Saat Herman Willem Daendels ditarik pulang ke Eropa ditunjuk seorang sebagai pengganti yang bernama

Tanya Tugas Sekolah Ke Guru Pintar

Home Forums > Pelajaran > Sejarah >

Discussion in 'Sejarah' started by gurumonica, Feb 8, 2016.

ads

(You must log in or sign up to reply here.)

ads

Tanya Tugas Sekolah Ke Guru Pintar

Home Forums > Pelajaran > Sejarah >

Merdeka.com - Kamu pasti sudah tahu bahwa Indonesia pernah menjadi tanah jajahan inggris. Apakah kamu pernah mendengar tentang Herman Willem Daendels? Dia adalah salah satu diktator yang pernah memerintah di Nusantara, terutama tanah Jawa. Masa pemerintahan Daendels hanya bertahan sampai 1811 saja. Lalu, siapa yang menggantikannya? Yuk, kita simak tentang sedikit kisah pemerintahan Jan Willem Janssen.

Di bulan Mei tahun 1811, Daendels dipanggil untuk kembali ke negaranya, Belanda. Untuk melanjutkan masa pemerintahannya di Hindia Belanda, pemerintah Republik Bataaf memanggil Jan Willem Janssen. Janssen ini dikenal sebagai seorang ahli politik berkebangsaan Belanda. Sebelum memerintah di Hindia Belanda, Janssen menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan yang sekarang menjadi daerah Afrika Selatan di tahun 1802-1806. Tahun 1806, Janssen terpaksa harus keluar dari Tanjung Harapan karena daerah itu sudah ditaklukkan oleh Inggris.

Di tahun 1810, Janssen diberi tugas untuk pergi ke wilayah Hindia Belanda untuk menggantikan kepemimpinan Daendels. Ketika itu, Janssen berusaha untuk memperbaiki kondisi Hindia Belanda yang sudah banyak ditaklukan oleh pemerintahan Inggris. Seakan nggak mau kalah, Inggris memerintahkan Thomas Stamford Raffles untuk memimpin pasukan Inggris di tanah Jawa.

Raffles mempersiapkan pasukannya untuk melakukan penyebrangan ke Laut Jawa. Pengalaman Janssen sepertinya terulang lagi. Pada tanggal 4 Agustus 1811, 60 kapal Inggris yang dipimpin oleh Raffles muncul di daerah perairan Batavia. Setelah itu, pada tanggal 26 Agustus 1811, Batavia sudah dapat ditaklukkan oleh Inggris.

Nah, sekarang kamu sudah tahu tentang apa latar belakang kedatangan Janssen ke Hindia Belanda. Bagaimana pendapatmu? Sejarah Indonesia ini memang banyak membahas tentang masa penjajahan Indonesia, tapi itu bisa membangkitkan semangat nasionalisme kita. Selamat belajar.

Pada bulan Mei 1811, Daendels dipanggil pulang ke negerinya. Ia kemudian digantikan oleh Jan Willem Janssens. Janssens dikenal sebagai seorang politikus berkebangsaan Belanda. Sebelumnya, Janssens menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) tahun 1802-1806. Pada tahun 1806 Janssens terusir dari Tanjung Harapan karena daerah itu jatuh ke tangan Inggris. Lalu, di tahun berikutnya yaitu pada tahun 1810 Janssens diperintahkan untuk pergi ke Jawa dan akhirnya menggantikan Daendels pada tahun 1811. Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah D.

Herman Willem Daendels merupakan gubernur jenderal pertama Belanda di Hindia Belanda. Daendels ditunjuk oleh Louis Napoleon sebagai gubernur jenderal di Hindia Belanda pada 1808. Ia bertugas menjalankan kekuasaan dan pemerintahan Kerajaan Belanda di Hindia Belanda. Herman Willem Daendels merupakan salah satu patriot Belanda yang sangat terpengaruh semangat Revolusi Prancis. Semangat tersebut diaplikasikan Daendels dalam menjalankan kekuasaan di Hindia Belanda. Daendels berusaha menghapuskan praktik feodalisme untuk menciptakan masyarakat yang dinamis. Kebijakan-kebijakan Daendels selama di Hindia Belanda mencakup bidang-bidang pertahanan-keamanan, politik pemerintahanan, peradilan dan ekonomi.

Selama menjalankan pemerintahannya, Daendels dikenal sering memaksakan kehendak, baik kepada penduduk lokal maupun rekan-rekan sebangsanya. Hal tersebut menyebabkan hubungan Daendels dengan para raja dan rakyat pribumi menjadi buruk. Daendels juga tidak segan-segan memberikan hukuman berat terhadap pegawai dan pejabat Belanda yang melakukan korupsi. Kesalahan terbesar Daendels ketika menjalankan pemerintahan di Indonesia adalah menjual tanah kepada pihak swasta dan hasil penjualan tersebut digunakan untuk kepentingan sendiri. Akibatnya, pemerintah Belanda menarik Daendels dari jabatannya. Untuk menggantikan posisi Daendels, Louis Napoleon menunjukk Janssens.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka jawaban yang tepat adalah D.

Herman Willem Daendels (21 Oktober 1762 – 2 Mei 1818), adalah seorang politikus dan jenderal Belanda yang menjadi Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Ia memerintah antara tahun 1808 – 1811. Masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Prancis.

Saat Herman Willem Daendels ditarik pulang ke Eropa ditunjuk seorang sebagai pengganti yang bernama

Herman Willem Daendels

Potret anumerta Herman Willem Daendels berdasarkan miniatur tanggal 1816 oleh seniman Prancis SJ Rochard.

Gubernur Jenderal Pantai Emas BelandaMasa jabatan
9 Desember 1815 – 30 Januari 1818PendahuluAbraham floress VeerPenggantiFrans Christiaan Eberhard OldenburgGubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36Masa jabatan
5 Januari 1808 – 15 Mei 1811PendahuluAlbertus WiesePenggantiJan Willem Janssens Informasi pribadiLahir(1762-10-21)21 Oktober 1762
Hattem, Gelderland, Republik BelandaMeninggal2 Mei 1818(1818-05-02) (umur 55)
Elmina, Pantai Emas Belanda

Pada tahun 1780 dan 1787, ia ikut para kumpulan pemberontak di Belanda dan kemudian melarikan diri ke Prancis. Di sana ia menyaksikan dari dekat Revolusi Prancis dan lalu menggabungkan diri dengan pasukan Batavia yang republikan. Akhirnya, ia mencapai pangkat Jenderal dan pada tahun 1795, ia masuk Belanda dan masuk tentara Republik Batavia dengan pangkat Letnan-Jenderal. Sebagai kepala kaum Unitaris, ia ikut mengurusi disusunnya Undang-Undang Dasar Belanda yang pertama. Bahkan ia mengintervensi secara militer selama dua kali. Tetapi invasi orang Inggris dan Rusia di provinsi Noord-Holland berakibat buruk baginya. Ia dianggap kurang tanggap dan diserang oleh berbagai pihak. Akhirnya, ia kecewa dan mengundurkan diri dari tentara pada tahun 1800. Ia memutuskan pindah ke Heerde, Gelderland.

Pada tahun 1806, ia dipanggil oleh Raja Belanda, Raja Louis (Koning Lodewijk) untuk berbakti kembali di tentara Belanda. Ia ditugasi untuk mempertahankan provinsi Friesland dan Groningen dari serangan Prusia. Lalu setelah sukses, pada tanggal 28 Januari 1807 atas saran Kaisar Napoleon Bonaparte, ia dikirim ke Hindia Belanda sebagai Gubernur-Jenderal.

Maka setelah perjalanan yang panjang melalui Kepulauan Canaria, Daendels tiba di Batavia pada tanggal 5 Januari 1808 dan menggantikan Gubernur-Jenderal Albertus Wiese. Daendels diserahi tugas terutama untuk melindungi pulau Jawa dari serangan tentara Inggris. Jawa adalah satu-satunya daerah koloni Belanda-Prancis yang belum jatuh ke tangan Inggris setelah Isle de France dan Mauritius pada tahun 1807. Namun, beberapa kali armada Inggris telah muncul di perairan utara laut Jawa bahkan di dekat Batavia. Pada tahun 1800, armada Inggris telah memblokade Batavia dan menghancurkan galangan kapal Belanda di Pulau Onrust sehingga tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1806, armada kecil Inggris di bawah Laksamana Edward Pellew muncul di Gresik. Setelah blokade singkat, pimpinan militer Belanda, Friedrich von Franquemont memutuskan untuk tidak mau menyerah kepada Pellew. Ultimatum Pellew untuk mendarat di Surabaya tidak terwujud, tetapi sebelum meninggalkan Jawa Pellew menuntut Belanda agar membongkar semua pertahanan meriam di Gresik dan dikabulkan. Ketika mendengar hal ini, Daendels menyadari bahwa kekuatan Prancis-Belanda yang ada di Jawa tidak akan mampu menghadapi kekuatan armada Inggris. Maka iapun melaksanakan tugasnya dengan segera. Tentara Belanda diisinya dengan orang-orang pribumi, ia membangun rumah sakit-rumah sakit dan tangsi-tangsi militer baru. Di Surabaya, ia membangun sebuah pabrik senjata, di Semarang ia membangun pabrik meriam dan di Batavia ia membangun sekolah militer. Kastil di Batavia dihancurkannya dan diganti dengan benteng di Meester Cornelis (kini Jatinegara). Di Surabaya dibangunnya Benteng Lodewijk. Proyek utamanya, yaitu Jalan Raya Pos, sebenarnya dibangunnya juga karena manfaat militernya, yaitu untuk mengusahakan tentara-tentaranya bergerak dengan cepat.

Terhadap raja-raja di Jawa, ia bertindak keras, tetapi kurang strategis sehingga mereka menyimpan dendam kepadanya. Di mata Daendels, semua raja pribumi harus mengakui raja Belanda sebagai junjungannya dan meminta perlindungan kepadanya. Bertolak dari konsep ini, Daendels mengubah jabatan pejabat Belanda di keraton Solo dan keraton Yogyakarta dari residen menjadi minister. Minister tidak lagi bertindak sebagai pejabat Belanda, melainkan sebagai wakil raja Belanda dan juga wakilnya di kraton Jawa. Oleh karena itu, Daendels membuat peraturan tentang perlakuan raja-raja Jawa kepada para Minister di keratonnya. Jika pada zaman VOC para residen Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah yang menghadap raja-raja Jawa, dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih sebagai tanda hormat kepada raja Jawa, Minister tidak layak lagi diperlakukan seperti itu. Minister berhak duduk sejajar dengan raja, memakai payung seperti raja, tidak perlu membuka topi atau mempersembahkan sirih kepada raja, dan harus disambut oleh raja dengan berdiri dari tahtanya ketika Minister datang di keraton. Ketika bertemu di tengah jalan dengan raja, Minister tidak perlu turun dari kereta, tetapi cukup membuka jendela kereta dan boleh berpapasan dengan kereta raja. Meskipun di Surakarta Sunan Paku Buwono IV menerima ketentuan ini, di Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono II tidak mau menerimanya. Daendels harus menggunakan tekanan agar Sultan Yogya bersedia melaksanakan aturan itu. Tetapi dalam hati kedua raja itu tetap tidak terima terhadap perlakuan Daendels ini. Jadi ketika orang-orang Inggris datang, maka mereka bersama-sama dengan para raja "mengkhianati" orang Belanda.

Berbeda dengan apa yang dipercaya orang selama ini, Daendels selama masa pemerintahannya memang memerintahkan pembangunan jalan di Jawa, tetapi tidak dilakukan dari Anyer hingga Panarukan. Jalan antara Anyer dan Batavia sudah ada ketika Daendels tiba. Oleh karena itu menurut het Plakaatboek van Nederlandsch Indie jilid 14, Daendels mulai membangun jalan dari Buitenzorg menuju Cisarua dan seterusnya sampai ke Sumedang. Pembangunan dimulai bulan Mei 1808. Di Sumedang, proyek pembangunan jalan ini terbentur pada kondisi alam yang sulit karena terdiri atas batuan cadas, akibatnya para pekerja menolak melakukan proyek tersebut dan akhirnya pembangunan jalan macet. Akhirnya, Pangeran Kornel turun tangan dan langsung menghadap Daendels untuk meminta pengertian atas penolakan para pekerja. Ketika mengetahui hal ini, Daendels memerintahkan komandan pasukan zeni Brigadir Jenderal von Lutzow untuk mengatasinya. Berkat tembakan artileri, bukit padas berhasil diratakan dan pembangunan diteruskan hingga Karangsambung. Sampai Karangsambung, proyek pembangunan itu dilakukan dengan kerja upah. Para bupati pribumi diperintahkan menyiapkan tenaga kerja dalam jumlah tertentu dan masing-masing setiap hari dibayar 10 sen per orang dan ditambah dengan beras serta jatah garam setiap minggu.

Setibanya di Karangsambung pada bulan Juni 1808, dana tiga puluh ribu gulden yang disediakan Daendels untuk membayar tenaga kerja ini habis dan di luar dugaannya, tidak ada lagi dana untuk membiayai proyek pembangunan jalan tersebut. Ketika Daendels berkunjung ke Semarang pada pertengahan Juli 1808, ia mengundang semua bupati di pantai utara Jawa. Dalam pertemuan itu Daendels menyampaikan bahwa proyek pembangunan jalan harus diteruskan karena kepentingan mensejahterakan rakyat (H.W. Daendels, Staat van Nederlandsch Indische Bezittingen onder bestuur van Gouverneur Generaal en Marschalk H.W. Daendels 1808-1811, 's Gravenhage, 1814). Para bupati diperintahkan menyediakan tenaga kerja dengan konsekuensi para pekerja ini dibebaskan dari kewajiban kerja bagi para bupati tetapi mencurahkan tenaganya untuk membangun jalan. Sementara itu para bupati harus menyediakan kebutuhan pangan bagi mereka. Semua proyek ini akan diawasi oleh para prefect yang merupakan kepala daerah pengganti residen VOC. Dari hasil kesepakatan itu, proyek pembangunan jalan diteruskan dari Karangsambung ke Cirebon. Pada bulan Agustus 1808 jalan telah sampai di Pekalongan. Sebenarnya jalan yang menghubungkan Pekalongan hingga Surabaya telah ada, karena pada tahun 1806 Gubernur Pantai Timur Laut Jawa Nicolaas Engelhard telah menggunakannya untuk membawa pasukan Madura dalam rangka menumpas pemberontakan Bagus Rangin di Cirebon (Indische Tijdschrift, 1850). Jadi Daendels hanya melebarkannya. Tetapi ia memang memerintahkan pembukaan jalan dari Surabaya sampai Panarukan sebagai pelabuhan ekspor paling ujung di Jawa Timur saat itu.

Kontroversi terjadi tentang pembangunan jalan ini. Pada masa Daendels banyak pejabat Belanda yang dalam hatinya tidak menyukai Prancis, tetapi tetap setia kepada dinasti Oranje yang melarikan diri ke Inggris. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak karena penentangan terhadap Daendels berarti pemecatan dan penahanan dirinya. Hal itu menerima beberapa orang pejabat seperti Prediger (Residen Manado), Nicolaas Engelhard (Gubernur Pantai Timur Laut Jawa) dan Nederburgh (bekas pimpinan Hooge Regeering). Mereka yang dipecat ini kemudian kembali ke Eropa dan melalui informasi yang dikirim dari para pejabat lain yang diam-diam menentang Daendels (seperti Peter Engelhard Minister Yogya, F. Waterloo Prefect Cirebon, F. Rothenbuhler, Gubernur Ujung Timur Jawa), mereka menulis keburukan Daendels. Di antara tulisan mereka terdapat proyek pembangunan jalan raya yang dilakukan dengan kerja rodi dan meminta banyak korban jiwa. Sebenarnya mereka sendiri tidak berada di Jawa ketika proyek pembangunan jalan ini dibuat. Ini terbukti dari penyebutan pembangunan jalan antara Anyer dan Panarukan, padahal Daendels membuatnya dimulai dari Buitenzorg. Sayang sekali arsip-arsip mereka lebih banyak ditemukan dan disimpan di arsip Belanda, sementara data-data yang dilaporkan oleh Daendels atau para pejabat yang setia kepadanya (seperti J.A. van Braam, Minister Surakarta) tidak ditemukan kecuali tersimpan di Prancis karena Daendels melaporkan semua pelaksanaan tugasnya kepada Napoleon bonaparte setelah penghapusan Kerajaan Belanda pada tahun 1810. Sejarawan Indonesia yang banyak mengandalkan informasi dari arsip Belanda ikut berbuat kesalahan dengan menerima kenyataan pembangunan jalan antara Anyer-Panarukan melalui kerja rodi.

Kontroversi lain yang menyangkut pembangunan jalan ini adalah tidak pernah disebutkannya manfaat yang diperoleh dari jalan tersebut oleh para sejarawan dan lawan-lawan Daendels. Setelah proyek pembuatan jalan itu selesai, hasil produk kopi dari pedalaman Priangan semakin banyak yang diangkut ke pelabuhan Cirebon dan Indramayu padahal sebelumnya tidak terjadi dan produk itu membusuk di gudang-gudang kopi Sumedang, Limbangan, Cisarua dan Sukabumi. Begitu juga dengan adanya jalan ini, jarak antara Surabaya-Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa disingkat menjadi 7 hari. Ini sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels kemudian dikelola dalam dinas pos.

Di sisi lain, dikatakan bahwa Daendels mebuat birokrasi menjadi lebih efisien dan mengurangi korupsi. Tetapi ia sendiri dituduh korupsi dan memperkaya diri sendiri. Akhirnya ia dipanggil pulang oleh Prancis dan kekuasaan harus diserahkan kepada Jan Willem Janssens, seperti diputuskan oleh Napoleon Bonaparte. Pemanggilan pulang ini dipertimbangkan oleh Napoleon sendiri. Dalam rangka penyerbuan ke Rusia, Napoleon memerlukan seorang jenderal yang andal dan pilihannya jatuh kepada Daendels. Dalam korps tentara kebanggaan Prancis (Grande Armee), ada kesatuan Legiun Asing (Legion Estranger) yang terdiri atas kesatuan bantuan dari raja-raja sekutu Prancis. Di antaranya adalah pasukan dari Duke of Wurtemberg yang terdiri atas tiga divisi (kira-kira 30 ribu tentara). Tentara Wurtemberg ini sangat terkenal sebagai pasukan yang berani, pandai bertempur, tetapi sulit dikontrol karena latar belakang mereka sebagai tentara bayaran pada masa sebelum penaklukan oleh Prancis. Napoleon mempercayakan kesatuan ini kepada Daendels dan dianugerahi pangkat Kolonel Jenderal.

Ketika tiba di Paris dari perjalanannya di Batavia, Daendels disambut sendiri oleh Napoleon di istana Tuiliries dengan permadani merah. Di sana, ia diberi instruksi untuk memimpin kesatuan Wurtemberg dan terlibat dalam penyerbuan ke Rusia pada tanggal 22 Juni 1812.

Sekembali Daendels di Eropa, Daendels kembali bertugas di tentara Prancis. Dia juga ikut tentara Napoleon berperang ke Rusia. Setelah Napoleon dikalahkan di Waterloo dan Belanda merdeka kembali, Daendels menawarkan dirinya kepada Raja Willem I, tetapi Raja Belanda ini tidak terlalu suka terhadap mantan patriot dan tokoh revolusioner ini. Akan tetapi, pada tahun 1815 ia diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Pantai Emas Belanda, Ghana dan meninggal di sana pada tanggal 2 Mei 1818[1] Ia meninggal dunia akibat penyakit malaria.[2]

  • Daftar Gubernur-Jenderal Hindia Belanda
  • Pemberontakan Raden Ronggo
  • Encyclopaedia Britannica, Herman Willem Daendels
  • Herman Willem Daendels - Rijksmuseum, Amsterdam Diarsipkan 2015-11-17 di Wayback Machine.
Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Albertus Wiese
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda
1808-1811
Diteruskan oleh:
Jan Willem Janssens
  1. ^ "Herman Willem Daendels". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 Mei 2021. 
  2. ^ "Herman Willem Daendels - Historical figures - Rijksstudio". Rijksmuseum (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 Mei 2021. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Herman_Willem_Daendels&oldid=21032500"