Mengapa kedudukan hadis qudsi dan hadis nabawi tidak sama

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadz, to the point saja apakah yang disebut Hadits Nabawi itu sama dengan Hadits Qudsi? Jika berbeda, di mana letak perbedaannya? Terima kasih atas penjelasan Ustadz.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Hadits Qudsi

Secara bahasa, kata qudsi adalah nisbah dari kata quds

Hadits qudsi adalah firman atau perkataan Allah SWT, namun jenis firman Allah SWT yang tidak termasuk Al-Quran. Hadits qudsi tetap sebuah hadits, hanya saja Nabi Muhammad SAW menyandarkan hadits qudsi kepada Allah SWT. Maksudnya, perkataan Allah SWT itu diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan redaksi dari diri beliau sendiri. Bila seseorang meriwayatkan hadis qudsi, maka dia meriwayatkannya dari Rasulullah SAW dengan disandarkan kepada Allah, dengan mengatakan:

Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya`, atau ia mengatakan:

Rasulullah SAW mengatakan: Allah Ta`ala telah berfirman atau berfirman Allah Ta`ala.`

Contoh hadits qudsi antara lain:

Dari Abu Hurairah ra. dari Rasulullah SAW yang meriwayatkan dari Allah azza wajalla: Tangan Allah penuh, tidak dikurangi lantaran memberi nafkah, baik di waktu siang maupun malam.

Contoh yang lainnya:

Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah SAW berkata: ` Allah ta`ala berfirman: Aku menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-Ku.bila menyebut-KU di dalam dirinya, maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-Ku. Dan bila ia menyebut-KU di kalangan orang banyak, maka Aku pun menyebutnya di dalam kalangan orang banyak lebih dari itu.

Hadits Nabawi

Sedangkan hadits nabawi adalah segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat.

Yang berupa perkataan seperti perkataan Nabi SAW:

Sesungguhnya sahnya amal itu disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya.

Sedangkan yang berupa perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan:

Shalatlah seperti kamu melihat aku melakukan shalat.

Juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji, dalam hal ini Nabi saw. Berkata:

Ambilah dari padaku manasik hajimu.

Sedang yang berupa persetujuan ialah seperti beliaumenyetujui suatu perkara yang dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan atau pun perbuatan, baik dilakukan di hadapan beliau atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya. Misalnya mengenai makanan biawak yang dihidangkan kepadanya, di mana beliaudalam sebuah riwayattelah mendiamkannya yang berarti menunjukkan bahwa daging biawak itu tidak haram dimakan.

Perbedaan Hadis Qudsi dan Hadis Nabawi

Hadis nabawi itu ada dua macam, yaitu:

a. Tauqifi

Yang bersifat tauqifi yaitu yang kandungannya diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu, lalu ia menjelaskan kepada manusia dengan kata-katanya sendiri. Bagian ini, meskipun kandungannya dinisbahkan kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan lebih dinisbahkan kepada Rasulullah SAW, sebab kata-kata itu dinisbahkan kepada yang mengatakannya, meskipun di dalamnya terdapat makna yang diterima dari pihak lain.

b. Taufiqi

Yang bersifat taufiqi yaitu: yang disimpulkan oleh Rasulullah SAW menurut pemahamannya terhadap Quran, karena ia mempunyai tugas menjelaskan Quran atau menyimpulkannya dengan pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulannyang bersifat ijtihad ini, diperkuat oleh wahyu jika ia benar, dan jika terdapat kesalahan didalamnya, maka turunlah wahyu yang membetulkannya. Bagian ini bukanlah kalam Allah secara pasti.

Dari sini jelaslah bahwa hadis nabawi dengan kedua bagiannya yang tauqifi dan taufiqi dengan ijtihad yang diakui oleh wahyu itu bersumber dari wahyu. Da inilah makna dari firman Allah tentang Rasul kita Muhammad saw.:

Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (QS An-Najm:3-4).

Hadis qudsi itu maknanya dari Allah, ia disampaikan kepada Rasulullah SAW melalui salah satu cara penurunan wahyu, sedang lafadznya dari Rasulullah SAW, inilah pendapat yang kuat. Dinisbahkannya hadis qudsi kepada Allah SWT adalah nisbah mengenai isinya, bukan nisbah mengenai lafadznya. Sebab seandainya hadis qudsi itu lafalnya juga dari Allah, maka tidak ada lagi perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran. Dan tentu pula gaya bahasanya menuntut untuk ditantang, serta membacanya pun diangggap ibadah.

Mengenai hal ini timbul dua pertanyaan menggelitik:

Pertama, bahwa hadis nabawi ini juga wahyu secara maknawi, yang lafaznya dari Rasulullah SAW, tetapi mengapa hadis nabawi tidak kita namakan juga hadits qudsi?

Jawabnya ialah bahwa kita merasa pasti tentang hadis qudsi bahwa ia diturunkan maknanya dari Allah karena adanya nash syara` yang menisbahkannya kepada Allah, yaitu kata-kata Rasulullah SAW: "Allah Ta`ala telah berfirman…, atau Allah Ta`ala berfirman…." Itulah sebabnya kita namakan hadis itu adalah hadis qudsi. Hal ini berbeda dengan hadis-hadis nabawi, kerena hadis nabawi tidak memuat nash tentang hal seperti ini.

Di samping itu bisa jadi isinya diberitahukan (kepada Nabi) melalui wahyu (yakni secara tauqifi), namun mungkin juga disimpulkan melalui ijtihad (yaitu secara taufiqi), dan oleh sebab itu kita namakan masing-masing dengan nabawi sebagai terminal nama yang pasti. Seandainya kita mempunyai bukti untuk membedakan mana wahyu tauqifi, tentulah hadis nabawi itu kita namakan pula hadis qudsi.

Pertanyaan kedua, bila lafal hadis qudsi itu dari Rasulullah SAW, maka dengan alasan apakah hadits itu dinisbahkan kepada Allah melalui kata-kata Nabi?

Jawabnya ialah bahwa hal yang demikian ini biasa terjadi dalam bahasa Arab, yang menisbahkan kalam berdasarkan kandungannya bukan berdasar lafadznya. Misalnya ketika kita mengubah sebait syair menjadi prosa, kita katakan `si penyair berkata demikian`. juga ketika kita menceritakan apa yang kita dengar dari seseorang kita pun mengatakan `si fulan berkata demikian`.

Begitu juga Al-Quran menceritakan tentang Nabi Musa, Fir`aun dan sebagainya isi kata-kata mereka dengan lafal mereka dan dengan gaya bahasa yang bukan pula gaya bahasa mereka, tetapi dinisbatkan kepada mereka.

`Dan ketika Tuhanmu menyeru Musa: `Datangilah kaum yang zalim itu, kaum Fir`aun. Mengapa mereka tidak bertakwa?` Berkata Musa: `Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahwa mereka akan mendustakan aku. Dan sempitlah dadaku dan tidak lancar lidahku maka utuslah kepada Harun. Dan aku berdosa terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.Maka datanglah kamu berdua kepada Fir`aun dan katakanlah olehmu: `Sesungguhnya Kami adalah Rasul Tuhan semesta alam, lepaskanlah Bani Israil beserta kami`.Fir`aun menjawab: `Bukankah kami telah mengasuhmu di antara kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna. Berkata Musa: `Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah kamu telah memperbudak Bani Israil`.Fir`aun bertanya: `Siapa Tuhan semesta alam itu?` Musa menjawab: `Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya, jika kamu sekalian mempercayai-Nya`. (Asy-Syuara`: 10-24)

Wallahu a’lam bishshawab, Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat. Lc.

Ikuti update terbaru di Channel Telegram Eramuslim. Klik di Sini!!!

loading...

Klik Untuk Melihat Jawaban


#Jawaban di bawah ini, bisa saja tidak akurat dikarenakan si penjawab mungkin bukan ahli dalam pertanyaan tersebut. Pastikan mencari jawaban lain dari berbagai sumber terpercaya, sebelum mengklaim jawaban tersebut adalah benar. Semangat Belajar..#


Dijawab oleh ### Pada Sat, 23 Jul 2022 11:34:00 +0700 dengan Kategori Ujian Nasional dan Sudah Dilihat ### kali

2.tabi'in merupakan generasi salafus salih yang hidup setelah shahabat Rasulullah saw8.seseorang yang beragama islam yang bertemu sahabat disebut thabiin

Baca Juga: Hasil dari 4/5-3/4 = tolong ya kakak kakak sebentar lagi deadline tugas

nya plsssss​


op.dhafi.link/jawab Merupakan Website Kesimpulan dari forum tanya jawab online dengan pembahasan seputar pendidikan di indonesia secara umum. website ini gratis 100% tidak dipungut biaya sepeserpun untuk para pelajar di seluruh indonesia. saya harap pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi para pelajar yang sedang mencari jawaban dari segala soal di sekolah. Terima Kasih Telah Berkunjung, Semoga sehat selalu.

Hadits Qudsi

A. Pengertian Hadits Qudsi

Hadits itu identik dengan Rasulullah Saw.

Sementara qudsi itu merujuk pada Dzat Allah Yang Maha Suci. Karena qudsi artinya suci, dan yang benar-benar suci hanya Allah Swt.

Hadits Qudsi adalah firman Allah, tapi dengan susunan redaksi dari Rasulullah. Maknanya dari Allah, tapi lafaznya dari Rasulullah. Jadi hadits qudsi itu merupakan firman Allah, tapi masuk dalam himpunan kitab hadits, bukan al-Qur’an.

Para ulama mendefinisikan hadits qudsi sebagai berikut:

الحديث القدسيّ هو ما رواه النبي عليه الصلاة والسلام عن الله عزّ وجل

“Hadits Qudsi yaitu semua informasi yang disampaikan oleh Rasulullah Saw. dari Allah ‘Azza wa Jalla.”

***

B. Contoh Hadits Qudsi

Berikut ini kami sampaikan beberapa contoh hadits qudsi:

1. Contoh hadits qudsi yang shahih:

:عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ

:قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم

:إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِى

Dari Abu Hurairah, ia berkata:

Rasulullah Saw. bersabda:

Allah berfirman:

“Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Dan aku bersamanya, bila dia berdoa pada-Ku.”

(HR. Muslim)

*

2. Contoh hadits qudsi yang shahih:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضى الله عنه

:عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ

:قَالَ اللَّهُ

أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

Dari Abu Hurairah ra.

Dari Nabi Muhammad Saw. beliau bersabda:

Allah berfirman:

“Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shaleh apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, yang tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia.”

(HR. Bukhari).

*

3. Contoh hadits qudsi yang shahih:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِى أَمْلأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِلاَّ تَفْعَلْ مَلأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاً وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ

Dari Abu Hurairah,

Dari Nabi Muhammad Saw. beliau bersabda:

Allah Ta’ala berfirman:

“Wahai anak Adam, habiskanlah (waktu dan tenagamu) untuk beribadah pada-Ku. Niscaya aku penuhi dadamu dengan kecukupan dan aku penuhi seluruh kebutuhanmu. Bila tidak engkau lakukan, maka akan Aku penuhi dirimu dengan kesibukan, dan Aku tidak akan memenuhi kebutuhanmu.”

(HR. Tirmidzi)

*

4. Contoh hadits qudsi yang dha’if:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ

:قَاْلَ اللَّهُ تَعَالَى

أَحَبُّ مَا تَعَبَّدَنِي عَبْدِي إليَّ النُّصْحُ لِي

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

Allah Ta’ala berfirman: 

“Ibadah yang paling Aku cintai dari hamba-Ku adalah nasihat untuk-Ku.”

(HR. Ahmad)

***

C. Perbedaan Hadits Qudsi dan al-Qur’an

Terdapat beberapa perbedaan antara hadits qudsi dan al-Qur’an. Yaitu:

1. Al-Qur’an itu, makna dan redaksinya dari Allah. Hadits qudsi, maknanya dari Allah, redaksinya dari Rasulullah Saw.

2. Al-Qur’an merupakan mukjizat. Hadits qudsi bukan mukjizat.

3. Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir. Hadits qudsi ada yang mutawatir dan ada yang ahad.

4. Membaca al-Qur’an merupakan ibadah mahdhah, sehingga disunnahkan untuk membacanya dalam keadaan punya wudhu. Membaca hadits qudsi bukan merupakan ibadah mahdhah, sehingga tidak ada ketentuan khusus untuk membacanya.

Itulah beberapa perbedaan antara al-Qur’an dan hadits qudsi.

***

D. Perbedaan Hadits Qudsi dan Hadits Nabawi

Hadits qudsi merupakan bagian dari hadits. Bukan bagian dari al-Qur’an. Namanya saja hadits, tapi qudsi. Kata hadits dinisbahkan pada Nabi. Kata qudsi dinisbahkan pada Allah.

Karena hadits, meskipun qudsi, maka ada yang shahih dan ada yang dha’if.

Perbedaannya: Hadits Qudsi merupakan firman Allah. Sedangkan Hadits Nabawi merupakan sabda Rasulullah Saw.

***

E. Kedudukan Hadits Qudsi

Berdasarkan penjelasan di atas, maka bisa dikatakan, bahwa hadits qudsi itu lebih mulia daripada hadits biasa (hadits nabawi).

Namun hadits qudsi kedudukannya berada di bawah ayat-ayat al-Qur’an. Karena al-Qur’an itu mukjizat, sementara hadits qudsi bukan mukjizat.

Silakan baca pula:  Hadits: Pengertian dan Beberapa Pertanyaan

***

F. Status Hadits Qudsi: Belum Tentu Shahih

Karena dinisbahkan kepada Allah, banyak orang mengira bahwa hadits qudsi itu pasti shahih. Namun anggapan demikian adalah tidak benar.

Tidak semua hadits qudsi itu shahih.

Jadi ada hadits qudsi yang shahih dan ada hadits qudsi yang dha’if.

Untuk menentukan apakah sebuah hadits itu shahih atau dha’if, kita harus kembali kepada pengertian hadits shahih, yaitu:

– Sanadnya bersambung.

– Semua perawinya adil.

– Semua perawinya dhabith.

– Tidak mengandung syadz.

– Tidak mengandung ‘illah.

***

G. Jumlah Hadits Qudsi

Jumlah hadits qudsi itu tidak terlalu banyak. Hanya sekitar 200 hadits.

Dibandingkan hadits nabawi, tentu sangat sedikit. Karena hadits nawabi ada sekitar satu juta.

***

H. Kitab Hadits Qudsi

Ada beberapa kitab yang secara khusus berisi hadits-hadits qudsi, di antaranya:

  • Ahadits Qudsiyah Arba’iniyah, disusun oleh Syeikh Ali bin Sulthan Muhammad Abu Hasan Nuruddin Mula Harawi Qari (wafat tahun 1014 H.)
  • Ittihaf Sunniyah bi Ahadits Qudsiyah, disusun oleh Syeikh Zainuddin Muhammad bin Taj Arifin bin Ali Manawi Qahiri (wafat tahun 1031 H.)
  • Shahih Musnad min Ahadits Qudsiyah, disusun oleh Syeikh Abu Abdillah Musthafa bin Adawi Syalbayah Misri.

Semua kitab tersebut tersedia dalam software kitab Maktabah Syamilah.

Ketiga kitab itu sangat bagus, dan sudah ditata sesuai temanya masing-masing.

***

Penutup

Dari penjelasan di atas, kita bisa mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  • Hadits qudsi adalah firman Allah, namun tidak termasuk dalam himpunan ayat-ayat al-Qur’an. Karena maknanya dari Allah, lafaznya dari Rasulullah.
  • Hadits qudsi itu ada yang mutawatir, ada yang shahih, dha’if, bahkan palsu. Sama dengan hadits pada umumnya yang juga demikian.
  • Meskipun firman Allah, hadits qudsi bukan mukjizat. Karena dia hadits, bukan al-Qur’an.
  • Hadits qudsi tidak boleh digunakan sebagai pengganti ayat-ayat al-Qur’an dalam shalat.
  • Hadits qudsi bisa kita peroleh dalam kitab-kitab hadits.

Demikian penjelasan ini kami sampaikan, semoga ada manfaatnya bagi kita semua.

_______________________________

Sumber bacaan:

Kitab Mabahits fi Ulumil Hadits, Syeikh Manna’ al-Qatthan, rahimahullah.

Kitab Taisir Musthalah al-Hadits, Syeikh Mahmud ath-Thahhan, rahimahullah.

Artikel Ta’rif al-Hadits al-Qudsi, mawdoo3.com.

Mengapa kedudukan hadis qudsi dan hadis nabawi tidak sama