagyo, S.Pd., guru seni rupa SMP Negeri 1 Mayong Jepara yang telah berkolaborasi dengan penulis dan membantu dalam pengambilan data.

9. Ibu, Bapak, dan Saudaraku yang selalu memberikan kasih sayang dan perhatian.


(6)

vi

10.Sahabat-sahabat penulis dalam kotakgila art community yang selalu setia mendengarkan keluh dan kesah hingga selesai skripsi ini.

11.Seluruh teman-teman penulis mahasiswa seni rupa UNNES angkatan 2007 yang selalu memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 12.Semua pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis dalam penyelesaian

penyusunan skripsi ini.

Semoga semua pihak yang penulis sebut di atas mendapatkan berkah dari ALLAH SWT. Bagi penulis semoga menjadikan motivasi dalam membuat karya ilmiah. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan pendidikan seni rupa.

Semarang, Agustus 2011 Penulis


(7)

vii SARI

Hanggara, Fathwa Rizza. 2011. “Pemanfaatan Barang Bekas sebagai Media Berkarya

Topeng dalam Pembelajaran Seni Rupa di Kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara”. Skripsi. Semarang : Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Drs. Syafii, M.Pd. Pembimbing II : Drs. Nur Rokhmat, M.Pd.

Kata Kunci : Pembelajaran, seni rupa, topeng, barang bekas.

Penelitian ini dilatarbelakangi bahwa SMP N 1 Mayong Jepara dalam pembelajaran seni rupa telah menghasilkan karya topeng, namun karya topeng yang dihasilkan belum memanfaatkan barang bekas sebagai media berkarya. Oleh sebab itu penulis berkolaborasi dengan guru ingin mengembangkan pembelajaran seni rupa yaitu berkarya topeng, tetapi dengan menggunakan media yang berbeda dari media yang digunakan dalam pembelajaran sebelumnya yaitu barang bekas. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah bentuk pembelajaran yang efektif dalam pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng dalam pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara ? (2) bagaimana karya topeng siswa sebagai hasil pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara ?

Metode yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data secara pengamatan terkendali. Untuk memperkuat data penelitian peneliti menggunakan wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis melalui tahapan reduksi data, penyajian data dan penarikan simpulan atau verifikasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang efektif dalam pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara dilakukan selama 4 pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan di dalam kelas dengan dimanfaatkan guru untuk menyampaikan materi. pertemuan kedua sampai keempat dilakukan di luar kelas yang digunakan untuk berkarya. Strategi pembelajaran yang efektif adalah CCS (child centered strategies) merupakan strategi pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Sebagai subjek belajar, siswa berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Metode pembelajaran yang tepat dengan metode ceramah, tanya jawab, peragaan, dan penugasan. Evaluasi pembelajaran menggunakan evaluasi proses dan hasil. Pada pengamatan pembelajaran terfokus I hasil karya topeng siswa didominasi oleh bentuk bulat dan lonjong. Hasil karya siswa pada pengamatan pembelajaran terfokus II beraneka ragam bentuknya ada yang berbentuk segi delapan, segi enam, segi empat, bulat, dan lonjong. Siswa mengkombinasikan dari kardus kemasan bekas, kertas koran bekas, plastik bekas konsumsi dalam berkarya topeng. Untuk memperkuat karya dilapisi dengan kertas tisu.

Saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut: (1) hendaknya pembelajaran berkarya topeng barang bekas dapat diajarkan kepada siswa SMP atau sederajat dan dapat dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas untuk menghindari kebosanan siswa, (2) sebagai penunjang pembelajaran seni rupa di SMP sebaiknya sekolah memiliki ruang keterampilan dan ruang pamer untuk menampilkan hasil-hasil karya siswa.


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

SARI ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ... 4

BAB 2. LANDASAN TEORI ... 6

2.1 Pengertian Barang Bekas ... 6

2.2 Medium Berkarya... 10

2.2.1 Pengertian Bahan ... 10

2.2.2 Pengertian Alat ... 12

2.2.3 Pengertian Teknik ... 12

2.3 Topeng sebagai Karya Seni Rupa ... 13

2.4 Pengertian Pembelajaran ... 16

2.4.1 Komponen Pembelajaran ... 17

2.4.1.1 Tujuan Pembelajaran ... 17


(9)

ix

2.4.1.3 Metode Pembelajaran ... 18

2.4.1.4 Evaluasi Pembelajaran ... 20

2.5 Pembelajaran Seni Rupa ... 20

2.6 Karya Topeng sebagai Hasil Belajar ... 21

2.6.1 Unsur-Unsur Rupa ... 23

2.6.1.1 Garis (line)... 23

2.6.1.2 Raut atau Bangun (shape) ... 24

2.6.1.3 Warna (colour) ... 25

2.6.1.4 Teksture (texture) ... 25

2.6.2 Prinsip-Prinsip Desain ... 26

2.6.2.1 Kesatuan (unity) ... 26

2.6.2.2 Keserasian (harmony) ... 27

2.6.2.3 Irama (rhythm) ... 27

2.6.2.4 Dominasi (point of interest) ... 28

2.6.2.5 Keseimbangan (balance) ... 28

2.6.2.6 Kesebandingan (proportion)... 39

BAB 3. METODE PENELITIAN... 31

3.1 Pendekatan Penelitian... 31

3.2 Lokasi dan Sasaran Penelitian ... 32

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.3.1 Observasi (pengamatan) ... 32

3.3.2 Teknik Interview (wawancara) ... 34

3.3.3 Teknik Dokumentasi ... 36

3.4 Teknik Analisis Data ... 36

3.4.1 Reduksi Data ... 37

3.4.2 Penyajian Data ... 38

3.4.3 Penerikan Kesimpulan dan Verifikasi ... 38

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 40


(10)

x

4.1.1 Sejarah Singkat Sekolah ... 40

4.1.2 Sarana Prasarana di SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 42

4.1.3 Keadaan Guru dan Karyawan ... 44

4.1.4 Keadaan Siswa ... 46

4.1.5 Pembelajaran Seni Rupa di SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 48

4.1.5.1 Tahap Perencanaan ... 51

4.1.5.2 Tahap Pelaksanaan ... 51

4.1.5.3 Tahap Evaluasi ... 53

4.2 Pemanfaatan Barang Bekas sebagai Media Berkarya Topeng dalam Pembelajaran seni Rupa di Kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 54

4.2.1 Pengamatan Pembelajaran Terfokus I ... 54

4.2.1.1 Tahap Perencanaan ... 54

4.2.1.2 Tahap Pelaksanaan ... 60

4.2.1.3 Tahap Evaluasi ... 76

4.2.2 Pengamatan Pembelajaran Terfokus II... 80

4.2.2.1 Tahap Perencanaan ... 81

4.2.2.2 Tahap Pelaksanaan ... 87

4.2.2.3 Tahap Evaluasi ... 100

4.2.3 Pembelajaran yang Efektif dalam Pemanfaatan Barang Bekas sebagai Media Berkarya Topeng dalam Pembelajaran seni Rupa di Kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 103

4.2.3.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ... 104

4.2.3.2 Alokasi Waktu ... 104

4.2.3.3 Materi Pembelajaran ... 105

4.2.3.4 Media Berkarya... 105

4.2.3.5 Langkah-Langkah Berkarya Topeng Barang Bekas ... 106

4.2.3.6 Strategi dan Metode Pembelajaran ... 107

4.2.3.7 Evaluasi ... 108

4.2.3.8 Guru ... 108


(11)

xi

4.2.3.10Ruang Kelas ... 110

4.2.3.11Pembelajaran yang Direkomendasikan ... 110

4.2.3.11.1 Tahap Perencanaan ... 111

4.2.3.11.2 Tahap Pelaksanaan ... 112

4.2.3.11.3 Tahap Evaluasi ... 113

4.3 Karya Topeng Siswa sebagai Hasil Pembelajaran Seni Rupa di Kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 113

4.3.1 Hasil Karya Topeng Siswa pada Pengamatan Pembelajaran Terfokus I ... 113

4.3.2 Hasil Karya Topeng Siswa pada Pengamatan Pembelajaran Terfokus II ... 119

BAB 5. PENUTUP ... 124

4.2 Simpulan ... 124

4.3 Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 128


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Sarana prasarana SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 43

Tabel 2 Daftar jumlah siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara Th 2010/2011 ... 46

Tabel 3 Kategori nilai ... 77

Tabel 4 Daftar nilai siswa pada pengamatan terfokus I ... 78


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 41

Gambar 2 Wawancara dengan guru seni rupa ... 49

Gambar 3 Wawancara dengan kepala SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 50

Gambar 4 Proses pembelajaran seni rupa di SMP Negeri 1 Mayong Jepara ... 52

Gambar 5 Guru melakukan kegiatan pembuka ... 62

Gambar 6 Siswa mengikuti pembelajaran ... 63

Gambar 7 Beberapa plastik bekas konsumsi yang dipilih siswa ... 66

Gambar 8 Guru memberikan bimbingan kepada siswa ... 67

Gambar 9 Beberapa hasil karya siswa pada pertemuan pertama ... 68

Gambar 10 Karya yang dipilih guru sebagai bahan evaluasi ... 69

Gambar 11 Siswa membubuhkan warna dasar pada topeng ... 70

Gambar 12 Siswa membubuhkan cat pada bagian topeng ... 72

Gambar 13 Menyempurnakan topeng ... 73

Gambar 14 Karya yang dipilih guru untuk dievaluasi bersama ... 76

Gambar 15 Siswa berkarya di luar kelas ... 92

Gambar 16 Siswa membubuhkan cat pada topeng ... 94

Gamabr 17 Salah satu karya yang dievaluasi bersama ... 96

Gambar 18 Siswa melanjutkan pengecatan pada topeng ... 97

Gambar 19 Siswa berkelompok ... 98

Gambar 20 Karya yang dipilih guru untuk dievaluasi bersama ... 99

Gambar 21 Contoh karya kategori baik dalam pengamatan pembelajaran terfokus I ... 115

Gambar 22 Contoh karya kategori cukup dalam pengamatan pembelajaran terfokus I ... 117

Gambar 23 Contoh karya kategori kurang dalam pengamatan pembelajaran terfokus I ... 118

Gambar 24 Contoh karya kategori baik dalam pengamatan pembelajaran terfokus II ... 121


(14)

xiv

Gambar 25 Contoh karya kategori cukup dalam pengamatan pembelajaran


(15)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi sehingga diperlakukan sebagai barang buangan yang disebut sampah atau barang bekas. Laju produksi barang bekas akan terus meningkat, tidak saja sejajar dengan laju pertumbuhan penduduk tetapi juga sejalan dengan meningkatnya pola konsumsi masyarakat. Berdasarkan sifatnya barang bekas dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: (1) barang bekas organik, yaitu barang bekas yang dapat diurai oleh tanah (mudah terurai secara alami) seperti daun, kertas, kain dan kayu; (2) barang bekas anorganik, yaitu barang bekas yang tidak dapat diurai oleh tanah (tidak mudah terurai secara alami) seperti plastik, logam, dan kaca.

Sebagian besar masyarakat memiliki anggapan bahwa barang bekas merupakan barang yang harus dijauhkan dari lingkungan, karena barang bekas merupakan sumber penyakit, anggapan itu memang ada benarnya, namun pada kenyataannya tidak semua barang bekas merupakan sumber penyakit. Berdasarkan kenyataan tersebut masih ada barang bekas yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah, antara lain untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan benda-benda seni. Bermodalkan kemauan, keterampilan dan kreativitas, barang bekas dapat diolah menjadi barang yang lebih bernilai bahkan menjadi barang


(16)

yang bernilai estetis. Dengan kata lain tidak semua barang bekas bernilai negatif, apabila dapat memanfaatkannya dengan baik maka barang bekas tersebut akan bernilai positif. Barang bekas yang dimaksud di atas antara lain: kardus kemasan bekas, kertas koran bekas, dan plastik bekas konsumsi dapat dimanfaatkan sebagai media berkarya seni.

Pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya seni rupa, secara tidak langsung menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan, di antaranya mengurangi pencemaran tanah, udara, air, dan dampak penyebab banjir. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai bagaimana pemanfaatan barang bekas sebagai media dalam berkarya seni rupa, khususnya berkarya topeng membuat penulis tertarik mengembangkannya. Alasan penulis mengangkat barang bekas sebagai fokus penelitian karena penulis beranggapan bahwa barang bekas merupakan media nonkonvensional dalam berkarya seni rupa, sehingga menarik untuk dikaji lebih dalam.

Alasan penulis mengangkat topeng karena topeng telah diajarkan dalam pembelajaran seni rupa di SMP Negeri 1 Mayong Jepara dan topeng merupakan salah satu wujud ekspresi yang dibuat oleh manusia. Topeng menggambarkan seluruh sifat dan watak pribadi yang diwakilinya. Diharapkan dengan berkarya topeng dapat memunculkan ekspresi-ekspresi wajah sesuai dengan perasaan yang dialami siswa, watak pribadi siswa, dan watak yang diinginkan siswa.

SMP Negeri 1 Mayong Jepara dalam pembelajaran seni rupa telah menghasilkan karya topeng, namun karya topeng yang dihasilkan belum memanfaatkan barang bekas sebagai media berkarya seni topeng. Oleh sebab itu


(17)

penulis berkolaborasi dengan guru ingin mengembangkan pembelajaran seni rupa yaitu berkarya topeng, tetapi dengan menggunakan media yang berbeda dari media yang digunakan dalam pembelajaran sebelumnya yaitu barang bekas. Berdasarkan penulisan yang telah dilakukan penulis tertarik mengkaji lebih mendalam mengenai pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng dalam pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimanakah bentuk pembelajaran yang efektif dalam pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng dalam pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara ?

1.2.2 Bagaimana karya topeng siswa sebagai hasil pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara ?

1.3

Tujuan Penelitian

Penelitian tentang pemanfaatan barang bekas sebagai madia berkarya topeng pada kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara memiliki tujuan:

1.3.1 Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimanakah bentuk pembelajaran yang efektif dalam pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng dalam pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara.


(18)

1.3.2 Untuk mengetahui dan menjelaskan karya topeng siswa sebagai hasil pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara.

1.4

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.4.1 Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran seni rupa, diharapkan dapat menjadi rujukan untuk selanjutnya diterapkan dalam pembelajaran seni rupa pada tahun ajaran berikutnya.

1.4.2 Bagi sekolah, diharapkan menjadi sumber informasi tentang pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng.

1.4.3 Bagi masyarakat, diharapkan lebih peduli terhadap lingkungan dan dapat memanfaatkan barang bekas menjadi karya yang bernilai seni maupun ekonomis.

1.4.4 Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan menjadi wacana maupun bahan kajian bagi penelitian dan pengembangan serupa.

1.5

Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini terdiri atas bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Pada bagian awal skripsi terdiri dari judul, halaman kosong, pernyataan, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, sari, daftar isi, daftar tabel, dan daftar gambar.

Bagian isi memuat lima bab meliputi: Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Landasan Teoretis, Bab 3 Metode Penelitian, Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan, Bab 5


(19)

Penutup. Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi. Bab 2 berisi tentang landasan teoretis dan konsep-konsep untuk mendukung pemecahan masalah dalam penelitian ini meliputi: pengertian barang bekas, mediun berkarya, topeng sebagai karya seni rupa, pengertian pembelajaran, pembelajaran seni rupa, dan karya topeng sebagai hasil belajar. Bab 3 berisi tentang pendekatan penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab 4 dibahas tentang hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian. Bab 5 berisi simpulan dan saran-saran.

Bagian akhir skripsi berisi daftar pustaka yang merupakan rujukan dari penelitian. Selain daftar pustaka bagian akhir juga disertakan lampiran-lampiran surat perijinan penelitian, hasil penelitian, dan hasil karya siswa.


(20)

6

BAB 2

LANDASAN TEORETIS

2.1

Pengertian Barang Bekas

Barang bekas dimaksudkan semua barang yang telah tidak dipergunakan atau tidak dapat dipakai lagi atau dapat dikatakan sebagai barang yang sudah diambil bagian utamanya (Iskandar, 2006: 2). Barang bekas apabila dimanfaatkan sebagai bahan untuk berkarya seni rupa memiliki nilai estetis dan nilai ekonomis sehingga untuk menciptakan karya seni rupa tanpa harus membeli. Barang bekas merupakan salah satu alternatif untuk didayagunakan dan dimanfaatkan sebagai media berkarya seni rupa yang mudah dijangkau untuk memperolehnya. Setidak-tidaknya dapat mengambil manfaat akan barang bekas yang kurang memiliki arti dalam kehidupan sehari-hari menjadi memiliki makna dalam bentuk suatu karya seni.

Barang bekas adalah sampah, biasanya benda tersebut langsung dibuang seperti plastik bekas, kaleng bekas, kain perca banyak kita jumpai di mana-mana. Benda-benda tersebut dapat dimanfaatkan menjadi sebuah karya yang mempunyai nilai estetis dan nilai ekonomis. Barang bekas adalah barang-barang sisa pakai yang sudah tidak digunakan lagi. Keberadaan barang bekas yang sudah tidak terpakai lagi sangat mudah kita temukan di lingkungan sekitar kita. Berdasarkan sifatnya barang bekas dapat dikategorikan menjadi barang bekas organik dan barang bekas anorganik (Nilawati, 2010: 3). Barang bekas organik, yaitu barang


(21)

bekas yang dapat diurai oleh tanah (mudah terurai secara alami) seperti daun, kain, kertas, dan kayu. Barang bekas anorganik, yaitu barang bekas yang tidak dapat diurai oleh tanah (tidak mudah terurai secara alami) seperti plastik, logam, dan kaca. Banyak orang berpendapat bahwa keberadaan barang bekas sering kali mengganggu dan mengotori lingkungan, namun di balik semua itu barang bekas memiliki banyak manfaat apabila dapat mengolahnya. Barang bekas dapat dimanfaatkan menjadi karya seni yang bernilai estetis.

Berdasarkan sumbernya, sampah dibedakan menjadi sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, sampah limbah aktif atau radioaktif, dan sampah industri (Nilawati, 2010: 5). Sampah alam, sebenarnya sampah alam ini bisa diurai kembali oleh tanah seperti sampah daun di hutan yang bisa menjadi pupuk tanaman dan menjadikan tanaman subur. Tetapi sampah daun-daunan di lingkungan pemukiman manusia bisa juga menjadi masalah. Ada beberapa orang yang sudah menjadikan sampah daun menjadi barang-barang yang berguna dan bernilai ekonomis. Dengan kreativitas sampah daun dapat dijadikan kotak hias, lukisan dari daun dan sebagainya.

Sampah manusia, dihasilkan manusia dari feses dan urin (Iskandar, 2006: 7). Jika sampah ini dibiarkan bertumpuk bisa mengakibatkan penyakit. Untuk mencegah penyakit yang timbul dari sampah manusia maka harus dibiasakan hidup secara sehat dengan memperhatikan sanitasi dan hidup higienis. Bahkan air minum juga harus diperhatikan dengan benar, jangan sampai terkontaminasi oleh sampah ini.


(22)

Sampah konsumsi adalah sampah yang dihasilkan oleh manusia sebagai penggunaan barang (Nilawati, 2010: 5). Sampah konsumsi ini adalah sampah manusia yang ada dan dibuang di tempat sampah sebagai sisa konsumsi manusia.

Sampah limbah aktif atau radioaktif, dihasilkan dari aktivitas fusi nuklir yang menghasilkan zat yang berbahaya terhadap kesehatan manusia (Nilawati, 2010: 6). Limbah radioaktif ini merupakan limbah yang mengandung dan telah terkontaminasi oleh radionuklida pada konsentrasi atau aktivitas yang ditentukan. Limbah radioaktif ini dihasilkan dari pemanfaatan tenaga nuklir. Zat yang dihasilkan dari pemanfaatan tenaga nuklir ini seperti uranium dan thorium. Selain berbahaya bagi kesehatan manusia juga berbahaya bagi lingkungan hidup.

Sampah industri, dihasilkan dari aktivitas pabrik-pabrik (Iskandar, 2006: 13). Seharusnya setiap pabrik memiliki suatu unit yang mengolah sampah dari aktivitas pabriknya. Walaupun limbah pabrik harus dibuang tetapi seminimal mungkin sudah tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dari penjelasan di atas sampah konsumsilah yang tepat untuk dimanfaatkan menjadi media berkarya seni, karena tidak membahayakan manusia.

Pemanfatan barang bekas adalah usaha atau aktivitas manusia untuk menggunakan benda atau barang yang sudah tidak terpakai lagi untuk dijadikan barang baru yang memiliki nilai lebih tinggi (Yuliarti, 2010: 3). Kurangnya pengetahuan serta pemahaman tentang pemanfaatan barang bekas oleh masyarakat mengakibatkan timbulnya masalah yang sering dihadapi masyarakat yakni tumpukan sampah di lingkungan kita. Dalam kehidupan sehari-hari manusia banyak mengkonsumsi berbagai macam barang, kegiatan manusia mengkonsumsi


(23)

barang inilah yang nantinya mengakibatkan adanya barang bekas atau sering disebut sampah. Dari sampah inilah bayak sekali yang dapat dimanfaatkan, salah satunya dapat memanfaatkan barang bekas sebagai media dalam berkarya seni rupa, baik karya seni kerajinan, seni instalasi maupun dekorasi.

Menurut Suyoto (2008: 84), pemanfaatan barang bekas atau sampah dapat dilakukan dengan program 3R (reuse, reduce, recycle). Reuse (menggunakan kembali), yaitu kegiatan pemanfaatan kembali barang bekas atau sampah secara langsung, baik untuk fungsi yang sama maupun untuk fungsi lain. Sebisa mungkin menggunakan alat yang bisa dipakai berulang-ulang. Reduce (mengurangi), yaitu mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulkan sampah. Recycle (daur ulang), yaitu memanfaatkan kembali sampah setelah mengalami proses pengolahan.

Menurut Malik (2006), ada juga barang bekas yang tidak dapat digunakan untuk kerajinan tangan, namun dapat didaur ulang. Barang bekas ini biasanya dikumpulkan oleh pemulung lalu dijual ke penadah barang bekas. Oleh penadah, barang bekas itu dijual ke pabrik untuk didaur ulang dan kemudian dijadikan barang baru.

Menurut Suyoto (2008: 82), sumber sampah terbesar berasal dari pemukiman penduduk, pasar, pertokoan, tempat komersial, dan lembaga pendidikan. Apabila pembuangan sampah semakin tidak terkendali dan tidak dimanfaatkan, maka akan menjadikan tumpukan sampah yang tidak bernilai. Oleh karena itu dibutuhkan kemauan, keterampilan dan kreativitas untuk mengolah sampah atau barang bekas menjadi karya seni yang bernilai estetis. Di tangan


(24)

orang yang kreatif barang bekas dapat digunakan sebagai media berkarya seni yang memiliki nilai estetis.

Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa barang bekas adalah semua barang yang telah tidak dipergunakan atau tidak dapat dipakai lagi atau dapat dikatakan sebagai barang yang sudah diambil bagian utamanya. Barang bekas yang aman digunakan dalam berkarya seni rupa adalah barang bekas konsumsi, baik yang bersifat organik maupun anorganik. Barang bekas tersebut meliputi kardus kemasan bekas, kertas koran bekas, dan plastik bekas konsumsi.

2.2

Medium Berkarya

Media berasal dari kata medium yang artinya tengah, antara, pengantar, perantara dan sarana. Media merupakan sesuatu yang memiliki posisi di tengah atau segala sesuatu yang menghubungkan antara unsur satu dengan unsur lainnya. Media berarti juga sarana atau alat untuk mencapai tujuan. Medium dalam konteks ilmu bahan berarti zat pengikat yaitu bahan yang berfungsi untuk mengikat bahan yang lain agar menjadi satu (Rondhi, 2002: 22). Dalam konteks berkarya seni rupa, media mencakupi pengertian bahan, alat dan teknik yang digunakan dalam berkarya.

2.2.1 Pengertian Bahan

Dalam membuat suatu karya seni rupa diperlukan bahan yang nantinya akan diolah menjadi suatu karya seni. Bahan adalah barang yang akan dibuat menjadi barang yang lain atau bentuk lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 65). Menurut Rondhi (2002: 25) bahan adalah material yang diolah atau diubah


(25)

menjadi barang yang dapat berupa karya seni atau barang lainya. Bahan yang digunakan untuk berkarya seni bisa berasal dari alam, misalnya batu , kayu, pasir, dan tumbuh-tumbuhan. Selain bahan dari alam dapat menggunakan bahan dari hasil olahan manusia, misalnya, kertas, kain kanvas, pensil, cat minyak, cat air, berbagai jenis logam, semen plastik dan masih banyak lagi.

Menurut Bastomi (2003: 92), karakteristik bahan ditentukan oleh beberapa aspek antara lain: (1) keindahan alam yang terkandung dalam bahan. Setiap bahan memiliki keindahan yang berbeda. Keindahan bahan terletak pada warnanya. Warna asli pada bahan tersebut memberi keindahan seni; (2) tekstur, barik atau kesan permukaan bahan. Tekstur itu sendiri dapat ditentukan oleh warna, namun dapat pula karena sifat asli bahan itu. Bahan yang padat memberi kesan halus, sedangkan bahan tidak padat memberi kesan permukaan kasar; (3) keras dan lunaknya bahan. Bahan yang keras memberi kesan berat, bahan yang lunak memberi kesan ringan.

Karakteristik bahan sangat berperan dalam memperoleh hasil karya seni dari barang bekas yang berkualitas tinggi dan memiliki nilai estetis. Menurut Rondhi (2002: 25) dalam berkarya seni seseorang bisa menggunakan bahan baik yang konvensional maupun yang nonkonvensional. Bahan yang konvensional yaitu bahan yang biasa digunakan untuk berkarya seni misalnya, cat minyak, kanvas, kertas gambar, pensil, cat air dan lain sebagainya. Sedangkan bahan nonkonvensional yaitu bahan-bahan yang tidak biasa digunakan untuk berkarya seni, misalnya melukis dengan cat tembok dicampur dengan pasir, melukis dengan menggunakan lumpur, membuat topeng dari kadus dan lain sebagainya.


(26)

2.2.2 Pengertian Alat

Alat (tool) adalah perkakas untuk mengerjakan sesuatu yaitu material (Rondhi, 2002: 25). Alat merupakan benda untuk mengubah bahan dalam berkarya seni. Pensil adalah alat untuk menggambar, pahat adalah alat untuk menggubah atau mengerjakan kayu, kuas adalah alat untuk membubuhkan cat pada kanvas. Tidak semua alat cocok dengan material atau bahan yang ada. Pahat ukir tentunya tidak dapat digunakan untuk memahat batu dan sebagainya.

Dalam berkarya seni rupa selain alat ada juga alat pelengkap, yaitu benda yang berfungsi sebagai alat bantu dalam berkarya seni. Peraut pensil, alat penerang, meja gambar, kursi dan sebagainya merupakan peralatan yang dibutuhkan dalam berkaya seni. Tersedianya alat sangat membantu kelancaran berkarya.

2.2.3 Pengertian Teknik

Teknik (technique) merupakan cara seniman dalam memanipulasi bahan dengan alat tertentu (Rondhi, 2002: 26). Teknik yang baik adalah cara berkarya yang sesuai dengan sifat bahan dan peralatan yang digunakan. Ada dua teknik dalam berkarya seni yaitu: (1) teknik umum atau teknik ketukangan atau teknik artisan adalah teknik berkarya yang biasa dilakukan oleh banyak orang, cara orang menarik garis, melukis menggunakan kuas, dan sebagainya; (2) teknik khusus atau teknik artistik adalah teknik berkarya seni yang khas dan berbeda dengan orang lain. Teknik khusus merupakan teknik umum yang telah dikembangkan secara personal, melukis dengan langsung mengeluarkan cat dari


(27)

tube dan langsung membubuhkan cat pada kanvas, melukis menggunakan ranting pohon sebagai pengganti kuas dan sebagainya.

2.3

Topeng sebagai Karya Seni Rupa

Topeng, atau disebut juga kedhok, tapel, dan lain-lain, dikenal pada beberapa suku bangsa di Indonesia. Bentuk dan fungsinya bermacam-macam. Topeng merupakan benda hasil budaya manusia yang sudah setua kebudayaan manusia itu sendiri (Sedyawati, 1993: 1). Topeng sudah dikenal sejak zaman prasejarah. Topeng semula tercipta berdasarkan gagasan yang bersifat religius dari salah satu sarana atau media untuk melaksanakan ritus pemujaan terhadap nenek moyang (Soelarto, 1984: 92) Secara umum dapat dikatakan bahwa topeng merupakan salah satu wujud ekspresi yang dibuat manusia untuk maksud tertentu.

Topeng adalah benda yang dipakai di atas wajah, biasanya topeng dipakai untuk mengiringi musik kesenian daerah (dalam wikipedia http://id.wikipedia. Org/wiki/Topeng yang diunduh pada tanggal 04/02/2011). Topeng di kesenian daerah umumnya untuk menghormati sesembahan atau memperjelas watak dalam mengiringi kesenian. Bentuk topeng bermacam-macam ada yang menggambarkan watak marah, ada yang menggambarkan lembut, dan ada pula yang menggambarkan kebijaksanaan.

Topeng telah menjadi salah satu bentuk ekspresi paling tua yang pernah diciptakan peradaban manusia (dalam wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/ Topeng yang diunduh pada tanggal 04/02/2011). Pada sebagian besar masyarakat dunia, topeng memegang peranan penting dalam berbagai sisi kehidupan yang


(28)

menyimpan nilai-nilai magis dan suci. Ini karena peranan topeng yang besar sebagai simbol-simbol khusus dalam berbagai uparaca dan kegiatan adat yang luhur.

Kehidupan masyarakat modern saat ini menempatkan topeng sebagai salah satu bentuk karya seni tinggi (dalam wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/ Topeng yang diunduh pada tanggal 08/02/2011). Tidak hanya karena keindahan estetis yang dimilikinya, tetapi sisi misteri yang tersimpan pada raut wajah topeng tetap mampu memancarkan kekuatan magis yang sulit dijelaskan.

Topeng dapat didefinisikan sebagai suatu tiruan wajah yang dibentuk atas bahan dasar yang tipis atau ditipiskan (Sedyawati, 1993: 1). Dengan memperhatikan kelayakannya untuk dikenakan di muka atau wajah manusia, sehingga wajah yang mengenakannya sebagian atau seluruhnya tertutup. Wujud yang demikian tersebut membuat topeng suatu kata yang tepat sebagai ungkapan figuratif untuk menyatakan kepalsuan pribadi, namun sebenarnya perlu direnungkan, mengenai gagasan dasar orang membuat topeng. Anggapan pertama yang kiranya melandasi pemberian makna kepada topeng ialah bahwa wajah adalah wakil dari keseluruhan pribadi. Anggapan ini memungkinkan manusia untuk lebih lanjut menggambarkan suatu pribadi melalui simbolisasi visual yang dipusatkan pada gambaran wajah, maka lahirlah topeng-topeng. Setiap tarikan garis dan pembentukan bidang pada topeng diperhitungkan oleh pembuatnya untuk melambangkan seluruh sifat dan watak pribadi yang diwakilinya.

Pribadi yang dilambangkan dengan topeng itu beraneka macam, tidak hanya sebatas pada sesama manusia, melainkan juga tokoh-tokoh gaib, dari yang


(29)

bercitra kemanusiaan dan bertataran kedewataan sampai yang bercitra kebinatangan dan bertataran lebih rendah dari manusia. Menurut fungsinya topeng dibedakan atas fungsi keagamaan dan fungsi kesenian (Sedyawati, 1993: 1). Fungsi keagamaan, topeng merupakan sarana ekspresi simbolis untuk mewujudkan konsepsi-konsepsi keagamaan, khususnya yang berkaitan dengan kekuatan-kekuatan gaib tertentu. Fungsi kesenian, topeng merupakan ekspresi simbolis untuk menyalurkan tanggapan-tanggapan kesan atas alam beserta sifat-sifatnya, maupun atas konsep-konsep budaya tertentu melalui bentukan-bentukan visual yang terencana.

Berdasarkan ukurannya, topeng dapat digolongkan atas topeng besar dan topeng kecil (Sedyawati, 1993: 2). Topeng besar adalah topeng yang memiliki ukuran melebihi ukuran normal wajah manusia, sedangkan topeng kecil adalah topeng yang kurang lebih seukuran dengan wajah manusia.

Topeng juga digolongkan berdasarkan gaya perwujudan visualnya. Secara garis besar dapat dipisahkan antara yang bergaya natural dan grotesk (Sedyawati, 1993: 3). Gaya natural yaitu yang dalam pemberian bentuk maupun proporsi antar bagian terdapat kesejajaran dengan wujud-wujud yang dikenal di alam nyata, dan yang bergaya grotesk, yaitu yang pembuatan bentuk maupun proporsi tidak mengacu pada alam nyata atau bertentangan dengannya. Tiga macam hasil dapat diperoleh dari penggunaan gaya grotesk, yang pertama, kesan seram, dahsyat, dan menakutkan; kedua, kesan seram dan menjijikkan; dan ketiga, kesan lucu atau menggelikan. Demikianlah berbagai variasi bentuk topeng, masing-masing dapat


(30)

menimbulkan kesan yang khas, dan oleh sebab itu topeng dapat digunakan untuk berbagai maksud.

Berkenaan dengan perwujudan visualnya, topeng dapat pula dibedakan antara topeng-topeng yang semata-mata berupa penggarapan raut wajah saja, dan topeng yang di samping menggarap raut wajah juga menambah unsur-unsur lain (Sedyawati, 1993: 3). Unsur-unsur tersebut berfungsi untuk menunjang upaya perlambangan. Unsur-unsur penunjang ini misalnya, rambut, berbagai macam perhiasan, dan atribut-atribut khusus.

Dari pernyataan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa topeng adalah benda yang dipakai di atas wajah dan merupakan ekspresi yang dibuat oleh manusia. Berdasarkan gaya perwujudan visualnya, topeng dibedakan atas topeng bergaya natural dan grotesk.

2.4

Pengertian Pembelajaran

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2). Menurut Usman (1995: 1) dikemukakan bahwa proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukasi untuk mencapai tujuan tertentu.

Sementara, Sudjana (1989: 28) berpendapat bahwa belajar mengajar merupakan sistem yang tidak dapat dipisahkan, belajar menunjuk pada apa yang


(31)

harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh seorang guru sebagai pengajar. Dua hal tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan jika terjadi interaksi antara guru dan siswa pada saat pengajaran berlangsung.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan interaksi yang positif antara guru dan siswa. Interaksi yang dimaksud adalah interaksi edukasi artinya bukan hanya penyampaian pesan dalam materi pelajaran saja, melainkan penanaman sikap dan nilai pada diri siswa yang sedang belajar.

2.4.1 Komponen Pembelajaran

2.4.1.1 Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran menurut Sugandi (2006: 22) adalah suatu tuntutan agar subjek belajar setelah mengikuti proses pembelajaran menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai isi proses pembelajaran tersebut. Tujuan pembelajaran merupakan suatu acuan yang akan dicapai pada suatu pembelajaran dan dalam kegiatan belajar perlu mendapat perhatian seksama terutama dari guru sebagai penentu, akan dibawa ke mana arah kegiatan belajar yang dilakukan. Selain sebagai sasaran akhir, tujuan pembelajaran juga akan berfungsi sebagai pedoman atau kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Secara hirarkis, tujuan pembelajaran bersifat kontinyu mencakupi tujuan yang ideal sampai kepada tujuan yang bersifat operasional (Sobandi, 2008: 156). Tujuan pendidikan yang dimaksud mencakupi tujuan pendidikan nasional, tujuan


(32)

institusional, tujuan kurikuler, tujuan instruksional. Dengan demikian, merumuskan tujuan pembelajaran merupakan suatu usaha atau target yang harus dimaknai oleh seorang guru sebagai kegiatan menerjemahkan tujuan-tujuan pendidikan yang memayungi di atasnya.

2.4.1.2 Materi Pembelajaran

Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan (Ardyanto, 2011: 13). Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. Pemilihan materi pembelajaran harus sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Materi yang dapat dipelajari pada mata pelajaran Pendidikan Seni khususnya Pendidikan seni rupa terdiri atas materi konsepsi (wawasan seni, sejarah seni, dasar-dasar dan prinsip seni, jenis seni), apresiasi seni (kritik seni dan apresiasi), serta praktik atau kreasi seni (karya seni murni dan terapan).

2.4.1.3 Metode Pembelajaran

Metode menurut Slameto (2003: 82) adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Metode adalah satu cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu (Utomo, 2006: 58). Metode

pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk


(33)

dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, di antaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat; (9) simposium, dan sebagainya.

Dalam proses belajar mengajar guru diharapkan untuk memilih metode-metode dari sekian banyak metode-metode yang telah ditemui oleh para ahli sebelum ia menyampaikan materi pengajaran untuk mencapai tujuan instruksional. Metode yang digunakan pada pembelajaran yang bersifat teori tentu berbeda dengan pembelajaran yang bersifat praktik.

Metode pembelajaran membicarakan bagaimana membelajarkan siswa sesuai dengan harapan-harapan dan mewujudkan perubahan positif. Metode merupakan kegiatan menata dan mengelola pelaksanaan pengajaran yang efektif yang melibatkan segala bentuk interaksi antara siswa, guru dan sumber belajar. Pola ini dapat berupa pengalihan langsung pengetahuan atau proses-proses yang berkaitan dengan pengajaran. Penerapan metode pembelajaran dilakukan dengan prinsip bahwa tidak ada satu metode pembelajaran yang baik atau unggul dalam suatu proses pembelajaran kecuali bila digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang sesuai baik tujuan, materi dan suasana siswa pada saat pembelajaran berlangsung.


(34)

2.4.1.4 Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi merupakan suatu usaha mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan serta perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar. Evaluasi dapat memberi motivasi bagi anak untuk lebih giat belajar dan meningkatkan proses berpikirnya. Guru dapat melaksanakan penilaian yang efektif, dan menggunakan hasil penilaian untuk perbaikan belajar mengajar. Dengan evaluasi guru juga dapat mengetahui prestasi dan kemajuan anak, sehingga dapat bertindak yang tepat bila anak mengalami kesulitan belajar (Slameto, 2003: 39).

2.5

Pembelajaran Seni Rupa

Pembelajaran seni rupa adalah upaya untuk mengembangkan kepribadian seseorang dalam rangka mempersiapkan menjadi warga masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab melalui kegiatan yang bersangkut paut dengan pernyataan perasaan keindahan lewat media garis, warna, tekstur, bidang, volume, dan ruang atau dengan perkataan lain melalui kegiatan pembelajaran dalam bidang lukis atau gambar, seni cetak, seni patung, seni kerajinan desain dan seni bangunan atau desain lingkungan (Salam, 2001: 15). Pembelajaran seni rupa terdiri dari apresiasi dan kreasi. Apresiasi mencakup ranah kognitif (pengetahuan) dan ranah afektif (sikap, perasaan, minat, dan nilai). Sedangkan kreasi mencakup ranah psikomotorik (keterampilan).


(35)

Dalam merancang pembelajaran hendaknya memperhatikan komponen-komponen pembelajaran dan pembelajaran dirancang secara efektif. Pembelajaran yang efektif memiliki dua karakteristik yaitu: (1) pembelajaran efektif memudahkan murid belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau suatu hasil belajar yang diinginkan (Dunne, R dan Wragg, T, 1996: 12); (2) pembelajaran efektif adalah bahwa keterampilan tersebut diakui oleh mereka yang berkompeten, seperti guru-guru, pengawas, tutor dan pemandu mata pelajaran atau murid-murid sendiri (Dunne, R dan Wragg, T, 1996: 13).

2.6

Karya Topeng sebagai Hasil Belajar

Hasil belajar (dalam Anni, 2007: 5) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu, bila peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Begitu juga dengan bila peserta didik berkarya seni rupa, diharapkan peserta didik mendapatkan banyak pengalaman keindahan. Dari pengalaman keindahan akan menghasilkan karya yang bernilai estetis.

Istilah “éstetika” berasal dari kata Yunani “esthetikos” yang berarti hal-hal yang dapat diserap dengan panca indra (The Liang Gie, 1976: 15). Selanjutnya


(36)

Gie mengatakan “aesthetis” berarti penyerapan indra (sense perception), dalam hal ini estetika dipahami sebagai cabang filsafat yang menempatkan keindahan dan seni sebagai obyek. Oleh karena itu, tujuan dari segenap indrawi adalah keindahan. Hal ini dikemukakan Katts dalam The Liang Gie (1976: 17), bahwa cabang filsafat yang berhubungan dengan batasan, rakitan dan perasaan dari keindahan disebut estetika.

Estetika adalah ilmu tentang melihat suatu keindahan (Iswidayati: 2006). Berasal dari bahasa Yunani “esthetikos” yang artinya mengamati melalui indra atau persepsi. Sedangkan dalam KBBI (2005: 308), disebutkan bahwa estetika merupakan cabang filsafat yang menelaah dan membahas tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya.

Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa estetika adalah ilmu yang berhubungan dengan cita rasa dan persepsi tentang nilai-nilai keindahan. Berkaitan dengan karya seni rupa, estetika berperan sebagai acuan yang mendukung dalam mencipkaan karya seni yang indah. Sebagai karya seni, topeng merupakan hasil olah rasa atau ungkapan perasaan yang mengandung nilai estetis dan simbolis dari seorang seniman yang disalurkan melalui media tertentu dan mempunyai bentuk yang bermakna, sehingga dapat diapresiasi oleh para penikmat seni. Hal ini tentu tidak terlepas dari nilai estetis yang terdapat pada karya topeng tersebut. Karena suatu karya seni dikatakan bernilai estetis jika memiliki unsur keindahan.

Berdasarkan penjelasan tentang estetika di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai estetis suatu karya seni rupa akan tercipta dengan terpenuhinya unsur


(37)

keindahan mengenai bentuk pada suatu karya seni. Nilai estetis dalam karya seni rupa ditentukan oleh pengorganisasian unsur-unsur rupa dan prinsip-prinsip desain.

2.6.1 Unsur-unsur Rupa

Unsur visual atau unsur rupa adalah unsur-unsur yang digunakan untuk mewujudkansuatu karya seni rupa, sehingga orang lain dapat membaca karya yang dibuat. Menurut Sunaryo (2002: 5) dikatakan unsur-unsur rupa meliputi garis (line), raut atau bangun (shape), warna (colour), tekstur atau barik (texture), gelap terang atau nada (ligh-dark, tone), dan ruang (space).

2.6.1.1 Garis (line)

Unsur garis merupakan unsur utama dalam karya seni rupa. Menurut Wong (1986: 9) garis dinyatakan sebagai deretan titik-titik yang membentuk garis, mempunyai kedudukan dan arah. Garis berdimensi panjang, pendek, vertikal, horizontal, lurus, melengkung dan sebagainya.

Garis sebagai medium seni rupa mempunyai peran penting. Garis mempunyai peran untuk menggambarkan sesuatu secara representative, symbol ekspresif, sifat normal dan nonnormal. Namun yang paling penting bagaimana merasakan intensitas garis yang tergores pada setiap karya seni (Dharsono, 2007: 96). Sedangkan dalam Sunaryo (2002: 7) dikatakan garis memiliki pengertian tanda atau markah yang memanjang dan membekas pada suatu permukaan serta mempunyai arah. Garis merupakan goresan yang diperoleh dari titik-titik yang


(38)

berjajaran dan berkesinambungan dan menggambarkan sesuatu dengan representative pada setiap karya seni.

Sunaryo (2002: 8) menyatakan garis ditinjau dari segi jenisnya dibagi menjadi tiga yaitu: (1) garis lurus; (2) garis lengkung dan; (3) garis tekuk atau zigzag. Garis dari segi arah dibagi menjadi tiga yaitu: (1) garis vertical atau tegak; (2) garis datar (horizontal) dan; (3) garis serong atau miring.

Dalam karya seni rupa, garis berfungsi sebagai batas sisi dari susunan tiap-tiap motif yang dibuat, serta pada batas susunan tiap-tiap-tiap-tiap bentuk yang dibuat dan membentuk persepsi bagi yang melihatnya, misalnya: garis lurus menimbulkan kesan tegas sedangkan garis lengkung menimbulkan kesan lentur dan dinamis.

2.6.1.2 Raut atau Bangun (shape)

Sebuah bentuk dapat dikenali dari rautnya, apakah sebagai suatu bangaun yang pipih datar, yang menggumpal padat atau berongga bervolum, lonjong, bulat, persegi, dan sebagainya. Raut dapat dipandang sebagai perwujudan yang dikelilingi oleh kontur, baik untuk menyatakan suatu yang pipih dan datar, seperti pada bidang, maupun yang padat bervolume, seperti pada gumpal atau gempal (mass). Wong (dalam Sunaryo, 2002: 10) menyatakan, dari segi perwujudannya, raut dapat dibedakan menjadi raut geometris, raut organis, raut bersudut banyak, dan raut tak beraturan.


(39)

2.6.1.3 Warna (colour)

Warna ialah kualitas rupa yang dapat membedakan kedua objek atau bentuk yang identik raut, ukuran, dan nilai gelap terangnya (Sunaryo, 2002: 12). Warna berkaitan langsung dengan perasaan dan emosi, karena itu warna menjadi unsur penting dalam ungkapan seni rupa dan desain. Melalui bentuk kita dapat mengenali warna, sebaliknya kita mengenali bentuk dengan warna.

Warna memiliki berbagai fungsi, di antaranya: (1) fungsi praktis, seperti lampu lalu lintas; (2) fungsi simbolis, seperti bendera; (3) fungsi artistik, pada karya seni rupa (bahasa visual).

2.6.1.4 Tekstur (texture)

Tekstur adalah unsur rupa yang menunjukkan rasa permukaan bahan, yang sengaja dibuat dan dihadirkan dalam susunan untuk mencapai bentuk rupa, sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang pada perwajahan bentuk pada karya seni rupa secara nyata atau semu (Siphahelut, 1991: 31). Menurut Sunaryo tekstur ialah sifat permukaan, sifat permukaan dapat halus, polos, kasar, licin,mengkilat, berkerut, lunak, keras dan sebagainya. Tekstur dibedakan menjadi dua yaitu: (1) tekstur nyata yaitu adanya kesamaan antara kesan yang diperoleh dari hasil penglihatan dengan rabaan; (2) tekstur semu yaitu tidak adanya kesamaan antara kesan yang diperoleh dari hasil penglihatan dengan rabaan (Sunaryo, 2002: 11).


(40)

2.6.2 Prinsip-Prinsip Desain

Menurut Rondhi (2002: 34) ada empat unsur desain yang perlu diperhatikan oleh para desainer dalam mendesain, yaitu kesatuan (unity), keseimbangan (balance), irama (rhythm), dan proporsi (proportion). Sedangkan menurut Sunaryo (2002: 31) dalam bukunya menggungkapkan bahwa, prinsip-prinsip desain terdiri dari prinsip-prinsip kesatuan (unity), keserasian (harmony), irama (rhythm), dominasi (point of interest), keseimbangan (balance), dan kesebandingan (proportion). Pada dasarnya prinsip-prinsip desain digunakan sebagai pedoman untuk menyusun unsur-unsur visual seni rupa.

2.6.2.1 Kesatuan (unity)

Menurut Siphahelut (1991: 2) suatu benda hendaknya dapat mengesankan adanya kesatuan yang terpadu (unity). Hal ini berkaitan erat dengan cara mendesain. Bentuk suatu desain akan tampak utuh, kalau bagian yang satu menunjang bagian yang lain. Bentuknya akan tampak terbelah apabila masing-masing bagian muncul sendiri-sendiri tidak selaras satu sama lain karena komposisi unsur-unsur visual yang baik adalah yang mempunyai kesatuan.

Kesatuan (unity) merupakan prinsip pengorganisasian unsur rupa yang paling mendasar yang bertujuan untuk mewujudkan kesatuan yang padu atau keseutuhan. Nilai kesatuan dalam suatu bentuk bukan ditentukan oleh suatu jumlah bagian-bagiannya melainkan lebih menunjuk pada kualitas hubungan bagian-bagiannya. Sjafi’i (2001: 92) menambahkan kesatuan merupakan hasil capai suatu susunan atau hubungan antara unsur sehingga secara keseluruhan


(41)

menampilkan kesan tanggap yang unggul, utuh atau organis bukan merupakan unsur yang terpisah.

2.6.2.2 Keserasian (harmony)

Keserasian (harmony) merupakan prinsip desain yang mempertimbangkan keselarasan antar bagian dalam suatu keseluruhan (Sunaryo, 2002: 36). Susunan yang harmonis menunjukkan adanya keserasian dalam bentuk, raut, garis, ukuran, warna dan tekstur. Menurut Graves (dalam Sunaryo, 2002: 32) keserasian mencakup dua jenis, yakni keserasian fungsi dan keserasian bentuk. Keserasian fungsi menunjukkan adanya kesesuaian antara objek-objek yang berbeda, karena berada dalam hubungan simbol atau fungsi sedangkan keserasian bentuk merupakan jenis keserasian karena adanya kesamaan antara unsur-unsur visual yang ada pada suatu karya.

2.6.2.3 Irama (rhythm)

Irama adalah kesan gerak yang menyambung dari bagian satu ke bagian yang lain pada suatu benda, atau dari unsur satu dengan yang lain dalam sebuah susunan atau komposisi. Menurut Sunaryo (2002: 35) irama (rhythm) merupakan pengaturan unsur-unsur rupa secara berulang dan berkelanjutan, sehingga bentuk yang tercipta memiliki kesatuan arah dan gerak yang membangkitkan keterpaduan bagian-bagiannya.

Irama merupakan suatu gerakan peralihan yang berkesinambungan teratur dan serasi (Iswidayati, 2006: 28). Sehingga dapat dipahami irama sebagai unsur


(42)

rupa yang bergerak secara berkelanjutan dan berulang yang menciptakan suatu peralihan yang berkesinambungan dan serasi. Irama menurut Sunaryo (2002: 35) ada empat macam, yaitu: (1) repetitif; (2) alternatif; (3) progresif; (4) flowing. Irama repetitif adalah irama yang diperoleh secara berulang dan menghasilkan irama yang sangat tertib, monotone, dan menjemukan sebagai akibat pengaturan unsur-unsur yang sama, baik bentuk ukuran dan warna. Irama alternatif merupakan bentuk irama yang tercipta dengan cara perulangan unsur-unsur rupa secara bergantian. Irama progresif menunjukkan perulangan dalam perubahan dan perkembangan secara berangsur-angsur dan bertingkat, sedangkan flowing adalah susunan irama yang mengalun atau menghanyut.

2.6.2.4 Dominasi (point of interest)

Dominasi adalah pengaturan peran atau penonjolan atas bagian lainnya dalam suatukeseluruhan yang menjadikan pusat perhatian (center of interest) dan merupakan (emphasis) yang menjadi bagian penting dan diutamakan (Sunaryo, 2002: 36). Dominasi bertujuan untuk menampilkan pusat perhatian dengan cara menonjolkan bagian tertentu yang dianggap paling dominan. Dengan demikian dominasi merupakan unsur seni rupa yang mengatur peran dan menjadi pusat perhatian dalam karya seni.

2.6.2.5 Keseimbangan (balance)

Keseimbangan merupakan prinsip desain yang paling menuntut kepekaan perasaan. Menurut Djati (1996: 18) keseimbangan (balance) adalah kesamaan


(43)

bobot antara unsur-unsurnya, unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur yang ditata dengan perbandingan yang seimbang walaupun wujud dan jumlahnya mungkin tidak sama namun nilainya dapat seimbang. Beberapa bentuk keseimbangan menurut cara pengaturan berat ringannya serta letak kedudukan bagian-bagian dapat dibedakan menjadi: (1) keseimbangan setangkup (simetri) bila belahan kiri dan kanan memiliki kesamaan wujud, ukuran, dan jarak penempatan; (2) keseimbangan senjang (asimetri) memiliki bagian yang tidak sama antara belahan kiri dan kanan, tetapi dalam keadaan yang tidak berat sebelah; (3) keseimbangan memancar (radial) merupakan bentuk keseimbangan yang diperoleh melalui penempatan bagian-bagian susunan di seputar pusat sumbu gaya berat (Sunaryo, 2002: 40).

2.6.2.6 Kesebandingan (proportion)

Kesebandingan (proportion), berarti hubungan antara bagian atau antara bagian terhadap keseluruhannya yang bertalian dengan ukuran, luas sempitnya bagian, panjang pendeknya bagian, atau tinggi rendahnya bagian yang bertujuan agar mencapai kesesuaian dan keseimbangan sehingga diperoleh kesatuan yang memuaskan (Sunaryo, 2002: 41).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur rupa yang berkaitan langsung dengan pembelajaran berkarya topeng meliputi: (1) garis (line); (2) raut atau bangun (shape); (3) warna (colour); (4) teksture (texture). Prinsip-prinsip desain yang berkaitan langsung dengan pembelajaran berkarya topeng meliputi: (1) kesatuan (unity); (2) keserasian (harmony); (3)


(44)

irama (rhytm); (4) dominasi (point of interest); (5) keseimbangan (balance); (6) kesebandingan (proportion).


(45)

31

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Pendekatan Penelitian

Dalam suatu penelitian ilmiah penggunaan pendekatan penelitian haruslah sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji agar memperoleh hasil yang dapat dipertanggung jawabkan. Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini, penulis mengkaji tentang pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng dalam pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara. Maka penulis menggunakan penelitian pengembangan dengan pendekatan kualitatif. Penelitian pengembangan yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2010: 407). Penelitian pengembangan merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan pembelajaran yang sudah ada dengan perubahan-perubahan tertentu.

Dalam penelitian kualitatif data yang dihasilkan bukan sekedar pernyatan jumlah maupun frekuensi dalam bentuk angka, tetapi dapat mendeskripsikan gejala, peristiwa atau kejadian yang terjadi pada masa sekarang. Penilitian kualitatif juga menghasilkan data berupa gambaran atau uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan keadaan atau fenomena, status kelompok, suatu subyek, suatu sistem pemikiran atau peristiwa masa sekarang.


(46)

Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yang lebih menekankan pada masalah proses, maka penelitian ini menggunakan strategi penelitian pengembangan yang dipaparkan secara kualitatif. Penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena penulis ingin berusaha menelusuri, memahami, dan menjelaskan gejala dan kaitan antara segala yang diteliti, dalam hal ini adalah menggambarkan bagaimana pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng dalam pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP N 1 Mayong Jepara.

3.2

Lokasi dan Sasaran Penelitian

Adapun lokasi penelitian ini adalah di SMP Negeri 1 Mayong. Alamat, JL. RAYA MAYONG - JEPARA. Kodepos, 59465. Nomer Telpon, 02914256663. Nomer Faks, -. Email, . Sasaran dari penelitian ini adalah: (1) bentuk pembelajaran yang efektif dalam pemenfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng dalam pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara; (2) karya topeng siswa sebagai hasil pembelajaran seni rupa di kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara.

3.3

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik observasi (pengamatan), interview (wawancara), dan teknik dokumentasi.

3.3.1 Observasi (Pengamatan)

Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan (Nasution, 2009: 106). Dengan observasi


(47)

dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai obyek yang diteliti. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan pengamatan dengan menggunakan indra penglihatan (Ismiyanto, 2003: 7). Observasi disebut pula pengamatan yang meliputi pemusatan terhadap suatu obyek. Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap obyek yang dituju untuk memperoleh data selengkapnya. Observasi dilakukan dengan cara peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian, mengamati semua yang tampak pada objek penelitian dengan dilakukan melalui beberapa kali pengamatan dan pencatatan.

Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap fenomena yang akan dikaji, dalam hal ini berarti peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu di SMP N 1 Mayong Jepara. Menurut Ismiyanto (2003: 8) Observasi langsung adalah cara pengamatan dan pencatatan fenomena atau peristiwa atau tingkah laku subyek secara langsung di tempat, pada saat situasi dan kondisi yang terjadi. Sedangkan observasi tak langsung adalah cara pengamatan tidak langsung pada tempat atau situasi dan kondisi yang terjadi, tetapi melalui dokumen dari kamera maupun video-tape.

Peneliti menggunakan pengamatan terkendali dalam penelitian ini. Pengamatan terkendali (controlled observation) merupakan suatu pengamatan yang dikembangkan untuk meningkatkan ketepatan dalam melaporkan hasil pengamatan (Koentjaraningrat, 1985: 118).

Sehubungan dengan permasalahan penelitian ini, maka observasi dilaksanakan untuk memperoleh data mengenai: (1) gambaran umum sekolah meliputi kondisi fisik sekolah, letak sekolah, sarana prasarana penunjang


(48)

pembelajaran; (2) pembelajaran berkarya topeng meliputi kegiatan belajar mengajar, prosedur pembuatan karya; (3) media berkarya topeng meliputi bahan, alat, teknik; (4) hasil karya siswa (nilai estetis).

3.3.2 Teknik Interview (Wawancara)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong. L.J 2007: 135). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk diminta keterangan atau pendapatnya mengenai suatu hal. Menurut Nasution (2009: 113), wawancara atau interviu adalah suatu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan memperoleh informasi. Dalam pelaksanaannya peneliti menggunakan metode wawancara teknik komunikasi langsung yang berbentuk wawancara tak berstruktur. Pelaksanaan tanya-jawab dalam wawancara ini mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Wawancara tak berstruktur ini biasanya berjalan lama dan sering kali dilanjutkan pada kesempatan berikutnya. Menurut Sanapiah Faisal (dalam Ismiyanto, 2003: 8) wawancara yang digunakan dalam penelitan kualitatif ada tiga cara yaitu:

a. Wawancara Tak Terstruktur

Dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara bebas dan leluasa tetapi tetap fokus pada masalah sehingga memperoleh informasi yang lebih kaya dan mendalam.


(49)

b. Wawancara Terus Terang

Dilakukan pewawancara dengan cara menjelaskan tujuan wawancara dan informasi yang diharapkan dari informan.

c. Wawancara Informan Sejawat

Bentuk wawancara ini pewawancara menempatkan informan sebagai sejawat, peneliti sejak awal mengutarakan tujuan wawancara dan penelitianya, guna untuk mendapatkan informasi yang diharapkan, peneliti harus mampu menciptakan hubungan baik dengan informan.

Dalam penelitian ini proses wawancara tidak hanya dilakukan sekali tatap muka akan tetapi berkali-kali sehingga dibutuhkan teknik wawancara yang bervariasi untuk menghindari kebosanan. Teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara langsung dengan Kepala sekolah, guru seni rupa, dan siswa dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lengkap dan valid meliputi semua hal yang terkait dengan pembalajaran berkarya topeng pada siswa kelas VII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara.

Wawancara dengan Kepala sekolah dan Wakil kepala sekolah bidang kurikulum SMP Negeri 1 Mayong Jepara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai pelaksanaan pembelajaran berkarya topeng barang bekas, dan sarana prasarana. Wawancara dengan guru seni rupa terkait dengan pelaksanaan proses pembelajaran berkarya topeng barang bekas. Wawancara dengan siswa dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai cara guru seni rupa menyampaikan materi


(50)

topeng, pendapat siswa mengenai pembelajaran berkarya topeng, prosedur pembuatan topeng barang bekas, serta hasil karya siswa.

3.3.3 Teknik Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata document, yang artinya barang-barang tertulis. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data penelitian melalui atau menggunakan dokumen-dokumen atau peninggalan yang relevan dengan masalah penelitan (Ismiyanto, 2003: 9). Teknik dokumentasi dalam penelitian ini digunakan peneliti untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan sekolah seperti, data arsip sekolah, pelaksanaan pembelajaran, aktivitas siswa dalam pembelajaran, hasil karya siswa, dan catatan-catan pribadi siswa. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya (Arikunto, 1998: 149).

Teknik dokumentasi diarahkan untuk mendapatkan sumber informasi yang ada kaitanya dengan penelitian, berupa buku-buku dan foto mengenai pemanfaatan barang bekas sebagai media berkarya topeng pada kelas VIII A SMP Negeri 1 Mayong Jepara. Hasil dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang melengkapi atau mendukung data hasil wawancara dan pengamatan.

3.4

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan upaya untuk menggolah data yang telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Proses pengolahan


(51)

data dan analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

Analisis data menurut Moleong dalam (Yani, 2002:52) adalah proses pengaturan urutan data, mengorganisasikan kedalam satu pola, kategori, dan lain-lain, untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.

Dalam proses analisis data terdapat komponen-komponen utama yang harus benar-benar dipahami. Komponen tersebut adalah reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Analisis data merupakan suatu proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kecil seperti yang disarankan pada data.

Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan proses pengumpulan data. Tahap analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.4.1 Reduksi Data

Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus peneliti. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data-data yang di reduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari sewaktu-waktu diperlukan. Kegiatan


(52)

reduksi ini telah dilakukan peneliti setelah kegiatan pengumpulan dan pengecekan data yang valid. Kemudian data ini akan digolongkan menjadi lebih sistematis. Sedangkan data yang tidak perlu akan dibuang ke dalam bank data karena sewaktu-waktu data ini mungkin bisa digunakan kembali.

Reduksi yang dilakukan peneliti mencakup banyak data yang telah didapatkannya di lapangan. Data di lapangan yang masih umum kemudian disederhanakan difokuskan kembali ke dalam permasalahan utama penelitian.

3.4.2 Penyajian Data

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Tahap penyajian data barisi tentang uraian data yang telah dipilih sesuai dengan sasaran penelitian, yang disajikan secara lengkap dan sistematis. Data yang di sajikan merupakan data yang telah dipilih pada tahap reduksi data dan perlu dipertimbangkan efisiensi dan efektivitasnya.

3.4.3 Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah menarik kesimpulan dari semua hal yang ada dalam reduksi data maupun sajian data kesimpulan yang diambil benar dan kokoh (Miles, Mattew B & A. Michael Huberman, 1992:18). Peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data tersebut peneliti mencoba mengambil kesimpulan.


(53)

Keempatnya dapat digambarkan sebagai berikut:

Keempat analisis data model interaktif (Miles, Mattew B & A. Michael Huberman 1992: 20)

Keempat komponen tersebut saling interaktif yaitu saling mempengaruhi dan terkait. Pertama peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan mengadakan wawancara atau observasi yang disebut tahap pengumpulan data. karena data yang dikumpulkan banyak maka diadakan reduksi data, selain itu pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tersebut selain dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi.

Pengumpulan Data

Penarikan Simpulan atau Verifikasi Reduksi

Data


(54)

40

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1

Sejarah Singkat Sekolah

Pada tahun 1969 atas prakarsa Bapak Moehadi HS (alm) dan Bapak Roekani Hadisutanto, BA (Alm) berdirilah sebuah Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) Pemda Mayong. Sebagai satu-satunya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Mayong di bawah kepemimpinan Bapak Moehadi HS (alm), SMEP Pemda Mayong didirikan dengan harapan dapat mempercepat perkembangan perekonomian di Kecamatan Mayong khususnya dan Kabupaten Jepara pada umumnya.

Tahun 1975 SMEP Pemda Mayong berubah nama menjadi SMP Pemda Mayong, dengan kepemimpinan masih di bawah Bapak Moehadi HS (alm). Sejak tahun 1978 kepala sekolah diganti oleh Bapak Roekani Hadisutanto, BA (alm) sampai dengan tahun 1980. Atas Prakarsa panitia penegerian yang dipelopori oleh Bapak Roekani Hadisutanto, BA (alm) dan Bapak Sukarlan, BA yang saat itu menjabat camat Mayong, maka SMP Pemda Mayong berubah status menjadi SMP Negeri 1 Mayong. Perubahan menjadi SMP Negeri 1 Mayong berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 0208/O/1980 tertanggal 30 Juli 1980.


(55)

SMP Negeri 1 Mayong diresmikan oleh Bapak Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah yang saat itu dijabat oleh Bapak Drs. RM Soepeno. Peresmian SMP Negeri 1 Mayong dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 1980. Oleh sebab itu tanggal 29 Oktober dijadikan sebagai hari jadi SMP Negeri 1 Mayong.

Gambar 1. SMP Negeri 1 Mayong Jepara (Sumber: Dokumentasi penulis 2011)

SMP Negeri 1 Mayong Jepara sebagai suatu lembaga pendidikan tidak terlepas dengan dari visi dan misi. Visi SMP Negeri 1 Mayong Jepara yaitu, terwujudnya pendidikan bermutu unggul dan terbentuknya manusia yang cerdas, terampil dan berbudi pekerti luhur berlandaskan iman dan taqwa. Misi SMP N 1 Mayong Jepara yaitu, menyelenggarakan layanan pendidikan yang profesional dan berstandar.

SMP Negeri 1 Mayong Jepara menyelenggarakan layanan pendidikan yang professional dan berstandar dengan berbagai langkah, di antaranya: (1) mewujudkan pendidikan yang menghasilkan lulusan yang cerdas, terampil,


(56)

beriman, bertaqwa, sehat jasmani dan memiliki keunggulan kompetensi; (2) mewujudkan pendidikan yang adil dan merata; (3) mewujudkan pendidikan yang bermutu, efisien, dan relevan; (4) mewujudkan lingkungan sekolah yang kondusif, transparan, akuntabel, partisipatif dan efektif; (5) mewujudkan kegiatan pembelajaran yang efektif dan tertib; (6) mewujudkan program-program unggulan yang menjadi ikon atau ciri khusus sekolah; (7) mewujudkan kegiatan keagamaan dalam masyarakat sekolah; (8) Mewujudkan peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dari pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa SMP Negeri 1 Mayong Jepara merupakan sekolah yang cukup tua. SMP Negeri 1 Mayong Jepara berdiri dan diresmikan lebih dari 30 tahun yang lalu. Peresmian SMP Negeri 1 Mayong Jepara tepatnya pada tanggal 29 Oktober 1980. Oleh sebab itu tanggal 29 Oktober dijadikan sebagai hari jadi SMP Negeri 1 Mayong Jepara.

4.1.2 Sarana Prasarana di SMP Negeri 1 Mayong Jepara

Kondisi fisik SMP Negeri 1 Mayong Jepara cukup memadai untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. SMP Negeri 1 Mayong Jepara memiliki luas tanah 7.676 m2, luas tanah terbangun 4.486 m2, luas tanah siap bangun 3.190 m2. SMP Negeri 1 Mayong Jepara terbagi menjadi beberapa bangunan dan masing-masing gedung mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Sarana dan prasarana fisik sekolah tersebut meliputi tersedianya ruang Kepala Sekolah, ruang Tata Usaha, ruang BK, ruang guru, ruang kelas, perpusatakaan, ruang TIK (laboratorium komputer), laboratorium IPA, mushola, tempat parkir, kamar


(57)

mandi, kantin, koperasi, ruang UKS, ruang OSIS, ruang ganti, dapur, gudang, dan lain-lain.

Sebagai sekolah yang telah menyandang predikat SSN (Sekolah Standar Nasional), SMP Negeri 1 Mayong Jepara menyediakan fasilitas-fasilitas pembelajaran yang sangat mendukung proses belajar mengajar. SMP Negeri 1 Mayong Jepara memiliki LCD proyektor guna menunjang pembelajaran. Selain itu, SMP Negeri 1 Mayong Jepara memiliki hotspot area dengan harapan bermanfaat bagi siswa yang membutuhkan informasi lewat jaringan internet. Rincian kondisi fisik yang ada di SMP Negeri 1 Mayong Jepara adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Sarana prasarana SMP Negeri 1 Mayong Jepara

Sumber: Dokumen profil sekolah tahun 2011

No. Nama Luas Kondisi Jumlah 1. Ruang Kepala Sekolah 32 m2 Baik 1 2. Ruang TU 216 m2 Baik 1 3. Ruang BK 7,5 m2 Baik 1 4. Ruang Guru 112 m2 Baik 1 5. Ruang Kelas 63 m2 Baik 22 6. Perpustakaan 180 m2 Baik 1 7. Ruang Komputer 99 m2 Baik 1 8. Laboratorium IPA 210 m2 Baik 1 9. Mushola 85,6 m2 Baik 1 10. Tempat Parkir 50 m2 Baik 1 11. Kamar Mandi/ WC Guru 4 m2 Baik 2 12. Kamar Mandi / WC Siswa 8 m2 Baik 4 13 Ruang Kantin 20 m2 Rusak Ringan 4 14. Ruang Koperasi 40 m2 Baik 1 15. Ruang UKS 7,5 m2 Baik 1 16. Ruang OSIS 7,5 m2 Baik 1 17. Ruang Ganti 18 m2 Baik 1 18. Dapur 16,5 m2 Baik 1 19. Gudang 44 m2 Baik 1


(58)

Selain fasilitas yang disebut di atas, SMP Negeri 1 Mayong Jepara juga memiliki lapangan basket dan lapangan bulu tangkis guna menunjang kegiatan pembelajaran olahraga. Fasilitas yang ada di SMP N 1 Mayong Jepara sangat mendukung proses belajar mengajar dan kondisinya tetap diperhatikan.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa sarana prasarana yang ada di SMP Negeri 1 Mayong Jepara sangat mendukung proses belajar mengajar. Fasilitas yang ada dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan fungsinya.

4.1.3 Keadaan Guru dan Karyawan

SMP Negeri 1 Mayong Jepara mempunyai guru mata pelajaran baik yang sudah berstatus pegawai negeri sipil maupun yang masih guru bantu atau guru tidak tetap (GTT). Berdasarkan data dokumen sekolah, jumlah guru SMP Negeri 1 Mayong Jepara 51 orang, yang terdiri atas 1 orang kepala sekolah, 48 orang guru tetap dan 2 orang guru tidak tetap. Masing-masing guru terbagi dalam 12 mata pelajaran. Tenaga guru yang tingkat pendidikannya S2 sejumlah 1 orang, S1 sejumlah 41 orang, D3 sejumlah 4 orang, D2 sejumlah 4 orang, D1 sejumlah 1 orang. Tenaga TU dan karyawan SMP Negeri 1 Mayong Jepara berjumlah 12 orang, terdiri atas 1 orang kepala TU, 5 orang staf TU, 1 orang petugas perpustakaan, 2 orang penjaga, 1 orang pesuruh, dan 2 orang petugas kebersihan. Adapun daftar nama guru serta pembagian tugas mengajarnya, nama tenaga TU dan karyawan dapat dilihat pada lampiran 1.


(59)

Berdasarkan data dokumen sekolah, guru terbanyak di SMP Negeri 1 Mayong Jepara adalah guru Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, BK, IPA, Matematika dengan masing-masing 6 orang guru mata pelajaran. Guru IPS dengan 5 orang guru, serta Agama Islam dan Penjasorkes masing-masing 4 orang guru dan 3 orang guru. Dengan masing-masing 2 orang guru yaitu mata pelajaran Bahasa Jawa, PKK, PKn, dan Seni Budaya. Untuk mata pelajaran TIK diampu oleh 1 orang guru. Secara rinci jumlah guru menurut sebaran mata pelajaran dapat dilihat pada lampiran 2.

Berdasarkan data dokumen sekolah, guru SMP Negeri 1 Mayong Jepara kebanyakan lulusan dari Lembaga Perguruan Tinggi Kependidikan yang ada di Jawa Tengah dengan pengalaman mengajar yang beragam. Terdapat 3 orang guru SMP Negeri 1 Mayong Jepara dengan pengalaman mengajar lebih dari 30 tahun. Guru dengan pengalaman mengajar lebih dari 20 tahun dan kurang dari 30 tahun berjumlah 20 orang guru. Guru dengan pengalaman mengajar lebih dari 10 tahun dan kurang dari 20 tahun berjumlah 10 orang guru. Serta selebihnya guru dengan pengalaman mengajar kurang dari 10 tahun.

Berdasarkan pengamatan peneliti, pengalaman mengajar guru tidak mempengaruhi interaksi antara guru dengan guru maupun guru dengan karyawan. Interaksi guru di SMP Negeri 1 Mayong Jepara selalu dijaga dengan baik. Guru dengan pengalaman mengajar lama (guru senior) tidak merasa malu berinteraksi, berkomunikasi dengan guru muda maupun karyawan. Begitu juga dengan guru muda tidak merasa takut untuk berinteraksi dengan guru senior. Interaksi ini selalu dijaga untuk mempermudah dalam membangun keadaan yang harmonis


(60)

antara guru dengan guru dan guru dengan karyawan, sehingga semuanya dianggap keluarga.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diinterpretasikan bahwa guru dan karyawan di SMP Negeri 1 Mayong Jepara sangat beragam, namun semuanya dapat berbaur menjadi satu. Guru dan karyawan SMP Negeri 1 Mayong Jepara semuanya dianggap sebagai keluarga.

4.1.4 Keadaan Siswa

Keadaan siswa dari tahun ke tahun kondisinya stabil. Tercatat bahwa setiap tahun tidak kurang dari 240 siswa mengikuti pembelajaran pada setiap kelas, yaitu kelas VII, kelas VIII, dan kelas IX. Jumlah siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara tahun pelajaran 2010/2011, yaitu 781 siswa (375 putra dan 406 putri), terdiri atas kelas VII sebanyak 283 siswa (138 putra dan 145 putri), kelas VIII sebanyak 245 siswa (117 putra dan 128 putri), dan kelas IX sebanyak 253 siswa (120 putra dan 133 putri).

Untuk mengetahui lebih jelas jumlah siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 2. Daftar jumlah siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara Th 2010/2011 No. Kelas Jumlah Kelas L P Jumlah

1. VII 8 (A-H) 138 145 283 2. VIII 7 (A-G) 117 128 245 3. IX 7 (A-G) 120 133 253 Jumlah 375 406 781 Sumber: Dokumen profil sekolah tahun 2011


(61)

Siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara sebagian besar berasal dari Desa-Desa di Kecamatan Mayong, seperti Desa-Desa Pelemkerep, Mayonglor, Mayongkidul, dan sekitarnya. Selebihnya siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara berasal dari Kecamatan Nalumsari, Kalinyamatan, dan Pecangaan. Dari berbagai asal siswa dapat bersatu dalam satu lingkungan pendidikan tanpa membeda-bedakan kondisi siswa dan kondisi orang tua.

Secara umum kondisi orang tua siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara berkecukupan. Dengan berbagai profesi yang berbeda, di antaranya petani, pedagang, PNS, perangkat desa, wiraswasta, dan TNI/POLRI. Lebih dari 50% orang tua siswa merupakan seorang petani. Orang tua siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara berprofesi sebagai pedagang 22%, berprofesi sebagai PNS 11%, berprofesi sebagai perangkat desa 8%, berprofesi sebagai wiraswasta 4%, berprofesi sebagai TNI/POLRI 3%.

Berbagai profesi yang ditekuni orang tua siswa membuat tingkat penghasilannya berbeda. Orang tua siswa berpenghasilan kurang dari lima ratus ribu rupiah perbulan sebanyak 20%. Orang tua siswa berpenghasilan antara lima ratus ribu rupiah hingga satu juta rupiah perbulan sebanyak 20%. Orang tua siswa berpenghasilan antara satu juta rupiah hingga satu juta lima ratus ribu rupiah perbulan sebanyak 40%. Dan sebanyak 15% untuk orang tua siswa berpenghasilan antara satu juta lima ratus ribu rupiah hingga dua juta rupiah perbulan. Serta sebanyak 5% untuk orang tua siswa dengan penghasilan lebih dari dua juta rupiah perbulan.


(62)

Dari pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa keadaan siswa dari tahun ke tahun kondisinya stabil. Tercatat bahwa setiap tahun tidak kurang dari 240 siswa mengikuti pembelajaran pada setiap kelas. Siswa SMP Negeri 1 Mayong Jepara sangat beragam, namun semuanya dapat menyatu tanpa membeda-bedakan sesama.

4.1.5 Pembelajaran Seni Rupa di SMP Negeri 1 Mayong Jepara

Dinas Pendidikan Kabupaten Jepara memberikan kebebasan kepada setiap sekolah dalam menentukan dua pelajaran seni budaya yang akan diajarkan kepada siswanya. Seni budaya sendiri terdiri dari seni rupa, seni musik, seni tari dan seni drama. SMP N 1 Mayong Jepara memilih seni rupa dan seni tari sebagai bagian dari mata pelajaran seni budaya. Seni rupa di SMP N 1 Mayong Jepara mendapatkan alokasi waktu 1 jam pelajaran atau 1 X 40 menit untuk semua kelas, begitu juga dengan seni tari. Seperti yang diuraikan oleh Bapak Mulyo Subagyo selaku guru pelajaran seni rupa di SMP Negeri 1 Mayong Jepara dalam kesempatan berwawancara sebagai berikut:

“Dinas Pendidikan Kabupaten Jepara memberikan kebebasan kepada SMP dan sekolah yang setara untuk memilih 2 mata pelajaran seni budaya (seni rupa, seni musik, seni tari, dan seni drama), dan sekolah ini memilih seni rupa dan seni tari sebagai mata pelajaran seni budaya. Pelajaran seni rupa mendapatkan jatah 1 jam pelajaran yakni 1 X 40 menit, begitu juga dengan seni tari”.

Bapak Mulyo Subagyo menjelaskan bahwa semua kelas mendapatkan pelajaran seni rupa meliputi kelas VII, VIII, dan IX. Bapak Mulyo Subagyo mengampu semua kelas untuk mata pelajaran seni rupa di SMP Negeri 1 Mayong


(1)

17. Mira Agustina

18. Mohammad Khoiri

19. Muhammad Taufik Gunawan

20. Muhammad Wiam Hilmi


(2)

21. Nabila Naila Fatin

22. Nayyifatus Sa’diyah

23. Noor Aini

24. Nur Achmad Mulyono


(3)

25. Nurul Lailatul Fatimah

26. Riska Setiana Galih

27. Rizza Marzuqi


(4)

29. Siti Muyasaroh

30. Ummy Ulvairoh

31. Wahyu Candra Nugroho

32. Wahyu Widiya Anggana


(5)
(6)

BIODATA PENELITI

Nama : Fathwa Rizza Hanggara TTL : Jepara, 4 Desember 1990 Alamat : Gemiringlor, Nalumsari, Jepara

Pendidikan : Mahasiswa Seni Rupa UNNES angkatan 2007 SMA Negeri 1 Pecangaan Jepara

SMP Negeri 1 Mayong Jepara SD Negeri 2 Gemiringlor HP : 085727210025

Aktivitas Kesenian 2011

 Pameran bersama “The Future”dengan “HATI-HATI #1 #2 #3” SMP Negeri 4 Ungaran.

 Pameran bersama Kotak Gila Art Community “ART SEM” Semarang contemporary art gallery.

2010

 Pameran bersama Kotak Gila Art Community “ECCE HOMO” Semarang

contemporary art gallery.

 Pameran bersama “Setiap Manusia adalah Seniman” dengan “Keabadian” Toga Mas Semarang.

 Penyelenggara pameran “Goresan Awal” SMP Negeri 1 Kaliwungu Kendal.

2009

 Peserta workshop “Klinik Budaya Rupa” Dahara gallery, Semarang.

 ”GreallyArt” # 3, Gedung B1 FBS UNNES.

 ”GreallyArt” # 2, Gedung A1 FIP UNNES.

 ”Rupakotaku” # 2, Galeri Bu Atie Semarang.

2008