Pemerintah Jepang berusaha mencegah penyebaran berita kemerdekaan Indonesia dengan cara

Setelah Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia bersama dengan para pemuda berusaha untuk menyebarkan luaskan berita tersebut ke seluruh wilayah Indonesia melalui berbagai media massa, di antaranya melalui siaran radio Hoso Kanriyoko, melalui Kantor Berita Jepang, yaitu Domei dan melalui surat kabar Soeara Asia di Surabaya.

Jadi, jawaban yang tepat adalah berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disebarluaskan melalui siaran radio Hoso Kanriyoko, melalui Kantor Berita Jepang bernama Domei, dan melalui surat kabar Soeara Asia di Surabaya.

Kakk bantu jawab kasih kata² yg menarik

jika raport bayangan hilang apakah wajib lapor ke kantor polisi ya​

atau televisi atau dari sumber gambaran cara orang berpidato, Tugas ini juga sebagai latihan menang) pidato. Isilah format berikut sebagai bentuk lapo … ran mendengarkan pidato! Tema pidato : Pembicara: Waktu tayang/siar..........(tanggal/bulan/tahun)............pukul .... Bentuk sapaan yang digunakan : Bentuk salam yang digunakan: Isi : ***** Rangkuman Pendahuluan: ..... Penutup : ********* ***** ***** ***bantu besok di kumpulkan T_T ​

selain membangun Masjid Sunan Ampel juga membangun​

sebutkan dalilnya sama ' dan artinya​

1. Uraikan pengertian sejarah serba objek menurut R.Moh Ali?2. Uraikan pengertian sejarah serba subjek menurut R.Moh Ali?​

Apa tujuan mereka mengenakan pakaian dan perhiasan seperti itu? Jawab :​

1.Mengapa runtuhnya kerajaan Majapahit memperlancar penyebaran ajaran agama Islam?_Mapel ski_​

Goleka teks geguritan, wacanen bola-bali, banjurwacanen ing ngarep kelas kanthi lagu, pocapan lan solah bawa sing trep!​

mohon lh bantuan ny dari semalam saya tanyak GK ad yg jawab​

Pemerintah Jepang berusaha mencegah penyebaran berita kemerdekaan Indonesia dengan cara

Pemerintah Jepang berusaha mencegah penyebaran berita kemerdekaan Indonesia dengan cara
Lihat Foto

Arsip ANRI

Suasana saat pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 5, Jakarta Pusat) pada 17 Agustus 1945.

KOMPAS.com - Pada 15 Agustus 1945, Jepang memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Jepang yang saat itu sedang menduduki Indonesia secara tidak langsung membuat status pemerintahan Indonesia menjadi kosong dari pendudukan negara lain.

Melihat kondisi ini, para pejuang Indonesia ingin segera mengumandangkan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Akan tetapi, Jepang melarang pembacaan berita proklamasi, karena Jepang memiliki kewajiban untuk menjaga status quo Indonesia seperti yang disepakati dengan Sekutu.

Baca juga: Pengungsi Vietnam 1975

Jepang Melarang Pembacaan Teks Proklamasi

Berita menyerahnya Jepang terhadap Sekutu merupakan sebuah kabar baik untuk pihak Indonesia. 

Setelah mendengar kabar tersebut, Soekarno-Hatta segera diminta oleh para golongan muda, seperti Sutan Syahrir untuk mengumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. 

Namun, tindakan ini dilarang oleh Jepang. 

Hal tersebut dibuktikan dengan penolakan Mayor Jenderal Nishimura yang melarang Soekarno-Hatta melaksanakan Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

Indonesia dilarang untuk membacakan teks proklamasi karena Jepang masih berkewajiban untuk menjaga status quo yang telah disepakati dengan Sekutu.

Baca juga: Mengapa Trunojoyo Memberontak dari Amangkurat I?

Penyebaran Berita Proklamasi

Meskipun telah dilarang, Soekarno-Hatta tetap mengumandangkan proklamasi karena telah didesak oleh kaum golongan muda.

Pada akhirnya, Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 AM.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan, kabar baik ini tentu ingin segera disebarluaskan hingga ke seluruh penjuru daerah.

Namun, karena keterbatasan alat komunikasi, berita ini tidak dapat langsung diketahui oleh banyak orang. 

Selain itu, hanya terdapat beberapa surat kabar saja yang hidup pada saat itu, seperti Asia Raya, Soeara Asia, Tjahaja, dan sebagainya. 

Upaya lain juga dilakukan Joesoef Ronodipoero yang merupakan penyiar, ia berusaha memberitakan berita kemerdekaan melalui radio Jepang tempat ia bekerja.

Ia berani mengambil risiko dengan menyiarkannya pukul 19.00. 

Namun, setelah ketahuan oleh milietr Jepang, Joesoef hampir dihukum mati. 

Melihat kondisi tersebut, rasanya tidak mungkin dapat menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Akan tetapi, para jurnalis tidak tinggal diam.

Esoknya, surat kabar Asia Raya mengangkat berita tersebut dengan judul "Pengangkatan Kepala Negara Indonesia Merdeka". 

Naskah proklamasi sendiri disebarkan melalui surat kabar Soeara Asia di Surabaya.

Setelah segala upaya diusahakan, berita proklamasi kemerdekaan Indonesia baru dapat disebarkan hampir melalui semua surat kabar pada 20 Agustus 1945. 

Begitu bulan Agustus 1945 berlalu, militer Jepang mulai melemah. 

Kondisi ini membuat para pers memiliki keberanian untuk semakin menyebarkan berita kemerdekaan.

Segala larangan Jepang beserta ancamannya terhadap penggunaan media massa mulai menghilang di Indonesia. 

Referensi: 

  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah Nasional Indonesia VI Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia (1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

tirto.id - Berita proklamasi Indonesia 1945 tak bisa menyebar secepat hoaks-hoaks zaman ini. Alat komunikasi di tahun 1945 tentu tak secanggih sekarang. Kala itu hanya sedikit orang yang bisa membaca. Mereka yang tidak bisa membaca hanya bisa diberi tahu dari mulut ke mulut karena tidak semua rumah punya radio. Masalah terbesarnya tentu saja bala tentara fasis Jepang. Semua informasi haruslah selaras dengan kepentingan militer Jepang.

Jawa antara 1942 hingga 1945 adalah masa-masa penuh sensor. “Di zaman Jepang berlaku sensor preventif. Sebelum koran memuat berita atau tulisan, kantor sensor Jepang atau Gun Kenetsu Han memeriksanya terlebih dahulu,” tulis Rosihan Anwar dalam Sejarah kecil "petite histoire" Indonesia - Volume 2 (2004: 28).

Selain itu hanya beberapa surat kabar yang hidup, tentu saja dengan restu dan harus selaras dengan kepentingan politik Jepang. Koran-koran yang bisa hidup antara lain Asia Raya (Jakarta), Soeara Asia (Surabaya), Tjahaja (Bandung), dan lainnya.

Baca juga: Cara Jepang Sembunyikan Kekalahan Perang di Depan Rakyat Indonesia

Setelah proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945, para jurnalis Indonesia begitu ingin menyebarkannya dengan segera. Beberapa usaha dilakukan. Lewat radio, Joesoef Ronodipoero, yang dapat informasi dari Bachtiar Lubis, ambil risiko menyiarkannya pada pukul 19.00. Setelah ketahuan militer Jepang, Joesoef dan Bachtiar hampir dihukum mati. Berita proklamasi sekan-akan jadi barang haram untuk diberitakan. Surat kabar Asia Raya pun tak bisa menyiarkan berita proklamasi.

Pemerintah Jepang berusaha mencegah penyebaran berita kemerdekaan Indonesia dengan cara

Ketika tak ada harapan untuk menyiarkannya lewat koran di Jakarta, maka berita itu tetap diteruskan oleh jurnalis dari Jakarta ke luar Jakarta. Mereka berharap berita itu ditayangkan pada esok harinya, 18 Agustus 1945.

Baca juga: Joesoef Ronodipoero: Hampir Mati Gara-gara Menyiarkan Proklamasi

Jasa Koran dan Wartawan

Pada hari dibacakannya teks proklamasi, Asia Raya (17/8/1945)—seperti yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia—masih menjadikan berita-berita perang dari front Pasifik sebagai bagian penting. Di halaman muka bahkan ada berita soal Philippe Pétain, pemimpin negara boneka Vichi (NAZI Jerman) di Perancis, yang diberi hukuman mati, tapi tak mau minta ampun dan menyesal berdiri di belakang Jerman.

Esoknya, meski diharamkan memberitakan proklamasi, Asia Raya (18/8/1945) mengangkat headline berjudul "Pengangkatan Kepala Negara Indonesia Merdeka". Diberitakan bahwa hasil rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) antara lain menetapkan undang-undang dasar (UUD 1945), mengangkat Sukarno sebagai presiden dan Hatta sebagai wakil presiden, dan membentuk komite nasional untuk membantu presiden dan wakil presiden. Teks pembukaan UUD 1945 ditampilkan di halaman muka. Tak lupa ada foto Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta di dalamnya.

Halaman muka Soeara Asia (18/8/1945) di Surabaya pun tampil seperti yang diinginkan para jurnalis Indonesia pro-kemerdekaan. Koran yang keredaksiannya dipimpin Raden Tukul Surohadiwinoto ini pada hari itu menyiarkan salinan naskah proklamasi. Di bawahnya dimuat pula salinan UUD 1945.

Esok harinya Asia Raya (19/8/1945) memuat teks batang tubuh UUD 1945 di halaman pertama, dari pasal 1 hingga 37 plus aturan tambahannya. Pada edisi ini ada artikel berjudul "Indonesia Merdeka Memperkenalkan Diri" yang ditulis oleh pimpinan umumnya, Raden Soekardjo Wirjopranoto. Artikel tersebut ditutup dengan kalimat "Hidup Indonesia Merdeka!".

Surat kabar Tjahaja (18/8/1945) dengan pimpinan umum Oto Iskandar Di Nata punya berita yang tidak jauh beda dengan Asia Raya di hari yang sama. Surat kabar terbitan Bandung ini memberitakan terpilihnya Sukarno sebagai presiden dan Hatta sebagai wakil presiden. Selain berita itu, Tjahaja juga memberitakan perang Pasifik di mana isi beritanya masih menggambarkan bahwa militer Jepang tetap kuat di Asia Timur Raya. Ini tentu saja berdasarkan kemauan pimpinan militer Jepang. Di mana pun fasis selalu pantang mengaku kalah.

Esoknya Tjahaja (19/8/1945), di halaman pertama, memuat naskah pembukaan UUD 1945 ditambah hasil rapat PPKI dan maklumat-maklumat. Ini juga tak jauh berbeda dengan Asia Raya di hari yang sama.

Pada 20 Agustus 1945, tepat hari ini 74 tahun lalu, hampir semua surat kabar di Indonesia baru memberitakan tentang proklamasi kemerdekaan. Rakyat di seluruh negeri pun bersiap menyambut bayi republik yang baru lahir.

Pemerintah Jepang berusaha mencegah penyebaran berita kemerdekaan Indonesia dengan cara

Seperti dicatat David Hill dalam Pers di Masa Orde Baru (2011: 23), Asia Raya kemudian diambil alih pemuda-pemuda pewarta dan menjadi harian Merdeka sejak 1 Oktober 1945. B.M. Diah menjadi pemimpin umum dan pemimpin redaksinya. Di koran ini ada pula Rosihan Anwar.

Setahun kemudian, pada 19 Februari 1946, Merdeka menjadi koran pertama yang memuat foto proklamasi kemerdekaan. Sebelumnya foto itu disembunyikan selama berbulan-bulan.

Foto itu hasil jepretan Frans Mendur yang berhasil diamankannya bersama saudaranya, Alex Mendur. Di antara jepretan mereka di Pegangsaan Timur 56, banyak yang disita militer Jepang. Mendur bersaudara, bersama Umbas bersaudara dan kawan-kawan mereka yang lain, belakangan mendirikan Indonesia Press Photo Service (IPPHOS) yang banyak merekam peristiwa bersejarah terkait negara Indonesia.

Baca juga: Mendur Bersaudara: Penggagas Kantor Berita Foto Independen IPPHOS

Setelah bulan Agustus 1945 berlalu, militer Jepang mulai melemah pengaruhnya. Keberanian menjadi pers demi kepentingan kemerdekaan pun makin hari makin tumbuh. Sensor-sensor beserta ancaman keras kepada berita yang tidak selaras dengan militer Jepang pun menghilang di Indonesia.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Petrik Matanasi
(tirto.id - pet/ivn)


Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan

Subscribe for updates Unsubscribe from updates