Mengapa Subak dikatakan sebagai sistem pertanian paling demokratis di dunia

Klik Untuk Melihat Jawaban


#Jawaban di bawah ini, bisa saja salah karena si penjawab bisa saja bukan ahli dalam pertanyaan tersebut. Pastikan mencari jawaban dari berbagai sumber terpercaya, sebelum mengklaim jawaban tersebut adalah benar. Selamat Belajar..#


Answered by ### on Sun, 05 Jun 2022 22:31:04 +0700 with category Biologi and was viewed by 345 other users

Seseorang yang berpenghasilan sangat besar untuk berobat saja pergi keluar negeri atau berganti mobil 2 tahun sekali mengapa hal ini dapat terjadi coba jelaskan Karena Subak merupakan organisasi kemasyarakatan yang bertugas mengurus sistem pengairan sawah yang diterapkan dalam pertanian padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya mempunyai pura yang disebut Pura Uluncarik ataupun Pura Bedugul yang khusus didirikan oleh petani dan diperuntukkan untuk dewi kemakmuran & kesuburan Dewi Sri. Sistem pengairan subak ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga merupakan seorang petani di Bali.

Baca Juga: Coba Buat gambar ilustrasi berdasarkan cerita yang anda buat!​


en.dhafi.link Merupakan Website Kesimpulan dari forum tanya jawab online dengan pembahasan seputar pendidikan di indonesia secara umum. website ini gratis 100% tidak dipungut biaya sepeserpun untuk para pelajar di seluruh indonesia. saya harap pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi para pelajar yang sedang mencari jawaban dari segala soal di sekolah. Terima Kasih Telah Berkunjung, Semoga sehat selalu.

“This is a real good place for living” seru Ronald Roosjen pelancong asal Belanda.  Lontaran kekaguman jelas terlihat di matanya saat ia memandang kontur teras khas Subak yang membentang di Jati Luwih, Tabanan Bali.  Terhampar didepannya sekitar 350-an hektar areal persawahan padi yang hijau di kelerengan Gunung Batukaru, seperti ingin mengingatkan kembali memori pada tema lukisan klasik era mooi indie.  Siang itu, Ronald dan sekitar 70 orang peserta Konperensi Internasional Ecosystem Service Partnership ke-6, sedang mengikuti kunjungan lapang untuk melihat bagaimana pengelolaan Subak dilakukan oleh masyarakat di Jati Luwih.

Meskipun ada beberapa model pengelolaan lahan pertanian sawah terasering seperti yang terdapat di Sumatera, Jawa, Flores, Sulawesi bahkan di Filipina, Subak di Bali berbeda.  Steve Lansing, peneliti Arizona University yang telah lebih dari tigapuluh tahun tentang Subak, menyatakan bahwa Subak merupakan sistem pertanian paling demokratis di dunia.  Subak menurut Lansing, tidak hanya sekedar pengelolaan mendistribusikan air dari sungai, namun merupakan perwujudan dari sebuah institusi sosial dan religius diantara para petani untuk berbagi tanggung jawab yang adil dari pembagian aliran irigasi persawahan.

“Dari kacamata modern, mungkin Subak tidak efisien, tetapi dapat saya katakan Subak merupakan sistem yang sangat efektif untuk mengelola sumberdaya alam yang ada,” demikian Profesor I Wayan Windia Pengajar dari Universitas Udayana menambahkan tentang peran penting Subak.

Sesuai dengan kepercayaan Hindu Bali, Subak merupakan perwujudan manifestasi Tri Hita Karana (Tiga Hubungan Kesejahteraan), yaitu menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya. Sehingga tidak salah, jika dikatakan intisari dari Tri Hita Karana adalah wujud dari nilai filosofi kehidupan di Bali.

Lebih lanjut Windia menjelaskan bahwa Sistem Subak, adalah model yang  berperan untuk menghindarkan konflik horisontal diantara para petani sawah.  Semua diatur melalui sistem demokratis, dimana terdapat seorang kelian (pengurus Subak) yang diserahi untuk mengatur urusan-urusan terkait pembagian air maupun hubungan sosial diantara anggota Subak.

Dalam sistem Subak terjadi model kerjasama sosial dalam mengelola air, intinya di dalam sistem sosial, bentang lahan (landscape) tidak boleh dirubah.  Aliran sungai yang tercipta oleh aliran gunung vulkanik tidak diubah, tetapi diatur aliran airnya untuk memenuhi kebutuhan areal persawahan. Jika terjadi pelanggaran, hukuman yang dijatuhkan, dilakukan melalui pembayaran sanksi denda berupa uang maupun kewajiban melakukan upacara.  Karena sifatnya yang dibangun dari bawah (buttom up), pemerintah tidak melakukan intervensi dalam pengelolaan sistem Subak ini.

Sumber air untuk seluruh Subak di Bali berada di danau-danau yang berada di pegunungan pulau Bali.  Di bentang lahan Subak Catur Angga Batukaru yang meliputi kawasan Jati Luwih misalnya, air berasal dari Danau Tamblingan yang berada di Kabupaten Buleleng dan aliran sungai yang terbentuk kontur Gunung Batukaru (2.276 m dpl).

Merujuk ke sejarahnya, terasering dan pura dapat ditelusuri hingga inskripsi yang berasal dari abad 10 yang menyebabkan Subak ini merupakan salah satu yang tertua di Bali.  Sebagai batas dari areal Subak ini terdapat lima Pura yang sekaligus menjadi batas bagi bentang lahan pertanian. Subak ini dibangun dengan wilayah kelola ekologi yang melingkupi teras persawahan yang mencakup skala seluruh wilayah yang dapat dialiri oleh air dari sungai.

Mengapa Subak dikatakan sebagai sistem pertanian paling demokratis di dunia
Klik pada gambar untuk memperbesar

Konversi Lahan, Ancaman Utama Terhadap Kelestarian Subak di Bali

Meskipun telah sejak tahun 2012 Subak dinyatakan menjadi Cultural Landscape World Heritage Site oleh UNESCO, namun hingga sekarang model pengelolaan situs warisan budaya ini masih terus dicari dan dirumuskan.  Berbeda dengan warisan budaya yang mati, maka Subak adalah warisan kultural yang hidup, yang dinamis di satu sisi, namun jika tidak dijaga dengan baik akan berubah menjadi rusak bahkan hilang.

Dalam  paparannya, Steve Lansing menyebutkan bahwa ancaman terhadap kelestarian Subak adalah disebabkan pesatnya perkembangan pembangunan, termasuk pariwista di dalamnya. Denyut pariwisata yang menyokong ekonomi Bali, tidak hanya menghasilkan dampak positif namun kedepannya dapat menjadi bumerang bagi intisari kehidupan orang Bali dengan filosofi budaya agrarisnya. “Bentang lahan dan tradisi kultural yang sangat terkenal di Bali, telah menyebabkan banyak petani di Bali menjual lahan sawahnya kepada para pengembang, tidak kurang terjadi konversi 1.000 hektar dalam setahun.”

Permasalahan yang terjadi sangatlah sistemik.  Ketika sebuah petak sawah dijual untuk dikonversi menjadi bangunan komersial seperti hotel, maka otomatis pajak bumi dan bangunan serta tanah akan menjadi meningkat, tidak saja untuk bidang lahan yang dijual tersebut, namun juga berimbas untuk bidang lahan tetangganya yang berada dalam satu area.

Tentu saja, seorang petani tidak akan mampu untuk membayar pajak yang tinggi yang tidak sebanding dengan penghasilan yang dihasilkannya.  Akibatnya, terjadi efek domino, seluruh wilayah yang terbebani oleh pajak yang meningkat akan dilepaskan oleh para petani.  Alih-alih membayar pajak tinggi, pada akhirnya mau tidak mau, lahan persawahan produktif terpaksa dijual oleh pemiliknya.  Dengan terjadinya efek berantai dari penjualan tanah, pada akhirnya sistem Subak akan kolaps dan dikuatirkan berujung pada kehancuran.

Untuk mendukung Subak, Pemda Bali telah memberikan bantuan dua puluh juta rupiah kepada setiap organisasi petani untuk melestarikan sistem Subak.  Bantuan yang diberikan ini adalah untuk mendukung pelestarian budaya seperti mengadakan upacara dan pertanian yang dibutuhkan oleh Subak dari proses tanam hingga padi di panen.

Namun demikian, kelestarian Subak tetap ditentukan oleh para anggota masyarakat yang tergabung dalam Subak itu sendiri.  Seperti yang disampaikan oleh I Wayan Kudus, Kelian Subak blok Besi Kalung di Jati Luwih, “Masyarakat termasuk Kelian Subak harus tegas, kalau tidak nanti areal Subak dapat hilang.  Karena ini merupakan satu kawasan, maka jika akan diganti menjadi areal bukan sawah, harus mendapatkan ijin dari Kelian untuk persetujuan.  Selama ini saya tidak mau memberikan tandatangan jika ada rencana pelepasan seperti ini.”

Kedepan tentunya diperlukan suatu solusi bijak bagi pelestarian sistem Subak di Bali, sebuah mahakarya pengelolaan pertanian warisan leluhur berusia lebih dari seribu duaratus tahun.

Admin buleleng | 16 Maret 2021 | 53821 kali

Mengapa Subak dikatakan sebagai sistem pertanian paling demokratis di dunia

Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah secara tradisional, keberadaan Subak merupakan manifestasi dari filosofi/konsep Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana berasal dari kata "Tri" yang artinya tiga, "Hita" yang berarti kebahagiaan/kesejahteraan dan "Karana" yang artinya penyebab. Maka dapat disimpulkan bahwa Tri Hita Karana berarti “Tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan”. Penerapannya didalam sistem subak yaitu:

  • Parahyanganyaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan.
  • Pawonganyaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya.
  • Palemahanyakni hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungannya.

Kata "Subak" merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa Bali, kata tersebut pertama kali dilihat di dalam prasasti Pandak Bandung yang memiliki angka tahun 1072 M. Kata subak tersebut mengacu kepada sebuah lembaga sosial dan keagamaan yang unik, memiliki pengaturan tersendiri, asosiasi-asosiasi yang demokratis dari petani dalam menetapkan penggunaan air irigasi untuk pertumbuhan padi.

Subak bagi masyarakat Bali tidak hanya sekedar sistem irigasi, tetapi juga merupakan konsep kehidupan bagi rakyat Bali itu sendiri. Dalam pandangan rakyat Bali, Subak adalah gambaran langsung dari filosofi Tri Hita Karana tersebut.

Sebagai suatu metode penataan hidup bersama, Subak mampu bertahan selama lebih dari satu abad karena masyarakatnya taat kepada tradisi leluhur. Pembagian air dilakukan secara adil dan merata, segala masalah dibicarakan dan dipecahkan bersama, bahkan penetapan waktu menanam dan penentuan jenis padi yang ditanam pun dilakukan bersama.

Sanksi terhadap berbagai bentuk pelanggaran akan ditentukan sendiri oleh warga melalui upacara atau ritual yang dilaksanakan di pura. Harmonisasi kehidupan seperti inilah yang menjadi kunci utama lestarinya budaya Subak di pulau dewata.

Struktur Organisasi Subak

Anggota subak atau juga biasa disebut dengan krama subak adalah para petani yang memiliki garapan sawah dan mendapatkan bagian air pada sawahnya. Didalam anggota subak juga terdapat beberapa kelompok yang disebut dengan Sekaa, Krama subak digolongkan menjadi 3, yaitu:

  1. Krama aktifadalah anggota yang aktif seperti krama pekaseh, sekaa yeh atau sekaa subak.
  2. Krama pasifyaitu anggota yang mengganti kewajibannya dengan uang atau natura karena beberapa penyebab yang biasa disebut dengan Pengampel atau Pengohot.
  3. Krama luputyaitu anggota (krama) yang tidak aktif didalam segala macam kegiatan subak karena tugasnya seperti kepala desa atau Bendesa Adat.

Pengurus (Prajuru) Subak terdiri dari:

  1. Pekaseh/Kelian adalah bertugas sebagai kepala subak.
  2.  Pangliman/Petajuh bertugas menjadi wakil kepala subak.
  3. Peyarikan/Juru tulis adalah sebagai sekretaris.
  4. Petengen/Juru raksa adalah memiliki tugas sebagai bendahara.
  5. Saya/juru arah/juru uduh/juru tibak/kasinoman mempunyai tugas dalam urusan pemberitahuan atau pengumuman.
  6. Pemangku adalah bertugas khusus dalam urusan ritual/keagamaan.

Kelompok (Sekaa) di dalam subak dibagi menjadi:

  1. Sekaa Numbeg, yaitu sebuah kelompok yang mengatur hal pengolahan tanah.
  2. Sekaa Jelinjingan, kelompok yang bertugas untuk mengatur pengolahan air.
  3. Sekaa Sambang, yaitu kelompok yg memiliki tugas dalam hal pengawasan air dari pencurian, penangkap atau penghalau binatang perusak tanaman seperti burung maupun tikus.
  4. Sekaa Memulih/Nandur, yaitu kelompok yang bertugas dalam hal penanaman bibit padi.
  5. Sekaa Mejukut yaitu kelompok yang bertugas menyiangi padi.
  6. Sekaa Manyi adalah kelompok yang bertugas menuai/memotong/mengetam padi.
  7. Sekaa Bleseng yaitu kelompok yang memiliki tugas mengangkut ikatan padi yang telah diketam dari sawah ke lumbung.

Sebagai organisasi yang bersifat otonom dalam mengurus organisasinya sendiri, subak dapat menetapkan peraturan yang dikenal dengan sebutan awig awig, sima, perarem. Di dalam awig awig tersebut dimuat hal-hal dan ketentuan pokok, isi pokok dalam awig awig adalah mengatur mengenai hal parahyangan, pawongan dan pelemahan sedangkan ketentuan dan hal yang lebih detail dimuat di dalam pararem sebagai pelaksanaan awig awig subak. Awig awig subak memuat tentang hak dan kewajiban dari warga subak serta memuat tentang sanksi atas pelanggaran hak dan kewajiban tersebut.

Jaringan Irigasi Subak

Para ahli juga menyebutkan bahwa Subak juga sebagai sistem teknologi yang sudah menjadi budaya di Bali. Subak sebagai metode teknologi dari budaya asli petani Bali. Fasilitas yang utama dari irigasi subak (palemahan) untuk setiap petani anggota subak adalah berupa pengalapan (bendungan air), jelinjing(parit), dan sebuah cakangan (satu tempat/alat untuk memasukkan air ke bidang sawah garapan).

Jika di suatu lokasi bidang sawah terdapat dua atau lebih cakangan yang saling berdekatan maka ketinggian cakangan-cakangan tersebut adalah sama (kemudahan dan kelancaran air mengalir masuk ke sawah masing-masing petani sama), tetapi perbedaan lebar lubang cakangan masih dapat ditoleransi yang disesuaikan dengan perbedaan luas bidang sawah garapan petani. Pembuatan, pemeliharaan, serta pengelolaan dari penggunaan fasilitas irigasi subak dilakukan bersama oleh anggota (krama) subak.

Jaringan sistem pengairan dalam subak jika diurut dari sumber air terdiri dari:

  1. Empelan/empangan sebagai sumber aliran air/bendungan.
  2. Bungas/Buka adalah sebagai pemasukan (in take).
  3. Aungan adalah saluran air yang tertutup atau terowongan.
  4. Telabah aya (gede), adalah saluran utama.
  5. Tembuku aya (gede), adalah bangunan untuk pembagian air utama.
  6. Telabah tempek (munduk/dahanan/kanca), adalah sebagai saluran air cabang.
  7. Telabah cerik, sebagai saluran air ranting.
  8. Telabah panyacah (tali kunda), dibeberapa tempat dikenal dengan istilah Penasan (untuk 10 bagian), Panca (untuk 5 orang), dan Pamijian (untuk sendiri/1 orang).

Melalui sistem Subak inilah, para petani medapatkan bagian air sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh musyawarah dari warga/krama subak dan tetap dilandasi oleh filosofi Tri Hita Karana. Maka dari itu, kegiatan dalam organisasi/perkumpulan Subak tidak hanya meliputi masalah pertanian atau bercocok tanam saja, tetapi juga meliputi masalah ritual dan peribadatan untuk memohon rejeki dan kesuburan.

Sawah, tanaman padi, dan air mempunyai peranan penting dalam sistem irigasi subak bahkan dikaitkan dengan segi religius. Ketiganya berhubungan dengan kekuasaan Dewi Sri (Dewi kesuburan dan kemakmuran). Oleh karena itu subak tidak semata hanya mengatur masalah teknis pengaturan dan pembagian air semata, tetapi juga aspek sosial dan religius (agama).

Setiap Subak biasanya memiliki pura yang disebut Pura Ulun Carik atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani untuk memuja Dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang tokoh adat dan juga merupakan petani yang disebut dengan Kelian (Klian) yang mempunyai tugas untuk mengawasi dan mengelola subak.

Untuk menjadi Kelian subak ini adalah sifatnya sosial, tidak mendapatkan gaji ataupun imbalan. Pembagian atau penyaluran air disesuaikan dengan keanggotaan petani di subak, ada anggota yang aktif dan pasif, keduanya mendapat pembagian air yang berbeda. Inilah dasar keadilan dimana distribusi air disesuaikan dengan kontribusi.

Subak telah dipelajari dan diteliti oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian publik tentang pentingnya metode irigasi tradisional. Ia mempelajari dan meneliti banyak tempat suci (pura) di Bali, terutama tempat suci yang diperuntukkan bagi pertanian.

Pada tahun 1987, J. Stephen Lansing bekerja sama dengan para petani di Bali telah mengembangkan kembali sistem pengairan/irigasi Subak menjadi lebih efektif. Dengan cara itu ia dapat membuktikan bagaimana keefektifan serta pentingnya metode irigasi subak di Bali.

Subak - Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO

Organisasi pendidikan, Ilmu pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO - The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) akhirnya mengakui Subak di Bali sebagai Warisan Budaya dunia. Pengakuan tersebut dapat diwujudkan setelah perjuangan pemerintah republik Indonesia selama kurang lebih 12 tahun.

Pengusulan untuk kategori ini tidaklah mudah karena diperlukan penelitian yang mendalam dengan pendekatan melalui berbagai ilmu pengetahuan seperti arkeologi, antropologi, geografi, ilmu lingkungan, arsitektur lansekap, dan beberapa ilmu pengetahuan terkait lainnya.

Tepat pada tanggal 29 Juni 2012, Pengusulan Subak telah disetujui, diakui dan ditetapkan/disahkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO dalam sidang ke-36 Komite Warisan Dunia UNESCO di kota Saint Peterburg, Rusia.

Penetapan sebagai Warisan Budaya Dunia ini disambut baik oleh pemerintah dan masyarakat Bali. Sesuai dengan pengajuannya, Subak di Bali yang memiliki luas kurang lebih 20.000 ha yang terdiri atas beberapa subak yang berada di 5 kabupaten, yaitu kabupaten Badung, Bangli, Buleleng, Gianyar, dan Tabanan.

Situs-situs di Bali yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia adalah:

  1. Pura Ulun Danu Batur di ujung danau Batur yang merupakan pura air utama (water temple) sebagai sumber dari setiap mata air dan sungai.
  2. Lanskap Subak dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan, yang diketahui sebagai sistem irigasi yang tertua di Bali.
  3. Lanskap Subak dari Catur Angga Batukaru, objek wisata persawahan berundak-undak (terasering) Jatiluwih merupakan salah satu dari bagiannya.
  4. Pura Taman ayun, merupakan pura air yang paling besar dengan arsitektur nya paling terkenal, mencontohkan ekspansi penuh dari sistem subak di bawah pemerintahan kerajaan Bali pada abad ke-19.

Komponen-komponen subak adalah meliputi hutan yang melindungi pasokan air, lanskap sawah yang berundak-undak/bertingkat/terasering, sawah yang terhubung dengan sebuah sistem kanal, terowongan dan bendungan, desa, pura dengan berbagai ukuran yang menandakan pentingnya sumber air atau perjalanan air melalui pura menurun mengairi lahan subak.

Museum Subak

Untuk memperkenalkan dan melestarikan Subak yang merupakan warisan budaya leluhur maka didirikanlah Museum Subak yang terletak di kabupaten Tabanan yang bertujuan untuk memperkenalkan pada generasi muda ataupun wisatawan tentang sistem irigasi tradisional yang dimiliki dan masih digunakan sampai sekarang oleh masyarakat petani di pulau dewata Bali.