Jakarta - Perjanjian atau perundingan Roem-Royen adalah upaya diplomasi Indonesia untuk membebaskan diri dari Belanda. Perundingan ini dilaksanakan pada 7 Mei 1948. Show
Pada perundingan Roem Royen Indonesia dan Belanda menyatakan bahwa...Adapun isi dari perundingan Roem-Royen atau dikenal dengan "Roem-Royem Statements" adalah sebagai berikut.
Simak Video "Museum di Belanda Bikin Pameran Tentang Kemerdekaan Indonesia" (faz/faz)
Selasa, 15 Jun 2021 13:00 WIB
Kendati kemerdekaan telah diproklamasikan, namun Indonesia masih berupaya untuk melepaskan diri dari Belanda, salah satunya lewat Perjanjian Roem Royen. (Foto: www.anri.go.id) Jakarta, CNN Indonesia --Perjuangan Indonesia di masa awal kemerdekaan Indonesia setelah Ir. Soekarno membacakan teks proklamasi amatlah berat. Para tokoh bangsa saat itu masih berupaya keras untuk melepaskan diri dari Belanda melalui jalur diplomasi, salah satunya lewat Perjanjian Roem Royen atau Roem Roijen. Sebelumnya Indonesia telah dua kali menempuh jalur diplomasi dengan pemerintah Belanda yakni melalui Perjanjian Linggarjati pada 1946 dan Perjanjian Renville pada 1948. Perjanjian Roem Royen berlangsung hampir sebulan. Perjanjian ini dimulai sejak 14 April 1949 dan menemui titik temu hingga penandatanganan pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Nama Perjanjian Roem Royen sendiri diambil dari nama masing-masing delegasi. Delegasi Indonesia yakni Mohammad Roem dan delegasi Belanda yakni Herman van Roijen. Perundingan perjanjian berjalan sangat alot hingga memaksa menghadirkan Mohammad Hatta dari pengasingannya di Bangka kala itu serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta. Kala itu Yogyakarta merupakan Ibu Kota sementara Indonesia dan merupakan sasaran utama dalam Agresi Militer Belanda II. Karenanya kehadiran Sri Sultan dalam perundingan Roem Royen memberikan dampak tersendiri. Keberhasilan Perjanjian Roem Royen kemudian membuahkan pengakuan kedaulatan penuh Belanda atas Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag di tahun yang sama.
Isi Perjanjian Roem RoyenIsi perjanjian Roem Royen merupakan kesepakatan perdamaian kedua belah pihak sebelum ditandatangani pada 7 Mei 1949. Berikut isi Perjanjian Roem Royen dari delegasi Indonesia dan Belanda: Isi Perjanjian Delegasi Indonesia
Hasil Perjanjian Roem RoyenTekanan dari dunia Internasional atas Agresi Militer Belanda II memberikan dampak serius ke Belanda. Terbukti setelah tercapainya perjanjian Roem Royen, Belanda menepati semua kesepakatan yang dibuat dengan Indonesia.
Tokoh di Balik Perjanjian Roem RoyenKeberhasilan perundingan tentu tidak lepas dari tokoh-tokoh kunci Perjanjian Roem Royen. Para tokoh bangsa tersebut adalah sebagai berikut:
Saksikan Video di Bawah Ini:
TOPIK TERKAIT Selengkapnya
LAINNYA DARI DETIKNETWORK tirto.id - Perjanjian Roem-Royen menjadi salah satu dari rangkaian perundingan dengan Belanda dalam sejarah Indonesia pasca-kemerdekaan. Perundingan Roem-Roijen dimulai pada 14 April 1949 dan ditandangani pada 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Nama Perjanjian Roem-Royen diambil dari tokoh pemimpin delegasi di kedua belah pihak. Dari Indonesia ada Mohamad Roem, sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Herman van Roijen. Sempat berjalan alot, Indonesia akhirnya dapat menjalankan kembali roda pemerintahannya yang sebelumnya terhenti akibat Agresi Militer Belanda II.
Para pemimpin pemerintahan yang ditawan Belanda pun dibebaskan dan dipulangkan ke Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia. Perjanjian Roem-Royen juga membuka peluang digelarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) dalam upaya pengakuan kedaulatan dari Belanda.
Baca juga:
Latar Belakang SejarahIndonesia belum aman mesk telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Pasukan Sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) pimpinan Sir Phliip Christisson datang ke Indonesia tak seberapa lama setelah kemerdekaan.
Salah satu tujuannya yaitu melucuti senjata tentara Jepang serta menegakkan dan mempertahankan keadaan damai yang kemudian akan diserahkan pada pemerintahan sipil. Namun pasukan Sekutu ternyata diboncengi oleh Belanda yang menggunakan nama NICA (Netherlands Indies Civil Administration). Belanda sebenarnya ingin kembali menguasai Indonesia yang dulu lama mereka duduki sebelum Perang Dunia Kedua melawan Jepang. Terjadilah berbagai momen heroik bangsa Indonesia yang bertekad mempertahankan kemerdekaan, termasuk rangkaian perjanjian atau perundingan yang beberapa kali dilanggar oleh Belanda. Perjanjian Linggarjati, dikutip dari A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (2008) karya M.C. Ricklefs, dihelat pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah tanggal 25 Maret 1947. Namun, Belanda kemudian melanggar perjanjian itun dengan melancarkan Agresi Militer Belanda I pada 20 Juli 1947.
Baca juga:
Pembuktian Eksistensi RIAgresi Militer Belanda I berhenti dengan dilakukannya Perundingan Renville pada 8 Desember 1947. Namun, Belanda tidak menaati kesepakatan. Agresi Militer Belanda II dilakukan mulai 19 Desember 1948 dengan sasaran utama Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota sementara RI. Para petinggi pemerintahan RI, termasuk Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan sejumlah menteri ditawan oleh Belanda, bahkan diasingkan ke luar Jawa. Indonesia ternyata belum habis. Kendali pemerintahan untuk sementara dialihkan kepada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Sementara itu, tanggal 1 Maret 1949 terjadilah serangan umum atau serangan besar-besaran. Kota Yogyakarta yang semula diduduki Belanda mampu direbut oleh angkatan perang RI dan dipertahankan selama 6 jam sebagai bukti eksistensi Indonesia. Agresi militer kedua yang dibalas dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 merugikan posisi Belanda di peta politik internasional. Banyak negara, juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mengecam aksi polisionil tersebut.
Baca juga:
Tokoh Isi Perjanjian Roem-RoyenDewan Keamanan PBB mendesak Belanda agar dilakukan perundingan kembali. Maka,digelarlah Perundingan Roem-Royen pada 14 April 1949 hingga 7 Mei 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mohamad Roem, sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. J.H. van Roijen (Royen). Perundingan dilakukan di Hotel Des Indes, Jakarta, atas prakarsa UNCI (United Nations Commission for Indonesia). Selain Mohamad Roem, para tokoh delegasi Indonesia antara lain: Supomo, Ali Sastroamidjojo, Johannes Leimena, A.K. Pringgodigdo, dan Johannes Latuharhary. Hadir pula Mohammad Hatta dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sedangkan delegasi Belanda terdiri dari J.H. van Roijen, Blom, Jacob, dr. Van, dr. Gede, Dr. P. J. Koets, van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben. Sementara UNCI dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat, dibantu Critchley dari Australia dan Harremans dari Belgia. Dikutip dari penelitian Agus Budiman bertajuk "Sejarah Diplomasi Roem-Roijen dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1949" (2017), UNCI menganjurkan agar dilakukan pertukaran pernyataan yang disebut “van Roijen-Roem Statements" atau “Persetujuan Roem Roijen".
Baca juga:
“Persetujuan Roem Roijen" membahas tentang penyerahan ibu kota Yogyakarta yang sempat dikuasai Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia. Adapun isi Perundingan Roem-Royen, seperti dikutip laman Kemendikbud, adalah sebagai berikut:
Belanda menyetujuinya dan pengosongan wilayah Yogyakarta dilakukan mulai 2 Juni 1949 di bawah pengawasan UNCI.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
PERUNDINGAN ROEM-ROYEN
atau
tulisan menarik lainnya
Ilham Choirul Anwar
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
|