Seorang pejuang yang mengorbankan diri dengan meledakkan gudang senjata di bandung selatan adalah

carilah Orientasi,komplikasi,dan Resolusi​

keunikan kampung Pulo (basa sunda)​

struktur teks provil tokoh kedadean ana pira?sebutkan lan terangna​

Bakune piwulang saka Serat Wulangreh pupuh Dhandhanggula yaiku​

Salinen ukara iki nganggo aksara jawa !2. Sukrasana sedulure Sumantri.3. Kyai Ahmad Supratnya putrane telu.​

jieun hiji (1) wawangsalan jeung eusina !!​

penjelasan tentang tembung tetepungan (pakai bahasa jawa)minta tolong ​

33.ukara basa ngoko lugu ngisor iki owahana dadi basa ngoko alus lan Krama Alus: a.kowe wis lungo menyang omahe budhe Laras b.bapak numpak sepedha nal … ika teka sama kantor​

8. 9. bantu jawab dong​

pitikmu pirang jinah tah man? jadiin ngoko alus​

Jawaban yang tepat dari pernyataan di atas adalah E.

Untuk lebih jelasnya, yuk pahami penjelasan berikut:

Pasukan TRI dan warga akhirnya meninggalkan kota Bandung. TRI mundur sambil membumihanguskan kota Bandung bagian selatan, kemudian TRI secara berangsur-angsur meninggalkan kota Bandung. Tindakan pembumihangusan itulah yang kemudian dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 24 Maret 1946. Pada peristiwa tersebut jatuh korban bernama Mohammad Toha yang meninggal ketika meledakkan gudang mesiu NICA. Dari perist.iwa tersebut menjadikan 'pasukan AFNEI semakin terdesak karena mereka mengalami kesulitan akomodasi dan pengiriman logistik ke kota yang telah hancur. Peristiwa gugurnya Mohammad Toha difilmkan dengan judul Toha Pahlawan Bandung Selatan.

Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi pada tanggal 23 Maret 1946, ketika rakyat dan tentara Republik Indonesia berjuang melawan Sekutu. Rakyat rela membakar rumah-rumah sebelum meninggalkan Bandung, sementara TRI menyerang markas besar Sekutu dan berhasil “membumihanguskan” kota Bandung bagian selatan. Tujuan pembumihangusan tersebut agar Sekutu tidak bisa memanfaatkan fasilitas yang berada di Bandung Selatan. Dalam peristiwa ini gugur pemuda pejuang bernama Mohammad Toha dan Ramdan akibat meledakkan gudang mesiu NICA di Desa Dayeuhkolot.

[BP] – Tatar Sunda

Muhammad Toha merupakan seorang komandan Barisan Rakyat Indonesia, kelompok pejuang yang aktif dalam masa Perang Kemerdekaan Indonesia. 

Muhammad Toha dilahirkan di Banceuy, Desa Suniaraja, Kota Bandung pada tahun 1927. Ayahnya bernama Suganda dan ibunya Nariah berasal dari Kedunghalang, Bogor.

Toha menjadi anak yatim pada tahun 1929. Nariah kemudian menikah kembali dengan Sugandi, adik ayah Toha. Namun tidak lama kemudian, keduanya bercerai dan Muhammad Toha diambil oleh kakek dan neneknya dari pihak ayah yaitu Jahiri dan Oneng. 

Toha mulai masuk Sekolah Rakyat di usia 7 tahun hingga kelas 4. Sekolahnya terhenti ketika Perang Dunia II pecah di Eropa dan Asia.

Pada masa pendudukan balatentara Jepang, Toha mulai mengenal dunia militer dengan memasuki Seinendan. Selain aktif di Seinendan, Toha juga membantu kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di Cikudapateuh. 

Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu dan mahir berbicara dalam bahasa Jepang.

Setelah proklamasi Indonesia merdeka, Toha bergabung dengan badan perjuangan Barisan Rakjat Indonesia (BRI), yang dipimpin oleh Ben Alamsyah yang merupakan paman Toha sendiri. 

BRI selanjutnya digabungkan dengan Barisan Pelopor yang dipimpin oleh Anwar Sutan Pamuncak menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI). 

Dalam laskar ini Toha diangkat sebagai Komandan Seksi I Bagian Penggempur. Menurut keterangan Ben Alamsyah, paman Toha, dan Rachmat Sulaeman, tetangga Toha dan juga Komandannya di BBRI, pemuda Toha adalah seorang pemuda yang cerdas, patuh kepada orang tua, memiliki disiplin yang kuat serta disukai oleh teman-temannya. 

Selain itu, Toha juga digambarkan sebagai pemuda pemberani dengan tinggi 1,65 m, bermuka lonjong dengan pancaran mata yang tajam.

Setelah penandatanganan kapitulasi dan penyerahan diri Jepang terhadap bala tentara Sekutu yang dipimpin oleh Amerika Serikat, seluruh persenjataan Tentara Kekaisaran Jepang diserahkan tanpa syarat kepada Tentara Sekutu yang akan mengembalikan kekuasaan Belanda di Hindia Belanda. 

Namun pada kenyataannya persenjataan Tentara Kekaisaran Jepang banyak direbut oleh pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. 

Pada tanggal 21 November 1945, Tentara Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar kota Bandung bagian utara dikosongkan oleh pihak Republik Indonesia selambat-lambatnya tanggal 29 November 1945. 

Para pejuang kemerdekaan Republik Indonesia harus menyerahkan senjata yang mereka rampas dari Tentara Kekaisaran Jepang. 

Selanjutnya apabila ultimatum penyerahan tersebut tidak diindahkan, tentara Sekutu akan mengambil tindakan secara militer untuk mencapai tujuan tersebut.

Seperti halnya Surabaya, ultimatum ini tidak dihiraukan oleh pihak tentara Republik yang ada di Bandung. 

Sejak saat itu sering terjadi bentrokan bersenjata antara pasukan Republik dengan tentara Sekutu. Kota Bandung terbagi menjadi dua, Bandung Utara dan Bandung Selatan. 

Oleh karena persenjataan yang tidak memadai, pasukan TKR dan para pejuang lainnya tidak dapat mempertahankan Bandung Utara, dan pada akhirnya Bandung Utara dikuasai oleh tentara Sekutu.

Pada tanggal 23 Maret 1946 tentara Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum ke 2. Mereka menuntut agar semua masyarakat dan pejuang TKR mengosongkan kota Bandung bagian selatan. Perlu diketahui bahwa sejak 24 Januari 1946, TKR telah mengubah namanya menjadi TRI.

Demi mempertimbangkan politik dan keselamatan rakyat, pemerintah memerintahkan TRI dan para pejuang lainnya untuk mundur dan mengevakuasi Bandung Selatan. 

Setelah mengadakan musyawarah, para pejuang sepakat untuk menuruti perintah pemerintah. Tapi mereka juga tidak mau menyerahkan kota Bandung bagian selatan itu secara utuh.

Rakyat pun mengungsi ke luar kota Bandung. Dengan berat hati, para anggota TRI dengan meninggalkan Bandung bagian selatan. 

Sebelum ditinggalkan Bandung Selatan dibumihanguskan oleh para pejuang dan anggota TRI. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan “Bandung Lautan Api”. 

Dalam peristiwa ini juga lahirlah lagu terkenal Halo Halo Bandung yang dinyanyikan para tentara Republik dalam penantian mereka untuk kembali ke rumah mereka di Bandung.

Pada tanggal 11 Juli 1946, Muhammad Toha ikut serta terlibat dalam suatu penyerangan ke gudang mesiu sekutu di Dayeuhkolot beserta pejuang dari kelompok Hizbullah. 

Dalam penyerangan ini, Toha tertembak. Supaya tidak menjadi beban, Muhammad Toha menyuruh teman-temannya pergi dan soal meledakan gudang persenjataan musuh dia yang akan melakukannya sendiri. Dengan menggunakan granat, dia meledakan gudang mesiu itu.

Akhirnya gudang mesiu yang menjadi pusat perbekalan amunisi tentara Sekutu dan Belanda itu pun meledak dahsyat dan hancur berkeping-keping berikut dengan Muhammad Toha yang masih berada di dalamnya.

Begitu dahsyatnya bunyi ledakan gudang mesiu tersebut hingga bisa didengar oleh hampir seluruh masyarakat kota Bandung. [berbagai sumber/jayadewata]

Bandung yang berjuluk Kota Kembang menjadi salah satu pusat pariwisata di Jawa Barat saat ini memang memiliki kisah sejarah kota Bandung  yang sangat terkenal. Pada masa perjuangan kemerdekaan, Bandung dianggap sebagai salah satu kota yang letaknya strategis dan karenanya banyak diincar oleh tentara penjajah untuk diduduki. Bandung Lautan Api merupakan sebutan untuk peristiwa terbakarnya kota Bandung yang terjadi pada 24 Maret 1946. Penyebab peristiwa Bandung Lautan Api adalah ultimatum dari pihak sekutu.

Pembakaran terhadap bangunan – bangunan di Bandung dilakukan rakyat dan pejuang untuk mencegah sekutu atau NICA menggunakan Bandung sebagai markas militer, hal yang menjadi latar belakang Bandung Lautan Api. Sekitar dua ratus ribu orang penduduk Bandung membakar rumah mereka dalam waktu tujuh jam  lalu mengungsi meninggalkan kota menuju selatan Bandung dengan sukarela di akhir pertempuran Bandung Lautan Api.

Tokoh Pertempuran Bandung Lautan Api

Sejak tentara Sekutu yang sebagian besarnya terdiri dari tentara Inggris pimpinan Brigade MacDonald memasuki Bandung pada tangga 12 Oktober 1945, kerap terjadi beberapa insiden yang tidak terhindarkan antara sekutu dan pejuang serta rakyat RI. Inggris pertama kali memberikan ultimatum pada 27 November 1945 yang menuntut agar semua senjata yang berasal dari rampasan tentara Jepang untuk diserahkan kepada sekutu. Konflik – konflik yang terjadi kemudian membuat sekutu kembali melayangkan ultimatum kedua dan merupakan peringatan final kepada Gubernur Jawa Barat. Ultimatum itu menuntut pengosongan Bandung Selatan seluruhnya maksimal tanggal 24 Maret pukul 24.00. Beberapa tokoh pertempuran Bandung Lautan Api yang turut terlibat dalam keputusan untuk mengadakan pembumi hangusan dan kronologi Bandung Lautan Api  yaitu:

1. Kolonel Abdul Haris Nasution

Untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan menanggapi ultimatum Sekutu agar mengosongkan Kota Bandung maka diselenggarakan suatu musyawarah pada 23 Maret 1946 di Jakarta. Sebagai Komandan Divisi III, tokoh pertempuran Bandung Lautan Api Kolonel Abdul Haris Nasution bertanggung jawab akan nasib rakyat serta anak buahnya. Ia sangat terlibat pada musyawarah yang dilakukan untuk pengambilan keputusan yang mengarah kepada peristiwa Bandung Lautan Api.

Pertemuan tersebut dilakukan bersama dengan pemerintahan sipil, polisi, DPRD dan Karesidenan. Ia menyampaikan keputusan musyawarah dan memerintahkan evakuasi rakyat Bandung. Pemerintah pusat telah memutuskan untuk mematuhi ultimatum yang diberikan Inggris untuk menghindari pertumpahan darah lagi dan menugaskan militer untuk menjalankan keputusan tersebut. Setelah itu AH. Nasution kemudian mengadakan pertemuan lagi dengan para pejuang, yang menghasilkan keputusan untuk membumi hanguskan kota Bandung.

2. Muhammad Toha

Ia adalah tokoh pertempuran Bandung Lautan Api yang berasal dari BRI atau Barisan Rakyat Indonesia. Muhammad Toha lahir pada tahun 1927 di Bandung. Ia salah satu komandan pejuang yang ditugaskan dalam misi untuk menghancurkan gudang senjata dan amunisi milik pasukan sekutu. Walaupun berhasil meledakkannya dengan menggunakan dinamit, Mohammad Toha harus mengorbankan nyawanya bersama seorang pejuang lainnya yaitu Moh. Ramdan. Namun pengorbanannya tidak sia – sia karena sekutu mengalami kerugian besar dengan kehilangan pasokan senjatanya. Muhammad Toha gugur pada 24 Maret 1946.

3. Mayor Rukana

Mayor Rukana adalah tokoh pertempuran Bandung Lautan Api, seorang komandan Polisi Militer Bandung. Ia adalah orang yang mencetuskan ide untuk membakar Bandung Selatan menjadi lautan api. Awalnya ia menanggapi Letkol Omon Abdurachman yang ditegur Kolonel Nasution karena ingin melakukan perlawanan. Rukana yang juga ingin melawan mengatakan untuk meledakkan terowongan Sungai Citarum yang ada di Rajamandala agar sungai meluap dan membuat Bandung menjadi lautan air. Namun karena emosi, ia malah mengatakan lautan api, dan bukan lautan air.

4. Atje Bastaman

Reputasi surat kabar Suara Merdeka pada waktu itu barangkali bisa disejajarkan dengan surat kabar Suara Rakyat di Surabaya, yang lalu pindah ke Kediri, Malang dan Mojokerto. Kedua surat kabar ini dibredel Belanda pada saat melakukan Agresi Militer I di Jli 2014. Istilah Bandung Lautan Api kemudian dikenal berkat sebuah artikel yang ditulis oleh Atje Bastaman, seorang wartawan muda yang menulis untuk koran Suara Merdeka. Atje menyaksikan peristiwa terbakarnya kota Bandung yang sudah tampak merah dari Cicadas hingga Cimindi dari atas bukit Gunung Leutik di Garut. Ketika tiba di Tasikmalaya keesokan harinya ia langsung menuliskan apa yang disaksikan. Tulisannya tersebut yang terbit di harian Suara Merdeka pada 26 Maret 1946 diberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Judul artikelnya kemudian harus dipangkas menjadi Bandoeng Laoetan Api karena keterbatasan ruangan cetak di koran tersebut.

5. Sutan Sjahrir

Tokoh pertempuran Bandung Lautan Api ini pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat. Ketika Kolonel Nasution mengajukan keberatan untuk mengosongkan Bandung, Syahrir justru memutuskan untuk menuruti ultimatum tentara Inggris / Sekutu. Dasar pertimbangannya adalah bahwa TRI belum memiliki sarana yang memadai untuk menjadi tandingan sekutu yang membawa banyak persenjataan. Dalam kondisi demikian, sangat beresiko menimbulkan korban jiwa lagi di pihak Indonesia. Padahal TRI dibutuhkan untuk melawan NICA yang akan datang setelah sekutu. Sutan Sjahrir menghawatirkan tindakan pembakaran akan merugikan rakyat juga karena memerlukan biaya untuk membangunnya kembali.

Bandung Lautan Api adalah suatu peristiwa heroik yang dilakukan rakyat dan pejuang untuk mencegah pihak asing menguasai tanah tumpah darah mereka. Masih banyak rakyat yang tidak mengetahui rencana tersebut walaupun telah diumumkan di radio. Para pejuang dan aparat pemerintahan kemudian gencar meneruskan berita kepada masyarakat sehingga semuanya mendapatkan kabar dan jumlah pengungsi semakin bertambah. Pembakaran kota akan dilakukan malam itu juga selagi penduduk mengungsi dalam rombongan besar. Pertempuran kemudian terjadi di desa Dayeuhkolot sebelah selatan Bandung, dimana terletak  gudang amunisi besar milik sekutu. Disinilah Muhammad Toha dan Ramdan tewas.  Sebagai aba – aba, Bank Rakyat menjadi gedung pertama di Bandung yang diledakkan, lalu pembakaran dilanjutkan di wilayah Banceuy, Cicadas, Braga serta Tegallega. Asrama – asrama TRI juga ikut dibakar.

Kota Bandung sudah kosong dari rakyat dan dari para pejuang pada pukul 24.00, namun kobaran api dan asap tetap tampak dimana – mana. Persiapan minim dan kurangnya peralatan membuat banyak gedung penting yang tidak sempat diledakkan. Banyak juga gedung yang tidak mengalami efek penghancuran seperti yang diinginkan. Situasi yang kacau pada saat itu membuat pembakaran yang tadinya ditujukan pada gedung – gedung pemerintahan atau gedung yang berpotensi digunakan sebagai markas justru meluas hingga pembakaran rumah rakyat.

Pembakaran itu dilakukan oleh rakyat sendiri secara sukarela sebelum mengungsi mulai jalan Buah Batu, Cicadas, Cimindi, Cibadak, Pagarsih, Cigereleng, Sudirman, hingga Kopo. Kobaran api yang terbesar terjadi di Cicadas dan Tegallega, sekitar Ciroyom, jalan Otista, Cikudapateuh dan lainnya. Semangat patriotisme rakyat Bandung untuk mempertahankan tanah airnya dari penyerobotan penjajah asing sungguh terlihat melalui kerelaan mereka untuk mengorbankan rumahnya sendiri. Dampak Bandung Lautan Api berhasil mencegah sekutu menduduki Bandung dan mengobarkan semangat juang di daerah – daerah lainnya sehingga peristiwa Bandung Lautan Api dikenang oleh seniman dan penyair Ismail Marzuki yang turut mengalaminya dalam lagu Halo – Halo Bandung yang menjadi salah satu lagu nasional sampai sekarang.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?