Pada abad keberapa Dinasti Umayyah dapat ditaklukan Dinasti Abbasiyah

KOMPAS.com - Kekhalifahan Abbasiyah atau Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan ketiga Islam untuk meneruskan Nabi Muhammad.

Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad, Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652).

Dinasti Abbasiyah memerintah sebagai khalifah di Baghdad, Irak, setelah menggulingkan Kekhalifahan Umayyah dalam Revolusi Abbasiyah pada 750 masehi.

Khalifah Abbasiyahmemindahkan Ibu Kota pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad.

Selama lima abad pemerintahannya, kekhalifahan ini berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dunia.

Revolusi Abbasiyah

Kekhalifahan Abbasiyah berusaha menggulingkan Kekhalifahan Umayyah karena mengklaim sebagai penerus sejati Nabi Muhammad, berdasarkan garis keturunan mereka yang lebih dekat.

Pemberontakan yang dilakukan Bani Abbasiyah didukung oleh sebagian besar orang Arab yang dirugikan dengan tambahan faksi Yaman dan Mawali mereka.

Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas, kemudian mulai menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar II.

Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan mereka semakin memuncak.

Akhirnya pada 750 masehi, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Dinasti Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.

Baca juga: Masuknya Islam ke Nusantara

Selama masa pemerintahannya, Kekhalifahan Abbasiyah menerapkan pola pemerintahan yang berbeda-beda, sesuai perubahan politik, sosial, dan budaya.

Kekuasaan dinasti ini berlangsung selama lima abad, yakni dari tahun 132 H (750 M) sampai 656 H (1258 M).

Para ahli biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode, sebagai berikut.

  1. Periode Pertama (750 M - 847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
  2. Periode Kedua (847 M - 945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
  3. Periode Ketiga (945 M - 1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah, disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
  4. Periode Keempat (1055 M - l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah, disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
  5. Periode Kelima (1194 M - 1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Sementara pemimpin yang berhasil membawa Kekhalifahan Abbasiyah pada masa keemasannya adalah sebagai berikut.

  • Al-Mahdi (775-785 M)
  • Al-Hadi (775- 786 M)
  • Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
  • Al-Ma'mun (813-833 M)
  • Al-Mu'tashim (833-842 M)
  • Al-Watsiq (842-847 M)
  • Al-Mutawakkil (847-861 M)

Baca juga: Karya Sastra Peninggalan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

Pada masa kepemimpinan Al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat.

Utamanya peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi.

Selain itu, para pedagang yang transit dari Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan.

Pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid dan putranya, Al-Ma'mun, kekayaan negara banyak dimanfaatkan untuk keperluan sosial, seperti mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi.

Selama pemerintahannya, Bani Abbasiyah berhasil mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan.

Faktor yang paling utama penyebab tumbuhnya peradaban ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah adalah didirikannya tempat-tempat pendidikan, seperti akademi dan perpustakaan.

Pada masa itu, perpustakaan berperan layaknya universitas pada zaman sekarang.

Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan berada pada zaman keemasannya.

Hal tersebut menjelaskan perkembangan pada bidang ekonomi, pendidikan dan hukum pada masa Dinasti Abbasiyah.

Pada masa inilah negara Islam menempatkan diri sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Baca juga: Faktor Kemunduran Peradaban Islam

Jatuhnya Kekhalifahan Abbasiyah

Runtuhnya Kekhalifahan Abbasiyah dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut.

Persaingan antarbangsa

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia.

Namun dalam prosesnya, orang-orang Persia tidak merasa puasdan menginginkan sebuah dinasti dengan staf dari negaranya.

Sementara bangsa Arab beranggapan bahwa mereka istimewa dan menganggap rendah bangsa non-Arab.

Oleh karena itu, muncullah dinasti-dinasti yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad.

Kemerosotan ekonomi

Meski sempat bergelimang kekayaan, Kekhalifahan Abbasiyah mulai mengalami kemunduran di bidang ekonomi karena pendapatan terus menurun sementara pengeluaran mereka terus meningkat.

Perang Salib yang berlangsung selama beberapa periode tidak hanya menelan banyak korban, tetapi juga menimbulkan kerugian yang besar.

Serangan Bangsa Mongol dan jatuhnya Baghdad

Pada 1258 masehi, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang menyerang Baghdad.

Penguasa terakhir Kekhalifahan Abbasiyah benar-benar tidak berdaya membendung tentara mongol sebanyak itu.

Jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol secara otomatis mengakhiri kekuasaan Bani Abbasiyah.

Referensi:

  • Galbinst, Yuri. (2010). Islam: Dari Rashidun ke Kekhalifahan Abbasiyah. Caceres: Cambridge Stanford Books.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nidia Zuraya

Sudah menjadi sunatullah sebuah kekuasaan akan mengalami kejayaan dan keruntuhan. Ketika peradaban Islam menguasai dunia, secara bergantian  dinasti-dinasti Islam memegang tampuk kekuasaan. Setiap kerajaan atau kesultanan Islam yang berkuasa tentu pernah mengalami masa-masa keemasan.

Tak dapat dipungkiri, sejarah telah membuktikan dinasti-dinasti Islam di era keemasannya telah memberikan kontribusi dan sumbangan yang begitu besar bagi peradaban manusia. Tanpa kejayaan peradaban Islam, barangkali dunia Barat pun belum tentu mencapai kemajuan. Diakui atau tidak, Barat banyak belajar dari peradaban Islam.

Sejarah selalu kaya akan hikmah dan pelajaran. Yang dapat dipelajari dan diambil hikmah dari peradaban Islam tak hanya masa keemasannya saja. Era kejatuhan dan ambruknya dinasti-dinasti Islam juga menarik untuk dipelajari. Redup dan tenggelamnya sebuah dinasti Islam pada masa silam itu tentu mengandung begitu banyak pelajaran.

Setelah terbunuhnya Khalifah Ali bin Abi Thalib pada 20 Ramadahan 40 Hijirah (660M) era Khilafah Rasyidah berakhir, munculah  Dinasti Umayyah yang didirikan pada 661 M oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan.  ‘’Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun,’’ ungkap Sejarawan Islam, Prof Badri Yatim dalam buku bertajuk Sejarah Peradaban Islam.

Dinasti Umayyah yang melanjutkan tradisi kerajaan-kerajaan pra-Islam di Timur Tengah mengundang kritik keras dan memunculkan kubu oposisi.  Kelompok oposisi terbesar yang sejak awal menentang pemerintahan keluarga Bani Umayyah adalah kelompok Syiah, yaitu para pengikut dan pecinta Ali bin Abi Thalib serta keturunannya yang merupakan Ahlulbait (keturunan Nabi Muhammad SAW yang berasal dari anak dan menantunya, Fatimah dan Ali).

Selain kelompok Syiah, pemerintahan Dinasti Umayyah juga mendapat penentangan dari orang-orang Khawarij. Kelompok Khawarij ini merupakan orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib, karena mereka merasa tidak puas terhadap hasil tahkim atau arbitrase dalam perkara penyelesaian persengketaan antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah.

Usaha menekan kelompok oposisi terus dijalankan oleh penguasa Umayyah bersamaan dengan usaha memperluas wilayah kekuasaan Islam hingga Afrika Utara dan Spanyol.

Selain menghadapi persoalan eksternal, para penguasa Umayyah juga menghadapi persoalan internal, yaitu pemberontakan dan pembangkangan yang dilakukan oleh para orang-orang dekat khalifah di berbagai wilayah kekuasaan Umayyah, seperti di Irak, Mesir, Palestina, dan Yaman.

Pemberontakan yang terjadi selama pemerintahan Dinasti Umayyah umumnya dipicu oleh faktor ketidakpuasaan terhadap kepala daerah yang ditunjuk oleh khalifah.  Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II), misalnya, terjadi sejumlah pemberontakan di wilayah kekuasaannya.

Di Mesir, kerusuhan terjadi karena gubernur yang diangkat Marwan II menghentikan pemberian tunjangan yang dulu diperintahkan oleh Yazid III untuk diberikan kepada para anggota baru dalam angkatan darat dan laut. Sementara di Yaman, kerusuhan timbul antara lain karena pemerintah setempat memungut pajak sangat tinggi dari orang Arab.

Kesibukan Marwan II dalam menumpas pemberontakan membuat  wilayah Khurasan dikuasai Bani Abbas (dinasti yang didirikan Abu Abbas as-Saffah). Gerakan Bani Abbas ini merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup Dinasti Umayyah.

Setelah Khurasan dapat dikuasai, gerakan Bani Abbas bergerak menuju Irak dan dapat merebut wilayah itu dari pejabat Bani Umayyah. Setelah menguasai wilayah Irak sepenuhnya, pada tahun 132 H/750 M, Abu Abbas as-Saffah dibaiat sebagai khalifah yang menandai berdirinya Dinasti Abbasiyah.

Sejak saat itu, Bani Abbas mulai melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Wilayah-wilayah yang dahulu dikuasai oleh Dinasti Umayyah pun berhasil direbut. Bahkan, pasukan Bani Abbas berhasil membunuh Marwan II dalam sebuah pertempuran kecil di wilayah Bushair, Mesir. Kematian Marwan II menandai berakhirnya Dinasti Umayyah yang berkuasa dari tahun 41 H/661 M-133 H/750 M.