Seorang alim yang dapat mengambil manfaat dari ilmunya lebih baik dari seribu orang ahli ibadah

Tak sedikit ayat Al Qur’an dan hadis Rasulullah Salallahu ‘alaihi wassalam yang menegaskan wajibnya belajar. Bahkan kedudukan orang yang sedang menuntut ilmu disamakan dengan orang yang berjihad.Mengutip dari buku Pendidikan Agama Islam (PAI) Kelas X, coba simak wahyu pertama yang diturunkan Allah Subhanahu wata’ala untuk Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wassalam yang artinya berikut ini:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya,” (Q.S. al-‘Alaq/96:1-5).Dari ayat tersebut, ada beberapa kata yang menguatkan perintah belajar dan menuntut ilmu yakni 'Bacalah', 'Yang mengajar dengan pena', 'Mengajarkan apa yang tidak diketahui'.Menuntut ilmu tidak dibatasi untuk laki-laki saja, karena wanita pun memiliki hak yang sama dalam mencari ilmu.Semua gender, memiliki kewajiban dan hak karena sama-sama menjadi khalifah atau wakil Allah di muka bumi, sekaligus juga menjadi hamba.Sebagai khalifah, tentu manusia membutuhkan ilmu untuk menegakkan syariat Allah Subhanahu wata’ala. Demikian juga sebagai hamba, membutuhkan ilmu memadai agar bisa jadi hamba (‘abid) yang baik.Mustahil bisa menjadi khalifah tanpa ilmu pengetahuan yang cukup untuk mengelola dan merekayasa kehidupan di bumi ini sehingga bisa melaksanakan hukum-hukum Allah.Misalnya, untuk salat saja perlu ilmu mencari kiblat, mencari waktu yang tepat kapan sholat lima waktu dilakukan, juga ilmu membangun masjid yang benar, membangun tempat wudhu yang baik, dan sebagainya.Tak ada pula batasan tempat dan waktu dalam mencari ilmu, bahkan ada ungkapan Arab yang menyebut ‘Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina’.Islam juga mengajarkan ‘Menuntut ilmu itu dimulai sejak lahir hingga ke liang lahat’, jadi belajarlah mulai kecil hingga akhir usia. Jangan malu untuk terus belajar walau sudah berumur.

Penulis

Ayu Alfiah Jonas

-

10 Desember 2020

0

1195

BincangSyariah.Com – Islam menjunjung tinggi orang-orang yang menuntut ilmu. Sebab, ilmu adalah bagian terpenting dalam ajaran agama Islam di mana Nabi Muhammad Saw. juga menganjurkannya.

Istilah ilmu atau ilmu pengetahuan mencakup seluruh pengetahuan yang tidak diketahui manusia, baik yang bermanfaat danyang tidak bermanfaat.Orang yang mempelajari ilmu yang tidak bermanfaatdan haramakanberdosa.

Bagaimana sebenarnya hukum menuntut ilmu dalam Islam?

Adailmu yang tidak bermanfaat, maka adailmu yang bermanfaatyangwajib dituntut dan dipelajari. Hukum menuntut ilmu-ilmu wajib tersebut dibagi menjadidua bagian yaknifardu kifayahdan fardu ‘ain.

Pertama,fardu kifayah.

Hukum menuntut ilmu fardu kifayah berlaku untuk ilmu-ilmu yang harus ada di kalangan umat Islam seperti ilmu kedokteran, perindustrian, ilmu falaq, ilmu eksakta, serta ilmu-ilmu lainnya.

Kedua, fardu ‘ain.

Hukum mencari ilmu menjadi fardu ‘ain apabilailmu tersebuttidak boleh ditinggalkan oleh setiap Muslim dan Muslimah dalam segala situasi dan kondisiyang ada.

Sebagai misal, ilmu mengenal Allah Swt. dengan segala sifat-Nya, ilmu tentang tatacara beribadah, dan lain sebagainya.

Lalu, apa saja keutamaan orang yang menuntut ilmu?

Orang-orang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya diberikan keutamaan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. Beberapa keutamaan orang yang menuntut ilmu dan yang mengajarkannya adalah sebagai berikut:

Pertama, diberikan derajat yang tinggi di sisi Allah Swt.

Quran Surat Al-Mujadilah Ayat 11

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا۟ فِى ٱلْمَجَٰلِسِ فَٱفْسَحُوا۟ يَفْسَحِ ٱللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُوا۟ فَٱنشُزُوا۟ يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Yā ayyuhallażīna āmanū iżā qīla lakum tafassaḥụ fil-majālisi fafsaḥụ yafsaḥillāhu lakum, wa iżā qīlansyuzụ fansyuzụ yarfa’illāhullażīna āmanụ mingkum wallażīna ụtul-‘ilma darajāt, wallāhu bimā ta’malụna khabīr

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. alMujadillah/58:11)

Kedua, diberikan pahala yang besar di hari kiamat nanti.

Dari Anas bin Malik ra. Rasulullah Saw. bersabda, “Penuntut ilmu adalah penuntut rahmat, dan penuntut ilmu adalah pilar Islam dan akan diberikan pahalanya bersama para nabi.” (H.R. ad-Dailami)

Ketiga, merupakan sedekah yang paling utama.

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sedekah yang paling utama adalah jika seorang muslim mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada saudaranya sesama muslim.” (H.R. Ibnu Majah)

Keempat, lebih utama daripada seorang ahli ibadah.

Dari Ali bin Abi Talib ra. Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang alim yang dapat mengambil manfaat dari ilmunya, lebih baik dari seribu orang ahli ibadah.” (H.R. ad-Dailami)

Kelima, lebih utama dari śalat seribu raka’at.

Dari Abu Żarr, Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Aba ªarr, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah telah baik bagimu daripada śalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik daripada śalat seribu rakaat.” (H.R. Ibnu Majah)

Keenam, diberikan pahala seperti pahala orang yang sedang berjihad di jalanAllahSwt.

Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah Saw. bersabda, “Bepergian ketika pagi dan sore guna menuntut ilmu adalah lebih utama daripada berjihad fi sabilillah.” (H.R. ad-Dailami)

Ketujuh, dinaungi oleh malaikat pembawa rahmat dan dimudahkan menuju surga.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah sekumpulan orang yang berkumpul di suatu rumah dari rumah-rumah (masjid) Allah ‘Azza wa Jalla, mereka mempelajari kitab Allah dan mengkaji di antara mereka, melainkan malaikat mengelilingi dan menyelubungi mereka dengan rahmat, dan Allah menyebut mereka di antara orang-orang yang ada di sisi-Nya. Dan tidaklah seorang meniti suatu jalan untuk menuntut ilmu melainkan Allah memudahkan jalan baginya menuju surga.” (H.R. Muslim dan Ahmad).

Demikian artikel tentang hukum dan keutamaan menuntut ilmu. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.[] (Baca: Memahami Makna Menuntut Ilmu dan Keutamaannya)

Terkait

  • LABEL
  • hukum menuntut ilmu
  • Keutamaan menuntut ilmu
  • menuntut ilmu

Facebook

Twitter

WhatsApp

LINE

Telegram

Print

Email

Berita sebelumyaIni Perbedaan Fikih dan Syariat Menurut Ulama

Berita berikutnyaMemahami Makna Al-Wakildalam Asmaulhusna

//www.ayualfiahjonas.wordpress.com.

Tim Redaksi Bincang Syariah

BERITA TERKAITDARI PENULIS

Klarifikasi Humas Kemenag: Menag Tidak Bandingkan Suara Azan dengan Suara Anjing, Tapi Contohkan Pentingnya Pengaturan Kebisingan Pengeras Suara

Flexing Ala Sultan, Begini Penjelasan Quraish Sihab tentang Tahaddus Bin Ni’mah

Ketika Jusuf Kalla Minta MUI Keluarkan Fatwa tentang Pengeras Suara di Masjid

LEAVE A REPLY Batal balasan

Please enter your comment!

Please enter your name here

You have entered an incorrect email address!

Please enter your email address here

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Beritahu saya akan tindak lanjut komentar melalui surel.

Beritahu saya akan tulisan baru melalui surel.

Δ

Artikel Terkini

Klarifikasi Humas Kemenag: Menag Tidak Bandingkan Suara Azan dengan Suara Anjing,...

24 Februari 2022

Flexing Ala Sultan, Begini Penjelasan Quraish Sihab tentang Tahaddus Bin Ni’mah

24 Februari 2022

Ketika Jusuf Kalla Minta MUI Keluarkan Fatwa tentang Pengeras Suara di...

24 Februari 2022

Imam Syafi’i: Anak Yatim Piatu yang Mulai Berfatwa Sejak Usia 15...

23 Februari 2022

Viral Berita Mawar AFI, Begini Ancaman Islam Terhadap Perselingkuhan

23 Februari 2022

Ikuti Kami

12,004FansSuka

8,856PengikutMengikuti

29,499PengikutMengikuti

4,690PelangganBerlangganan

Golongan yang tertipu karena tak mampu menguasai diri mereka.

Kamis , 21 Nov 2019, 23:16 WIB

Republika/ Wihdan Hidayat

Shalat berjamaah (ilustrasi)

Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, Tak semua hamba bisa lepas dari godaan dan tipu daya setan. Beratnya cobaan tersebu juga bisa menimpu ahli ilmu (alim) dan para ahli ibadah (abid).

Baca Juga

  • Anda Suka Dipuji Orang? Ini Bahayanya Menurut Imam Ghazali
  • 3 Kehancuran Jika Kita Diperbudak Harta Menurut Ghazali
  • 5 Nasihat Imam Ghazali untuk Pemimpin Calon Penghuni Surga

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin, menjelaskan ada empat kategori orang yang tertipu. Pertama, orang yang mempelajari ilmu agama dan ilmu lain, tetapi ia tidak mengamalkan ilmunya. Ilmu tidak mendekatkan dirinya kepada Allah, menjauhkannya dari yang haram, dan membentuknya berakhlak mulia.

Ilmu yang dimiliki orang tersebut tidak berharga karena tidak membuahkan amalan yang baik. Pemilik ilmu ini termasuk orang pertama dan paling berat mendapat azab Allah di akhirat.

Nabi bersabda, ''Orang yang paling berat mendapat azab Allah adalah orang yang alim (berilmu), tetapi Allah tidak memberikan manfaat kepadanya melalui ilmunya. Ia salah seorang dari tiga golongan orang yang dikabarkan Nabi yang pertama merasakan azab api neraka.'' (Al-Hadis).

Kedua, orang yang banyak beribadah dan berupaya memberatkan diri melakukan amalan lahir, seperti memperbanyak shalat sunat dan puasa sunat. Namun, ia mengabaikan penelitian terhadap hati dan menyucikan hatinya dari berbagai penyakit batiniah, seperti iri, dengki, riya, dan sombong.

Penyakit batiniah bukan hanya membuat amalnya tidak bernilai, melainkan juga merusak dirinya. Padahal, Islam ingin mewujudkan keseimbangan antara amalan lahir dan batin, ibadah yang banyak dan berkualitas serta kesucian hati. Nabi bersabda, ''Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupamu dan harta yang kamu miliki, tetapi Ia melihat kepada hati dan amalmu.'' (Al-Hadis).

Ketiga, orang yang beribadah kepada Allah dengan penuh kehati-hatian, tetapi sikapnya tersebut sampai pada batas menyulitkan dirinya. Sikap hati-hati memang dianjurkan Islam, tetapi tidak boleh sampai menyulitkan.

Sebab, Allah menginginkan kemudahan kepada umatnya dalam pelaksanaan Islam, seperti firman-Nya, ''Allah menginginkan kemudahan kepadamu, dan Ia tidak menginginkan kesulitan terhadapmu.'' (QS 2: 185).

Kehati-hatian yang berlebihan tampak pada orang yang dihinggapi rasa waswas oleh godaan setan ketika berwudhu. Orang itu berkumur-kumur berulang kali dan menggosok dengan keras ketika air wudhu mengenai kulitnya.

Orang yang berwudhu seperti ini tertipu oleh amalnya karena Islam tidak menuntut seperti itu. Yang penting basuhan air wudhu cukup apabila telah membasahi anggota wudhu.

Alangkah baik kehati-hatian yang berlebihan ketika berwudhu dipakai dalam mencari rezeki halal. Dalam Islam mencari rezeki halal mempunyai kedudukan yang penting. Menggunakan rezeki halal untuk dikonsumsi turut menentukan keberkahan hidup Muslim.

Dan, pengabulan doa hamba oleh Allah terkait erat dengan rezeki yang dikonsumsinya. Nabi bersabda, ''Seorang laki-laki yang telah jauh perjalanannya, berambut kusut, penuh dengan debu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit dan berkata, 'Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku,' sedangkan makanan, minuman, dan pakaiannya haram, serta dikenyangkan dengan barang haram, maka bagaimana akan dikabulkan permintaannya (doanya).'' (HR Muslim).

  • setan
  • godaan setan
  • tipu daya setan
  • golongan tertipu setan

sumber : Harian Republika

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Subscribe to Notifications

Video yang berhubungan