Negara mana saja yang terlibat dalam perjanjian Roem Royen

Jakarta -

Perjanjian atau perundingan Roem-Royen adalah upaya diplomasi Indonesia untuk membebaskan diri dari Belanda. Perundingan ini dilaksanakan pada 7 Mei 1948.


Perundingan tersebut merupakan buntut dari Belanda yang secara sepihak tidak terikat lagi dengan perjanjian Renville. Kemudian pada Desember 1948, Belanda melakukan Agresi Militer II di Ibu Kota Indonesia saat itu yakni Yogyakarta.


Dikutip dari laman resmi Kemdikbud, Belanda menyadari bahwa Agresi Militer yang dilakukannya tidak memberikan manfaat dan justru menjadikan perlawanan rakyat Indonesia semakin meluas.


Selain itu, dunia internasional melakukan tekanan kepada Belanda. Maka, tidak ada jalan lain selain mengikuti anjuran PBB untuk kembali ke meja perundingan.


Perundingan Roem Royen diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dan dipimpin oleh Merle Cochran, delegasi RI diwakili oleh Mr. Muhammad Roem dan Belanda diketuai oleh Dr. JH. Van Royen.


Perundingan berakhir pada 7 Mei 1949 dengan hasil: pemerintah RI termasuk para pemimpin yang ditawan akan dikembalikan ke Yogyakarta dan kedua pihak sepakat untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.


Keikutsertaan pemerintah RI dalam perundingan selanjutnya bukan tanpa syarat. Pihak pemerintah RI menuntut agar Tentara Belanda ditarik dari wilayah Yogyakarta. Akhirnya Belanda menerima persyaratan tersebut.


Pada 2 Juni 1949 pengosongan wilayah Yogyakarta dimulai di bawah pengawasan UNCI (United Nations Commissioner for Indonesia).

Pada perundingan Roem Royen Indonesia dan Belanda menyatakan bahwa...

Adapun isi dari perundingan Roem-Royen atau dikenal dengan "Roem-Royem Statements" adalah sebagai berikut.


Ketua Delegasi Indonesia, Mr. Roem menyatakan bahwa:


1) Pengeluaran perintah kepada pengikut-pengikut Republik yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya


2) Kerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan; dan turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.


Sementara itu, dalam perundingan tersebut, Belanda menyatakan bahwa:


1) Menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta


2) Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik


3) Tidak akan mendirikan atau mengakui Negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai RI sebelum 19 Desember 1949, dan tidak akan meluaskan Negara atau daerah dengan merugikan Republik


4) Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat


5) Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah Pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.


Jadi, pada perundingan Roem Royen Indonesia dan Belanda menyatakan bahwa akan mengembalikan perdamaian dengan menghentikan gencatan senjata hingga kembalinya pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta, ya detikers!

Simak Video "Museum di Belanda Bikin Pameran Tentang Kemerdekaan Indonesia"



(faz/faz)

Home Nasional Nasional Lainnya

Tim | CNN Indonesia

Selasa, 15 Jun 2021 13:00 WIB

Negara mana saja yang terlibat dalam perjanjian Roem Royen

Kendati kemerdekaan telah diproklamasikan, namun Indonesia masih berupaya untuk melepaskan diri dari Belanda, salah satunya lewat Perjanjian Roem Royen. (Foto: www.anri.go.id)

Jakarta, CNN Indonesia --

Perjuangan Indonesia di masa awal kemerdekaan Indonesia setelah Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi amatlah berat.

Para tokoh bangsa saat itu masih berupaya keras untuk melepaskan diri dari Belanda melalui jalur diplomasi, salah satunya lewat Perjanjian Roem Royen atau Roem Roijen.

Sebelumnya Indonesia telah dua kali menempuh jalur diplomasi dengan pemerintah Belanda yakni melalui Perjanjian Linggarjati pada 1946 dan Perjanjian Renville pada 1948.


Perjanjian Roem Royen berlangsung hampir sebulan. Perjanjian ini dimulai sejak 14 April 1949 dan menemui titik temu hingga penandatanganan pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.

Nama Perjanjian Roem Royen sendiri diambil dari nama masing-masing delegasi. Delegasi Indonesia yakni Mohammad Roem dan delegasi Belanda yakni Herman van Roijen.

Perundingan perjanjian berjalan sangat alot hingga memaksa menghadirkan Mohammad Hatta dari pengasingannya di Bangka kala itu serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta.

Kala itu Yogyakarta merupakan Ibu Kota sementara Indonesia dan merupakan sasaran utama dalam Agresi Militer Belanda II. Karenanya kehadiran Sri Sultan dalam perundingan Roem Royen memberikan dampak tersendiri.

Keberhasilan Perjanjian Roem Royen kemudian membuahkan pengakuan kedaulatan penuh Belanda atas Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag di tahun yang sama.

Negara mana saja yang terlibat dalam perjanjian Roem Royen
s first vice president, later also serving as the country's Prime Minister. On August 17, 1945, he and Sukarno proclaimed the Independence of Indonesia from the Dutch. (Photo by AFP)" title="Mohammad Hatta" />Perundingan Perjanjian Roem Royen berjalan sangat alot hingga harus menghadirkan Mohammad Hatta dari pengasingannya di Bangka (Foto: AFP)

Isi Perjanjian Roem Royen

Isi perjanjian Roem Royen merupakan kesepakatan perdamaian kedua belah pihak sebelum ditandatangani pada 7 Mei 1949. Berikut isi Perjanjian Roem Royen dari delegasi Indonesia dan Belanda:

Isi Perjanjian Delegasi Indonesia

  • Indonesia akan memerintahkan Angkatan bersenjatanya untuk menghentikan segala aktivitas perang gerilya.
  • Pemerintah Indonesia meminta Belanda hadir dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
  • Indonesia dan Belanda akan bekerjasama mengembalikan ketertiban, keamanan, dan menjaga perdamaian.


Isi Perjanjian Delegasi Belanda

  • Pemerintah Belanda menyetujui Pemerintahan Indonesia kembali ke Yogyakarta.
  • Pemerintah Belanda membebaskan tanpa syarat semua tahanan politik.
  • Pemerintah Belanda menyetujui Republik Indonesia merupakan bagian dari Negara Indonesia Serikat.
  • Pemerintah Belanda menyetujui KMB diadakan secepatnya setelah Pemerintahan Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta.


Dari poin-poin tersebut, dirangkum kesepakatan kedua belah pihak sebagai berikut:

  • Belanda akan menghentikan semua kegiatan militer dan membebaskan semua tahanan perang dan politik.
  • Belanda menyerahkan secara utuh dan tanpa syarat kedaulatan kepada pemerintah Indonesia.
  • Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.
  • Belanda dan Indonesia akan mendirikan persekutuan atas dasar sukarela dan persamaan hak.
  • Belanda menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
  • Belanda akan mengembalikan pemerintahan Republik Indonesia ke kota Yogyakarta.
  • Angkatan bersenjata Republik Indonesia akan menghentikan semua kegiatan gerilya.
  • Indonesia dan Belanda akan hadir dalam Konferensi Meja Bundar.

Hasil Perjanjian Roem Royen

Tekanan dari dunia Internasional atas Agresi Militer Belanda II memberikan dampak serius ke Belanda. Terbukti setelah tercapainya perjanjian Roem Royen, Belanda menepati semua kesepakatan yang dibuat dengan Indonesia.

  • Pada 6 Juli, Soekarno dan Hatta dikembalikan dari pengasingan ke Yogyakarta yang merupakan ibu kota sementara Republik Indonesia saat itu.
  • Pada 13 Juli, Moh. Hatta mengesahkan Perjanjian Roem Royen dan menunjuk Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) pada 22 Desember 1948.
  • Pada 3 Agustus, gencatan senjata Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa dan Sumatera.
  • KMB mencapai persetujuan tentang seluruh masalah di agenda pertemuan, kecuali masalah Papua-Belanda.
  • Pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta pada 24 Juni 1949.
  • Pasukan Belanda ditarik mundur dari Yogyakarta pada 1 Juli 1949.
  • Pembahasan penghentian permusuhan dibahas setelah kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta.

Tokoh di Balik Perjanjian Roem Royen

Keberhasilan perundingan tentu tidak lepas dari tokoh-tokoh kunci Perjanjian Roem Royen. Para tokoh bangsa tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Mohammad Roem
  2. Ali Sastro Amijoyo
  3. Johannes Leimena
  4. Ir. Juanda
  5. Prof. Supomo
  6. Johannes Latuharhary
  7. A.K. Pringgodigdo
  8. Mohammad Hatta
  9. Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
(imb/fef)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

LAINNYA DARI DETIKNETWORK

tirto.id - Perjanjian Roem-Royen menjadi salah satu dari rangkaian perundingan dengan Belanda dalam sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan. Perundingan Roem-Roijen dimulai pada 14 April 1949 dan ditandangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.

Nama Perjanjian Roem-Royen diambil dari tokoh pemimpin delegasi di kedua belah pihak. Dari Indonesia ada Mohamad Roem, sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Herman van Roijen.

Sempat berjalan alot, Indonesia akhirnya dapat menjalankan kembali roda pemerintahannya yang sebelumnya terhenti akibat Agresi Militer Belanda II.

Para pemimpin pemerintahan yang ditawan Belanda pun dibebaskan dan dipulangkan ke Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia.

Perjanjian Roem-Royen juga membuka peluang digelarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) dalam upaya pengakuan kedaulatan dari Belanda.

Baca juga:

  • Sejarah Demokrasi Parlementer: Ciri-ciri, Kekurangan, & Kelebihan
  • Sejarah Politik Etis: Tujuan, Tokoh, Isi, & Dampak Balas Budi
  • Sejarah Gerakan 3A: Propaganda Jepang Demi Simpati Rakyat Indonesia

Latar Belakang Sejarah

Indonesia belum aman mesk telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Pasukan Sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) pimpinan Sir Phliip Christisson datang ke Indonesia tak seberapa lama setelah kemerdekaan.

Salah satu tujuannya yaitu melucuti senjata tentara Jepang serta menegakkan dan mempertahankan keadaan damai yang kemudian akan diserahkan pada pemerintahan sipil.

Namun pasukan Sekutu ternyata diboncengi oleh Belanda yang menggunakan nama NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Belanda sebenarnya ingin kembali menguasai Indonesia yang dulu lama mereka duduki sebelum Perang Dunia Kedua melawan Jepang.

Terjadilah berbagai momen heroik bangsa Indonesia yang bertekad mempertahankan kemerdekaan, termasuk rangkaian perjanjian atau perundingan yang beberapa kali dilanggar oleh Belanda.

Perjanjian Linggarjati, dikutip dari A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (2008) karya M.C. Ricklefs, dihelat pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah tanggal 25 Maret 1947. Namun, Belanda kemudian melanggar perjanjian itun dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I pada 20 Juli 1947.

Baca juga:

  • Sejarah Agresi Militer Belanda I: Latar Belakang, Kronologi, Dampak
  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi
  • Sejarah Perundingan Renville: Latar Belakang, Isi, Tokoh, & Dampak

Pembuktian Eksistensi RI

Agresi Militer Belanda I berhenti dengan dilakukannya Perundingan Renville pada 8 Desember 1947. Namun, Belanda tidak menaati kesepakatan. Agresi Militer Belanda II dilakukan mulai 19 Desember 1948 dengan sasaran utama Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota sementara RI.

Para petinggi pemerintahan RI, termasuk Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan sejumlah menteri ditawan oleh Belanda, bahkan diasingkan ke luar Jawa.

Indonesia ternyata belum habis. Kendali pemerintahan untuk sementara dialihkan kepada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Sementara itu, tanggal 1 Maret 1949 terjadilah serangan umum atau serangan besar-besaran. Kota Yogyakarta yang semula diduduki Belanda mampu direbut oleh angkatan perang RI dan dipertahankan selama 6 jam sebagai bukti eksistensi Indonesia.

Agresi militer kedua yang dibalas dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 merugikan posisi Belanda di peta politik internasional. Banyak negara, juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mengecam aksi polisionil tersebut.

Baca juga:

  • Sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949: Kronologi, Tokoh, & Kontroversi
  • Sejarah Agresi Militer Belanda II: Latar Belakang, Tokoh, Dampaknya
  • Sejarah Konferensi Meja Bundar (KMB): Latar Belakang, Tokoh, Hasil

Tokoh Isi Perjanjian Roem-Royen

Dewan Keamanan PBB mendesak Belanda agar dilakukan perundingan kembali. Maka,digelarlah Perundingan Roem-Royen pada 14 April 1949 hingga 7 Mei 1949.

Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohamad Roem, sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Roijen (Royen). Perundingan dilakukan di Hotel Des Indes, Jakarta, atas prakarsa UNCI (United Nations Commission for Indonesia).

Selain Mohamad Roem, para tokoh delegasi Indonesia antara lain: Supomo, Ali Sastroamidjojo, Johannes Leimena, A.K. Pringgodigdo, dan Johannes Latuharhary. Hadir pula Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Sedangkan delegasi Belanda terdiri dari J.H. van Roijen, Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P. J. Koets, van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben.

Sementara UNCI dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat, dibantu Critchley dari Australia dan Harremans dari Belgia.

Dikutip dari penelitian Agus Budiman bertajuk "Sejarah Diplomasi Roem-Roijen dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1949" (2017), UNCI menganjurkan agar dilakukan pertukaran pernyataan yang disebut “van Roijen-Roem Statements" atau “Persetujuan Roem Roijen".

Baca juga:

  • Sejarah Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda
  • Sejarah Pemberontakan DI-TII Kartosoewirjo di Jawa Barat
  • Biografi Jenderal Sudirman: Sejarah, Peran, Keistimewaan & Jasanya

“Persetujuan Roem Roijen" membahas tentang penyerahan ibu kota Yogyakarta yang sempat dikuasai Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Adapun isi Perundingan Roem-Royen, seperti dikutip laman Kemendikbud, adalah sebagai berikut:

  1. Pemerintahan RI, termasuk para pemimpin yang ditawan, akan dikembalikan ke Yogyakarta.
  2. Kedua pihak, Belanda dan Indonesia, sepakat untuk melaksanakan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akan digelar di Den Haag, Belanda.
Delegasi Republik Indonesia juga mengajukan syarat dalam perundingan tersebut. Pemerintah RI menuntut ditariknya tentara Belanda dari Yogyakarta.

Belanda menyetujuinya dan pengosongan wilayah Yogyakarta dilakukan mulai 2 Juni 1949 di bawah pengawasan UNCI.

Baca juga:

  • Pemberontakan Sadeng vs Majapahit: Dendam Kematian Nambi
  • Sejarah Runtuhnya Tarumanegara: Sebab, Peninggalan, Raja
  • Sejarah Kejayaan Kesultanan Mataram Islam Masa Sultan Agung

Baca juga artikel terkait PERUNDINGAN ROEM-ROYEN atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/isw)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar


Subscribe for updates Unsubscribe from updates