Seorang sejarawan yang mengemukakan teori atau hipotesis Ksatria



KONTAN.CO.ID - Jakarta. Ajaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia masuk dengan berbagai cara. Ada empat teori yang menyebutkan bagaimana agama Hindu Buddha bisa masuk dan berkembang di Nusantara. Bersumber dari e-Modul Sejarah Indonesia Kelas X Kemendikbud Ristek, terdapat dua pendapat tentang teori masuknya agama Hindu Buddha ke Indonesia.  Pendapat pertama adalah pendapat bahwa agama Hindu Buddha masuk ke Indonesia tanpa peran bangsa Indonesia sendiri atau secara pasif. Artinya bangsa India yang secara aktif menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu Buddha pada masyarakat Indonesia pada saat itu. Teori yang mendukung pendapat pertama adalah teori Brahmana, Ksatria, dan Waisya.  Pendapat kedua adalah masyarakat Indonesia secara aktif pergi ke India dan mempelajari ajaran Hindu Buddha kemudian menyebarkannya ke Indonesia. Pendapat kedua didukung oleh teori Arus Balik yang dicetuskan oleh F.D.K Bosch.   Baca Juga: Kapan Batas Akhir Simpan Permanen Akun Siswa? Simak Informasinya dari LTMPT Ini

Teori Brahmana

Teori masuknya agama Hindu Buddha ke Indonesia yang pertama adalah teori Brahmana. Teori ini dikemukakan oleh Van Leur.  Teori ini muncul berdasarkan pengamatan berdasarkan sifat unsur budaya India yang ada pada budaya Indonesia.  Pada saat itu, penguasa atau raja di Nusantara mengundang para brahmana (pendeta atau golongan cendekiawan) datang ke Indonesia. Para brahmana kemudian memperkenalkan kebudayaan India yang berasal dari kebudayaan golongan brahmana.  Hal ini mempertegas bahwa ajaran agama Hindu datang dan diajarkan oleh golongan brahmana. Para brahmana memiliki hak dan kemampuan membaca kitab Weda (kitab suci agama Hindu) sehingga memahami keseluruhan agama Hindu.  Bahasa Sansekerta yang ditemukan di banyak prasasti Indonesia merupakan bahasa yang digunakan dalam kitab suci dan upacara keagamaan di India. Hanya golongan atau kasta brahmana saja yang mengerti dan menguasai bahasa tersebut.

Teori Ksatria

Teori selanjutnya adalah teori ksatria yang merupakan teori dari Cornelis Christian Berg atau C.C. Berg.  Bersumber dari Sejarah Indonesia Paket C Kemendikbud Ristek, Berg beranggapan bahwa para ksatria (prajurit dan bangsawan) dari India datang ke Indonesia setelah mengalami kekalahan akibat peperangan di India.  Teori ini dibuktikan dengan cerita Jawa kuno, Panji Jawa. Disebutkan bahwa seorang ksatria dari seberang laut dayang ke pulau Jawa untuk mendirikan kerajaan atau merebut posisi tertinggi di sebuah kerajaan dengan menikah dengan putri raja tersebut.  Baca Juga: Jadwal Terbaru SNMPTN 2022, Siswa Bisa Buat Akun LTMPT hingga Pekan Depan

Teori Waisya

Teori ini dicetuskan oleh N.J. Krom yang menyatakan bahwa agama dan kebudayaan Hindu dari India masuk ke Indonesia dibawa oleh golongan waisya atau pedagang.  Para pedagang tersebut datang dan berlabuh di Indonesia selain untuk melakukan kegiatan jual-beli juga mengajarkan kebudayaan dan agama Hindu Buddha.  Sambil menunggu angin yang tepat untuk melanjutkan perjalanan, para pedagang tinggal untuk sementara di Indonesia. Namun ada juga pedagang yang memilih tinggal di Indonesia sehingga terbentuk komunikasi yang lebih kuat dengan masyarakat Indonesia.

Teori Arus Balik

Teori Arus Balik merupakan teori masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha ke Indonesia yang masuk dalam pendapat kedua.  Teori ini dicetuskan oleh F.D.K. Bosch. Bosch berpendapat bahwa bangsa Indonesia memiliki peran aktif dalam penyebaran agama Hindu.  Tidak hanya menerima pengetahuan dari orang lain, bangsa Indonesia juga aktif mencari informasi tentang agama Hindu dan Buddha ke India.  Setelah mendapatkan pengetahuan yang cukup, mereka kemudian kembali ke Indonesia dan menyebarkan ajaran Hindu Buddha ke masyarakat. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Seorang sejarawan yang mengemukakan teori atau hipotesis Ksatria

tirto.id - Terdapat beberapa teori yang menjelaskan soal proses masuknya ajaran Hindu Budha di Indonesia. Hindu dan Budha merupakan 2 agama besar yang pada mulanya muncul di India. Kedua agama ini kemudian mengalami perkembangan pesat dan menyebar ke berbagai wilayah, termasuk ke Nusantara.

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia Masa Hindu Buddha (2012:3) oleh Sudrajat, dijelaskan bahwa masuknya Hindu Buddha ke Indonesia mengacu pada penemuan prasasti Yupa di Kalimantan Timur tahun 400 M.

Beberapa teori dalam agama Hindu Budha dibagi ke dalam jenis teori aktif dan teori pasif. Teori aktif diartikan bahwa orang-orang Nusantara berangkat ke India melalui jalur maritim, kemudian belajar agama Hindu Budha di sana.

Selepas lulus dan kembali ke Nusantara, mereka menyebarkan ajaran yang telah didapatkan. Salah satu contoh jenis teori aktif dalam penyebaran ágama Hindu Budha di Indonesia adalah teori arus-balik.

Selain itu terdapat teori pasif yang dapat dipahami dengan adanya para pemuka dari India yang masuk ke Nusantara. Mereka inilah yang lantas menyebarkan ajaran Hindu Budha. Jenis teori pasif inilah yang kemudian memunculkan teori brahmana, ksatria, dan waisya.

Baca juga:

  • Teori Masuknya Islam ke Indonesia dari Cina dan Pencetusnya
  • Mengenal Teori Arus Balik, Sejarah, dan Tokoh Pencetusnya

Teori Ksatria dan Tokoh Pendukungnya

Teori Ksatria mengatakan bahwa masuknya ajaran Hindu Budha ke Indonesia dibawa oleh orang-orang India yang berkasta ksatria, bangsawan, atau prajurit. Teori ini menempatkan orang India dengan kasta ksatria sebagai pemegang peran utama dalam melakukan penyebaran agama Hindu Budha di Nusantara.

Dikutip dari modul Sejarah Indonesia: Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia oleh Kemendikbud (2020:5), R.C. Majundar berpendapat bahwa munculnya kerajaan Hindu di Indonesia disebabkan oleh peranan kaum ksatria atau prajurit India.

R.C. Majundar menduga bahwa para prajurit India adalah yang melatarbelakangi pendirian koloni-koloni di kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara.

Dalam sebuah cerita klasik jawa juga dikisahkan bahwa terdapat seorang ksatria dari seberang yang datang ke tanah Jawa. Ksatria ini merebut kedudukan tinggi di kerajaan yang telah berdiri sebelum kedatangnya, dengan cara menikahi seorang putri keturunan raja.

Seorang ilmuwan bernama C.C. Berg juga mendukung adanya teori ksatria. Dikutip dari modul Silang Budaya Lokal dan Hindu Budha oleh Nur Khosiah (2018:4), Berg melalui analisisnya terhadap Panji Jawa, beranggapan bahwa para ksatria yang berasal dari India itu memiliki pengaruh yang besar.

Mereka mendapatkannya dengan cara merebut kekuasaan, maupun cara yang lebih halus dalam terbentuknya aneka dinasti di pulau Jawa.

Selain itu, terdapat faktor lain yang menyebabkan para ksatria dari India berlayar ke Nusantara. Di antaranya adalah kekalahan dalam perang, hingga memaksa mereka untuk pergi ke wilayah lain.

Terlebih pada masa terkait, wilayah India juga kerap mengalami persoalan politik. Para prajurit yang kalah lantas mencari tempat-tempat pelarian, dan salah satunya menuju Nusantara.

Beberapa tokoh yang mendukung teori ksatria dalam proses penyebaran ajaran Hindu Budha adalah C.C. Berg, Mookerji, Moens dan R.C. Majundar.

Baca juga:

  • Sejarah Kepercayaan Masyarakat Indonesia Sebelum Hindu-Buddha
  • Teori Masuknya Agama Hindu Budha ke Indonesia: Brahmana-Ksatria

Kelemahan Teori Ksatria dan Tanggapan Tokoh Lain

Seperti teori-teori lain pada umumnya, teori ksatria juga memiliki kelemahan. Pendapat R.C. Manjundari dalam menjelaskan teori ksatria tidak didukung dengan adanya data yang memadai. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya bukti arkeologis yang menyatakan adanya ekspansi prajurit India ke Nusantara.

Beberapa ilmuwan lain juga melakukan tanggapan mengenai teori ksatria seperti F.D.K. Bosch dan N.J. Krom. Bosch berpendapat bahwa seharusnya ketika seorang raja India telah menaklukan suatu wilayah, maka akan meninggalkan sebuah prasasti. Pada kenyataannya, peninggalan semacam itu tidak ditemukan di Indonesia dan India.

Bosch juga menyatakan bahwa seharunya terdapat percampuran bahasa di Indonesia dengan rumpun Aria, Prakit, atau Tamil. Tapi realitanya pribumi Nusantara hanya menggunakan bahasa Sansekerta dalam upacara dan ilmu pengetahuan. Tidak ditemukan adanya pembauran bahasa Prakit ataupun Tamil di Nusantara.

Sementara Krom menanggapi teori ksatria dengan mengamati hubungan antara aspek kebudayaan Indonesia dan Hindu Budha yang masih terlihat dengan jelas. Hal ini tentunya tidak dapat terjadi apabila pribumi hidup di bawah tekanan para ksatria India.

Baca juga artikel terkait SEJARAH HINDU BUDHA atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/orz)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Oryza Aditama
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates