Mengapa Indonesia akhirnya merubah sistem negara federal menjadi NKRI

UUD 1945 disusun berdasarkan tiga elemen, Pembukaan, Batang Tubuh dan Penutup. Dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 dalam Bab bentuk dan kedaulatan, negara indonesia disebutkan sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. UUD 1945 yang merupakan produk kesepakatan para pembentuknya selalu terbuka ruang untuk didiskusikan. Hal ini tidak terlepas dari kemungkinan dari perubahan UUD 1945 yang telah diatur dalam Pasal 37.

Istilah negara kesatuan merupakan terjemahan dari kata unitary state, eenheidsstaat. Negara kesatuan adalah antitesis dari negara serikat (Federal, bonds-staat). Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari berbagai negara. Dia adalah negara utuh, satu dan tunggal, sehingga tidak akan pernah dijumpai negara lain dalam negara kesatuan. Negara kesatuan dalam pemerintahannya hanya memliki satu pemerintahan tertinggi, yaitu pemerintahan pusat.

Hal ini tentunya berbeda dengan negara federal. Negara federal adalah negara sebagai bentuk akumulasi dari berbagai negara yang pada dasarnya adalah negara berdaulat. Negara-negara berdaulat tersebut, karena satu alasan atau lebih dengan sukarela menggabungkan dirinya pada sebuah negara federal. Maka dari itu, terdapat dua sistem pemerintahan yaitu pemerintah negara federal dan pemerintah negara bagian.

Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri merupakan sebuah kesepakatan dari para pembentuk UUD 1945. Diskursus soal negara kesatuan sudah ada pada benak para pendiri bangsa Indonesia ketika upaya memerdekakan Indonesia. Hal ini sebagaimana tertuang dalam risalah-risalah sidang para pendiri bangsa ketika menjadi panita di PPKI yang menyoal bentuk negara. Dalam perdebatan itu dihasilkanlah sebuah kompromi bahwa negara kesatuan menjadi pilihan dalam memilih bentuk negara. Model negara kesatuan ini kemudian dituangkan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 (sebelum amandemen) yang dipertegas dalam Pasal 18 UUD 1945:

“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunanpemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.”

Bangunan negara kesatuan yang terdiri dari pusat dan daerah tentu berbeda dengan negara federal yang terdiri dari negara federal dan negara bagian. Pasal 18 UUD 1945 yang menggunakan frasa “pembagian daerah” menjelaskan bahwa negara Indonesia utuh, satu dan tunggal yang lantas kemudian terbagi-bagi menjadi daerah-daerah.

Dalam perjalanan Indonesia, Indonesia pernah merubah bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara federal. Hal ini tidak terlepas dari ulah dan campur tangan para penjajah yang menginginkannya perpecahan dan penguasaan lagi terhadap negara Indonesia. Negara federal dimaksudkan untuk memecah belah negara Indonesia. Konsepsi ini kemudian dituangkan dalam UUD Republik Indonesia Serikat 1949. Negara federal yang tidak terlahir dari keinginan rakyat akhirnya tidak bertahan lama dan kembali kepada UUD 1945.

Ketika amandemen UUD 1945 dalam rentang waktu 1999 sampai dengan 2002, ada beberapa kesepakatan sebagai rambu-rambu dalam mengamandemen UUD 1945, salah satunya adalah bentuk negara, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini juga dipertegas dalam hal pemerintahan daerah Pasal 18 UUD 1945 (pasca amandemen) :

“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.”

Penggunaan frasa “ NKRI dibagi”, secara gamblang menunjukkan bahwa negara indonesia adalah negara kesatuan yang berbeda dengan negara federal. Frasa dibagi berarti bahwa adalah bagian yang utuh, satu dan tunggal yaitu Indonesia.

Negara kesatuan adalah bentuk yang paling ideal bagi bangsa ini ketika mendirikan negara. Hal ini tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa ini. Selain itu, negara kesatuan juga dianggap lahir dari bangsa ini sendiri, sehingga mudah untuk diterima khalayak bangsa ini. Hari ini tugas bangsa ini adalah merawat negara kesatuan yang merupakan milik bersama, yang bukan milik pendahulu atau generasi selanjutnya, atau bahkan milik kelompok tertentu. Keberbedaan sejatinya adalah elemen penting dalam menopang negara kesatuan dalam mencapai tujuan dan mewujudkan cita-citanya.

MPR

Lukman Edy.

Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pimpinan Badan Penganggaran MPR, Lukman Edy, saat menjadi narasumber Training of Trainers 4 Pilar MPR, Jumat (2/10) mengungkapkan menjelang Indonesia merdeka, para pendiri bangsa berdebat untuk mencari bentuk ideal bentuk negara. Pilihan yang ada apakah bentuk negara Indonesia adalah kesatuan atau federal.Perdebatan soal bentuk negara, menurut Lukman sebenarnya sudah terjadi pada saat Sumpah Pemuda Tahun 1928. Dikatakan pada saat itu ada utusan-utusan dari Melayu. Utusan Melayu itu menyatakan mereka mau bergabung dengan Indonesia apabila bentuk negara adalah federal. Namun dalam Kongres II Pemuda itu, peserta sepakat untuk memilih bentuk negara kesatuan.Dalam sidang-sidang BPUPK pun juga terjadi perdebatan di antara anggota BPUPK, ada yang mengusulkan bentuk negara kesatuan, ada pula yang menginginkan federal. Setelah di-voting, yang memilih bentuk negara kesatuan lebih banyak.Dalam bentuk negara, antara kesatuan dan federal, pernah dialami dan pasang-surut. Indonesia pernah mengalami negara federal saat memiliki konstitusi UUDS dan UUD RIS. Setelah keluar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan berlakunya kembali UUD Tahun 1945 maka bentuk negara kembali ke kesatuan.Dengan paparan sejarah itu, Lukman mengambil kesimpulan bahwa perdebatan bentuk negara itu ada dan akhirnya bangsa ini memilih bentuk negara kesatuan. Dikatakan oleh Lukman, kalau memilih negara federal kelak masing-masing wilayah akan berdasarkan pada suku, agama, dan ras. "Hal ini tak cocok dengan semangat Sumpah Pemuda dan Proklamasi 17 Agustus 1945," ujarnya.Pasca Dekrit Presiden, Lukman mengungkapkan ada beberapa kejadian di mana kejadian itu menguatkan bentuk negara kesatuan. Kejadian itu seperti disepakatinya Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu yang membuat negara kesatuan menjadi utuh sebab wilayah perairan yang berada di dalam wilayah Indonesia menjadi kedaulatan Indonesia. "Atas jasa Djuanda, laut bukan pemisah wilayah namun sebagai penghubung," paparnya.Dalam era reformasi, tahun 1998, adanya keinginan untuk memilih bentuk negara pun muncul kembali. Keinginan itu terjadi sebab hubungan antara daerah dan pusat di masa Orde Baru buruk. Tuntutan itu di tengah terjadinya disintegrasi bangsa-bangsa di Eropa Timur. Hal demikian menghantui bangsa ini sebab disintegrasi itu bisa menular ke Indonesia.Selanjutnya Lukman mengungkapkan kita harus bersyukur karena masyarakat dan elit politik tetap memilih negara kesatuan. "Akhirnya pilihan tetap negara kesatuan," ujarnya.

  • negara kesatuan
  • negara federal
  • lukman edy

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Mengapa Indonesia akhirnya merubah sistem negara federal menjadi NKRI

Mengapa Indonesia akhirnya merubah sistem negara federal menjadi NKRI
Lihat Foto

Arsip KOMPAS

Presiden Soekarno menyampaikan pidato kenegaraan pada peringatan 5 tahun kemerdekaan RI di halaman Istana Merdeka pada 17 Agustus 1950.

KOMPAS.com - Belanda tidak begitu saja melepaskan Indonesia sebagai negara merdeka dan melakukan berbagai upaya untuk kembali menguasai Indonesia.

Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) menerima pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949, muncul rasa tidak puas di kalangan rakyat terutama negara-negara bagian di luar Republik Indonesia.

Tahukah kamu bagaimana perjuangan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia?

Negara bentukan Belanda

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, pada masa RIS, Belanda menciptakan 15 negara bagian atau daerah yang bersifat kolonial dan belum merdeka penuh.

Baca juga: Perjanjian Renville: Latar Belakang, Isi, dan Kerugian bagi Indonesia

Negara-negara bagian ciptaan Belanda adalah:

  1. Negara Indonesia Timur (NIT): negara bagian pertama ciptaan Belanda terbentuk pada 1946.
  2. Negara Sumatera Timur: terbentuk pada 25 Desember 1947 dan diresmikan pada 16 Februari 1946.
  3. Negara Sumatera Selatan: terbentuk atas persetujuan Van Mook pada 30 Agustus 1948, daerah meliputi Palembang dan sekitarnya, dengan Presiden Abdul Malik.
  4. Negara Pasundan (Jawa Barat).
  5. Negara Jawa Timur: terbentuk pada 26 november 1948 melalui surat keputusan Gubernur Jenderal Belanda.
  6. Negara Madura: terbentuk melalui suatu plebesit dan disahkan Van Mook pada 21 Januari 1948.

Selain enam negara bagian itu, Belanda masih menciptakan daerah-daerah yang berstatus daerah otonom. Daerah-daerah otonom ciptaan Belanda adalah:

  1. Kalimantan Barat
  2. Kalimantan Timur
  3. Dayak Besar (daerah Kalimantan Tengah)
  4. Daerah Banjar (Kalimantan Selatan)
  5. Kalimantan Tenggara
  6. Jawa Tengah
  7. Bangka
  8. Belitung
  9. Riau Kepulauan

Baca juga: Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Kembali ke negara kesatuan

Setelah pengakuan kedaulatan RIS, tuntutan bergabung dengan negara RIS semakin luas. Tuntutan semacam ini memang dibenarkan oleh konstitusi RIS pada pasal 43 dan 44. Penggabungan antara negara atau daerah dimungkinkan karena kehendak rakyat.

Maka, pada 8 Maret 1950 pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan Senat RIS mengeluarkan Undang-undang Darurat No. 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS.

Setelah dikeluarkan UU Darurat No. 11 itu, maka negara-negara bagian atau daerah otonom seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Madura bergabung dengan RI di Yogayakarta.

Karena semakin banyak negara-negara bagian atau daerah yang bergabung dengan RI, maka sejak 22 April 1950, negara RIS hanya tinggal tiga yaitu Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur dan Negara Indonesia Timur.