Salah satu pemberontakan yang terjadi pada masa dinasti umayyah adalah dari golongan syiah yaitu

Salah satu pemberontakan yang terjadi pada masa dinasti umayyah adalah dari golongan syiah yaitu

Salah satu pemberontakan yang terjadi pada masa dinasti umayyah adalah dari golongan syiah yaitu
Lihat Foto

Encyclopædia Britannica

Masjid Agung Damaskus atau Masjid Umayyah yang berdiri di Kota Tua Damaskus, Suriah.

KOMPAS.com - Bani Umayyah adalah kekhalifahan kedua yang didirikan setelah wafatnya Nabi Muhammad.

Kekhalifahan ini resmi berdiri setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib, khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin.

Pendiri dan khalifah pertama Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan atau Muawiyah I yang menjadi Gubernur Syam pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan.

Pemerintahan Bani Umayyah berlangsung lebih dari tiga abad, yang dibagi ke dalam dua periode.

Yakni periode pertama antara 661-750 dengan pusat pemerintahan di Damaskus, kemudian periode kedua antara 756-1031 di Cordoba, Spanyol.

Tidak hanya masa pemerintahannya yang lama, Daulah Umayyah memiliki sejarah yang sangat panjang.

Baca juga: Kekhalifahan Bani Umayyah: Masa Keemasan dan Akhir Kekuasaan

Krisis pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin

Sejarah lahirnya Kekhalifahan Bani Umayyah diawali dengan krisis yang terjadi pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.

Ketika Khulafaur Rasyidin dipimpin oleh Utsman bin Affan, umat Islam sempat mengalami era paling makmur dan sejahtera.

Namun pada periode kedua kepemimpinannya, terjadi perpecahan dan pemberontakan karena jabatan-jabatan strategis di pemerintahan diberikan Utsman kepada keluarganya dari Bani Umayyah.

Pada 655 M, sekitar 1.500 orang bahkan datang ke Madinah untuk memprotes kebijakan Utsman.

Salah satu pemberontakan yang terjadi pada masa dinasti umayyah adalah dari golongan syiah yaitu

Salah satu pemberontakan yang terjadi pada masa dinasti umayyah adalah dari golongan syiah yaitu
Lihat Foto

Wikimedia Commons/Muhammad Bal'ami

Abu as-Saffah selama Revolusi Abbasiyah di Kufah.

KOMPAS.com - Revolusi Abbasiyah adalah sebuah pergolakan militer besar-besaran pada pertengahan abad ke-8 yang melibatkan pasukan Daulah Abbasiyah dan Bani Umayyah.

Dalam revolusi ini, Daulah Abbasiyah berbekal janji akan mendirikan sistem yang lebih ideal bagi umat Islam, daripada Dinasti Umayyah yang dinilai sebagai penindas dan tidak memiliki legitimasi keagamaan.

Melalui Revolusi Abbasiyah, Daulah Abbasiyah berhasil menggulingkan Kekhalifahan Umayyah yang berkuasa antara 661-750 M.

Latar belakang

Meletusnya Revolusi Abbasiyah tidak terlepas dari berbagai kompleksitas masalah yang terjadi pada pemerintahan Bani Umayyah.

Menjelang pertengahan abad ke-8, banyak umat yang tidak lagi mendukung Bani Umayyah yang dinilai korup, sekuler, dan memihak sebagian kelompok.

Mereka lantas mendukung Abu Abbas As-Saffah, keturunan paman Nabi Muhammad, yang mendirikan kekhalifahan baru.

Gerakan revolusi yang dipelopori Abu As-Saffah juga mendapatkan dukungan dua kelompok massa, yaitu Syiah dan Khawarij.

Sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah (Sunni), kelompok Syiah telah memberontak karena merasa hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh Muawiyah (pendiri Bani Umayyah) dan keturunannya.

Begitu pula dengan kelompok Khawarij, yang juga merasa bahwa hak politik tidak dapat dimonopoli oleh keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim.

Kelompok lain yang sangat membenci kekuasaan Dinasti Umayyah adalah Mawalli, yaitu orang-orang Muslim non-Arab.

Munculnya berbagai macam pemahaman politik mengenai kekhalifahan dan keimamahan terjadi setelah wafatnya Rasulullah SAW. Keretakan kaum Muslimin muncul sesaat wafatnya Rasulullah SAW., dan memucak pada masa Khalifah Ustman bin Affan. Pasca Ustman terbunuh pada tahun 35 H / 656 M oleh para pemberontak, kaum Muslimin membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali mewarisi kekacauan dan konflik internal menyebabkan pemerintahannya rapuh dan labil. Oleh karena itu, pemerintahan Ali penuh dengan perse;isihan antar sesama kaum Muslimin. Puncak dari peperangan yang terjadi pada masa pemerintahan Ali yaitu Perang Shiffin yang diakhiri dengan arbitrase / tahkim. Tahkim inilah yang menyebabkan Islam terpecah menjadi tiga golongan yaitu Syiah, Khawarij dan Sunni. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) latar belakang dan proses munculnya 3 golongan dalam Islam yakni Syiah, Khawarij dan Sunni 35 – 41 H di Jazirah Arab, 2) bagaimanakah perkembangan kehidupan dari 3 golongan dalam Islam yakni Syiah, Khawarij dan Sunni tahun 35 – 41 H / 656-661 M di Jazirah Arab, dan 3) bagaimana dampak munculnya Islam menjadi 3 golongan yakni Syiah, Khawarij dan Sunni 35 – 41 H / di Jazirah Arab. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah 1) menganalisis latar belakang dan proses munculnya 3 golongan dalam Islam yakni Syiah, Khawarij dan Sunni 35 – 41 H / 656-661 M di Jazirah Arab, 2) menganalisis perkembangan kehidupan dari 3 golongan dalam Islam yakni Syiah, Khawarij dan Sunni tahun 35 – 41 H / 656- 661 M di Jazirah Arab, dan 3) menganalisis dampak munculnya Islam menjadi 3 golongan yakni Syiah, Khawarij dan Sunni 35 – 41 H / 656-661 M di Jazirah Arab. Manfaat dari penelitian ini adalah bagi civitas akademi Universitas Jember, dapat menambah ilmu pengetahuan tentang munculnya Islam menjadi 3 golongan yakni Syiah, Khawarij dan Sunni dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya, bagi calon guru sejarah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber belajar dan sumber materi sejarah Asia Barat dalam proses belajar mengajar, bagi almamater FKIP Universitas Jember, dapat memberi informasi dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan sebagai wujud dalam rangka pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang dilakukan melalui empat tahap yaitu; tahap heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Simpulan dari penelitian ini adalah hal-hal yang melatarbelakangi dan menyebabkan munculnya golongan Syiah, Khawarij dan Sunni dalam Islam pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib adalah karena faktor politik dan perebutan kekuasaan dan jabatan khalifah antara Ali bin Abi Thalib dan Muawwiyah bin Abi Sufyan yang berdampak pada pecahnya pasukan / pendukung Ali menjadi tiga golongan. Perkembangan dari golongan Syiah, Khawarij dan Sunni selama masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib dan setelahnya pada masa Dinasti Umayyah selalu memberikan kontribusi sendiri dalam setiap kehidupannya, salah satunya adalah bidang politik, budaya, dan agama yang saling menetukan arah perjuangannnya masing-masing. Dampak munculnya golongan Syiah, Khawarij dan Sunni ini adalah perbedaan pelaksaan ibadah dalam agama Islam yang cukup siginifikan serta pandangan politik yang berdampak pada perebutan kekuasaan. Kesimpulan yang dapat diambil dari garis besar penelitian ini adalah adanya perbedaan pemahaman dalam menyikapi kepemimpinan pasca wafatnya Rasulullah SAW., menyebabkan kaum Muslimin berselisih. Puncak dari perselisihan ini yakni adanya tahkim. Tahkim yang diharapkan dapat mengembalikan persatuan kaum Muslimin justru menyebabkan kaum Muslimin terpecah menjadi tiga golongan. Tiga golongan politik yaitu Syiah (pro-Ali), Khawarij (kontra-Ali) dan Sunni (sebagian pro-Muawiyah, sebagian pro-Ali dan sebagian netral). Permasalahan politik antar tiga golongan berkembang menjadi permasalahan teologi.

Red: Heri Ruslan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya
Sudah menjadi sunatullah sebuah kekuasaan akan mengalami kejayaan dan keruntuhan. Ketika peradaban Islam menguasai dunia, secara bergantian  dinasti-dinasti Islam memegang tampuk kekuasaan. Setiap kerajaan atau kesultanan Islam yang berkuasa tentu pernah mengalami masa-masa keemasan.Tak dapat dipungkiri, sejarah telah membuktikan dinasti-dinasti Islam di era keemasannya telah memberikan kontribusi dan sumbangan yang begitu besar bagi peradaban manusia. Tanpa kejayaan peradaban Islam, barangkali dunia Barat pun belum tentu mencapai kemajuan. Diakui atau tidak, Barat banyak belajar dari peradaban Islam.Sejarah selalu kaya akan hikmah dan pelajaran. Yang dapat dipelajari dan diambil hikmah dari peradaban Islam tak hanya masa keemasannya saja. Era kejatuhan dan ambruknya dinasti-dinasti Islam juga menarik untuk dipelajari. Redup dan tenggelamnya sebuah dinasti Islam pada masa silam itu tentu mengandung begitu banyak pelajaran.Setelah terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib pada 20 Ramadahan 40 Hijirah (660M) era Khilafah Rasyidah berakhir, munculah  Dinasti Umayyah yang didirikan pada 661 M oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan.  ‘’Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun,’’ ungkap Sejarawan Islam, Prof Badri Yatim dalam buku bertajuk Sejarah Peradaban Islam.Dinasti Umayyah yang melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan pra-Islam di Timur Tengah mengundang kritik keras dan memunculkan kubu oposisi.  Kelompok oposisi terbesar yang sejak awal menentang pemerintahan keluarga Bani Umayyah adalah kelompok Syiah, yaitu para pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib serta keturunannya yang merupakan Ahlulbait (keturunan Nabi Muhammad SAW yang berasal dari anak dan menantunya, Fatimah dan Ali). Selain kelompok Syiah, pemerintahan Dinasti Umayyah juga mendapat penentangan dari orang-orang Khawarij. Kelompok Khawarij ini merupakan orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, karena mereka merasa tidak puas terhadap hasil tahkim atau arbitrase dalam perkara penyelesaian persengketaan antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Usaha menekan kelompok oposisi terus dijalankan oleh penguasa Umayyah bersamaan dengan usaha memperluas wilayah kekuasaan Islam hingga Afrika Utara dan Spanyol.Selain menghadapi persoalan eksternal, para penguasa Umayyah juga menghadapi persoalan internal, yaitu pemberontakan dan pembangkangan yang dilakukan oleh para orang-orang dekat khalifah di berbagai wilayah kekuasaan Umayyah, seperti di Irak, Mesir, Palestina, dan Yaman. Pemberontakan yang terjadi selama pemerintahan Dinasti Umayyah umumnya dipicu oleh faktor ketidakpuasaan terhadap kepala daerah yang ditunjuk oleh khalifah.  Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II), misalnya, terjadi sejumlah pemberontakan di wilayah kekuasaannya. Di Mesir, kerusuhan terjadi karena gubernur yang diangkat Marwan II menghentikan pemberian tunjangan yang dulu diperintahkan oleh Yazid III untuk diberikan kepada para anggota baru dalam angkatan darat dan laut. Sementara di Yaman, kerusuhan timbul antara lain karena pemerintah setempat memungut pajak sangat tinggi dari orang Arab. Kesibukan Marwan II dalam menumpas pemberontakan membuat  wilayah Khurasan dikuasai Bani Abbas (dinasti yang didirikan Abu Abbas as-Saffah). Gerakan Bani Abbas ini merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup Dinasti Umayyah. Setelah Khurasan dapat dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat merebut wilayah itu dari pejabat Bani Umayyah. Setelah menguasai wilayah Irak sepenuhnya, pada tahun 132 H/750 M, Abu Abbas as-Saffah dibaiat sebagai khalifah yang menandai berdirinya Dinasti Abbasiyah.

Sejak saat itu, Bani Abbas mulai melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Wilayah-wilayah yang dahulu dikuasai oleh Dinasti Umayyah pun berhasil direbut. Bahkan, pasukan Bani Abbas berhasil membunuh Marwan II dalam sebuah pertempuran kecil di wilayah Bushair, Mesir. Kematian Marwan II menandai berakhirnya Dinasti Umayyah yang berkuasa dari tahun 41 H/661 M-133 H/750 M.

  • dinasti islam
  • ambruk
  • abbasiyah
  • umayyah

Salah satu pemberontakan yang terjadi pada masa dinasti umayyah adalah dari golongan syiah yaitu

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...