Mana yang lebih baik ibadahnya baik, tapi akhlaknya buruk atau akhlaknya baik, tapi ibadahnya buruk

Begini tadz, banyak saya jumpai ada orang yang akhlaknya baik, tapi dia gak shalat, itu bagaimana?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pertama kita lihat lebih dekat pengertian dari kata akhlak.

Secara bahasa akhlak diartikan sebagai tabiat, karakter, wibawa, dan kualitas agama.

Dalam kamus al-Muhith dinyatakan,

الخُلق: بالضمِّ، وبضمتين: السجية والطَّبع، والمروءة والدين

Akhlak artinya sijjiyah (karakter), tabiat, wibawa, dan kualitas agama. (Qamus al-Muhith, Fairuz Abadi).

Allah memuji Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan akhlaknya yang mulia,

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dirimu berada di atas akhlak yang mulia.” (QS. al-Qalam: 4)

Artinya, kamu memiliki adab yang sangat agung, yang diajarkan dalam al-Quran, itulah islam dan semua syariatnya. Dinyatakan dalam satu riwayat dari Ibnu Abbas, beliau menjelaskan,

خُلُقٍ عَظِيمٍ؛ أي: دين عظيم، وهو الإسلام

Akhlak yang mulia, artinya agama yang agung, yaitu Islam. (Tafsir at-Thabari, 23/529)

Berdasarkan keterangan di atas, pengertian akhlak lebih luas dari pada sebatas diartikan bersikap baik kepada sesama manusia. Karena interaksi kita tidak hanya dengan sesama manusia. Termasuk yang sangat penting diperhatikan, interaksi manusia dengan Tuhannya, Allah Ta’ala.

Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut akhlaknya sangat mulia, karena beliau manusia yang paling sempurna dalam berinteraksi dengan Allah. Disamping beliau juga sangat mulia dalam berinteraksi dengan semua makhluk yang ada di sekitarnya.

Ibnul Qoyim pernah menjelaskan,

حسن الخلق قسمان: أحدهما: مع الله عز وجل وهو أن تعلم أن كل ما يكون منك يوجب عذرًا، وكل ما يأتي من الله يوجب شكرًا، فلا تزال شاكرًا له معتذرًا إليه سائرًا إليه، بَيْن مُطالعةِ مِنَّتِه وشهودِ عيب نفسك وأعمالك. والقسم الثاني: حسن الخلق مع الناس، وجماعه أمران: بذل المعروف قولا وفعلاً، وكف الأذى قولاً وفعلاً

Akhlak yang terpuji itu ada 2:

[1] Akhlak terpuji kepada Allah, yaitu dengan memahami bahwa semua yang kita lakukan, butuh untuk mendapat ampunan dari Allah. Sementara apapun yang datang dari Allah, mengharuskan adanya rasa syukur. Sehingga dia selalu bersyukur kepada Allah dan memohon ampunan kepada-Nya. Dia selalu melihat banyaknya nikmat dan aib yang ada pada diri dan perbuatannya.

[2] Akhlak terpuji kepada sesama manusia. dan intinya dua, memberikan kebaikan, baik ucapan atau perbuatan. Dan tidak mengganggu baik ucapan dan perbuatan.

(Tahdzib as-Sunan, 13/91)

Ketika ada orang yang suka berbuat baik kepada sesama, tapi dia tidak shalat, berarti dia memiliki akhlak yang baik kepada manusia, tapi bertindak kurang ajar kepada Allah. Akhaknya buruk kepada Allah.

Dan tentu saja, itu tindakan yang membahayakan.

Kita tidak mempermasalahkan akhlak dia dengan sesama makhluk. Namun kita mempermasalahkan akhak dia kepada Allah. karena dia melakukan keasalahan besar, yaitu tidak shalat.

Sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang meninggalkan shalat seperti orang yang melakukan kekufuran.

Baca: Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

🔍 Nonton Video Mandi, Gambar Walisongo, Hukum Berhutang Di Bank Dalam Islam, Rhum Bahan Kue, Doa Agar Dimudahkan Melahirkan Normal, Video Suami Isteri Mandi Bersama, Hukum Islam Tentang Hutang Piutang

Mana yang lebih baik ibadahnya baik, tapi akhlaknya buruk atau akhlaknya baik, tapi ibadahnya buruk

KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO CARA SHOLAT, ATAU HUBUNGI: +62813 26 3333 28

Pada banyak hadits keimanan dan akhlak terpuji dikaitkan erat sedemikian rupa. Keimanan dan akhlak mulia disandingkan begitu dekat sehingga keduanya tidak terpisahkan. Kemuliaan akhlak seseorang bahkan menjadi ukuran kualitas keimanan seseorang.


Pada sebuah hadits Rasulullah saw bersabda,


فقال صلى الله عليه وسلم أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم أخلاقا


Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Orang yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang paling baik akhlaknya,’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz III, halaman 74).


Pada banyak hadits, Rasulullah saw menyinggung kaitan keimanan kepada Allah serta hari akhir dan akhlak yang baik terhadap tamu dan tetangga. Pada sebuah hadits, Rasulullah saw menghubungkan keimanan kepada Allah dan pengendalian ucapan agar tidak menyakiti orang yang mendengar.


Orang yang beriman dan ahli ibadah dituntut untuk memperbaiki akhlaknya. Sahabat Anas bin Malik ra mengatakan, akhlak seseorang dapat menentukan derajat dan nasibnya kelak di akhirat.


وقال أنس بن مالك إن العبد ليبلغ بحسن خلقه أعلى درجة في الجنة وهو غير عابد ويبلغ بسوء خلقه أسفل درك في جهنم وهو عابد


Artinya, “Sahabat Anas bin Malik ra mengatakan, ‘Seseorang dapat mencapai derajat tertinggi di surga dengan kebaikan akhlaknya meski bukan ahli ibadah. Sebaliknya, seseorang dapat terjatuh pada lapisan terbawah neraka jahannam karena keburukan akhlaknya meski ia ahli ibadah,’” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: III/56).


Demikian juga dalam pergaulan sehari-hari. Kita lebih merasa nyaman bergaul dengan orang yang mulia akhlaknya daripada orang yang buruk akhlaknya. Fudhail lebih menyukai bergaul dengan orang yang mulia akhlaknya meski bukan ahli ibadah, atau bahkan seorang pendosa.


وقال الفضيل لأن يصحبني فاجر حسن الخلق أحب إلي من أن يصحبني عابد سيي الخلق


Artinya, “Fudhail mengatakan, ‘Persahabatan dengan pendosa yang bagus akhlaknya lebih kusukai daripada bergaul dengan ahli ibadah yang buruk akhlaknya,’” (Imam Al-Ghazali, 2018 M/1439-1440 H: III/56).


Tentu saja keterangan di atas ini bukan menganggap percuma ibadah tanpa akhlak yang baik. Keterangan ini menyarankan kepada siapa saja baik ahli ibadah maupun bukan untuk berakhlak mulia. Adapun idealnya tentu saja seseorang menjadi ahli ibadah tetapi juga berakhlak mulia. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)

Ibadah dan akhlak merupakan dua dimensi yang penting dalam ajaran Islam. Kita mengetahui bahwa Islam terdiri dari beberapa dimensi ajaran: Akidah, Ibadah, Muamalah dan Akhlak. Ibadah artinya penghambaan, penyembahan dan ketaatan, pelakunya disebut ‘abid atau ‘abd. Seorang muslim diharuskan menjadi hamba Allah SWT.

Dalilnya dalam QS. Adz Dzariyat: 56 Allah SWT berfirman: Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu. Dalam QS. Al Isra: 23 Allah SWT berfirman: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah kecuali kepadaNya dan berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Allah SWT juga memerintahkan kepada seluruh manusia agar beribadah kepada Tuhan yang menciptakan mereka semua dan kaum sebelum mereka. (QS. Al Baqarah: 21)

Apa itu Ibadah dan Akhlak?

Menurut Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah dalam Bab Masalah Lima, ibadah didefinisikan sebagai bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dengan jalan menaati segala perintah-perintahNya, menjauhi larangan-laranganNya dan mengamalkan apa-apa yang diizinkanNya.

Ibadah dibagi menjadi dua jenis: ibadah umum dan ibadah khusus. Ibadah umum adalah segala amalan yang diizinkan Allah SWT. Sedangkan ibadah khusus adalah apa yang telah ditetapkan Allah SWT akan perincian-perinciannya dan cara-caranya yang tertentu. Dalam masyarakat umum, ibadah umum dikenal dengan ibadah ghairu mahdlah, sedangkan ibadah khusus dikenal dengan ibadah mahdlah.

Akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq. Artinya perangai, tabiat atau karakter. Menurut Imam Al Ghazali, akhlak adalah sesuatu yang tertanam dalam jiwa, yang melahirkan perbuatan secara mudah dan spontan tanpa perlu dipikirkan terlebih dahulu.

Dalam QS. Al Qalam: 4, difirmankan bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai akhlak yang agung. Sehingga dalam QS. Al Ahzab: 21, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW adalah suri teladan yang baik bagi umatnya.

Baca Juga  Belajar Akhlak kepada Rasulullah

Dalam sebuah hadits dari sahabat Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Rasulullah SAW bersabda bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Abu Daud Rasulullah SAW bersabda bahwa seorang mukmin yang sempurna imannya adalah yang berakhlak mulia.

Seorang muslim, idealnya mengamalkan keseluruhan ajaran Islam. Hal ini disebut berIslam secara kaffah. Artinya seorang muslim harus mengamalkan dimensi-dimensi ajaran Islam yakni akidah, ibadah, muamalah dan akhlak.

Lalu Apa itu Akidah?

Akidah adalah sistem keyakinan, ibadah dalam konteks ini adalah ibadah mahdlah atau ibadah ritual seperti salat, puasa dan haji. Muamalah adalah aturan-aturan saat berinteraksi antar sesama manusia, misalnya jual beli, pernikahan, kepemimpinan dll. Akhlak adalah karakter kepribadian yang melahirkan tingkah laku seorang muslim sehari-hari.

Seorang muslim juga idealnya tidak memisahkan antara ibadah (mahdlah) dengan akhlak. Walaupun fiqh ibadah dan akhlak adalah dua cabang ilmu yang berbeda. Imam Malik rahimahullah pernah berkata, “Barangsiapa yang mengamalkan ilmu fiqh (ibadah) tapi tidak bertasawuf (akhlak), maka dia fasiq. Barangsiapa yang bertasawuf (akhlak) tapi tidak mengamalkan ilmu fiqh (ibadah) maka dia zindiq.”

Menariknya, di masyarakat selalu muncul pertanyaan-pertanyaan yang menantang pemikiran kita. Misalnya, mana yang lebih penting, ibadah atau akhlak? Saya pikir kita tidak perlu emosi dengan pertanyaan semacam ini. Lalu kemudian mengatakan yang menanyakannya sebagai kurang kerjaan.

Sahabat Ali bin Abi Thalib juga pernah ditanya mana yang lebih baik, harta atau ilmu? Syaikh Yusuf Qaradhawi pernah ditanya, mana yang lebih baik? Orang kaya yang bersyukur atau orang miskin yang bersabar? Jadi pertanyaan semacam itu mari kita sikapi dengan santai lalu kita coba cari jawabannya.

Jadi Mana yang Lebih Penting?

Jadi mana yang lebih penting antara ibadah dan akhlak? Sebelum menjawab, penulis tegaskan bahwa membandingkan lebih penting mana antara ibadah dengan akhlak tidak sama dengan mengganggap salah satunya tidak penting. Silahkan simak lagi uraian di atas, dimana penulis sudah tegaskan bahwa seluruh dimensi ajaran Islam adalah penting untuk diamalkan.

Namun dalam konteks tertentu, penulis katakan bahwa akhlak lebih penting daripada ibadah. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para sahabatnya. “Wahai para sahabatku, apakah kalian tahu siapa orang yang muflis (bangkrut) itu?”. Para sahabat kemudian menjawab, “Orang bangkrut itu adalah orang yang tidak punya uang dan harta benda.”

Namun Rasulullah SAW bersabda, “Bukan itu. Orang yang muflis (bangkrut) itu, adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala salat, zakat dan puasa, namun saat di dunia dia gemar mencaci dan memfitnah orang lain. Memakan harta orang lain, menumpahkan darah dan memukul orang lain. Maka orang yang menjadi korban dari orang ini, akan mendapatkan pahala kebaikan yang dia bawa. Jika telah habis pahala-pahalanya diberikan, maka dosa para korban yang akan ditimpakan ke orang muflis ini. Kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka.”

Imam Al Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub mengisahkan dialog antara Nabi Musa a.s. dengan Allah SWT. Suatu hari Musa bertanya kepada Allah SWT tentang ibadah yang paling Dia sukai. Apakah salat? Kata Allah SWT salatmu hanya untuk dirimu sendiri, karena ia mencegahmu dari perbuatan keji dan munkar.

Musa lalu bertanya kembali, apakah dzikir menjadi amal yang paling disukai? Allah SWT kembali menjawab bahwa dzikirnya adalah untuk diri Musa sendiri, karena dzikir membuat hatinya tenang. Musa bertanya kembali apakah puasanya menjadi amalan paling disukai? Allah SWT menjawab bahwa puasanya hanya untuk diri Musa saja, karena melatih Musa mengekang hawa nafsu.

Baca Juga  Etika dalam Ekonomi, Perlukah?

Akhirnya Nabi Musa penasaran, sebenarnya apa sih ibadah yang paling disukai Allah SWT jika bukan salat, dzikir dan puasa? Allah SWT menjawab bahwa amalan yang paling disukainya adalah sedekah, tatkala Musa membahagiakan orang yang kesusahan dengan sedekah, maka Allah SWT ada disampingnya.

Dari kisah orang muflis dan Nabi Musa di atas, kita tahu bahwa ibadah seseorang bisa saja ditolak oleh Allah SWT manakala seseorang mempunyai perangai buruk. Allah SWT juga menganggap bahwa ibadah-ibadah ritual hakikatnya untuk diri sendiri, namun ibadah sosial seperti sedekah lebih disukai oleh Allah SWT. Jadi dalam konteks ini, akhlak lebih penting daripada ibadah. Jangan sampai banyak ibadah namun gak ada akhlak. Syukur-syukur rajin ibadah dan akhlaknya juga baik.

Jika kita kaji lebih dalam, ibadah ritual yang disyariatkan pun terkandung muatan pendidikan akhlak di dalamnya. Salat jelas untuk mencegah perbuatan keji dan munkar. Salat juga melatih kedisiplinan. Wudhu melatih kebersihan, puasa melatih pengendalian diri. Zakat melatih kedermawanan, haji melatih solidaritas kemanusiaan. Maka jika ada yang rajin ibadah, namun tidak melahirkan akhlak yang baik, mungkin ada yang salah dengan ibadahnya.

Mana yang lebih baik ibadahnya baik, tapi akhlaknya buruk atau akhlaknya baik, tapi ibadahnya buruk
Editor: Yahya FR

Mana yang lebih baik ibadahnya baik, tapi akhlaknya buruk atau akhlaknya baik, tapi ibadahnya buruk