Mengapa musik Penting untuk dunia pendidikan?

Mengapa musik Penting untuk dunia pendidikan?

Klik Untuk Download PPT

Tulisan ini berawal dari diskusi dengan rekan-rekan musisi dan akademisi menggunakan platform zoom meeting dan menghasilkan abstraksi pemikiran untuk menjawab pertanyaan “klasik” mengenai “pentingkah pendidikan musik?”. Diskurus tentang itu bukan untuk pentingkah pendidikan musik? lebih hebat mana musisi sekolahan atau otodidak? sama seperti mempertanyakan mana yang lebih dulu ada “telor atau ayam”?  Pertanyaan itu berfungsi untuk mengaktifkan dialek akademis pada tataran konsep yang lebih esensial, ontologis, tentang ihwal teori dan pendidikan musik.

Sekolah Musik

Sekolah musik dibangun bukan tanpa alasan yang jelas. Setidaknya itu bertujuan untuk mendekatkan dalam karir bermusik di kemudian hari setelah para alumninya lulus. Lingkungan sekolah formal yang kental dengan nuansa akademis dianggap sebagai pemicu terbentuknya mental calon sarjana-sarjana musik nantinya. Di dalamnya terbentuk sebuah ekosistem dan lingkungan belajar yang memiliki karakteristik berbeda dengan yang terjadi di lapangan (secara otodidak). Selain sebagai sebuah lembaga yang menduplikasi pemikir-pemikir musik, sekolah musik juga membentuk komunitas belajar, saling mengenal satu sama lain, saling berinteraksi, saling membelajarkan, dan pada akhirnya membentuk konstruksi pengetahuannya sendiri. Inilah yang dimaksud sekolah musik sebagai “jalan pintas” menuju sebuah pemahaman yang komprehensif.

Berbicara mengenai pendidikan musik, tentu perlu dilihat setidaknya dari dua sudut pandang. Pertama, pendidikan musik yang berfungsi sebagai sarana penularan. Dalam konteks ini pendidikan musik berfungsi sebagai sarana mengembangkan keterampilan (skill) dalam bermusik. Inilah yang bagi sebagian orang dipandang sebagai esensi pendidikan musik yang sebenarnya. Padahal, masih banyak dimensi didaktik dari musik. Aspek pendidikan musik yang Kkedua, sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Jadi, pada aspek kedua ini pendidikan musik lebih berorientasi pada pemanfaatan dan penggunaan. Pendidikan musik digunakan sebagai media untuk membelajarkan agar terdidik secara musikal.

Banyak pihak mengklaim, bahwa belajar musik tidak memerlukan sekolah, atau lembaga khusus. Pada kenyataannya banyak yang sukses berkarir di bidang musik tanpa sedikit pun mengenyam pendidikan musik secara formal. Pendapat ini benar, tapi tidak sepenuhnya tepat, karena sudut pandang dalam melihat musik hanya pada aspek pragmatis. Mereka belajar musik, untuk mencari kehidupan dari musik. Jika sudut pandang ini yang digunakan, maka tidak heran banyak musisi dan bahkan akademisi yang kehilangan arah. Mereka sulit menemukan karir yang tepat dan pandangan ini dimiliki oleh sebagian besar masyarakat. Secara otodidak, tidak banyak orang yang bisa mengontrol dirinya untuk belajar secara mandiri tanpa guru dan bimbingan yang sistematis. Itulah sebabnya sekolah formal atau lembaga kursus non formal musik masih tetap relevan digunakan hingga sekarang. Karena tidak setiap orang memiliki kemampuan mencari ifnormasi, menggunakannya, dan melatih musik untuk dirinya sendiri.

Orientasi Pendidikan Formal dan Non formal

Sekolah musik diciptakan untuk mengembangkan berbagai aspek dari musik. Mulai dari elemen-elemen musik (harmoni, melodi, timbre), sejarah, estetika, produksi, pedagogi, pertunjukan, psikologi, dan lain-lain. Semuanya dituangkan dalam sebaran mata kuliah atau kurikulum yang tersusun rapi. Sedangkan sekolah non-formal seperti lembaga kursus memiliki lingkup lebih kecil, yakni mengajarkan instrumen musik agar seseorang dapat memiliki keterampilan dalam bermain alat musik. Salah satu tujuan sekolah musik formal adalah mencetak alumni yang bisa berkarir sebagai pengelola sekolah musik atau mendirikan lembaga kursus musik.

Urgensi sekolah musik formal adalah untuk menciptakan ruang apresiasi baru, komunitas baru, sehingga manusia yang terdapat di dalamnya dapat menularkan gagasan-gagasan musiknya melalui berbagai bentuk. Ada yang berkarya melalui lagu, membuat komposisi, menulis artikel, menjadi pembicara di berbagai seminar musik, menjadi guru atau dosen, menjadi jurnalis, produser musik, terapis musik, dan berbagai profesi lainnya. Musik sebagai sains semakin meluas dan digunakan secara optimal untuk kepentingan masyarakat dan kelompok-kelompok sosial tertentu. Jadi, sekolah musik tidak hanya terbatas untuk mencetak seorang pemain yang mahir memainkan alat musik. Tetapi dalam konteks pemahaman yang lebih luas lagi.

Salah satu tujuan utama dibentuknya sekolah musik memang untuk menghidupkan ekosistem musikdi daerah tertentu. Para sarjana-sarjana musik itu bisa mengaktualisasikan dirinya di masyarakat, berperan, berkontribusi dengan fokus ilmu yang mereka miliki. Bukan semata-mata hanya bermain musik dan menjadi “pengamen”. pendidikan musik tidak hanya berbicara soal menjadi musisi, tetapi banyak hal yang ditawarkan (melalui kurikulum) untuk bisa dikembangkan di kemudian hari. Ada orang-orang yang semasa sekolah atau kuliah mahir bermain instrumen, setelahnya ia memutuskan untuk menjadi penulis dan pengajar. Kemampuan menulis dan pedagogi tentu dipejari dengan dasar ilmu yang benar melalui tangan para instruktur dan pengajar musik. Di sekolah musik, seseorang belejar tentang proses, ada kuliah, harus mengikuti ujian, ada latihan, semua proses itu membentuk perilaku musikal dan mental mereka.

Lalu, apakah dengan adanya sekolah musik persoalan pendidikan musik selesai? Tidak secara langsung. Jawaban yang sama akan ditemui melalui pertanyaan “apa tujuan Fakultas Ekonomi didirikan?” Kenyataannya, tidak semua orang terjun menjadi ekonom atau pengamat ekonomi. Segala bentuk profesi bisa diciptakan dan mungkin selalu berkembang di kemudian hari. Tetapi perkembangan ilmu itu sendiri perlu ditransmisikan. Keberadaan sekolah musik secara tidak langsung menciptakan ekologi musikal baru. Lahir berbagai kebutuhan, seperti buku-buku musik yang kemudian memotivasi banyak orang untuk mulai menulis tentang musik; pasar mulai terbentuk di sini.

Peran institusi musik sejatinya untuk membelajarkan agar terdidik secara musikal. Institusi musik (melalui pendidikan musik) mencetak banyak orang-orang yang terdidik secara musikal. Mereka menebar pengetahuan ke masyarakat dan bermanfat. Pada titik ini, pertanyaan mengenai pentingnya pendidkan musik seharusnya sudah mulai terjawab. Perangkat pengetahuan yang dimiliki institusi musik belum tergantikan hingga saat ini oleh bentuk pola otodidak apapun. Buktinya, YouTube dan Google tetap tidak bisa menggantikan fungsi institusional dan masih eksis hingga saat ini. Penyataan ini tentu tidak bermaksud mengecilkan para pembelajar otodidak lain, mereka tetap bisa mengonsumsi produk-produk intelektual akademik melalui berbagai perangkat yang bisa diakses di mana saja. Misalnya video-video tutorial yang banyak ditemui di YouTube saat ini. Video tersebut tidak menggantikan peran guru yang memiliki fungsi pedagogi, karena video hanya material. Subjek pembelajaran adalah manusia itu sendiri yang dibentuk melalui peran fasilitator (dalam hal ini instruktur atau guru musik). Itulah sebabnya, tidak semua orang dapat memanfaatkan materi-materi tersebut untuk digunakan secara bertahan, sistematis, dan sesuai levelnya. Setiap materi yang disajikan memang tertuju pada sub-bab atau pokok bahasan tertentu, bukan sesuatu yang dengan lengkap tersusun seperti bab-bab dalam buku.

Pendidikan Musik Sebagai Transmisi Musikal

Pendidikan menurut Socrates merupakan proses dialektika, pertemuan antara berbagai interaksi dan proses kognitif yang berlangsung pada setting tertentu, misalnya di dalam kelas melalui pembelajaran. Dalam lingkup yang lebih luas, proses pendidikan tidak hanya dibatasi oleh ruang kelas, forum diskusi baik secara langsung maupun di grup-grup media sosial adalah perwujudan dari berbagai model pendidikan saat ini. Pengetahuan bisa didapatkan dari mana saja (sumbernya), tetapi perlu ada interaksi yang terbangun untuk menemukan seperangkat konstruksi pengetahuan yang mendalam.

Pendidikan musik juga memiliki kapasitas yang sama di dalam mencari bentuk pengetahuannya sendiri. Teori musik yang merupakan elemen pendidikan musik berisi seperangkat pengetahuan yang hidup dalam tubuh musik itu sendiri. Teori musik tidak hanya berkenaan dengan bagaimana menulis dan membaca not, ini hanya bagian kecil dari elemen musik. Ada bidang kajian lain yang disadari atau tidak membentuk sistem pengetahuan musik itu, misalnya kajian tentang genre musik (popule, jazz, rock, blues), akustik (transmisi suara), psikologi, antropologi, dan lain-lain. Ada juga yang menyebutkan bahwa teori bagian dari disiplin ilmu musikologi yang luas. Intinya, pengetahuan-pengetahuan tersebut hidup dalam musik. Seperangkat pengetahuan tersebut bisa digunakan secara berbeda oleh setiap orang. Misalnya, seorang instrumentalis membutuhkan teori musik karena berisi informasi tentang harmoni, estetika, melodi, dan interpretasi karya. Seorang komposer membutuhakan pengetahuan tentang teknologi, orkestrasi, dan harmoni. Seorang guru atau dosen memerlukan pengetauan pedagogi, direksi (conducting), literatur, notasi, dan teknologi. Teori musik memberikan seluruh informasi musik tersebut sebagai amunisi untuk menjalankan profesinya. Walaupun pemahaman teori musik dalam kacamata akademik merujuk pada studi atau disiplin ilmu khusus, tetapi dalam pengertian luas bisa dipahami sebagai kumpulan pengetahuan apapun tentang musik. Lihat juga tulisan Saya lainnya yang berkaitan

Pengetahuan musik didapatkan melalui proses belajar, ilmu yang diproduksi berasal dari disiplin dan teori-teori musik yang berkembang hingga dapat dikonsumsi sampai saat ini oleh semua orang di berbagai negara. Penjabaran tentang bentuk musik, asal-usul musik, harmonisasi, pengembangan teknik, semua merupakan proses panjang produk pemikiran. Buku-buku teori musik (Barat) yang beredar saat ini semua bersumber dari penulis yang berlatar belakang akademik. Mereka memiliki seperangat konstruk teori dan dituangkan ke dalam kalimat yang informatif dan layak dikonsumsi, sistematis, dan pragmatis. Literatur yang awalnya berbahasa Inggris ditransformasikan dalam bentuk bahasa Indonesia sehingga bisa dimengerti. Semua terjadi atas peran pakar teori, pemikir, dan praktisi musik sebelumnya. Pengetauan musik atau teori musik disusun menggunakan metodologi ilmiah yang sesuai.

Bahkan pengetahuan yang kita dapatkan dari YouTube, majalah, koran, atau blog sekalipun itu sumbernya dari teori musik, sekolah musik, buku musik, yang semua muaranya adalah pendidikan musik. Kalau tidak, mustahil semua orang bisa menikmati ilmu yang sudah sedemikian tersebar di mana-mana.  Secara historis semua pengetahuan musik  masuk ranah teori musik, teori musik ada dalam pendidikan musik.  Bagi seorang pemain band, yang bermain musik di kafe-kafe, tentu telah mempelajari puluhan lagu, bisa memainkan melodi, chord, tangga nada; itu didapatkan melalui teori dan pendidikan musik, bahkan jika informasi itu didapatkan dari internet. Semua pengetahuan itu ada yang menulis, ada ihwal, asal-usulnya. Tidak sekonyong-konyong muncul begitu saja. Semua pengetahuan musik sekecil apapun (yang diklaim sebagai hasil belajar otodidak sekalipun), bersumber dari seseorang yang gemar menulis dan mengajarkan (pendidik/guru).

Dalam arti luas, pendidikan musik berfungsi mentransmisikan pengetahuan apapun tentang musik. Sama seperti televisi yang menawarkan dan menyebarkan informasi ke ruang publik untuk dikonsumsi. Melalui televisi setiap orang mengetahui apa saja yang sedang terjadi di belahan dunia lain. Jadi, pengetahuan musik bisa berbantuk apa saja, itu bisa dikatakan teori musik. Seorang penikmat musik yang hanya gemar menonton konser musik dan membeli album-album terbaru saja, memerlukan seperangkat pengetahuan tentang diskografi dan aplikasi music streamer; ini juga termasuk teori musik. Dengan demikian, cara pandang tentang bagaimana seharusnya pendidikan musik diwujudkan seharunya berubah menjadi bagaimana Kita seharunya memposisikan diri dan menggunakan informasi musik untuk bidang yang ditekuni

Oleh: Riyan Hidayatullah