Mr Van Deventer mengusulkan agar pemerintah Belanda menerapkan politik balas budi politik balas budi terdiri dari tiga program Sebutkan program apa saja?

Politik Etis adalah kebijakan Belanda yang dilakukan sebagai dampak dari Sistem Tanam Paksa. Politik Etis didorong oleh desakan kelompok Liberal di Belanda pada akhir abad ke 19 M, seperti Conrad Theodore van Deventer. Pemerintah Belanda menjalankan Politik Etis atau Politik Balas Budi ini dalam tiga kebijakan yang disebut dengan “Trias van Deventer”, yaitu sebagai berikut.

Edukasi dilakukan dengan membangun lembaga pendidikan modern di Indonesia, misalnya adalah Technische Hogereschool te Bandung (THS, Sekolah Teknik Bandung, sekarang ITB) Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA, sekolah pegawai negeri) dan School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA, sekolah dokter).

  • Irigasi (pembangunan saluran pengairan)

Irigasi dilakukan dengan membangun waduk, bendungan dan saluran irigasi untuk mengairi lahan persawahan dan perkebunan.

  • Imigrasi (perpindahan penduduk)

Transmigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk dari Jawa yang padat untuk bekerja di perkebunan Belanda di luar Jawa, yang juga disebut dengan Transmigrasi.  

Dengan demikian, 3 program politik balas budi penjajah Belanda seperti: pendidikan, yang dilakukan dengan cara membangun lembaga sekolah. Irigasi, yang dilakukan dengan membangun waduk, bendungan dan saluran irigasi. Imigrasi, yang dilakukan dengan memindahkan  penduduk dari pulau Jawa yang padat ke luar Jawa. 

KOMPAS.com - Penderitaan rakyat Indonesia ketika dijajah ternyata menggugah hati nurani sekelompok orang Belanda.

Hal ini kemudian memunculkan gagasan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa jajahan.

Program peningkatan kesejahteraan rakyat masa penjajahan Belanda dikenal dengan istilah Politik Etis atau Politik Balas Budi.

Politik Etis adalah tindakan balas budi yang diberikan oleh Belanda untuk kesejahteraan pribumi karena telah diperlakukan secara tidak adil dan dieksploitasi kekayaan alamnya.

Politik Etis dicetuskan oleh Conrad Theodor van Deventer dan Pieter Brooshooft.

Pada 17 September 1901, Politik Etis resmi diberlakukan setelah Ratu Wilhelmina yang baru naik takhta menegaskan bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda.

Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan Politik Etis.

Terdapat tiga kebijakan Politik Etis yang terangkum dalam program yang disebut Trias van deventer, yaitu

Baca juga: Politik Drainage: Pengertian dan Pelaksanaan

Edukasi

Edukasi adalah program peningkatan mutu sumber daya manusia dan pengurangan jumlah buta huruf yang implikasi baiknya juga untuk pemerintah Belanda.

Sebab dengan program ini, Belanda mendapatkan tenaga kerja terdidik untuk birokrasinya tetapi dengan gaji yang rendah.

Apabila mendatangkan pekerja dari Eropa, mereka tentunya akan meminta gaji yang tinggi dan dilengkapi dengan sarana prasarana.

Pelaksanaan program ini adalah dibuatnya sekolah dengan dua tingkatan.

Yakni sekolah kelas I untuk golongan bangsawan dan tuan tanah, keudian sekolah kelas II untuk pribumi dengan mata pelajaran membaca, menulis, ilmu bumi, berhitung, sejarah, dan menggambar.

Kesempatan pendidikan ini tentunya memberikan dampak bagi bangsa Indonesia.

Melalui pendidikan ini pula masa kebangkitan Indonesia dimulai.

Suasana dan simbol kemajuan melalui pendidikan juga didukung oleh adanya surat-surat R.A. Kartini untuk sahabatnya di Belanda.

Pada 1900, tercatat sebanyak 169 Eurepese Lagree School (ELS) di seluruh Hindia Belanda.

Seperti contohnya sekolah OSVIA atau sekolah calon pegawai yang berjumlah enam buah.

Selain itu, sekolah STOVIA merupakan perwujudan dari trias politika di bidang pendidikan.

Sekolah yang berpusat di Batavia ini sering disebut dengan Sekolah Dokter Jawa.

Selain STOVIA dan OSVIA, jenis-jenis sekolah kejuruan yang dibangun sebagai bagian dari pelaksanaan Politik Etis di antaranya, Sekolah Pertukangan, Sekolah Teknik, Pendidikan Dangang, Pendidikan Pertanian, Pendidikan Keguruan, dan Pendidikan Tinggi Hukum.

Baca juga: Sistem Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Kritik, dan Dampak

Irigasi (pengairan dan infrastruktur)

Irigasi merupakan program pembangunan dan penyempurnaan sarana dan prasarana untuk kesejahteraan rakyat, terutama dalam bisang pertanian dan perkebunan.

Hal ini dilakukan dengan membuat waduk-waduk besar penampung air hujan untuk pertanian serta melakukan perbaikan sanitasi untuk mengurangi penyakit kolera dan pes.

Selain itu, juga dilakukan perbaikan sarana infrastruktur terutama jalan raya dan kereta api sebagai media untuk pengangkutan komoditi hasil pertanian dan perkebunan.

Emigrasi

Emigrasi adalah program pemerataan penduduk Jawa dan Madura yang telah padat dengan jumlah sekitar 14 juta jiwa pada 1900.

Selain padat, jumlah perkebunan pun sudah begitu luas, maka kawasan untuk pemukiman semakin sempit.

Sebagai solusi, dibuatlah pemukiman di Sumatera Utara dan Selatan di mana dibuka perkebunan-perkebunan baru yang membutuhkan banyak pengelola dan pegawai.

Baca juga: Land Rent System: Pengertian, Pencetus, dan Pelaksanaannya

Masalah yang timbul akibat Trias van Deventer

Dalam pelaksanaannya, program Politik Etis memang membawa dampak positif dan negatif untuk rakyat.

Namun tidak dapat dipungkiri, Trias van Deventer tidak berhasil menyejahterakan rakyat karena dalam pelaksanaannya tidak ada kesungguhan dari Belanda untuk memakmurkan Indonesia.

Program-program trias politika memang dijalankan, tetapi selalu ada niat lain di balik pelaksanannya dan Belanda tetap melakukan eksploitasi terhadap Indonesia.

Berikut beberapa contoh penyelewengan pada pelaksanaan Trias van Deventer.

  • Pemerintah Belanda tidak memberi perlindungan atau bantuan kepada usahawan pribumi secara sungguh-sungguh
  • Irigasi hanya dibangun di daerah-daerah di mana ada perkebunan yang mempunyai hak utama penggunaannya
  • Pengajaran yang dilakukan hanyalah pengajaran tingkat rendah

Referensi:

  • Oktavianuri, Deffi. (2018). Politik Etis dan Pergerakan Nasional. Pontianak: Derwati Press.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.

Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:

  1. irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
  2. Transmigrasi perpindahan penduduk dari satu tempat ketempat lainnya
  3. memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan (edukasi).

Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.

Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Selain dalam bidang pendidikan, kebijakan politik etis telah menghasilkan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa pribumi, seperti misalnya pembuatan irigasi, pendirian bank-kredit untuk rakyat, subsidi untuk industri pribumi dan kerajinan tangan. Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

Pautan luar

  • (Indonesia) Semangat Kartini dan Politik Etis Diarkibkan 2005-05-07 di Wayback Machine
  • (Indonesia) Revitalisasi Keindonesiaan[pautan mati kekal]
  • (Indonesia) Semangat Kartini dan Politik Etis Diarkibkan 2005-05-07 di Wayback Machine, Pikiran Rakyat
  • (Indonesia) Osmose Budaya, Kartini dan Kreativitas Sastra

Jika anda melihat rencana yang menggunakan templat {{tunas}} ini, gantikanlah ia dengan templat tunas yang lebih spesifik.

Diambil daripada "https://ms.wikipedia.org/w/index.php?title=Politik_balas_budi&oldid=5534906"