Perbedaan hukum waris adat dan hukum waris Islam

Warisan adalah perkara yang penting bagi kehidupan Anda. Tidak hanya untuk diri pribadi, melainkan juga untuk anak cucu Anda kelak. Meskipun penting, seringkali perihal warisan ini menimbulkan berbagai permasalahan. Tidak heran, banyak juga orang yang putus tali persaudaraannya karena hak warisan. Permasalahan utamanya biasanya karena perbedaan pendapat mengenai kesetaraan dan keadilan.

Meskipun aturan dan perhitungannya cukup rumit. Anda perlu memikirkannya dari sekarang dan jangan mencoba untuk menomorduakan perihal ini. Dikhawatirkan perihal warisan ini menjadi permasalahan besar yang muncul di masa depan. Untuk itu, Anda perlu mempelajari hukum waris di Indonesia. Anda pun dituntut untuk paham dan mengerti. Sehingga, saat terjadi pembagian, akan mencapai mufakat dan tidak adanya perselisihan dan omongan di belakang.

Baca Juga: Surat Kuasa Ahli Waris untuk Menjual Tanah atau Rumah

Pengertian Hukum Waris

Hukum Waris via quickenloans.com

Menurut pakar hukum Indonesia, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah pewaris meninggal dunia, dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain atau ahli waris.

Meskipun pengertian hukum waris tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, namun tata cara pengaturan hukum waris tersebut diatur oleh KUH Perdata. Sedangkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, hukum waris adalah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan pewaris, lalu menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris dan berapa besar bagian masing-masing.

Unsur-Unsur Hukum Waris

Membicarakan hukum waris tidak terlepas dari beberapa unsur yang terikat. Adapun unsur-unsur tersebut sebagai berikut:

  1. Pewaris
    Pewaris adalah orang yang meninggal dunia atau orang yang memberikan warisan disebut pewaris. Biasanya pewaris melimpahkan baik harta maupun kewajibannya atau hutang kepada orang lain atau ahli waris.
  1. Ahli waris
    Ahli waris adalah orang yang menerima warisan disebut sebagai ahli waris yang diberi hak secara hukum untuk menerima harta dan kewajiban atau hutang yang ditinggalkan oleh pewaris.
  1. Harta warisan
    Warisan adalah segala sesuatu yang diberikan kepada ahli waris untuk dimiliki pewaris, baik itu berupa hak atau harta seperti rumah, mobil, dan emas maupun kewajiban berupa hutang.

Hukum Waris di Indonesia

Hukum Waris di Indonesia via amazonaws.com

Indonesia adalah negara multikultural. Berbagai aturan yang ada pun tidak dapat mengotak-kotakan kultur yang ada. Sama berlakunya untuk hukum waris. Di Indonesia, belum ada hukum waris yang berlaku secara nasional. Adanya hukum waris di Indonesia adalah hukum waris adat, hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Masing-masing hukum waris itu memiliki aturan yang berbeda-beda. Adapun berikut penjelasannya:

1. Hukum Waris Adat
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan hukum adat.

Menurut Ter Haar, seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul Beginselen en Stelsel van het Adatrecht (1950), hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut.

Hukum adat itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adat-istiadat yang harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.

Oleh karena itu, hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan atau kekerabatan. Di Indonesia hukum waris mengenal beberapa macam sistem pewarisan. Apa saja?

  • Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal berdasarkan garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua orang tua.
  • Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral seperti Jawa dan Batak.
  • Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris hanya mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut. Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.
  • Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.

Baca Juga: Rencanakan Warisan Anda Mulai Sekarang

2. Hukum Waris Islam

Hukum waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yaitu materi hukum Islam yang ditulis dalam 229 pasal. Dalam hukum waris Islam menganut prinsip kewarisan individual bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Dengan demikian pewaris bisa berasal dari pihak bapak atau ibu.

Menurut hukum waris Islam ada tiga syarat agar pewarisan dinyatakan ada sehingga dapat memberi hak kepada seseorang atau ahli waris untuk menerima warisan:

  • Orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat di buktikan secara hukum ia telah meninggal. Sehingga jika ada pembagian atau pemberian harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak termasuk dalam kategori waris tetapi disebut hibah.
  • Orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan meninggal dunia.
  • Orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti ayah atau kakek dan pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, dan paman.

3. Hukum Waris Perdata

Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP).

Hukum waris perdata menganut sistem individual di mana setiap ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan:

  • Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang: Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya; Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya; Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas; dan Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
  • Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.

Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

Pembagian Warisan yang Adil

Dari deskripsi di atas, Anda perlu mengetahui kebutuhan yang dapat mencakup keluarga besar Anda. Memang rumit, apalagi ketika menghitungnya. Namun, Anda perlu kesabaran yang tinggi. Jika kesulitan, konsultasikan dengan orang terdekat. Dapat juga Anda menggunakan tenaga ahli untuk membantu. Hal ini tentunya akan sangat membantu Anda untuk membuat perhitungan yang lebih baik. Dengan demikian, tujuan kesetaraan dan pembagian secara adil dapat terlaksana.

Perhatikan juga wasiat orang tertua. Jika merasa perlu menegakkan keadilan dan kesetaraan jangan sungkan untuk bermusyawarah. Dengan demikian akan muncul mufakat yang menjadi acuan bersama. Adanya komunikasi membantu manusia untuk saling memahami. Dengan demikian ikatan keluarga akan tetap terjaga dan harmonis. Setidaknya Anda telah mencoba yang terbaik. Niat baik tentunya akan memiliki hasil yang baik pula.

Baca Juga: Tabungan Pensiun, Seberapa Pentingkah Bagi Anda?

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui perbedaan bagian antara ahli waris laki-laki dengan ahli waris perempuan menurut hukum waris Islam dan hukum waris KUHPerdata, mengetahui persamaan serta perbedaan antara asasasas yang digunakan dalam pembagian waris menurut hukum islam dan hukum waris perdata serta memberikan gambaran keadilan dalam pembagian waris yang terjadi menurut Islam dan Waris menurut KUHPerdata Penelitian ini bersifat yuridis normatif. Yuridis karena dalam menelaah permasalahan yang ada dikaji dengan berdasarkan atas materi hukum atau peraturan yang ada kaitannya dengan materi penelitian melalui penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Normatif karena penelitian ini didasarkan pada penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan penelitian. Hasil penelitian: (1) Pembagian antara hukum waris Islam dan KUHPerdata sangat berbeda, hukum waris Islam tidak memperhatikan segi persamaan porsi tetapi lebih memperhatikan perbedaan hak dan kewajiban antara laki- laki dengan perempuan. Perbedaan porsi warisan yang diterima laki-laki lebih besar dari perempuan (2:1) karena adanya perbedaan kewajiban yang dipikul laki- laki lebih besar daripada perempuan. Hal ini berbeda dengan kewarisan menurut KUHPerdata yang memandang sama hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak ada perbedaan porsi warisan yang diterima laki-laki dengan perempuan dalam sistem pewarisan (1:1). (2) Persamaan asas-asas yang pada hukum waris Islam dengan hukum waris KUHPerdata sama-sama berasas individual, berasas bilateral, berasas kematian, berasas perderajatan, serta berasas kemanfaatan. Sedangkan perbedaannya, hukum waris Islam berasas ketauhidan, berasas ijbari, berasas keadilan berimbang, berasas personalitas keislaman, dan berasas tasaluh, sementara dalam hukum waris KUHPerdata berasas persamaan secara absolut, dan berasas peralihan secara otomatis. (3) Hukum waris Islam mempunyai nilai keadilan lebih menyeluruh dengan mempertimbangkan faktorfaktor sosio-kultural yang memang memperlihatkan adanya perbedaan status dan kewajiban antara laki-laki dengan kaum perempuan. Sedangkan hukum waris menurut KUHPerdata memiliki nilai keadilan yang lebih menekankan persamaan secara absolut antara sesama manusia, baik laki-laki maupun perempuan

The purpose of this research is to know the difference between male heirs with female heirs according to Islamic inheritance law and Civil Inheritance Law, knowing similarities and differences between the principles used in the division of inheritance according to Islamic law and Civil Inheritance Law provides picture of justice in the distribution of inheritancethat occur according to Islam and Inheritance by Civil Code. This research is normative. Juridical because in reviewing the existing problems based on material studied by law or regulation in connection with research materials through library research to obtain secondary data. Normative because this research is based on library research to obtain data relevant to the problem of research. Results of research: (1) The divison between the Islamic inheritance law and the Civil Code is very different, the Islamic inheritance law is not concerned about the portion of the equation, but more attention to the difference between rights and obligations of men to women. Differences portion of inheritance received by a larger male than female (2:1) because of differences in assumed liabilities males larger than female. This differs from the inheritance according to the Civil Code which look the same rights and obligations between men and women, so there is no difference in the portion of inheritance received by men with women in inheritance systems (1:1). (2) Equation on the principles of Islamic inheritance law inheritance law the Civil Code with equally principle bearing individua l, bilateral principle, the principle of death, degree principle, and the principle of expediency. While the difference, the Islamic inheritance law has monotheism principle, the principle ijbari, balanced fairness, the principles of Islamic personality and the principle tasaluh, while the Civil Code on inheritance law has the principle of absolute equality, and the principle of switching automatically. (3) Islamic inheritance law have justice more holistic value by considering the factors of socio-cultural which indeed shows the difference in status and obligations between men with women. While inheritance law under the Civil Code has a value of justice which emphasizes the absolute equality between human beings, both men and women.

Kata Kunci : Perbandingan, Hukum Waris Islam, Hukum Waris Perdata, Keadilan