Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK 00.05.52.0685 TAHUN 2005 tentang Ketentuan Pokok Pangan Fungsional, pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan, dan bermanfaat bagi Kesehatan. Pada kehidupan sekarang ini, kebutuhan seseorang terhadap makan bukan hanya sekedar untuk merasa kenyang, namun yang lebih utama adalah untuk mecapai kesehatan dan kebugaran yang optimal. Menurut Astawan (2011), fungsi pangan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
JENIS-JENIS PANGAN FUNGSIONAL Berdasarkan Cara Pengolahannya Pangan fungsional digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Pangan fungsional alami Merupakan pangan fungsional yang sudah tersedia di alam tanpa perlu pengolahan sama sekali. Contohnya : - Buah: berries, kiwi, pear, apel, jeruk, pisang - Sayur: brokoli, kembang kol, kale, bayam, zucchini 2. Pangan fungsional tradisional Merupakan pangan fungsional yang diolah secara tradisional mengikuti cara pengolahan yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Menurut Astawan (2011) beberapa contoh pangan tradisional Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional adalah: - Contoh pangan fungsional tradisional di Indonesia: minuman beras kencur, temulawak, kunyit-asam, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Utara), sekoteng atau bandrek, tempe, tape, dan jamu. - Contoh pangan fungsional tradisional di mancanegara: Kefir, yoghurt 3. Pangan fungsional modern Merupakan pangan fungsional yang dibuat khusus menggunakan resep-resep baru. Contohnya: - Mi instan yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral - Permen yang mengandung zat besi, vitamin, dan fruktooligosakarida - Pasta yang diperkaya serat pangan - Susu dan Yoghurt yang di fortifikasi PERAN FUNGSIONAL FOOD Beberapa manfaat fungsional food diantaranya: 1. Mencegah kekurangan zat gizi Berdasarkan Global Nutrition Report (GNR) tahun 2018, Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami beban gizi ganda. Untuk memperbaiki masalah gizi tersebut, pemerintah melakukan fortifikasi pada sejumlah pangan di Indonesia. Sejak adanya makanan yang difortifikasi, prevalensi kekurangan gizi menurun. Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek mengatakan ada penurunan stunting turun dari 37,2% berdasarkan Riskesdas 2013 menjadi 30,8% tahun 2018. 2. Mengandung zat gizi yang dapat mencegah penyakit Pangan fungsional diantaranya adalah makanan yang kaya antioksidan. Antioksidan dapat menetralisir kandungan radikal bebas dan mencegah kerusakan sel. Beberapa pangan fungsional juga mengandung asam lemak omega 3 yang tinggi, kandungan lemak yang sehat untuk menurunkan inflamasi, meningkatkan fungsi otak, dan meningkatkan Kesehatan jantung (Swanson, 2012). PERBEDAAN PANGAN FUNGSIONAL DAN PANGAN SUPLEMEN Pangan fungsional dan pangan suplemen, adalah jenis pangan kesehatan yang berfungsi untuk memelihara kesehatan tubuh dan dapat pula mencegah penyakit, bukan untuk tujuan menyambuhkan penyakit. Perbedaan kedua jenis pangan tersebut ialah dari bentuknya. Pangan suplemen bentuknya seperti obat-obatan (tablet, pil, kapsul dan sebagainya), sedangkan pangan fungsional memiliki bentuk dan rupa yang dapat diterima dan dirasakan atau dinikmati seperti layaknya makanan atau minuman oleh para konsumen. -----00----- DAFTAR PUSTAKA
Oleh: Annisa Rizkitania, S.Gz Ahli Gizi Dietindo Catering Malang “Peran Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal dalam Peningkatan Derajat Kesehatan”
Orang-orang yang bijaksana sering mengatakan
bahwa "kesehatan adalah harta yang
paling berharga dalam hidup ini". Sehat dan bugar adalah dua kunci
yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang agar hidup ini menjadi lebih
bermakna. Oleh karena itu dalam mewujudkannya kita perlu melakukan pengaturan pola makan(Astawan, 2011). Dalam
kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan
bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai
tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Menurut Winarno dkk.(1995) dalam
Astawan (2011) fungsi pangan dikelompokkan menjadi tiga fungsi yaitu fungsi
primer (primary function), fungsi sekunder (secondary function)
dan fungsi tertier (tertiary function).
Pangan Fungsional dari Laut
Pangan Fungsional dari Lidah Buaya
Glucomannan adalah serat tinggi yang penting untuk membersihkan sistem pencernaan. Glucomannan merupakan serat larut (Seluble Dietary Fiber, SDF), karena glucomannan dapat menyerap 200 kali berat air. Glucomannan dapat mengontrol kegemukan, kadar gula darah, membantu mencegah kanker, sembelit, dan mereduksi kolesterol. Glucomannan juga efektif untuk obat pencahar atau laxative. Glucomannan dapat menghambat kerja HMG KoA reduktase dalam biosintesis kolesterol di sel dan menghambat kerja Acyl CoA Cholesterol Acyl Transferase (ACAT) sehingga dapat menurunkan hiperkolesterolemi. Fermantasi serat dalam usus besar meningkatkan pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat yang membantu mencegah akumulasi zat racun dan bakteri patogen (penyebab penyakit). Beberapa studi tentang penggunaan suplemen glucomannan dengan beberapa gram/hari akan efektif menurunkan kolesterol total darah. LDL-kolesterol dan trigliserida dan dalam beberapa kasus dapat menaikkan HDLkolesterol (Yuniastuti, 2014). Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal
Pangan Lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat. Pengertian lain dari pangan lokal ialah suatu makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal. Indonesia terkenal karena memiliki keanekaragaman bahan pangan lokal khususnya produk pertanian. Namun, banyak diantara produk-produk tersebut yang belum teroptimalkan potensinya. Padahal, bahan pangan yang berasal dari produk pertanian merupakan salah satu sumber bahan pangan fungsional. Salah satu cara memaksimalkan produk pertanian adalah dengan cara mengembangkannya menjadi olahan tepung. Olahan berbasis tepung memang lebih potensial dikembangkan karena mudah diterima oleh masyarakat. Apalagi kekayaan akan sumber daya alam hayati yang dapat dijadikan sebagai bahan baku tepung cukup banyak tersedia. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Budijono, dkk., 2010 Hassan.2014). Dengan proses pengolahan menjadi bentuk tepung maka penggunaannya juga akan lebih praktis dan fleksibel karena dapat dipakai sebagai bahan baku atau campuran (composite flour) dalam pembuatan aneka produk pangan seperti roti, mie, kue, jajan pasar dan sebagainya. Beberapa jenis olahan tepung berbasis pangan lokal diantaranya (Hassan.2014) : Pisang (Musa paradisiaca) merupakan komoditas hortikultura khas tropis yang produksinya sangat berlimpah. Pisang mampu tumbuh dan berproduksi hampir diseluruh wilayah di Indonesia. Salah satu bentuk pemanfaatan pisang (pisang kapok) adalah dengan mengolahnya menjadi tepung pisang. Tepung pisang ini selain dapat digunakan sebagai bahan berbagai macam industry juga merupakan salah satu contoh pemanfaatan pangan local sebagai pangan fungsional. Hal itu karena pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, yaitu vitamin (provitamin A, B, dan C) serta mineral (kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium) yang penting bagi tubuh. Selain itu pisang memiliki kandungan pati resistant (resistant starch) yang cukup tinggi dan juga polisakarida non-pati (non-starch polysaccharides) yang berfungsi sebagai serat pangan (dietary fiber) (Nursihan, dkk., 2009 dalam Hassan.2014). Pati resistan (resistant starch) adalah bagian dari pati yang tidak dapat dicerna di usus halus manusia yang sehat, sehingga ketika mencapai kolon akan difermentasi oleh mikroflora usus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid/SCFA). Pati resistan (resistant starch) merupakan substrat yang sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri probiotik karena pati resistan bertindak sebagai prebiotic yang sangat ideal. Selain itu, asam lemak rantai pendek yang dihasilkan akan menciptakan suasana asam dalam kolon, sehingga dapat mencegah kanker dan meningkatkan bioavailabilitas, kelarutan serta absorbsi mineral seperti Ca, Fe. Setiap 100 gram tepung pisang diketahui mengandung pati 64,69 - 67,31 gram, total gula 18,24 - 20,04 gr, serat kasar 1,96-2,51 gram, protein 3,36 - 4,12 gram, vitamin C 32,5 - 32,6 miligram, total asam 0,36 - 0,71 gram, dan air 5,85-11,6 gram. Ubi alabio (Dioscorea alata L.) merupakan salah satu varietas ubi jalar, dengan karakterisitik spesifik yaitu daging umbinya yang berwarna ungu. Setiap 100 gram tepung ubi alabio mengandung kalori 112 kalori, protein 8,9 gram, lemak 1,4 gram, karbohidrat 56 gram, vitamin A 30 SI, vitamin B 0,04 miligram, vitamin C 9 miligram, Ca 39 miligram, pospor 62 miligram, besi 0,9 miligram, air 15 gram. Ubi Alabio juga dapat disebut sebagai pangan fungsional. Hal itu karena Ubi alabio ungu mengandung antosianin yang berfungsi sebagai anti oksidan, yaitu terkait pada kemampuannya sebagai anti-kanker, anti-penuaan dsb. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik) (Prabhavat, dkk., 2008 dalam Hassan,2014). Labu kuning atau waluh, pumpkin (Cucurbita moschata), merupakan komoditas pangan lokal Indonesia yang cukup banyak digemari oleh masyarakat. Penyebaran waluh di Indonesia relatif merata, karena hampir di semua kepulauan nusantara dapat dijumpai tanaman waluh. Setiap 100 gram tepung waluh mengandung protein 5,04 gram, lemak 0,08 gram, abu 5,89 gram, karbohidrat 77,65 gram, vitamin A 116 ppm, vitamin B 122 ppm, vitamin C 4,6 ppm, kalsium 0,49 gram, dan magnesium 0,32 gram. Hasil penelitian oleh Aini (2001), menyebutkan bahwa dalam daging buah waluh terkandung beberapa vitamin yang cukup tinggi antara lain ß-karoten, vitamin A dan vitamin C. Hasil kajian dari beberapa penelitian (Murkovic, dkk., 2002; Norshazila, dkk., 2012 dalam Hassan, 2014.) menyebutkan bahwa daging buah waluh mengandung antiokisidan berupa senyawa ß-karoten sebagai penangkal pelbagai jenis kanker, air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, dan bijinya dapat digunakan untuk obat cacing pita. Penelitian lain (Sumardiono, 2009 dalam Hassan, 2014.) menyebutkan bahwa waluh memainkan peranan penting dalam mencegah penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus (kencing manis), arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah), jantung koroner, tekanan darah tinggi, bahkan bisa pula mencegah kanker.
Bogor dan Malang merupakan dua sentra produksi talas (Colocasia esculenta (L) Schoot) di Indonesia. Talas bentul merupakan talas yang paling banyak dibudidayakan secara komersial karena produktivitasnya yang tinggi, rasanya yang enak dan cocok bila diolah menjadi berbagai aneka produk pangan olahan (Fatah, 1995; Rahmanto, 1994). Setiap 100 gram tepung talas mengandung kalori 104 kalori, protein 1,9 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 23,7 gram, vitamin B 0,13 miligram, vitamin C 4 miligram, kalsium 38 mg, pospor 61 miligram, besi 1 miligram, dan air 73 gram. Selain itu, hasil dari penelitan lain membuktikan adanya kandungan maltodekstrin dengan kadar gula pereduksi pada talas yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 26,87 - 34,37 persen. Maltodekstrin merupakan oligosakarida yang tergolong dalam prebiotic (substrat untuk bakteri probiotik). Maltodekstrin sangat baik bagi tubuh karena secara nyata dapat memperlancar proses pencernaan dengan membantu tumbuh dan berkembangnya bakteri probiotik. Selain itu, maltodekstrin merupakan senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu yang dapat mengurangi resiko penyakit degeneratif (Hartati dan Prana, 2003 dalam Hassan, 2014.). Tepung jagung merupakan salah satu alternatif pengganti tepung terigu. Saat ini, tepung jagung sudah bisa menggantikan tepung terigu hingga 35 persen untuk industry mie instant (Widaningrum, dkk., 2010). Dalam tepung jagung mengandung kadar kalori tepung jagung 355 kalori, lemak 3,9 persen, lemak 3,9 gram, karbohidrat 73,7 gram, kalsium 10 miligram, fosfor 256 miligram, ferrum/besi 2,4 miligram, vitamin A 510 SI, vitamin B1 0,38 miligram, air 12 gram Selain itu, jagung juga memiliki serat kasar (4,24 persen). Sifat fungsional yang dimiliki oleh jagung diantaranya kandungan minyak nabati yang cukup tinggi yang merupakan sumber asam lemak omega-6 yang bermanfaat dalam proses pertumbuhan anak, menjaga kesehatan kulit, mencegah penyakit jantung, dan stroke. Jagung sangat direkomendasikan bagi para perokok karena mengandung betacryptoxanthin yang dapat menurunkan resiko kanker paru-paru. Dari hasil penelitian (Yuan, dkk., 2003 dalam Hassan, 2014.) dilaporkan bahwa orang yang banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung betacryptoxanthin terbukti mengalami penurunan resiko kanker paru-paru hingga 27 persen. Buah sukun merupakan bahan pangan alternatif yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber karbohidrat. Namun demikian biasanya buah sukun dikonsumsi sebagai makanan tradisional dan makanan ringan dengan pengolahan yang sangat sederhana seperti direbus, digoreng atau dibakar. Dalam 100 gram tepung sukun mengandung 103 kalori, karbohidrat 78,9 gram, protein 3,6 gram, lemak 0,8 gram. Selain kandungan karbohidrat yang tinggi, tepung sukun juga mengandung mineral dan vitamin yang juga cukup tinggi, yaitu vitamin B1 0,34 miligram, vitamin B2 0,17 miligram, vitamin C 47,6 miligram, kalsium 58,8 miligram, fosfor 165,2 miligram, dan besi 1,1 miligram. Penelitian terbaru (Tjandrawati, dkk., 2011, dalam Hassan,2014) menunjukkan bahwa sukun juga sangat baik untuk pengobatan kardiovaskular karena mengandung senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid memiliki struktur 1,2-diarilpropan, yakni sebuah kelompok flavonoid yang banyak ditemukan di alam, umumnya adalah flavon, flavonol, dan antosianidin. Sebagian besar flavonoid ditemukan di alam dalam bentuk glikosida, yaitu ikatan senyawa flavonoid dengan gula. Flavonoid merupakan antioksidan kuat yang dapat mereduksi radikal bebas dalam tubuh manusia, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi penyakit kardiovaskular. Ubi jalar merah merupakan salah satu sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Proses pengolahan ubi jalar merah yang semula masih sangat tradisional seperti dikukus ataupun digoreng, kini mulai ditingkatkan menjadi tepung sehingga daya simpannya lebih lama dan mudah dicampur dengan bahan lainnya. Dalam 100 gram bahan terdapat karbohidrat 17,6 gram, protein, 1,57 gram, lemak, 0,05 gram, serat 3 gram, kalsium 30 miligram, zat besi 0,61 miligram, magnesium 25 miligram, seng 0,30 miligram, kalium 337 miligram, vitamin A 20063 IU, dan vitamin C 22,7 miligram Kandungan vitamin, mineral dan fitokimia juga berfungsi sebagai antioksidan. Dalam ubi jalar merah tersimpan 2.900 mg (9.657 SI beta karoten). Seiring dengan makin pekatnya warna merah, makin tinggi pula kadar beta karotennya. Selain beta karoten, warna jingga pada ubi jalar juga disebabkan karena tingginya senyawa lutein dan zeaxanthin, yaitu pasangan antioksidan karotenoid yang merupakan bahan pembentuk vitamin A. Selain itu, lutein dan zeaxanthin juga merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting dalam menghalangi proses perusakan sel. Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal sebagai Produk Sarapan untuk Remaja Gemuk Kegemukan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang antara lain berkaitan dengan kualitas makanan yang dikonsumsi, pola makan yang kurang baik, kurangnya aktivitas fisik, faktor genetik, hormonal, dan lingkungan (Berkey et al. 2003; Maffeis et al. 2012 dalam Darawati,dkk,2016). Pola makan yang kurang baik diantaranya adalah sering melewatkan sarapan. Hasil penelitian Arora et al. (2012 dalam Darawati,dkk, 2016), menunjukkan bahwa sarapan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebelum melakukan aktivitas pada pagi hari. Sarapan yang teratur berhubungan dengan berkurangnya kegemukan. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan bahwa stres oksidatif juga mempunyai mekanisme yang berhubungan dengan kegemukan dan komplikasinya.
Penelitian oleh Darawati,dkk (2016) berhasil membuat formula pangan fungsional berbasis pangan lokal. Produk yang dihasilkan berupa kombinasi dari berbagai pangan lokal yang dimodifikasi menjadi produk siap makan berupa soft bar. Bahan-bahan utama dari formula pangan fungsional meliputi ubi jalar oranye, kacang merah, tempe kedelai, wortel, dan labu kuning. Ubi jalar oranye (Ipomoea batatas) merupa-kan jenis umbi yang umum dikonsumsi, sumber β-karoten, serat pangan, dan beberapa jenis mineral (Leksrisompong et al. 2012 dalam Darawati,dkk, 2016). Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dibudidayakan. Kacang merah banyak mengandung antioksidan dan serat pangan (Wi-lliams et al. 2008; Nyau 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Wortel (Daucus carota L.) dan labu kuning (Cucurbita maschata) merupakan bahan-bahan makanan sumber utama β-karoten. Wortel merupakan salah satu sayuran sumber antioksidan alami yaitu karotenoid (Sham El-Din et al. 2011 dalam Darawati,dkk, 2016). Labu kuning merupakan sumber karotenoid, β-karoten yang mempunyai peranan penting dalam gizi manusia dan dapat berperan sebagai antioksidan (Cerniauskiene et al. 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komponen karotenoid dapat berperan se-bagai antioksidan melalui aktivitas memerangkap radikal bebas (Ebadollahi-Natanzi & Arab-Rahmatipour 2014 dalam Darawati,dkk, 2016). Produk pangan fungsional yang terpilih mengandung serat pangan 10,16 g. Serat pangan memiliki efek fisiologis yang baik untuk pencernaan. Konsumsi serat pangan yang cukup sangat baik bagi remaja yang mengalami kegemukan. Produk soft bar ini juga mengandung β-karoten 4,02 mg dalam 1 porsi (160 g) penyajian. Antioksidan kelompok karotenoid termasuk β-karoten memiliki efek menyehatkan antara lain dapat menetralkan radikal bebas dan meningkatkan pertahanan terhadap oksidasi. Aktivitas antioksidan produk sarapan terpilih adalah 38,54 mg/100g (AEAC=ascorbic acid equivalent antioxidant capacity). Hal ini menunjukkan bahwa 100 g produk sarapan ini mampu meredam radikal bebas DPPH setara dengan vitamin C sebanyak 38,54 mg (Leong & Shui 2002 dalam Darawati,dkk, 2016). Total mikroba (angka lempeng total) dalam produk adalah 9,6 x 102 koloni/g masih dibawah ambang batas (1 x 104 koloni/g) untuk produk olahan sejenis, jadi produk ini aman untuk dikonsumsi (BPOM 2009 dalam Darawati,dkk, 2016). DAFTAR PUSTAKA Astawan M. 2011. Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Kusumayanti,Heny. Mahendajaya, RT. Hanindito,SB. 2016. Pangan Fungsional dari Tanaman Lokal Indonesia. Jurnal METANA.Vol. 12(1):26-30 Yuniastuti,Ari.2014.Peran Pangan Fungsional Dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan. Prosiding Seminar Nasional & Internasional. Jurusan Biologi, FMIPA.Universitas negeri Semarang Hassan, Zahirortul Hikmah.2014. Aneka Tepung Berbasis Bahan Baku Lokal Sebagai Sumber Pangan Fungsionaldalam Upaya Meningkatkan Nilai Tambah Produk Pangan Lokal. Review. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Made Darawati, dkk. 2016. Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Lokal Sebagai Produk Sarapan Untuk Remaja Gemuk. Jurnal Gizi Pangan. Vol.11 (1)1:43-50 Page 2 |