Yadnya adalah berarti kurban suci yang dilaksanakan dengan tulus ikhlas dalam ajaran Agama Hindu. Kata ini berasal dari Bahasa Sanskerta: यज्ञ (yajña) yang merupakan akar kata Yaj, yang berarti memuja, mempersembahkan atau korban suci. Dalam praktik agama Hindu di Bali, terdapat lima jenis Yadnya yang disebut dengan Panca Yadnya, yaitu:
2. Jenis-jenis Yadnya Secara garis besar yadnya dapat kelompokkan sebagai berikut : a. Dari segi waktu pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan : Yaitu yadnya yang dilakukan secara rutin setiap hari. Yadnya ini antara lain; dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari. Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana. Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya Yadnya. Yaitu Yadnya yang dilaksanakan secara berkala/ waktu-waktu tertentu. Khusus untuk yadnya ini terutama yadnya dalam bentuk persembahan /upakara yaitu Upacara Piodalan, Sembahyang Purnama dan Tilem, Hari Raya baik menurut wewaran maupun sasih. Bagi bentuk yadnya yang lain tergantung kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang. Ada orang pada setiap hari raya tertentu melaksanakan tapa brata sebagai wujud yadnya pengendalian diri. Ada pula yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan melakukan dana punia baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu dan sebagainya. Disamping itu ada juga bentuk yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan dengan waktu yang tidak tetap/ tidak rutin. Contohnya upacara ngaben, nangluk merana, tirtayatra. Demikian juga bentuk yadnya yang lain adakalanya dilakukan tidak dengan jadwal waktu tertentu. Misalkan jika ada ujian sekolah ada siswa / mahasiswa yang puasa. Ada orang yang tanpa diduga memperoleh rejeki yang lebih , maka sebagian dipuniakan untuk pura atau untuk panti asuhan.
b. Berdasarkan nilai materi / jenis bebantenan suatu yadnya digolongkan menjadi :
2). Madya, yaitu yandnya tingkatan sedang yang dapat dibagi lagi menjadi :
3). Utama, yaitu yadnya tingkatan besar yang dapat dibagi menjadi :
c. Sedangkan apabila ditinjau dari tujuan pelaksanaan atau kepada siapa yadnya tersebut dilaksanakan, dapat digolongkan menjadi : 1). Dewa Yadnya 2). Rsi Yadnya 3). Pitra Yadnya 4). Manusa Yadnya 5). Bhuta Yadnya Kelima jenis yadnya di atas dikenal dengan istilah Panca Yadnya. Uraian mengenai Panca Yadnya akan dibahas tersendiri setelah bagian ini. d. Dari segi kualitas yadnya dapat dibedakan atas: 1). Satwika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan dasar utama sradha bakti, lascarya, dan semata melaksanakan sebagai kewajiban. Apapun bentuk yadnya yang dilakukan seperti; persembahan, pengendalian diri, punia, maupun jnana jika dilandasi bakti dan tanpa pamrih maka tergolong Satwika Yadnya. Yadnya dalam bentuk persembahan / upakara akan sangat mulia dan termasuk satwika jika sesuai dengan sastra agama, daksina, mantra, Annasewa, dan nasmita. 2). Rajasika Yadnya yaitu yadnya dilakukan dengan motif pamrih serta pamer kemewahan, pamer harga diri, bagi yang melakukan punia berharap agar dirinya dianggap dermawan. Seorang guru/pendarmawacana memberikan ceramah panjang lebar dan berapi-api dengan maksud agar dianggap pintar; semua bentuk yadnya dengan motif di atas tergolong rajasika yadnya. Seorang yang melakukan tapa, puasa tetapi dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan, kesaktian fisik, atau agar dianggap sebagai orang suci juga tergolong yadnya rajasik. 3). Tamasika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan tanpa sastra, tanpa punia, tanpa mantra dan tanpa keyakinan. Ini adalah kelompok orang yang beryadnya tanpa arah tujuan yang jelas,hanya ikut-ikutan. Contoh orang-orang yang tegolong melaksanakan tamasikan yadnya antara lain orang yang pergi sembahyang ke pura hanya ikut-ikutan, malu tidak ke pura karena semua tetangga pergi ke pura, orang gotong royong di pura atau di tempat umum juga hanya ikut-ikutan tanpa menyadari manfaatnya. Termasuk dalam katagori ini adalah orang yang beryadnya karena terpaksa. Terpaksa maturan karena semua orang maturan. Terpaksa memberikan punia karena semua orang melakukan punia. Terpaksa puasa karena orang-orang berpuasa. Jadi apapun yang dilaksanakannya adalah sia-sia, tiada manfaat bagi peningkatan karmanya.
Jenis-jenis yadnya di atas diuraikan dalam Kitab Bhagawad Gita dalam beberapa sloka.
Apapun jenis yadnya yang kita lakukan seharusnya yang menjadi tolok ukur adalah kualitas yadnya. Sedangkan kualitas yadnya yang harus dicapai setiap pelaksanaan yadnya adalah Satwika Yadnya. Tidak ada gunanya yadnya yang besar tetapi bersifat rajas atau tamas.
Panca Yadnya adalah lima macam korban suci dengan tulus ikhlas yang wajib dilakukan oleh umat Hindu. Pelaksanaan Panca yadnya adalah sebagai realisasi dalam melunasi kewajiban manusia yang hakiki yaitu Tri Rna ( tiga hutang hidup ). Kitab Sathapata Brahmana. Kitab ini merupakan bagian dari Reg Weda, menjelaskan panca yadnya sebagai berikut :
Kitab Manawa Dharmasastra Kitab Manawa Dharmasastra memberikan penjelasan tentang Panca Yadnya sebagai berikut :
Lontar Korawa Srama
Penjelasan tentang Panca Yadnya dari lontar Agastya Parwa adalah yang menjadi acuan utama pelaksanaan yadnya di Indonesia. Menurut lontar ini Panca yadnya adalah :
Dari beberapa sumber di atas yang lebih tepat digunakan sebagai dasar pelaksanaan yadnya di Indonesia adalah Lontas Agastya Parwa. Tetapi dalam konteks pengertian dan pelaksanaannya mengacu pada penjelasan-penjelasan Kitab Weda sehingga di Indonesia Panca Yadnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pelaksanaan Dewa Yadnya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan menjadi yadnya dengan cara melaksanakan semua aktivitas yang didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh tanggung jawab dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagaimana sabda Tuhan melalui Bahagawad Gita dalam beberapa sloka seperti :
Yajòàathàt karmano ‘nyatra loko ‘yaý karma-bandhanah,
Tasmàd asaktaá satataý kàryaý karmasamàcara,
Saktàá karmaóy awidwàmso yathà kurwanti bhæata, Seperti orang bodoh yang bekerja karena pamrih dari kegiatannya, demikian pula hendaknya orang terpelajar bekerja, wahai ( Arjuna ), tetapi tanpa pamrih dan semata-mata dengan keinginan untuk memelihara kesejahteraan tatanan dunia ini saja. Selanjutnya jika kita beryadnya dalam bentuk dana/harta , atau beryadnya dalam bentuk jnana (pengetahuan), atau yadnya dalam bentuk tapa serta yadnya dalam bentuk persembahan/upakara haruslah dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Jika semua yadnya yang dilaksanakan dengan tujuan sebagai persembahan kepada Tuhan maka jadilah yadnya tersebut Satwika. Dalam Kitab Suci Bhagawad Gita banyak dijelaskan berbagai bentuk yadnya yang Satwika.
Contoh Rsi Yadnya yang berbentuk Upakara adalah Rsi Bojana. Sedangkan bentuk lain Rsi Yadnya adalah dengan melaksanakan ajaran-ajaran suci para rsi, hormat dan bakti serta melayani para sulinggih/ orang suci secara tulus ikhlas. Dalam melaksanakan upacara seharusnya sang yajamana menghaturkan punia daksina pada sulinggih/ pemuput karya yang sesuai, sebab jika tidak maka karma baik atas upacara yadnya yang dilaksanakan akan menjadi milik sang pemuput karya.
Di Bali Upacara Pitra Yadnya dikenal memiliki beberapa tingkatan seperti : a. Sawa Prateka, yakni upacara perawatan dan penyelesaian jenasah seperti dikubur ( mekingsan ring pertiwi ), dibakar ( mekingsan ring geni) dsb. b. Asti Wedana yaitu tingkatan upacara pitra yadnya yang lebih tinggi yang umumnya disebut NGABEN. Bentuk asti wedana adalah :
c. Atma Wedana, yaitu upacara tingkat berikutnya yang bertujuan lebih menyempurnakan jiwatman yang telah diabenkan dari alam surga menuju alam dewa/moksa. Bentuk atma wedana antara lain, ngeroras, mukur, maligia. Disamping bentuk upacara pitra yadnya sebagaimana dijelaskan di atas yang lebih penting dilakukan masa kini adalah bagaimana usaha kita untuk menjunjung nama baik dan kehormatan leluhur dan orang tua. Jadi pitra yadnya dalam kaitan kewajiban sebagai siswa adalah dengan belajar sebaik-baiknya sebagaimana harapan orang tua. Melayani orang tua semasih hidup dengan ikhlas serta tidak mengecewakan dan menyakiti hati orang tua adalah merupakan pitra yadnya utama.
Jika memahami pengertian manusa yadnya, maka bentuknya tidak selalu upacara, serta peruntukannya bukan hanya untuk anak ( keturunan sendiri). Bentuk manusa yadnya bisa bermacam-macam seperti yadnya dalam bentuk dana, upacara, jnana, dan karma sepanjang tujuan yadnya tersebut adalah untuk kebahagiaan hidup manusia. Artinya jika kita memberikan nasehat atau ilmu kepada orang lain yang menyebabkan orang tersebut memperoleh kebahagiaan hidup maka itu tergolong juga manusa yadnya. Demikian pula memberikan dana punia untuk pendidikan anak bagi keluarga tidak mampu atau melaksanakan bhakti sosial pengobatan bagi masayarakat kurang mampu juga termasuk manusa yadnya. Dengan demikian maka sasaran manusa yadnya bukan hanya untuk anak/ keturunan sendiri, tetapi bagi semua manusia tanpa memandang suku, agama maupun golongan.
Menurut konsep Hindu bahwa semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Hyang Widhi yang memiliki fungsi tersendiri dalam memutar roda kehidupan. Jadi semua mahluk termasuk para bhuta memiliki hak hidup. Manusia sebagai mahluk yang memiliki sabda, bayu dan idep memiliki peranan penting dalam menciptakan keharmonisan kehidupan. Oleh karena itu manusia melaksanakan bhuta yadnya agar keseimbangan hidup tercipta. Tujuan bhuta yadnya adalah agar para bhuta kala “somya”, sempurna kembali menuju alamnya sendiri dan tidak mengganggu kehidupan manusia. |