Orang yang mengelola wakaf disebut

Kementerian Keuangan menegaskan bahwa dana wakaf tidak masuk kas negara. Dana wakaf sepenuhnya digunakan untuk pemberdayaan sosial. Nazir sebagai pengelola zakat yang memiliki kapasitas untuk mengelola dana wakaf. Mauquf alaih adalah penerima wakaf mendapatkan manfaat sesuai ikrar antara wakif (pemberi wakaf) dan nazir.

Awal mulanya, wakif berikrar bahwa wakaf harta, misal uang atau ladang. Lalu, harta diserahkan kepada nazir untuk dikembangkan selamanya atau jangka waktu tertentu. Pengembangan instrumen wakaf tergantung dari kesepakatan dan ikrar antara wakif dan nazir yang manfaatnya diserahkan atau dirasakan oleh mauquf alaih.

Terdapat dua jenis penerima manfaat wakaf, yaitu tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghairu muayyan). Untuk ghairu muayyan yaitu penerima manfaat yang tidak spesifik, contohnya yaitu masyarakat umum seperti fakir atau miskin. Lalu, mauquf alaih mu’ayyan adalah penerima manfaat yang terdiri dari hanya sekumpulan orang atau satu orang saja.

Wakaf merupakan aset jangka panjang dan dana abadi, maka dari itu, golongan mauquf alaih sebagai penerima wakaf harus tersasar dengan benar dan tepat. Mauquf alaih menerima manfaat dari wakaf produktif dalam beragam bentuk, seperti fasilitas dan layanan kesehatan, fasilitas air bersih, pusat belajar mengaji, fasilitas pengembangan dan pemberdayaan diri, hingga bagi hasil.

Wakaf fokus kepada pentingnya kesejahteraan ekonomi sosial. Jika dikerucutkan, terdapat tiga golongan menurut Rasulullah SAW yang masuk sebagai penerima utama manfaat dari hasil wakaf. Sahabat dapat membaca uraian lengkapnya di sini!

1. 8 Asnaf, Golongan Orang-Orang Tidak Berdaya

Kelompok mauquf alaih pertama adalah 8 golongan orang-orang tidak berdaya atau asnaf. Serupa dengan zakat, pembagian sasarannya ialah fakir, miskin, amil, mualaf, riqab (hamba sahaya), gharim (orang terlilit hutang), fisabilillah, dan ibnu sabil/orang dalam perjalanan. Golongan ini termasuk penerima manfaat langsung saat barang wakaf digunakan.

Demi kesetaraan dan menumpas kesenjangan sosial, wakaf memiliki sasaran utama kepada 8 golongan tersebut. Tujuannya ialah untuk kesetaraan, meringankan beban, menumpas kemiskinan, dan pembangunan sosial sehingga mereka mendapatkan kesempatan atau masa depan yang lebih baik. Wakaf dapat mengangkat derajat, meningkatkan keahlian, hingga mereka dapat berdikari.

Pun, wakif juga bisa mewakafkan hartanya untuk para mualaf agar mereka lebih giat menyelami Islam, misalnya wakaf Al-Quran atau wakaf Pusat Pelatihan Mengaji. Wakaf digunakan untuk menguatkan iman dan takwa mereka dalam memeluk agama Islam.

Baca juga: Pengertian Wakaf Uang untuk Investasi & Pembangunan 

2. Nadzir sebagai mauquf alaih tidak langsung 

Nazir atau pengelola wakaf masuk ke dalam golongan penerima wakaf atau mauquf alaih. Nazir diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal (1) ayat 4 yang menjelaskan bahwa nazir merupakan seseorang yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikembangkan dan dikelola sesuai tujuan peruntukan. Dengan demikian, manfaat aset wakaf dapat berdampak kepada masyarakat dan tidak sia-sia.

Nazir menerima manfaat wakaf sebagai pengelola aset. Berhubung dana wakaf merupakan dana abadi, maka nazir merupakan peran strategis, sehingga ia wajib profesional dan amanah. Ia harus memiliki kemampuan manajemen untuk mengelola, memelihara, dan  mengawasi barang wakaf demi kemaslahatan umat. Jenis nazir pun terbagi ke dalam 3 kelompok, yakni perorangan, organisasi, dan badan hukum.

Nazir sebagai mauquf alaih adalah penerima manfaat pada kategori tidak langsung. Artinya, nadzir menerima manfaat dari hasil surplus wakaf yang dikelola. Surplus diambil untuk disalurkan kepada penerima manfaat secara tidak langsung.

Baca juga: Pengertian Wakaf Produktif Sebagai Solusi Ekonomi Umat

3. Keluarga Terdekat/Orang yang Membutuhkan

Pada suatu kesempatan, Syekh Ali Jaber pernah membeberkan untuk membantu orang terdekat terlebih dahulu, baru kemudian orang jauh. Barang wakaf dapat menjadi solusi untuk meringankan beban keluarga atau tetangga terdekat yang untuk makan saja masih kesulitan.  Contohnya, Anda sebagai wakif mewakafkan gerobak agar tetangga dapat berjualan dan bertahan hidup di masa pandemi.

Islam kental dengan kebiasaan tolong menolong. Imam Ali As meriwayatkan dari sabda Rasulullah SAW bahwa penuhi terlebih dahulu kebutuhan keluarga dan kerabat terdekat:

“Mulaillah dari memenuhi kebutuhan-kebutuhan. Ibumu, ayahmu, saudarimu, saudaramu. Kemudian kepada orang yang terdekat. Sedekah tidak akan diterima selagi salah seorang kerabatnya yang masih miskin dan membutuhkan.”

Hal ini bergantung pada sepanjang kasus keluarga yang membutuhkan, apabila sudah terpenuhi atau merasa terbantu, maka wakif dapat memprioritaskan untuk menolong orang lain yang jauh.

Baca juga: Inilah 4 Tujuan Wakaf Saat Bencana dan Pandemi

Itulah tiga golongan penerima manfaat wakaf menurut sabda Rasulullah SAW. Pada kasus makro, wakaf berpotensi untuk memberantas kesenjangan sosial dan polemik pembangunan berkelanjutan, misalnya CSR perusahaan mewakafkan hutan supaya lingkungan asri kembali. Penerima manfaatnya pun dibagi berdasarkan target sasaran yang ingin dicapai, seperti penduduk sekitar yang terdampak.

Yuk, jangan lelah edukasi diri. Podcast ini membuatmu semakin melek berwakaf!

Sahabat, berwakaf tidak akan menyebabkan Anda kesusahan, tetapi justru kebahagiaan karena membantu orang lain mendapatkan fasilitas idaman. Bukan hanya pahala sebagai bekal di akhirat, tetapi juga kepuasan batin melihat orang lain tersenyum karena wakaf Anda. Mulai dari wakaf 10 ribu, yuk, klik banner di bawah dan pilih program wakaf untuk tebar senyuman mereka yang membutuhkan!

Menurut Badan Wakaf Indonesia, pengelola wakaf disebut nazir, dan mereka memiliki tugas penting terkait pengelolaan harta yang diwakafkan. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 bahkan menyebut rincian tentang nazir wakaf, mulai dari jenis-jenis, tugas, hingga persyaratan.

Pemberi wakaf harus paham tentang tugas dan tanggung jawab nazir wakaf. Tanggung jawab pengelola wakaf cukup besar mengingat wakaf adalah amalan yang dilakukan lewat akad. Inilah yang harus kamu ketahui tentang pengelola wakaf dan syarat untuk menjadi salah satunya.

Definisi dan Tugas Pengelola Wakaf

UU dan PP wakaf mendefinisikan nazir sebagai pihak yang menerima dan mengelola harta dari pemberi wakaf (wakif) agar bisa dimanfaatkan sesuai tujuannya. Definisi nazir bisa berupa individu, organisasi, hingga badan hukum. Masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang tercantum di dalam rincian UU wakaf.

Setelah pelaku wakaf menandatangani akad, pengelola wakaf wajib mengelola dan menyalurkan harta tersebut atas namanya. Akan tetapi, ini bukan berarti nazir wakaf menjadi pemilik harta tersebut.

Syarat Menjadi Pengelola Wakaf

sumber : unsplash

Dalam UU dan PP di atas, pengelola wakaf disebut nazir perorangan, kelompok, dan organisasi. Secara umum, semuanya wajib memeluk kewarganegaraan Indonesia, mampu melakukan tindakan hukum secara sadar, bertanggung jawab, dan tidak berada di bawah tekanan atau paksaan. Akan tetapi, setiap jenis nazir memiliki persyaratan khusus sendiri.

Berikut beberapa yang harus kamu ketahui.

Perseorangan

Walau namanya nazir perseorangan, pelakunya ternyata bukan benar-benar satu orang. Nazir perseorangan terdiri dari minimal tiga orang, salah satunya bertindak sebagai ketua. Ketika mendaftarkan diri untuk menjadi pengelola wakaf, salah satu anggota nazir perseorangan wajib berdomisili di kecamatan tempat harta wakaf berada.

Nazir perseorangan wajib mengundurkan diri sesuai prosedur. Akan tetapi, ada beberapa peristiwa khusus yang membuat anggota nazir perseorangan dianggap keluar dari kedudukannya, yaitu meninggal dunia, berhalangan secara permanen, dan diberhentikan langsung oleh Badan Wakaf Indonesia.

Organisasi

Berbeda dari nazir perseorangan, nazir organisasi harus sudah berupa organisasi resmi sebelum mendaftar menjadi pengelola wakaf. Ini berarti nazir tersebut harus memiliki dokumen resmi seperti akta pendirian, daftar pengurus, anggaran dasar, dan sebagainya.

Akad wakaf juga dilakukan dengan mengatasnamakan organisasi tersebut, bukan individu. Catatan keuangan organisasi wajib dibuat terpisah dari catatan pengelolaan harta wakaf. Salah satu pengurus organisasi juga harus berdomisili sama dengan lokasi harta wakaf.

Badan Hukum

Nazir yang berupa badan hukum harus sudah terdaftar di Kementerian Agama, Badan Wakaf Indonesia, dan institusi formal lain terkait pendiriannya. Badan hukum yang dimaksud juga harus bergerak di bidang terkait umat Islam, misalnya pendidikan atau kegiatan sosial. Sama seperti nazir organisasi, nazir badan hukum harus memiliki dokumen pendirian lengkap, minimal satu pengurus yang berdomisili di area tempat harta wakaf, dan catatan keuangan terpisah antara pengelolaan badan hukum dan harta wakaf.

Nazir badan hukum wajib membuat surat pernyataan yang menyatakan bersedia untuk diaudit. Jika dalam satu tahun badan hukum ini tidak juga melaksanakan tugas terkait pemanfaatan wakaf, pemilik harta wakaf berhak mengajukan permintaan pemberhentian anggota atau badan hukum terkait kepada Badan Wakaf Indonesia.

Jika kamu ingin mulai mendonasikan harta wakaf ke nazir yang tepercaya, coba sumbangkan uangmu lewat Wakaf Produktif di KitaBisa. Wakaf Produktif mengelola harta bergerak berupa uang dari pengguna aplikasi KitaBisa, lalu mengelola dan menyalurkannya ke pihak-pihak yang membutuhkan. Kelompok yang dibantu misalnya anak yatim, fakir miskin, dan masyarakat yang membutuhkan air bersih serta fasilitas penting lain.

Pengelola wakaf disebut sebagai salah satu rukun wakaf karena fungsi penting mereka. Memilih pengelola wakaf yang amanah dan tepercaya penting agar hartamu dikelola dengan baik dan sukses mencapai tujuannya, yaitu pihak yang membutuhkan. Unduh aplikasi KitaBisa dan mulailah berdonasi lewat Wakaf Produktif agar hartamu dikelola secara profesional.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA