Salah satu hasil peninggalan kebudayaan dari kerajaan Mataram yang masih ada sampai saat ini adalah

Kerajaan Mataram Kuno termasuk bagian bagian sejarah agama Hindu-Budha di Indonesia.Lahirnya agama ini bermula dari bangsa Arya, pengembara dari Asia Tengah, lalu masuk ke India sekitar 1.500 sebelum masehi (SM).

Kemudian bangsa ini mengembangkan kepercayaan dan sistem, kemasyarakatan yaitu Hinduisme. Sekitar abad ke-5 SM muncul agama Buddha. Tokoh agama buddha adalah Siddharta Gautama (563-483 SM). Agama Buddha ini mengajarkan pengendalian dan mencapai nirwana.

Penyebaran agama Hindu-Buddha sampai ke Indonesia. Menurut sejarah ada kerajaan-kerajaan yang berdiri di Indonesia. Kerajaan Mataram Kuno berada di Jawa Tengah.

Kerajaan Mataram Hindu ini berdiri sekitar abad ke 8 Masehi. Kemudian kerajaan berpindah abad ke 10, ke Jawa Timur.

Mengapa disebut kerajaan Mataram Kuno? Kerajaan Mataram Kuno merupakan kerajaan agama Hindu di pulau Jawa. Pada abad ke-16 Masehi, berdiri kerajaan Mataram Islam setelah penyebaran agama Islam di pulau Jawa.

Letak Kerajaan Mataram Kuno

Letak kerajaan Mataram Kuno berpindah-pindah berdasarkan pemerintahan dan ibu kota. Pada abad ke-8 Masehi sampai abad 11 M dikenal dengan Bhumi Mataram.

Advertising

Advertising

Mengutip dari staff.gunadarma.ac.id, Bhumi Mataram adalah sebutan lama untuk daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Menurut peninggalan prasasti Minto dan prasasti Anjuk Ladang, berdiri istana Kerajaan Medang.

Kerajaan kemudian mengalami perpindahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Berdasarkan bukti prasasti, berikut istana yang ditemukan masa kerajaan Mataram Kuno:

  • Medang i Bhumi Mataram (Zaman dinasti Sanjaya)
  • Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan)
  • Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung)
  • Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)
  • Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok)
  • Medang i Watu Galuh (zaman Mpu Sindok)
  • Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh)

Istana Mamrati dan Poh Pitu, terletak di Kedu. Sementara itu istana Tamwlang dan Watugaluh berada di daerah Jombang, Jawa Timur. Terakhir ada istana Wwatan yang berada di Madiun, Jawa Timur.

Baca Juga

Pendiri kerajaan Mataram Kuno berdasarkan prasasti Canggal (732 M) adalah Wangsa Sanjaya, dengan raja pertama yaitu Sanjaya. Pemerintahan Wangsa Sanjaya berpusat di Medang.

Raja Kerajaan Mataram Kuno

Mengutip dari buku Sejarah Kelas IX, dalam prasasti Balitung disebutkan beberapa nama raja yang memerintah. Nama raja yang memerintah berdasarkan prasasti Balitung antara lain:

  1. Sanjaya
  2. Rakai Panangkaran
  3. Panunggalan
  4. Rakai Watuk
  5. Garung
  6. Rakai Pikatan
  7. Kayuwangi
  8. Watuhumalang
  9. Balitong

Kemudian prasasti Ligor dan prasasti Klurak menyebutkan raja yang memerintah Mataram Kuno yaitu Bhanu, Wisnu, Indra, dan Samaratungga.

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Berdasarkan aspek politik dan pemerintahan, kerajaan Mataram Kuno diperintah dua dinasti yaitu dinasti Wangsa Sanjaya bercorak Hindu dan Wangsa Sailendra bercorak Budha.

1. Abad ke-9

Abad ke-9 kedua wangsa disatukan, ketika perkawinan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya dan anak Samaratungga dari Wangsa Sailendra namanya Pramodawardhani.

Tetapi, pernikahan tersebut tidak disetujui Balaputra Dewa (adik Pramodawardhani). Alasannya karena Balaputradewa merasa terancam dengan Rakai Pikatan.

Akhirnya Balaputradewa melakukan perebutan kekuasaan. Namun usahanya gagal dan akhirnya dia kembali ke Sriwijaya dan menjadi raja.

Rakai Pikatan yang menang dari perang kemudian mendirikan Candi Loro Jonggrang. Sekarang diganti Candi Prambanan yang berada di Sleman, Yogyakarta.

Baca Juga

Pada abad ke-10 pemerintahan Mataram Kuno pindah ke Jawa Timur. Mpu Sindok berperan memindahkan pusat pemerintahan dan kerajaan ke Jawa Timur.

Mpu Sindok sebagai raja pertama sekaligus pendiri Dinasti Ishana di Jawa Timur. Setelah Mpu Sindo tidak diketahui pasti siapa pengganti kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur.

3. Abad ke-11

Dharmawangsa Teguh (991-1016) mengalami kehancuran karena serangan kerajaan Sriwijaya. Kegagalan karena Sriwijaya bekerjasama dengan kerajaan kecil di pulau Jawa yaitu Wurawari.

Airlangga menjadi anggota raja Dharmawangsa yang lolos dari serangan Sriwijaya. Kemudian Airlangga menjadi raja pada 1.019 Masehi dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan.

Selain itu Airlangga sukses memperbaiki ekonomi rakyat dan mengubah pemerintahan. Akhirnya pusat pemerintahan kerajaan berpindah di Kahuripan.

Salah satu hasil peninggalan kebudayaan dari kerajaan Mataram yang masih ada sampai saat ini adalah

Gambar 01. Sultan Agung Hanyokrokusumo

Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati. Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun.

Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaan pada 1627, tepatnya setelah empat belas tahun Sultan Agung memimpin kerajaan Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Agung daerah pesisir seperi Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan. Pada kurun waktu 1613 sampai 1645 wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat yeng lebih tinggi. Sultan Agung memiliki berbagai keahlian baik dalam bidang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya,yang menjadikan peradaban kerajaan Mataram pada tingkat yang lebih tinggi.

Salah satu hasil peninggalan kebudayaan dari kerajaan Mataram yang masih ada sampai saat ini adalah

Gambar 02. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram Islam

Sultan Agung  merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran melakukan perlawanan dengan Belanda yang kala itu hadir lewat kongsi dagang VOC (Vereenigde Ooos Indische Compagnie). Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan karena Sulan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di Batavia dapat membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa. Kekuasaan Mataram Islam pada waktu itu meliputi hampir seluruh Jawa dari Pasuruan sampai Cirebon. Sementara itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia. Selain itu, kehadiran VOC akan menghambat penyebaran agama Islam di Jawa yang dilakukan Sultan Agung. Sultan Agung memiliki prinsip untuk tidak penah bersedia berkompromi dengan VOC maupun penjajah lainnya. Namun serangan Mataram Islam terhadap VOC yang berkedudukan di Batavia mengalami kegagalan disebabkan tentara VOC membakar lumbung persediaan makanan pasukan kerajaan Mataram Islam pada saat itu.

Di samping dalam bidang politik dan militer, Sulan Agung juga mencurahkan perhatiannya pada bidang ekonomi dan kebudayaan. Upaya yang dilakukan Sultan Agung antara lain memindahkan penduduk Jawa Tengah ke Karawang, Jawa Barat, di mana terdapat sawah dan ladang yang luas dan subur. Sultan Agung juga meneruskan pendahulunya untuk meletakan dasar perkembangan Mataram Islam dengan memberikan pengajaran dan pendidikan kepada rakyat Mataram Islam sehingga pada masa pemerintahannya, menempatkan ulama dengan kedudukan terhormat, yaitu sebagai pejabat anggota Dewan Parampara (Penasihat tinggi kerajaan). Disampning itu dalam struktur pemerintahan kerajaan didirikan Lembaga Mahkamah Agama Islam, dan gela raja-raja di Mataram Islam meliputi raja Pandita, artinya disamping sebagai penguasa, raja juga sebagai kepala pemerintahan dan kepala agama (Islam)

Selain itu Sultan Agung juga berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam. Misalnya grebeg disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang saat ini dikenal sebagai garebeg Puasa dan Grebeg Maulud. Selain itu Sultan Agung juga mengenalkan penanggalan tahun saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing. Adapun keberhasilan Sultan Agung dalam bdang kebudayaan yaitu dapat mengubah perhitungan peredaran Matahari ke perhitungan peredaran bulan, sehingga dianggap telah menuliskan tinta emas pada masa pemerintahannya. Berkat usaha yang dilakukan oleh Sultan Agung dalam memajukan agama dan kebudayaan Islam, ia memperoleh gelar Susuhunan (Sunan) yang selama ini diberikan kepada Wali.

Salah satu hasil peninggalan kebudayaan dari kerajaan Mataram yang masih ada sampai saat ini adalah

Gambar 02. Grebeg Maulud

Di lingkungan keraton Mataram Islam, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Kebijakan ini diharapkan dapat terciptanya rasa persatuan di antara penghuni istana. Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Dia membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram. Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.

Salah satu hasil peninggalan kebudayaan dari kerajaan Mataram yang masih ada sampai saat ini adalah

Gambar 03. Astana Imogiri

Sumber Referensi:

De Graaf. 1985.  Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: Temprint.

De Graaf. 1986. Puncak Kekuasaan Mataram. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.

Kutoyo, Sutrisno. 1986. Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung ke Batavia. Jakarta: Ditjara Mitra Ditjenbud

09.05/09/08/2021