Pada tanggal berapakah Thomas Stamford Raffles diangkat sebagai Gubernur Jenderal di nusantara

Merdeka.com - Indonesia adalah salah satu negara yang pernah merasakan bagaimana rasanya dijajah oleh inggris dan Belanda. Mungkin kamu pernah mendengar nama Janssen atau Raffles. Jan Willem Janssen adalah salah satu pemimpin dari negara Belanda yang kemudian ditaklukkan oleh Thomas Stampford Raffles yang menjadi penguasa dari Inggris. Dulunya, Raffles telah berhasil mengusir Janssen dari Batavia. Setelah itu, bagaimana cerita tentang sejarah Indonesia dulu? Check this out.

Setelah Batavia berhasil ditaklukkan oleh Inggris, Janssen berusaha menyingkirkan diri ke Semarang. DIsana, Janssen bergabung bersama dengan Legiun Mangkunegara dan prajurit-prajurit dari Yogyakarta dan Surakarta. Sayangnya, pasukan Inggris lebih kuat dari pasukan Janssen dan berhasil membuat Janssen dan pasukannya menyerah. Setalah itu, Janssen pergi ke Salatiga dan menyerah di Tuntang. Penyerahan kekuasaan Janssen ke pihak Inggris secara resmi dilakukan di tnggal 18 September 1811 dengan Kapitulasi Tuntang.

Di tanggal 18 September 1811, kekuasaan Inggris di Hindia Belanda dimulai. Gubernur Jenderal Lord Minto mengangkat Raffles sebagai penguasa secara resmi. Pusat pemerintahan Inggris ada di Batavia. Raffles mulai melakukan langkah-langkah yang dilakukan untuk bisa memperkuat tempat Inggris di HIndia Belanda ini. Ketika menjabat, Raffles melakukan tugasnya dengan tiga prinsip, yaitu kerja rodi dan penyerahan wajib diganti dengan penanaman bebas oleh rakyat, peran bupati sebagai pemungut pajak diubah karena bupati menjadi bagian dari pemerintahan kolonial, dan karena tanah adalah milik pemerintah, maka rakyat adalah penyewa.

Sudah terbayangkan oleh kalian bahwa masa pemerintahan Raffles ini tidak akan mudah untuk dilalui, dengan banyaknya aturan yang mengikat. Pemerintahan Raffles ini membuat rakyat semakin sengsara dari sebelumnya. Tertarik untuk belajar tentang masa kolonial Inggris ini?

Inggris berkuasa di Indonesia dimulai pada tahun 1811 setelah ditandatanganinya Kapitulasi Tuntang. Thomas Stanford Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jenderal di Indonesia. Tujuan utama Raffles adalah memperbaiki pemerintahan Hindia Belanda yang hancur setelah kebangkrutan VOC dan Perang Napoleon. Raffles menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia dari tahun 1811-1816. Selama menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Raffles mengeluarkan beberapa kebijakan, diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Memberlakukan sistem sewa tanah.
  2. Menghapus segala bentuk penyerahan wajib hasil bumi
  3. Menghapus sistem kerja rodi dan perbudakan.
  4. Melaksanakan Monopoli.
  5. Menetapkan desa sebagai unit administrasi pemerintahan.
  6. Menjual tanah kepada pihak swasta dan melanjutkan usaha penanampan kopi.

Jadi, jawaban yang tepat adalah C.

Jawaban yang tepat dari pernyataan di atas adalah D.

Untuk lebih detailnya, yuk pahami penjelasan berikut:

Masa pemerintahan Raffles menandai masa pendudukan Inggris di Indonesia. Masa tersebut bermula dari ketidakmampuan Jan Willem Janssens dalam mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris ditambah lagi kekalahan Napoleon Bonaparte diberbagai front Eropa sehingga jajahan Republik Bataaf di Jawa jatuh. Maka ketika Janssens kalah, pihak Republik Bataaf terpaksa menandatangani perjanjian Kapitulasi Tuntang yang berisi bahwa seluruh tentara atau militer-militer Belanda harus menjadi tawanan pemerintahan lnggris dan Hindia Belanda menyerahkan wilayah koloninya kepada Inggris yang sekaligus menandai berakhirnya periode pemerintahan Republik Bataaf di Indonesia. Masa kekuasaan Inggris di Indonesia disebut sebagai masa peralihan (interregnum). Pembentukan pemerintahan di Indonesia dilakukan oleh Gubernur Jenderal East India Company (EIC) di Kalkuta, India,

KBRN, Surabaya: Tidak banyak orang Jawa yang mengenal  Sir Stamford Raffles, atau Thomas Stamford Raffles, penulis buku sejarah Jawa. Sementara bagi orang Singapura namanya demikian dikenal.

Raffles memang hanya sebentar memimpin di Indonesia. Ia merupakan seorang negarawan berkebangsaan Inggris yang menjabat Gubernur Jenderal Hindia Timur, kemudian Gubernur Jenderal di Bencoolen atau kini bernama kota Bengkulu.

Salah satu karya pentingnya adalah menulis buku The History of Java (Sejarah Jawa). Buku ini menjadi salah satu rujukan bagi mahasiswa masa kini untuk mengenal lebih dalam tentang adat budaya Jawa dan peninggalannya.

Umur kekuasaan Raffles sebagai gubernur jenderal sangat pendek , yaitu dari 1813 sampai 1816. Tapi dalam jangka waktu pendek itu Raffles hampir menjelajah semua wilayah pulau Jawa.

Raffles lahir pada 6 Juli 1781 dari pasangan Benjamin Raffles dan Anne Lyde di kapal dagang Ann yang saat itu tengah bersandar di Pelabuhan Morant, Jamaika. Ayahnya, merupakan kapten kapal tersebut, sehingga tak heran jika Raffles muda sangat mencintai petualangan.

Setelah lulus sekolah, Raffles bekerja sebagai juru tulis bagi British East India Company (EIC).Tahun 1805, dikirim ke Pulau Malaya Inggris, atau Malaysia sekarang untuk bekerja di bawah arahan Gubernur Penang, Philip Dundas. Di sana ia menemukan jodoh yaitu Olivia Mariamne Devenish.

Pada 1811, Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte menaklukan Kerajaan Belanda. Hal itu membuat Raffles bergabung dengan ekspedisi militer Inggris. Ekspedisi ini untuk menghantam kekuatan gabungan Belanda dan Perancis di Jawa yang dipimpin Laksamana Robert Stopford.

Saat itu, Jawa dipimpin oleh Gubernur Jenderal Belanda Herman Willem Daendels yang membangun benteng di Meester Cornelis (kini Jatinegara).Daendels kemudian diganti Jan Willem Janssens. Meski punya benteng kuat, pasukan Inggris berhasil menguasai benteng itu hanya dalam waktu tiga jam.

Atas kemenangan itu dan jasa Raffles, maka Raffles  diangkat menjabat sebagai Letnan Gubernur Jawa, yang berkedudukan di Buitenzorg (Bogor). Jadi sesungguhnya Inggris pun pernah menguasai pulau Jawa. Salah satu operasi militer penting dilakukan pada 21 Juni 1812 ketika Raffles memerintahkan serangan ke Yogyakarta. Yogyakarta merupakan salah satu dari dua kerajaan lokal terkuat yang ada di Pulau Jawa. Serangan Inggris membuat keraton rusak parah.

Raffles juga memerintahkan ekspedisi militer ke Palembang untuk menggulingkan pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin II dan merebut Pulau Bangka.Hal itu dilakukan untuk menjadikan Bangka sebagai markas tentara Inggris dalam menahan Belanda pasca-berakhirnya Perang Enam Koalisi untuk menghancurkan Napoleon.

Dalam masa pemerintahannya, Raffles merubah sistem kolonial Pemerintah Hindia Belanda yaitu menghilangkan tanam paksa, menetapkan kepemilikan lahan, serta memperkenalkan sistem pencatatan bangunan-bangunan kuno yang ada di Jawa. Contohnya detil mengenai Candi Prambanan dituliskan oleh Colin Mackenzie. Adapun Candi Borobudur dicatat HC Cornelius. Termasuk candi dan gapura yang ada di Jawa Timur.

Iklim di Jawa membuat Raffles sering sakit bahkan ia kehilangan istrinya yang meninggal 26 November 1814. Pada 1815, Raffles ditarik dan digantikan oleh John Fendall. Keputusan tersebut dilakukan karena Inggris bersiap menyerahkan kembali Jawa ke Belanda. Penyerahan itu sesuai dengan Perjanjian Anglo-Dutch yang terjadi pada 1814 setelah terjadinya Perang Napoleon di Eropa. Selain itu, Raffles juga dituding melakukan pemerintahan yang boros sehingga negara rugi.

Pada 1817, Raffles menulis buku The History of Java yang berisi kisah tentang Pulau Jawa pada masa lampau dengan nama Stamford Raffles. Di tahun yang sama, dia diganjar penghargaan Knight Bachelor oleh Pangeran Regent (kemudian dikenal sebagai Raja George IV).

JAKARTA - Kiprah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Thomas Stamford Raffles (1811-1816) cukup besar. Ia tak cuma perpanjangan tangan Inggris di Indonesia. Raffles adalah pesona. Raffles yang kala itu berusia 30 tahun berhasil menyakinkan kongsi dagang Inggris, East India Company (EIC) bahwa Jawa adalah “Tanah Harapan.” Pada saat yang sama, minatnya terhadap ilmu pengetahuan sedang meninggi, terutama dalam dunia kepurbakalaan dan sejarah kuno Indonesia.

Raffles lahir di atas kapal budak "Ann" pada 6 Juli 1781. Tak pernah ada yang meramalkan garis hidupnya akan menjadi seorang intelektual berpengaruh. Kebesaran seorang Raffles terendus sejak dirinya berusia 14. Di masa remaja itu Raffles harus menggantikan peran ayahnya sebagai tulang punggung keluarga.

Raffles bekerja keras dalam pengabdiannya kepada EIC. Ia tahu ada ibu dan empat saudara perempuan yang harus dihidupi. Raffles memang putus sekolah. Tapi tak berarti ia berhenti memelajari banyak hal. Ajaib. Lingkup ilmu yang dipelajari Raffles cukup luas sampai menyentuh perihal sains, bahasa, dan sejarah.

Singkat cerita, ketertarikan Raffles pada pengetahuan makin jadi kala berteman dengan John Casper Layden. Perkawanan itu dimulai saat Raffles menjadi Asisten Sekretaris Gubernur Penang (Malaysia) pada 1805. Dikutip Tim Hannigan dalam buku Raffles dan Invasi Inggris ke Jawa (2015), dari pertemanannya dengan Layden itulah Raffles terkesan dengan pengetahuan dan khazanah berpikir Leyden tentang Hindia-Belanda.

Buktinya, makin hari intensitas diskusi antara Layden dan Raffles makin masif. Mulai dari diskusi kisah filsafat timur, perlahan-lahan mulai menyentuh tradisi sastra Asia yang sesulit dan serumit filsafat Yunani. Alhasil, dengan cepat Raffles dapat mengasah pengetahuan akan bahasa Melayu dan mencoba memelajari sejarah setempat.

“Pasti juga ada pembicaraan santai tentang proyek yang sering dibahas namun lama tertunda untuk merebut permata mahkota VOC, Jawa itu sendiri. Namun dalam percakapannya dengan John Layden lah Raffles pertama kali memikirkan Jawa sebagai Tanah Harapan. Tempat di mana seluruh mimpi kejayaannya pada akhirnya bisa terwujud,” ungkap Tim Hannigan.

Pada akhirnya, mimpi Raffles menginjakkan kaki ke bumi Nusantara pun terwujud. Lord Minto, atasan Raffles memang memiliki niat untuk mengusir Belanda dari tanah Jawa pada 1811. Sebagai bentuk keseriusan, 12 ribu angkatan perang diterjunkan ke Batavia via pelabuhan Cilincing. Kami pernah mengulasnya dalam tulisan Sejarah Cilincing, Sebuah Kawasan Penting di Utara Jakarta.

Angkatan perang Inggris kala itu terdiri dari resimen Eropa dan India yang hampir sama besar. Dalam beberapa hari, kompeni takluk di bawah resimen itu. Demi mengukuhkan kemenangan atas Hindia-Belanda, bendera Inggris langsung dikibarkan di pinggir wilayah laut Batavia. Saat itu pula secara resmi Lord Minto mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda di bawah panji kekuasaan Inggris.

Mahakarya The History of Java

Selama menjadi orang nomor satu di Hindia-Belanda, Raffles lagi-lagi belajar hal baru. Banyak. Ia menekuni adat istiadat, bahasa setempat, hingga memelajari pengetahuan alam serta sejarah Tanah Harapan. Oleh sebab itu, banyak orientalis, terutama dari kalangan Belanda mengakui peran Raffles dalam pengembangan studi tentang Indonesia. Apalagi, dengan diterbitkannya mahakarya Raffles, The History of Java pada tahun 1817.

Tak main-main. P. Swantoro, dalam bukunya, Dari Buku Ke Buku: Sambung Menyambung Menjadi Satu (2002) mengungkap, meski masa pemerintahan Raffles di Hindia-Belanda relatif singkat, namun cukup berkesan dan menentukan. Berkat pria berkebangsaan Inggris itulah muncul perhatian dunia yang kuat kepada Inheemse Indie (Hindia Pribumi). Berkat Raffles.

“Ia mendorong (lembaga kebudayaan) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen aktif kembali. Ketika itu kehidupan lembaga ini sedang merana. Raffles mengupayakan bangkitnya studi bahasa dan etnologi. Ia sendiri berusaha mendalami sejarah dan budaya Jawa, yang antara lain menghasilkan karyanya The History of Java, sejarah Jawa, terbit pada 1817,” tulis P. Swantoro.

Atas buku itulah Raffles mendapat banyak pujian. Sejarawan Belanda, Peter Boomgaard adalah satu di antaranya. Menurut Boomgard dalam bukunya, Aangeraakt door Insulinde (1992), The History of Java karya Raffles adalah suatu penemuan yang tak terduga dan paling mengesankan.

“Akhirnya saya berurusan dengan sesuatu yang dikisahkannya. Dan setiap kali saya berurusan dengan sesuatu yang berkaitan abad 19, maka saya selalu mengecek dulu apa yang ditulis oleh Raffles mengenai masalah itu,” Boomgaard.

Boomgaard menambahkan pandangannya bahwa kesejatian Raffles sebenarnya adalah seorang antropolog ketimbang pegiat sejarah. Apalagi, buku History of Java tampak menyajikan banyak hal. Lebih dari sejarah. Buku ini diakui sebagai suatu ensiklopedi yang mampu memberikan gambaran terkait kekayaan tersembunyi yang dikandung bumi Nusantara.

Lewat The History of Java, orang-orang mendapatkan gambaran lebih lengkap soal Pulau Jawa, mulai dari iklimnya, penduduknya, peninggalan masa silamnya, hingga sejarahnya, tentu saja. The History of Java kemudian menjelma jadi kombinasi menawan deskripsi ilmiah apologi dan apa yang di zaman modern disebut "pelaporan cerdas".

“Tapi memang karya Raffles jauh lebih mudah dibaca dan ditulis dengan lebih baik dibanding tulisan para pendahulunya (Francois Valentijn, George Rumphius, dan Justus Heurnius). Dan dia (Raffles) menuliskan karyanya dengan simpati besar pada penduduk asli Indonesia yang dalam sebagian besar karya-karya sebelumnya sayang sekali tidak ada,” ungkap Bernard H.M Vlekke dalam buku Nusantara (1961).

Dari posisinya sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Raffles barangkali memang tak berhasil membersihkan problema yang ditinggalkan Belanda. Namun, Raffles justru jadi orang yang mampu membawa angin segar kepada Hindia-Belanda, termasuk memperkenalkan Candi Borobudur kali pertama kepada dunia. Borobudur hampir mustahil dapat dilihat hingga hari ini tanpa campur tangan Raffles.

“Rerentuhan di tempat-tempat ini, Brambanan (Prambanan) dan Boro Bodo (Borobudur), merupakan karya seni besar yang mengagumkan. Luasnya, wilayah yang berisi bangunan, yang di beberapa bagian tertutup oleh tumbuhan rimbun, bagian-bagian dari bagunan yang ditata dengan anggun dan halus, banyaknya jumlah patung serta pahatan tokoh-tokoh yang mengiasi bangunan, semua itu menggugah keheranan kita mengapa reruntuhan ini tidak sejak dulu diperiksa, digambar, dan diberi penjelasan,” tertulis sebagai cerita Raffles sendiri dalam buku The History of Java.

Ketertarikan akan budaya, sejarah, dan karya seni itulah yang membuat Raffles semakin bersemangat mempelajari bahasa Jawa. Kiranya, Raffles adalah gubernur jenderal Hindia-Belanda yang mau meluangkan waktu untuk belajar bahasa Jawa dan bersimpati besar terhadap kaum bumiputra. Karena itu, zaman berikutnya, Raffles lebih dikenal sebagai penulis The History of Java (Sejarah Jawa) daripada sebagai gubernur yang memperkenalkan sistem sewa tanah.