Pengalaman penting Nabi Muhammad SAW ketika bersama pamannya adalah


Ketika berumur 12 tahun, Nabi Muhammad saw mengikuti pamannya Abu Thalib  membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum mencapai kota Syam, baru sampai ke Bushra, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, Buhaira namanya. Pendeta itu melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad saw. Maka dinasehatilah Abu Thalib agar segera membawa ponaannya itu pulang ke Mekah, sebab ia khawatir kalau-kalau Muhammad saw ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan menganiayanya. Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Mekah.

Nabi Muhammad saw sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali ke pekerjaannya mengembala kambing; kambing keluarga dan kambing penduduk Mekah yang lain yang dipercayakan kepadanya. Pekerjaan menggembala kambing ini, membuahkan didikan yang amat baik pada diri Nabi, karena pekerjaan ini memerlukan keuletan, kesabaran dan ketenangan serta keterampilan dalam tindakan.

Diwaktu Nabi Muhammad saw berumur + 15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah bagi penduduk Mekah, yaitu kejadian peperangan antara suku Quraisy dan Kinanah  disatu pihak, dengan suku Qais ‘Ailan dilain pihak. Nabi Muhammad saw ikut aktif dalam peperangan ini memberikan bantuan kepada paman-pamannya dengan menyediakan keperluan peperangan.

Peperangan ini terjadi didaerah suci, pada bulan-bulan suci pula yaitu pada bulan Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa Arab, peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap kesucian, karena melanggar kesucian bulan Zulqaedah, sebenarnya dilarang berkelahi, berperang menumpahkan darah.  Oleh karena demikian, perang tersebut dinamakan   “Harbul Fijar” yang artinya perang yang memecahkan kesucian.

Semenjak wafatnya Abdul Muththalib, kota Mekah mengalami kemerosotan. Ketertiban kota Mekah tidak terjaga. Keamanan harta benda, diri pribadi tidak mendapat jaminan. Orang-orang asing menderita segala macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka dirampok, bukan saja barang dan harta bendanya, akan tetapi juga istri dan anak perempuannya. Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Mekah kacau dan genting. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk Mekah sendiri ( Quraisy). Akhirnya, timbullah keinsyafan  dikalangan pemimpin-pemimpin Quraisy  untuk memulihkan kembali ketertiban kota Mekah itu. Maka berkumpullah pemuka-pemuka dari Bani Hasyim, Bani Muththalib, Bani Asad bin’Uzza, Bani Zuhrah bin Kilab dan Bani Tamim bin Murrah. Dalam pertemuan ini, pemimpin-pemimpin Quraisy mengikat sumpah, bahwa tidak seorangpun yang akan teraniaya lagi di kota Mekah baik oleh penduduknya sendiri ataupun orang lain. Barangsiapa yang teraniaya, dia harus dibela bersama-sama. Demikianlah isi dari sumpah itu yang dalam sejarah disebut “Halfulfudhul”. Nabi Muhammad saw sendiri mengatakan sesudah menjadi rasul bahwa dia menyaksikan pertemuan paman-paman beliau itu dirumah  Abdullah bin Juda’an, diwaktu berusia belasan tahun.

Hasil pertemuan pemuka-pemuka Quraisy itu membawa perubahan yang baik bagi kota Mekah, hingga kota ini kembali aman dan selanjudnya memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan bangsa Arab.

Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad saw, mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya. Karena ia terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke Syam. Dalam perjalanan ke Syam, beliau ditemani oleh seorang pembantu Siti Khadijah bernama Maisarah (laki-laki, pen). Setelah selesai menjual belikan barang dagangan di Syam, dengan memperoleh laba yang tidak sedikit, merekapun kembali ke Mekah.

Sesudah Nabi Muhammad saw pulang dari perjalanan ke Syam itu, datanglah lamaran dari pihak  Siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada  pamannya. Setelah tercapai kata sepakat pernikahanpun dilangsungkan, pada waktu itu umur Nabi + 25 tahun sedang Siti Khadijah + 40 tahun.

Perkawinan ini telah memberi Muhammad saw ketenangan dan ketenteraman. Muhammad saw memperoleh cinta kasih yang tulus dari sorang perempuan yang kemudian hari merupakan orang yang pertama-tama mengakui kerasulannya dan senantiasa siap sedia menyertai dia dalam segala penderitaan dan kesusahan  dengan pengorbanan harta sekalipun.

Nama Nabi Muhammad saw bertambah populer dikalangan penduduk Mekah, sesudah beliau mendamaikan  pemuka-pemuka Quraisy  dalam sengketa mereka memperbaharui bentuk Ka’bah. Pada permulaannya mereka nampak bersatu  dan bergotong royong mengerjakan pembaharuan Ka’bah itu. Tetapi ketika sampai kepada peletakan Batu Hitam ( Al Hajarul Aswad) ketempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy. Mereka masing-masing merasa berhak  untuk mengembalikan batu suci  itu ketempat asalnya semula. Akhirnya disepakati yang menjadi hakim adalah orang yang pertama datang dan pada saat kritis ini, datanglah Muhammad saw, yang disambut dan segera disetujui mereka; maka diambilnyalah sehelai kain, lalu dihamparkannya dan Al Hajarul Aswad diletakkannya ditengah-tengah kain itu. Kemudian disuruhnya tiap-tiap pemuka golongan Quraisy bersama-sama mengangkat  tepi kain ketempat  asal Hajarul Aswad itu. Ketika sampai ketempatnya, maka batu hitam itu diletakkan dengan tangannya sendiri ketempatnya.

Dengan demikian, selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu kejadian ini usia Nabi sudah 35 tahun dan dikenal dengan nama “Al-Amin”, yang dipercaya. (Sumber : Al Qur’an Dan Terjemahnya, Wakaf Dari Pelayan Dua Tanah Suci)


Page 2

Beranda About me Foto Panduan Hikmah

Sampingan Posted on November 5, 2013

Ketika umur 12 tahun, Nabi Muhammad s.a.w mengikuti pamannya Abu Thalib membawa barang dagangan ke Syam. Sebelum mencapai kota Syam, baru sampai ke Bushra, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, “Buhaira” namanya. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammda s.a.w Maka dinasihatilah Abu Thalib agar segera membawa keponakannya ke Mekah, sebab dia khawatir kalau-kalau Muhammad s.a.w ditemukan oleh orang Yahudi yang pasti akan menganiayanya. Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Mekah.

Nabi Muhammad s.a.w sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali kepekerjaannya menggembala kambing; kambing keluarga dan kambing penduduk Mekah yang lain yang dipercayakan kepadanya. Pekerjaan menggembala kambing ini membuahkan didikan yang amat baik pada diri Nabi, karena pekerjaan ini memerlukan keuletan, kesabaran dan ketenangan serta keterampilan dalam tindakan.

Di waktu Nabi Muhammad s.a.w berumur lebih kurang 15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah bagi penduduk Mekah, yaitu kejadian peperangan antara suku Quraisy dan Kinanah di satu pihak, dengan suku Qais ‘Ailan di lain pihak. Nabi Muhammad s.a.w ikut aktif dalam peperangan ini memberikan bantuan kepda paman-pamannya dengan menyediakan keperluan peperangan.

Peperangan ini teqjdi di daerah suci pada bulan-bulan suci pula yaitu pada bulan Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa Arab peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap kesucian, karena melanggar kesucian bulan Zulqaedah, sebenarnya dilarang berkelahi, berperang menumpahkan darah. Oleh karena demikian, perang tersebut dinamakan Harbul Fijar yang artinya perang yang memecahkan kesucian.

Semenjak wafatnya Abdul Muthalib, kota Mekah mengalami kemerosotan. Ketertiban kota Mekah tidak terjaga. Keamanan harta benda, diri pribadi tidak mendapat jaminan. Orang-orang asing menderita segala macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka dirampok, bukan saja barang dan harta bendanya, akan tetapi juga isteri dan anak perempuannya. Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Mekah kacau dan genting. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk Mekah sendiri (Quraisy). Akhirnya timbullah keinsyafan di kalangan pemimpin-pemimpin Quraisy untuk memulihkan kembali ketertiban kota Mekah itu. Maka berkumpullah pemuka-pemuka dari Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani Asad bin ‘Uzza, Bani Zuhrah bin Kila dan Bani Tamim bin Murrah. Dalam pertemuan ini pemimpin-pemimpin Quraisy mengikat sumpah; bahwa tidak seorangpun yang akan teraniaya lagi di kota Mekah baik oleh penduduknya sendiri ataupun orang lain. Barangsiapa yang teraniaya, dia harus dibela bersama-sama. Demikanlah isi dari sumpah itu yang dalam sejarah disebut Halfulfudhul. Nabi Muhammad s.a.w sendiri mengatakan sesudah menjadi Rasul bahwa dia menyaksikan pertemuan paman-paman beliau itu di rumah Abdullah bin Juda’an, di waktu berusia belasan tahun.

Hasil pertemuan pemuka-pemuka agama Quraisy itu membawa perobahan yang baik bagi kota Mekah, hingga kini kembali aman dan selanjutnya memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan bangsa Arab.

Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad s.a.w mulai berusaha sendiri dalam penghidupannya. Karena dia terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan di Syam, dengan memperoleh laba yang tidak sedikit, merekapun kembali ke Mekah.

Sesudah Nabi Muhammad s.a.w pulang dari perjalanan ke Syam itu, datanglah lamaran dari pihak Siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah tercapai kata sepakat pernikahanpun dilangsungkan, pada waktu itu umur Nabi lebih kurang 25 tahun sedang Siti Khadijah lebih kurang 40 tahun.

Perkawinan ini telah memberi Muhammad s.a.w. ketenangan dan ketentrama. Muhammad s.a.w memperoleh cinta kasih yang tulus dari seorang perempuan yang kemudian hari merupakan orang yang pertama-tama mengakui kerasulannya, dan senantiasa siap sedia menyertai dia dalam segala penderitaan dan kesusahan dengan pengorbanan harta sekalipun.

Para pembaca budiman yang baik hatinya, jangan lupa tinggalkan komentar ya…