Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa nusantara

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan dan dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Pantun Adat Lebat daun bunga tanjung Berbau harum bunga cempaka Adat dijaga pusaka dijunjung Baru terpelihara adat pusaka Pantun Budi Apa guna berkain batik Kalau tidak dengan sujinya Apa guna beristeri cantik Kalau tidak dengan budinya Pantun Agama Anak ayam turun sepuluh Mati seekor tinggal sembilan Bangun pagi sembahyang subuh Minta ampun kepada Tuhan Pantun Jenaka Dimana kuang hendak bertelur Diatas lata dirongga batu Dimana tuan hendak tidur Diatas dada dirongga susu Pantun Nasihat Jalan-jalan ke kota Blitar jangan lupa beli sukun Jika kamu ingin pintar belajarlah dengam tekun Pantun Percintaan Ikan belanak hilir berenang Burung dara membuat sarang Makan tak enak tidur tak tenang Hanya teringat kekasih seorang

Kata kata di dalam mantra menimbulkan daya magis atau mangandung kekuatan gaib. Di dalamnya memuat kalimat kalimat bersajak, berirama, dan memiliki rima. Mantra biasanya diucapkan oleh orang orang yang punya kekuatan, seperti dukun dan pawang. Jenis mantra beragam, seperti mantra menuai padi, mengusir tikus meminta hujan, meminta jodoh.

Hai si lansari bagindo sari Si lansari sari bagadun Engkaubanamo banyaknamo Si lansari ka aku tunai Urang kinari pai baranmah Urang Sungkarak pai mandulang Hai si lansari bagindo sari Marilah kita pulang kerumah Serta dengan raja raja engkau Yang berbaju hadun tumadun

Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dstnya. Ciri-ciri Talibun adalah seperti berikut:- Ia merupakan sejenis puisi bebas Terdapat beberapa baris dalam rangkap untuk menjelaskan pemerian Isinya berdasarkan sesuatu perkara diceritakan secara terperinci Tiada pembayang. Setiap rangkap dapat menjelaskan satu keseluruhan cerita Menggunakan puisi lain (pantun/syair) dalam pembentukannya Gaya bahasa yang luas dan lumrah (memberi penekanan kepada bahasa yang berirama seperti pengulangan dll) Berfungsi untuk menjelaskan sesuatu perkara Merupakan bahan penting dalam pengkaryaan cerita penglipur lara Tema talibun biasanya berdasarkan fungsi puisi tersebut. Contohnya seperti berikut: 1.Mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat dll 2.Mengisahkan keajaiban sesuatu benda/peristiwa 3.Mengisahkan kehebatan/kecantikan seseorang 4.Mengisahkan kecantikan seseorang

Tengah malam sudah terlampau Dinihari belum lagi nampak Budak-budak dua kali jaga Orang muda pulang bertandang Orang tua berkalih tidur Embun jantan rintik-rintik Berbunyi kuang jauh ke tengah Sering lanting riang di rimba Melenguh lembu di padang Sambut menguak kerbau di kandang Berkokok mendung, Merak mengigal Fajar sidik menyinsing naik Kicak-kicau bunyi Murai Taktibau melambung tinggi Berkuku balam dihujung bendul Terdengar puyuh panjang bunyi Puntung sejengkal tinggal sejari Itulah alamat hari nak siang (Hikayat Malim Deman)

Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair.

Jiwa turun kedunia karena wanita Karena wanita jiwa mengerti arti bahagia Wanita dicipta untuk jiwa agar memahami arti cinta Dgn cinta jiwa mengerti bahwa jiwa adalah seorang hamba Cinta bukan memiliki akan tetapi hanya ingin dimiliki Biarlah cinta yang membawa jiwa kepada pemiliknya Hanya Tulus dan Ikhlas yang membuat cinta itu bermakna Karena Cinta telah cukup untuk cinta Yang Maha Esa Mencipta alam semesta Yang Maha Esa Mencipta manusia bukan dengan sia-sia Tetapi hanya ingin menunjukkan apa itu bahagia Agar manusia mengerti bahwa ia adalah seorang hamba yang memiliki Raja Manusia turun kebumi untuk diuji Untuk menjadi manusia sejati Muliakan hati untuk mendapatkan derajat tertinggi Menjadi kekasih yang dikasihi dan diberkati

Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalahatau perjanjian dan baris kedua berisikan jawaban nya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.

Kurang fikir, kurang siasat, Tentu dirimu kelak tersesat Janji itu sebagai utang, Ingatkan dia pagi dan petang Dunia ini taman pergaulan, Harus dipilih teman kenalan Barang siapa berbuat jasa, Mulia namanya segenap masa

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa nusantara

Jawaban:

Minangkabau memiliki arti "penuntun".

Penjelasan:

Jenis- jenis pantun antara lain:

■Pantun anak-anak.

●Pantun orang muda.

■Pantun orang tua.

●Pantun jenaka.

■Pantun teka-teki.

Ciri-ciri pantun tersebut antara lain:

1. Terdiri dari empat baris setiap baitnya

2. Memiliki pola

3. Memiliki sampiran dan isi

4. Tidak ada nama penulis

Semoga dapat membantu^^

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa nusantara

AsisantBrainly AsisantBrainly

Jawaban:

Minangkabau memiliki arti "penuntun".

jenis pantun

Pantun anak-anak. Pantun anak-anak terdiri dari pantun bersuka cita dan pantun berduka cita.

Pantun orang muda. ...

Pantun orang tua. ...

Pantun jenaka. ...

Pantun teka-teki.

semoga bermanfaat ya kakak :}

Penjelasan:

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti “petuntun”. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b[1] dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis. Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun “versi pendek” (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah “versi panjang” (enam baris atau lebih).

Peran Pantun

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berpikir. Pantun melatih seseorang berpikir tentang makna kata sebelum berujar. pantun juga melatih orang berpikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa nusantara

Secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan. Kedekatan nilai sosial dan pantun bahkan bermula dari filosofi pantun itu sendiri. ”Adat berpantun, pantang melantun” adalah filosofi yang melekat pada pantun.

Pantun memiliki dua pokok struktur utama, yaitu sampiran dan isi. Sampiran biasanya adalah 2 larik (baris ketika dituliskan) yang umumnya berisi hal-hal yang bersifat umum. Jantung pantun berada pada dua larik terakhir yang dikenal sebagai isi pantun. Pesan-pesan pada pantun melekat pada kedua larik terakhir.

Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam

Dendam dahulu belum lagi sembuh

Aturan umum berlaku pada pantun, seperti halnya puisi lama. Misalnya, satu larik pantun biasanya terdiri atas 6-12 kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku dan bersifat kaku. Pola rima umum yang berlaku pada pantun adalah a-b-a-b dan a-a-a-a. Meski demikian, kerap diketemukan pula pola pantun yang berpola a-a-b-b.

Jenis Pantun
Pantun memeiliki beberapa jenis, diantaranya:
1. Pantun Adat

Lebat daun bunga tanjung, Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung, Baru terpelihara adat pusaka Bukan lebah sembarang lebah, Lebah bersarang di buku buluh
Bukan sembah sembarang sembah, Sembah bersarang jari sepuluh Pohon nangka berbuah lebat, Bilalah masak harum juga
Berumpun pusaka berupa adat, Daerah berluhak alam beraja

2.Pantun Budi

Di antara padi dengan selasih Yang mana satu tuan luruhkan
Di antarabudi dengan kasih Yang mana satu tuan turutkan Apa guna berkain batik Kalau tidak dengan sujinya
Apa guna beristeri cantik Kalau tidak dengan budinya Sarat perahu muat pinang Singgah berlabuh di Kuala Daik
Jahat berlaku lagi dikenangI nikan pula budi yang baik

3.Pantun Adat

Menanam kelapa di pulau BukumTinggi sedepa sudah berbuah
Adat bermula dengan hukumHukum bersandar di Kitabullah Ikan berenang lubuk Ikan belida dadanya panjang
Adat pinang pulang ke tampuk Adat sirih pulang ke gagang Lebat daun bunga tanjung Berbau harum bunga cempaka
Adat dijaga pusaka dijunjung Baru terpelihara adat pusaka

4.Pantun Jenaka

Sakit kaki ditikam jeruju, Jeruju ada di dalam paya
Sakit hati memandang susu Susu ada dalam kebaya Naik ke bukit membeli lada, Lada sebiji dibelah tujuh
Apanya sakit berbini janda, Anak tiri boleh disuruh Orang Sasak pergi ke Bali, Membawa pelita semuanya
Berbisik pekak dengan tuli, Tertawa si buta melihatnya

5.Pantun Kias

Ayam sabung jangan dipaut, Jika ditambat kalah laganya
Asam di gunung ikan di laut, Dalam belanga bertemu juga Berburu ke padang datar, Dapatkan rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar, Bagaikan bunga kembang tak jadi Anak Madras menggetah punai, Punai terbang mengirap bulu Berapa deras arus sungai,Ditolak pasang balik ke hulu

6.Pantun Kepahlawanan

Adakah perisai bertali rambut,Rambut dipintal akan cemara
Adakah misai tahu takut,Kamipun muda lagi perkasa Hang Jebat Hang Kesturi,Budak-budak raja Melaka
Jika hendak jangan dicuri,Mari kita bertentang mata Kalau orang menjaring ungka,Rebung seiris akan pengukusnya
Kalau arang tercorong kemuka,Ujung keris akan penghapusnya

7.Pantun Percintaan

Coba-coba menanam mumbang, Moga-moga tumbuh kelapa
Coba-coba bertanam sayang, Moga-moga menjadi cinta Jangan suka bermain tali,Kalau tak ingin terikat olehnya
Putus cinta jangan disesali Pasti kan datang cinta yang lainnya Limau purut lebat di pangkal, Sayang selasih condong uratnya
Angin ribut dapat ditangkal, Hati yang kasih apa obatnya

8.Pantun Nasehat

Kemuning di tengah balai Bertumbuh terus semakin tinggi
Berunding dengan orang tak pandai Bagaikan alu pencungkil duri Parang ditetak ke batang sena Belah buluh taruhlah temu
Barang dikerja takkan sempurna Bila tak penuh menaruh ilmu Padang temu padang baiduri Tempat raja membangun kota
Bijak bertemu dengan jauhari Bagaikan cincin dengan permata

9.Pantun Peribahasa

Berakit-rakit ke hulu,Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu,Bersenang-senang kemudian Ke hulu memotong pagar,Jangan terpotong batang durian
Cari guru tempat belajar,Jangan jadi sesal kemudian Kerat kerat kayu di ladang,Hendak dibuat hulu cangkul
Berapa berat mata memandang,Barat lagi bahu memikul

 masih banyak lagi.

Saat ini pantun hanya  dapat disaksikan saat upacara adat saja. Budaya berpantun sudah bukan hal yang biasa dilakukan. Mudah-mudahan Pantun masih tetap lestari.  sumber: dari beberapa sumber