Yadnya yang dilakukan setiap hari setelah selesai memasak disebut

MUTIARAHINDU.COM  -- Pengertian dan Tujuan Yadnya Sesa serta Pelaksanaannya. Melaksanakan persembahan atau Yadnya merupakan kewajiban serta tugas manusia untuk menunaikannya. Dalam menunaikan tugas atau kewajiban dharma itu hendaknya dilandasi oleh adanya etika yang baik. Melaksanakan persembahan tentunya agar menimbulkan kebaikan bersama. Sila atau perilaku manusia hendaknya perlu mendapat perhatian, agar tidak terlepas dan sila dan diusahakan untuk menuju ke arah susila atau perilaku yang baik. Jangan sampai terjerumus pada perilaku yang asusila atau perbuatan yang tidak baik, seperti lalai melaksanakan Yadnya itu. Dalam berperilaku tentunya selalu dalam pengawasan akal sehat dan pikiran yang suci. Dalam berYadnya wajib dilandasi oleh pikiran dan sanubari yang suci, diusahakan kesakitan itu dijauhkan dari diri manusia. Bilamana hatinya jernih, pikirannya suci, wajahnya cerah tentu usahanya mencapai hasil. Sebagai kunci keberhasilan persembahan itu tentu kesuciannya yang turut memberikan makna yang penting. Untuk itu bagaimana bisa dikendalikan (tapa) yang mengarah pada ketidakbaikan tersebut. Segala hasil karya yang kita peroleh jika itu dharma landasannya, maka arta itu sangat utama nilainya. Namun perlu disadari bahwa yang kita nikmati dari hasil karya itu tidak hanya kita nikmati sendiri, atau kita tumpuk sampai melimpah ruah arta kekayaan itu, tentu tidak. Hasil jerih payah itu sebagian perlu disedekahkan atau berdana kepada siapa saja yang berhak menerimanya atau harta itu hendaknya dipersembahkan kehadapan Hyang Pencipta, ke hadapan sesama, serta makhluk lainnya yang memiliki kehidupan di dunia ini. Sebagai sedharma tentu kita ingat kewajiban untuk melaksanakan Yadnya itu. Dapat melakukan penghormatan terhadap orang suci agama, itu pun juga Yadnya namanya. Melakukan yoga dan samadhi juga merupakan Yadnya, karena hal ini merupakan Yadnya, karena hal ini merupakan usaha konsentrasi diri atau memusatkan perhatian diri terhadap Hyang Maha Kuasa. Dengan demikian memang jenis Yadnya itu beragam pelaksanaannya, namun dengan keanekaragaman Yadnya itu tidak mengecilkan semangat dan gairah umat untuk melakukan persembahan, semoga tidak. Dalam Kitab Suci Atharwa Weda XII, 1.1 dapat ditegaskan bahwa enam unsur yang merupakan kewajiban manusia dalam hidupnya. 

Yadnya yang dilakukan setiap hari setelah selesai memasak disebut

Adapun bunyi slokanya yakni:

“Satyam Brhad Rtam Ugram Diksa,

Tapo Brahma Yadnya Prithiwim Danarayati “.

Sesungguhnya Satya, Rta, Diksa, Tapa, Brahma, dan Yadnya yang menyangga dunia.

Dan sloka di atas terdapat unsur Yadnya, karena hakikat Yadnya turut memberikan motivasi umat untuk menyelamatkan dunia ini. Sebagaimana diketahui bahwa Yadnya sebagai sarana untuk memuja dan menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa untuk memproleh kesucian jiwa. Tidak saja kita menghubungkan diri dengan Tuhan, juga dengan manifestasinya dan makhluk ciptaan-Nya termasuk alam beserta dengan isinya. 

Dengan demikian bahwa Yadnya merupakan persembahan dan pengabdian yang tulus ikhlas tanpa adanya imbalan yang sangat diharap-harapkan. Pada dasarnya Yadnya itu hendaknya dilaksanakan dengan hati yang tulus ikhlas. Demikian juga kita terhadap sesama manusia, terhadap makhluk lainnya hendaknya juga berYadnya. Dengan adanya saling menghormati, saling menolong, saling memberikan, saling harga menghargai, hal itu merupakan juga suatu Yadnya yang konkret. Bilamana hal ini dapat dilakukan dengan penuh kesadaran yang tinggi tanpa adanya paksaan untuk berYadnya. Timbul pentanyaan, mengapa manusia harus dapat menumbuhkan kesadaran sendiri? Kita sadari bahwa manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya seperti hewan, bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia selalu bersama-sama dengan yang lainnya. Melalui Yadnya manusia dapat menyatu dengan lingkungannya, baik pencipta-Nya, hewan maupun tumbuhtumbuhan. Melalui pelaksanaan Yadnya manusia ingin mencapai ketenteraman batin, kenyamanan hidup, keharmonisan dengan sesama yang lainnya, dan ingin melepaskan segala duka dan arta serta terhindar dari dosa-dosa. 

mucuante sarwa kilbisaih,

ye pacanty atma karanat “, (Bhagavadgita, 111, 13).

Ia yang memakan sisa Yadnya akan terlepas dari segala dosa, tetapi ia yang hanya memasak makanan hanya bagi diri sendiri, sesungguhnya makan dosa. 

Menyimak makna soka tersebut, maka jelas bagi kita betapa pentingnya berYadnya itu. Mempersembahkan makanan yang dimiliki juga termasuk persembahan yang mulia dan dapat mententramkan hidup ini. Mempersembahkan Yadnya berupa makanan itu disebut dengan Yadnya Sesa. Dengan demikian bahwa makanan juga sebagai sarana untuk melaksanakan persembahan. Di sini mengandung makna bahwa manusia setelah selesai memasak wajib memberikan persembahan dan makanan itu sebagaimana kita ketahui merupakan sumber kehidupan di dunia ini. Agar manusia memperoleh kehidupan dan penghidupan, maka sebaiknya terlebih dahulu perlu disuguhkan sebagai Yadnya sebelum dinikmatinya. Apabila manusia dapat memakan sisa Yadnya akan terlepas dari segala dosa, ini berarti bahwa manusia harus ikhlas berYadnya, manusia dapat mendahulukan kebutuhan Yadnya, dapat pula bermakna bahwa manusia selalu mengusahakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi, dapat menolong sesama dan menghargai yang lainnya. Menjamin kenyamanan dan keharmonisan pihak yang lain yang berarti pula menciptakan keharmonisan dan ketenteraman diri sendiri. Jika manusia telah dapat mewujudkan harapan-harapan mulia tersebut berarti manusia telah berhasil melepaskan dan terhindar dari penderitaan dan malapetaka. Selanjutnya mari kita renungkan makna sloka berikut ini :

dasyante Yadnya bhavitah,

tair danan apradayai ‘bhyo

yo bhunhte eva sah”, (Bhagavadgita, III, 12).

Sesungguhnya keinginan untuk mendapat kesenangan telah diberikan kepadamu oleh Dewa-dewa karena Yadnyamu, sedangkan ia yang telah memperoleh kesenangan tanpa memberi Yadnya sesungguhnya adalah pencuri.

Yadnyah karma samudhhawah “, (Bhagawadgita,III, 14).

Adanya makhluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan, adanya hujan karena Yadnya, adanya Yadnya karena karma.

Kedua sloka tersebut mengingatkan umat Hindu betapa pentingnya melaksanakan Yadnya, termasuk juga melaksanakan Yadnya sesa dengan mempersembahkan terlebih dahulu makanan yang telah dimasaknya sebelum menikmatinya. Kita yakin bahwa usaha apa pun pasti menghasilkan, demikian juga dalam melaksanakan Yadnya sesa memohon anugerah Hyang Widhi Wasa untuk selalu dianugerahi benih kehidupan dan kenikmatan hidup di dunia ini. Alangkah nistanya hidup ini yang hanya mengutamakan kepentingan sendiri, hidup untuk menyenangkan diri pribadi saja dengan mengorbankan yang lainnya, hidup yang hanya mengejar kepuasan diri pribadi sedangkan yang lainnya penuh dengan kesengsaraan dan kemelaratan, maka manusia yang demikian tidak ada bedanya dengan pribadi seorang pencuri. Tegakah kita sebagai sedharma dijuluki sebagai pencuri? Yang jelas tentu tidak. Dari renungan di atas tentu umat harus menyadari untuk memberikan persembahan dengan berYadnya, seperti halnya mempersembahkan makanan atau Yadnya sesa. Makanan merupakan sumber kehidupan dan karena adanya makanan, maka semua makhluk di jagat raya ini dapat hidup. Persembahan makanan dalam bentuk Yadnya sesa walaupun wujudnya sangat sederhana dan nampaknya kecil, namun hakikat Yadnya sesa itu sangatlah mulia dan luhur, yang mengandung makna spiritual untuk mententramkan kehidupan makhluk yang lainnya.

Makanan yang dinikmati manusia bukan semata-mata merupakan hasil usahanya sendiri saja, tetapi manusia memperolehnya secara bersama-sama antara makhluk yang satu dengan makhluk yang lain. Nasi diperolehnya berkat kerja keras petani untuk mengerjakan lahannya dengan penuh pengharapan supaya menghasilkan padi, selanjutnya padi diolah juga untuk menghasilkan beras, dan beras inilah kemudian dimasak untuk dijadikan nasi. Tidak cukup hanya itu, bahwa diperlukan juga bantuan yang lainnya dan unsur kekuatan alam yang disebut dengan Panca Maha Bhuta yakni adanya kekuatan tanah atau pertiwi, adanya kekuatan air atau apah, adanya kekuatan panas/api atau teja, adanya kekuatan angin atau bayu, adanya kekuatan zat ether atau akasa. Adanya nasi atau makanan ini juga berkat kekuatan atau kemahakuasaan Hyang Widhi melalui manifestasinya yang disebut tri murti yakni tiga macam kekuatan Tuhan dalam melindungi dan menganugerahi umatnya. Beras dapat dimasak atau dimatangkan menjadi nasi berkat adanya tiga kekuatan tadi yakni Dewa Brahma dengan kekuatan panasnya, Dewa Wisnu dengan kekuatan airnya, dan Dewa Siwa dengan kekuatan penyupatannya dan dan ketiga kekuatan tersebut menyatu secara bersama-sama sehingga bermula dari beras hingga menjadi matang dan diperoleh nasi itu. Proses ini merupakan suatu kerja sama manusia baik secara sekala maupun niskala sehingga dapat menikmati makanan. Oleh karena manusia ini menikmati makanan ini atas dasar kebersamaan dan merupakan pemberian, maka patutlah makanan itu dipersembahkan kembali pada kekuatan alam yang lainnya melalui Yadnya sesa itu sendiri. 

Sebagaimana ada yang ditegaskan dalam makna sloka di atas dimana adanya makanan ini karena adanya hujan, ini dimaksudkan bahwa dalam mengolah makanan itu memerlukan adanya air, termasuk juga yang lainnya yang dapat dijadikan sumber kehidupan di dunia ini. Dengan demikian bahwa Yadnya Sesa merupakan persembahan umat Hindu dengan mempersembahkan sebagian kecil dari makanannya yang berupa nasi, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan garam yang dialasi taledan yang terbuat dan daun pisang,  yang secara rutin dilaksanakan setiap hari sehabis makanan itu dimasak dan setelah itu baru dinikmatinya. Persembahan Yadnya sesa ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing terutama pada tempat-tempat yang dianggap penting. 

Sebagaimana halnya dalam pelaksanaan Yadnya-Yadnya yang lainnya, seperti Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Bhuta Yadnya, dan jenis Yadnya yang lainnya, semua jenis Yadnya itu mengandung makna dan memiliki tujuan yang sangat mulia dan spiritual sesuai dengan jenis dan tingkatan Yadnya yang dilaksanakannya. Namun yang jelas bahwa Yadnya itu sebagai wujud rasa bakti dan terima kasih yang ditujukan kehadapan Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya agar senantiasa dianugerahi kesejahteraan dan kebahagiaan yang kekal dan abadi di dunia ini maupun diakhirat atau moksartham jagadhita ya caiti dharma. Dalam hidup ini perlu adanya keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani. Hidup ini bukan hanya untuk diabdikan pada kepentingan jasmani melulu, namun perlu juga dipenuhi kebutuhan rohani. Hidup ini juga bukan hanya untuk mengumpulkan materi atau arta kekayaan yang melimpah ruah tanpa adanya tuntutan spiritual serta pembinaan mental yang berkesinambungan. Demikian pula halnya bahwa makanan ini tidak hanya untuk dapat mengenyangkan perut saja, bukan pula untuk memuaskan kebutuhan pangan melulu. Hidup ini bukan hanya untuk makan dan selalu bermewah-mewah tanpa ada rasa kepedulian terhadap yang lainnya. Yang terpenting bahwa sesungguhnya makanan itu kita nikmati setelah terlebih dahulu dipersembahkan sebagai Yadnya dari sisa Yadnya inilah sebagai wujud anugerah Tuhan untuk dinikmati yang tidak mengurangi kadar gizi dan kesehatannya.

Secara sederhana dikemukakan di sini tujuan melaksanakan Yadnya Sesa bagi umat

a. Sebagai persembahan yang ditujukan kehadapan Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya yang telah memberikan anugerahnya.

b. Sehagai wujud rasa bakti dan terima kasih yang setulus-tulusnya ke hadapan Hyang Widhi yang Maha Pemurah dan Maha Pemberi.

c. Untuk mengharmoniskan dan menyelaraskan antara adanya kebutuhan jasmani yang berupa makanan dengan kebutuhan rohani melalui pelaksanaan Yadnya sesa.

d. Sebagai sarana persembahan dan penghormatan terhadap makhluk hidup yang lainnya yang juga merupakan ciptaan Hyang Widhi Wasa. 

e. Untuk memupuk rasa kedisiplinan dan toleransi sesama serta dapat mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau dirinya sendiri.

Demikianlah beberapa tujuan pelaksanaan Yadnya sesa yang dilaksanakan setiap hari (Nitya Karma) guna terwujudnya kesejahteraan dan kebahagiaan hidup ini. 

Dalam uraian di depan ada ditegaskan bahwa adanya makhluk hidup karena makanan, adanya makanan karena hujan, adanya hujan karena Yadnya, adanya Yadnya karena karma. Ini mengandung makna yang sangat mulia bagi manusia. Hidup ini senantiasa memerlukan kebutuhan-kebutuhan yang seimbang antara jasmani dengan rohani. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan karmanya guna membuahkan hasil atau pahala. Demikian juga bahwa manusia untuk tetap menunaikan kewajibannya untuk melaksanakan Yadnyanya, baik Yadnya yang dilakukan setiap hari atau nitya karma maupun Yadnya yang dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Pelaksanaan Yadnya Sesa merupakan jenis Yadnya yang dilaksanakan oleh umat Hindu sehari-hari atau Nitya Karma. Yadnya Sesa adalah persembahan yang tulus ikhlas dengan mempersembahkan makanan berupa nasi, lauk-pauk, sayur-sayuran, garam, dan air, yang dilaksanakan setelah selesai memasak yang dipersembahkan pada tempat-tempat tertentu. Yadnya sesa juga disebut Ngejot atau Banten Saiban. Perlu diingat bahwa pelaksanaan Yadnya sesa/Ngejot/Saiban ini dilaksanakan setelah selesai memasak nasi dan belum makan yang dipersembahkan setiap hari. 

Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat Yadnya sesa, sebagai berikut :

a. Daun pisang, yang dipotong segi empat agak kecil dan dibuat sedemikian rupa yang berbentuk tangkih atau taledan yang digunakan sebagai alasnya.

b. Nasi, nasi ini sebagai persembahan pokok dan Yadnya sesa, apabila belum masak lauknya ataupun yang lainnya, biasanya dapat pula dengan suguhan nasi dan diisi sedikit garam. Ini mengandung makna bahwa nasi merupakan makanan pokok manusia yang bermula dan beras dan melalui proses memasak ini yang disertai dengan bantuan kekuatan Dewa Brahma dengan panasnya api, kekuatan Dewa Wisnu dengan air, dan kekuatan Dewa Siwa untuk “Nyupat” atau menyucikan beras sehingga bisa masak berubah menjadi nasi.

c. Garam, ini sebagai sarinya air laut yang terasa asin dan rasa asin ini sangat diperlukan bagi kebutuhan manusia serta makanan yang akan dimakan tidak terasa hambar. Makna terkandung di dalamnya adalah segala usaha maupun yana supaya dapat dirasakan atau dapat dinikmati hasilnya, tanpa ada rasa maka sia-sia usaha itu.  Lebih dari itu dengan “rasa” bahwa manusia sadar atau merasakan dirinya berutang kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

d. Lauk-pauk, ini juga merupakan bahan untuk Yadnya sesa untuk melengkapi rasa yang terkandung dalam suguhan itu. Lauk-pauk yang kita masak maka ini pun juga dipersembahkan sebagai Yadnya sesa. Apapun bahannya lauk-pauk itu perlu juga dipersembahkan, baik dan ikan, daging, buah-buahan atau biji-bijian.

e. Sayuran, inilah jenis makanan yang dibuat dari daun-daunan yang segar dan hijau yang juga dapat melengkapi persembahan Yadnya sesa.

f. Air juga sebagai sarana untuk melengkapi melaksanakan Yadnya sesa. Seperti halnya manusia jika habis makan perlu air untuk minum sebagai pengantar makanan dan sebagai tanda kepuasan. Dengan minum air kita merasa tenang dan sejuk serta pikiran tidak menjadi tegang, karena kekuatan Dewa Wisnu berfungsi untuk menenangkan dan menyejukkan kehidupan umatnya. Demikian halnya juga dalam melaksanakan Yadnya sesa diakhiri dengan persembahan air sebagai bukti bahwa suguhan itu telah dilaksanakan. Setelah persiapan untuk melaksanakannya telah dilengkapi sesuai dengan bahan-bahan tersebut di atas dan telah ditata sedemikian rupa (ditanding), maka suguhan itu siap untuk dipersembahkan. 

Pelaksanaan Yadnya Sesa atau Ngejot ini ditujukan kehadapan :

  1. Sang Hyang Widhi Wasa beserta semua manifestasinya (Sang Hyang Siwa Raditya atau Sang Hyang Surya) suguhan ditempatkan di atas atap rumah atau di atas tempat tidur pada pelangkiran yang telah disediakan.
  2. Sang Hyang Brahma bertempat di tungku atau tempat memasak.
  3. Sang Hyang Wisnu bertempat di tempat menyimpan air atau bisa juga disumur.
  4. Sang Hyang Amerta atau Dewi Sri bertempat di penyimpanan beras atau nasi.
  5. Sang Hyang Pertiwi bertempat di halaman rumah yang juga ditujukan kehadapan bhuta-bhuti.
  6. Kehadapan Penunggun Karang bertempat di Tugu.
  7. Kehadapan Bhatara-Bhatari dan roh suci leluhur bertempat di Merajan dan Sanggah yang lainnya.
  8. Serta pada tempat-tempat yang lainnya yang dipandang perlu dan jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan setempat.

Hakikat pelaksanaan Yadnya Sesa tersebut di atas dapat bermakna bahwa Hindu di mana pun berada senantiasa membiasakan diri untuk mendahulukan kepentingan umum atau para dharma dan pada kepentingan pribadi atau swadharma. Juga berarti untuk mendahulukan dharma bakti dan kewajiban dari pada pamrih atau kehendak menuntut hak untuk diri sendiri.

Sukrawati, Ni Made. 2019. Acara Agama Hindu. Denpasar: UNHI Press.

Dikutib Dari Buku: Acara Agama Hindu Karya Dr. Ni Made Sukrawati, S.Ag., M.Si halaman 71-79