tirto.id - Sosiologi adalah pengetahuan atau ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat. Ilmu tentang struktur sosial, proses sosial, dan perubahannya. Demikian sebagaimana dikutip dari KBBI. Show Sosiologi merupakan gabungan dua kata dari Bahasa Latin dan Yunani, yakni socius yang berarti kawan dalam bahasa Latin sedangkan logos bermakna ilmu pengetahuan dalam bahasa Yunani. Jadi, secara harafiah sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pola perilaku manusia dalam bermasyarakat.
Istilah sosiologi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1838 oleh Auguste Comte dalam bukunya yang berjudul Cours De Philosophie Positive. Berkat kontribusinya terhadap sosiologi, filsuf asal Perancis ini dinobatkan sebagai “The Father of Sociology”. Tak seorang diri, dalam kemunculan awal Sosiologi terdapat empat penemu besar lainnya yakni Emile Durkheim, Karl Marx, Max Weber, dan Herbet Spencer.
Pengertian Sosiologi Menurut Para Ahli
1. Auguste Comte Sebagai pencetus konsep sosiologi, Comte mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu positif. Artinya sosiologi bekerja mempelajari gejala-gejala sosial dalam masyarakat berlandaskan pada logika rasional dan ilmiah. 2. Émile Durkheim Sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji fakta dan institusi sosial dalam berbagai tatanan masyarakat. Dari kumpulan fakta terkait cara berpikir dan bertindak tersebut, Durkheim meyakini adanya kekuatan untuk mengendalikan individu. 3. Karl Marx Marx tidak secara eksplisit mendefinisikan sosiologi, tetapi dalam The Communist Manifesto dirinya meyakini bahwa masyarakat (proletar) perlu dibebaskan dari sistem kapitalis. Sosiologi dipercaya dapat melawan penindasan dan melahirkan masyarakat tanpa kelas. 4. Max Weber Menurut Weber, sosiologi berlaku sebagai studi yang meninjau tindakan sosial guna menjelaskan hubungan sebab-akibat dari fenomena sosial tertentu. 5. Herbert Spencer Dalam sudut pandang Spencer, sosiologi merupakan ilmu yang mengamati susunan dan proses sosial sebagai sebuah sistem.
Ciri-ciri Utama Sosiologi
Sebagai ilmu pengetahuan murni sosiologi memiliki ciri utama, berikut keempatnya: 1. Empiris Sebagai ilmu pengetahuan sosiologi didasarkan pada realitas sosial yang terjadi di lapangan dan tidak bersifat spekulatif. 2. Teoritis Selalu berusaha menyusun abstraksi berupa kesimpulan mengenai hubungan sebab-akibat dari gejala sosial yang diteliti berdasarkan dari hasil pengamatan empiris. 3. Kumulatif Dalam membangun argumen terkait suatu fenomena tertentu harus dilandaskan pada kumpulan teori yang sudah tercipta sebelumnya. 4. Non-etis Sosiologi ada tidak untuk menilai baik dan buruk suatu permasalahan, melainkan pada penjelasan logis terkait latar belakang terjadinya suatu fenomena tertentu. Selain keempat ciri utama di atas, sosiologi memiliki sejumlah teori yang berbeda dengan teori sosial lainnya. Hal yang membedakan adalah teori sosial berfokus pada komentar masyarakat serta memiliki tujuan yang secara intensif ke arah politik. Teori sosial terbentuk dari seperangkat gagasan, hipotesis, argumen atau paradigma yang menganalisis fenomena sosial. Hal ini berbanding terbalik dengan teori sosiologi yang berupaya memahami masyarakat tanpa mengacu pada konsep baik atau benar. Tersusun dari proposisi abstrak dan dapat diuji tentang masyarakat. Bila keduanya dibandingan, teori sosial kurang memperhatikan sisi objektivitasnya.
Teori Dasar Sosiologi
1. Teori Fungsionalisme Struktural Muncul dari sosok Émile Durkheim yang mengimajinasikan masyarakat sebagai suatu organisme yang tersusun dari berbagai komponen dan saling mempengaruhi untuk dapat terus berfungsi. Teori fungsionalisme mengajarkan bahwa masyarakat terdiri dari sistem yang tersusun secara struktural dengan perannya masing-masing. Sehingga hasil dari berjalannya sistem secara keseluruhan dapat menciptakan tatanan dan stabilitas sosial. Durkheim yang menaruh perhatian pada tatanan sosial membawa perspektif fungsionalisme ini pada struktur sosial level makro sebagai fokusnya dengan institusi sosial sebagai komponen dari sistem sosial tersebut. Dalam kacamata teori ini, lembaga sosial akan bertahan ketika fungsinya dijalankan dengan baik. Ketika terjadi malfungsi, maka perlahan lembaga sosial ini akan perlahan menghilang. Antar institusi sosial ini pun harus terjalin kerja sama yang baik, jika tidak sistem sosial akan kacau. Institusi sosial yang dimaksud di sini ialah keluarga, pendidikan, pemerintah, ekonomi, agama, media, dan lain-lain. 2. Teori Konflik Teori yang digagas Marx ini berasumsi pada perbedaan kepentingan antarkelas dapat menghasilkan relasi sosial yang bersifat konfliktual. Pendistribusian kekayaan yang tidak merata menciptakan jurang kesenjangan sosial, di mana semakin parah kesenjangan yang ada membesar pula potensi timbulnya konflik sosial. Kelas sosial ini terbagi dalam dua kelompok, yakni borjuis dan proletar. Borjuis sebagai pemilik modal mayoritas sehingga memegang kontrol atas sumber daya yang ada. Sedangkan kelompok proletar adalah mereka kelas pekerja yang tidak memiliki kontrol. Dari masing-masing kelas yang ada jelas tujuan dan kepentingan keduanya saling bertolak belakang, lantaran keinginan kaum borjuis untuk mempertahankan atau menambah kekuasaan sama besarnya dengan keinginan proletar dalam mendistribusikan kekayaan secara merata. Ketika kedua kelompok ini terus mengalami pergesekan lama-kelamaan akan pecah dan memicu revolusi. Terlebih dengan adanya kesadaran kelas ketika kaum proletar sadar bahwasanya mereka telah dieksploitasi. 3. Teori Interaksionisme Simbolik Lahir dari perpaduan pemikiran antara Herbert Blumer, George Herbert Mead dan Max Weber, teori ini menganalisa masyarakat berdasar makna subjektif yang diciptakan oleh individu dalam proses interaksi sosial. Interaksionisme simbolik mengasumsikan landasan individu bertindak cenderung pada hal yang diyakini bukan yang secara objektif benar. Keyakinan terhadap suatu hal inilah yang dinamakan sebagai produk konstruksi sosial yang telah direpresentasikan. Hasil interpretasi tersebut merupakan definisi situasi. Dengan basis analisisnya adalah aspek individu maka teori ini tergolong dalam teori mikro sosiologi. Konsep dari teori interaksionisme simbolik ini juga memiliki tendensi dengan urusan identitas seseorang.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
TEORI SOSIOLOGI
atau
tulisan menarik lainnya
Farizqa Ayuluqyana Putri
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Oktober 05, 2018
Sosiologi merupakan suatu ilmu pengetahuan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa ilmu adalah sekumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran (logika). Sosiologi telah memenuhi syarat-syarat ilmu tersebut. Oleh karena itu, sosiologi dapat disebut sebagai ilmu. Karakteristik Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan Sebagai ilmu, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri di mana objeknya adalah masyarakat. Menurut Harry M. Johnson dalam bukunya Sosiology: A Systemic Introduction (1967), setiap ilmu mempunyai karakteristik yang khas. Begitu juga sosiologi, karakteristik keilmuan sosiologi sebagai berikut.
Bukti Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Tidak diragukan lagi bahwa sosiologi merupakan suatu ilmu. Pernyataan tersebut setidaknya didukung oleh beberapa hal yaitu: 2. Memiliki metode ilmiah Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan seperangkat langkah-langkah yang disusun secara sistematis guna:
3. Memiliki masyarakat ilmiah Masyarakat ilmiah merupakan sekumpulan orang yang menggeluti disiplin ilmu tertentu untuk mempelajari dan sekaligus mengembangkan bidang keilmuan sesuai dengan disiplin ilmu yang dipilih. Tidak sedikit tokoh yang memilih sosiologi sebagai disiplin ilmu yang dikaji secara mendalam sehingga memunculkan sosiolog-sosiolog yang menciptakan masyarakat ilmiah tersendiri. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa objek kajian sosiologi adalah fenomena sosial secara umum. Oleh karena itu, sosiologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan sosial. Adapun posisi sosiologi dalam keseluruhan ilmu pengetahuan dapat diperhatikan dalam bagan berikut ini:
Sifat Hakikat Sosiologi
Pengetahuan (knowledge) berbeda dengan ilmu pengetahuan (science). Pengetahuan bersifat abstrak karena lahir dari renungan-renungan. Adapun ilmu pengetahuan bersifat empiris (berdasarkan pengalaman indera). Contoh ilmu pengetahuan adalah matematika dan fisika, sedangkan contoh pengetahuan adalah agama dan kepercayaan yang berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Ilmu pengetahuan harus memiliki suatu hakikat dan tujuan tertentu, termasuk upayanya dalam menegakkan kebenaran. Oleh karena banyak ilmu yang bermula dari pengetahuan manusia, apakah pengetahuan manusia tersebut dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan? Padahal pengetahuan yang digolongkan menjadi ilmu itu bersifat ilmiah (scientific) dan objektif (objective)? Pertanyaan tersebut bertujuan untuk mengukur tingkat keilmiahan dan keobjektifan pengetahuan manusia. Untuk lebih jelasnya, perlu diketahui seperti apa pengetahuan ilmiah dan objektif tersebut. Jadi, unsur pokok dari ciri-ciri keilmuan ditentukan sebagai sesuatu yang ingin diketahui atau sesuatu yang menjadi objek kajiannya. Misalnya, secara ontologis, sosiologi mencoba untuk mengetahui masyarakat. Secara epistemologis, sosiologi menggunakan metode-metode dalam pengamatannya. Secara aksiologis, sosiologi mencoba untuk mencapai tujuan setelah diketahui sifat-sifat masyarakat. Secara sederhana, ciri-ciri keilmuan (scientific) didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga pertanyaan pokok yang mencakup sebagai berikut.
Sesuatu yang ingin diketahui dari sebuah ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang menjadi bidang kajiannya. Untuk mendapatkannya akan dilakukan melalui proses yang dinamakan metode ilmiah. Adapun dari apa yang didapatkan tersebut harus memiliki nilai guna yang dapat menunjang kehidupan manusia. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, ada sejumlah kebutuhan hierarkis, misalnya kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Hal ini telah menjadikan manusia sebagai makhluk hidup yang keberadaan dan dinamika hidupnya senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya. Kecenderungan menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya itu merupakan salah satu kebutuhan dasar baginya, yaitu yang disebut kebutuhan sosial (social need). Manusia telah menjadikan dirinya hidup berkelompok dan membentuk suatu masyarakat yang selalu berinteraksi serta terorganisasi. Semua itu dilakukan manusia semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dalam rangka mempertahankan hidupnya di muka bumi. Kedinamisan manusia terwujud dalam perubahan yang telah membuatnya sebagai makhluk yang serba bervariasi, seperti tempat tinggal yang bervariasi, ras yang bervariasi, dan kebudayaan nya yang bervariasi. Oleh karena itu, studi manusia dan masyarakat tidak cukup hanya menggunakan satu disiplin ilmu, tetapi membutuhkan banyak disiplin ilmu sehingga setiap ilmu secara khusus dapat menelaah setiap perkembangan dimensi yang dimiliki manusia. Baca juga: Pengertian Sosiologi Secara Umum dan 14 Ahli 😊 Related Posts : |