Langkah sosialisasi apa saja yang perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan sosial tersebut

Langkah sosialisasi apa saja yang perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan sosial tersebut

Langkah sosialisasi apa saja yang perlu dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan sosial tersebut
Lihat Foto

MOH. SYAFIÍ

Penertiban lapak milik pedagang kaki lima (PKL) di depan Stasiun Kereta Api Jombang Jawa Timur, oleh petugas gabungan, Kamis (4/7/2019) pagi.

KOMPAS.com - Di dalam kehidupan masyarakat pastinya banyak terjadi penyimpangan, seperti perampokan, tawuran atau pembunuhan.

Untuk mengatasi perilaku menyimpangan tersebut dibutuhkan pengendalian sosial dari masyarakat.

Pengendalian sosial merupakan salah satu usaha yang dari individu atau masyarakat untuk mencegah terjadinya penyimpangan sosial.

Pengertian pengendalian sosial

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), pada dasarnya pengendalian sosial adalah mekanisme untuk mengarahkan anggota masyarakat dalam melaksanakan nilai dan normal sosial yang berlaku.

Sehingga tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan dan berupaya mengurangi maupun menghilangkan penyimbangan tersebut.

Baca juga: Interaksi Sosial: Pengertian, Syarat, Ciri, Jenis, dan Faktornya

Beberapa ahli sosiologi mengemukakan pengertian pengendalian sosial.

Menurut Peter L. Berger, pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya yang membangkang.

Roucek mengatakan pengendalian sosial adaklah istilah kolektif yang mengacu pada proses terencana.

Di mana individu dianjurkan, dibujuk atau dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok.

Ahli sosiologi Bruce J. Cohen mengatakan pengendalian sosial adalah cara-cara yang digunakan untuk mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat.

DI luar berita penyebaran covid-19 yang terus meningkat, publik dikejutkan dengan penyebaran informasi tentang munculnya perilaku seksual yang menyimpang. Belum usai perbincangan masyarakat tentang kasus dugaan fetish yang dilakukan Gilang, mahasiswa salah satu PTN terkenal di Surabaya, publik kini kembali terhentak dengan munculnya kasus seorang pria yang mengaku dosen dan melakukan pelecehan seksual dengan kedok riset swinger.

Kelakuan Gilang yang meminta para korbannya ‘dibungkus’ kain jarik menyerupai pocong menjadi trending topic di Twitter ketika sejumlah korban Gilang mulai mengunggah peristiwa pelecehan yang mereka alami.

Salah seorang korban, @m_fikris, mengaku dirinya tertipu dan bersedia membantu ‘riset’ Gilang yang mengharuskan dirinya dibungkus kain sampai tiga jam. Namun, ia akhirnya sadar bahwa ‘riset’ yang dilakukan Gilang itu untuk melecehkan dirinya dan merupakan tindakan fetish.

Sementara itu, kelakuan Bambang Ariyanto, salah seorang alumnus PTN terkenal di Yogyakarta membuat publik terkaget-kaget karena jumlah korban dilaporkan ternyata mencapai 300 orang lebih.

Bambang yang melakukan aksi menyimpangnya sejak tahun 2014 itu memperdaya ratusan perempuan untuk mendengarkan cerita fantasi seksualnya yang menyimpang, yaitu keinginan dia melakukan tukar pasangan seksual. Ulah menyimpang Bambang mulai terbongkar ketika ada sebagian korban yang sadar kalau mereka menjadi korban pelecehan seksual yang berkedok riset ilmiah itu.

Bahaya

Seseorang yang memiliki fantasi seksual dan perilaku seksual yang menyimpang sebetulnya wajar-wajar saja. Sepanjang ulah mereka tidak sampai menimbulkan gangguan seksual bagi orang lain, tidak ada yang keliru ketika seseorang mengembangkan imajinasi tersendiri tentang seks. Namun, lain soal ketika fantasi seksual dan fetish yang dilakukan seseorang itu memicu munculnya hal-hal yang merugikan baik diri sendiri maupun orang lain.

Perilaku seksual dikatakan menyimpang ketika melibatkan dan menyebabkan orang lain menjadi korban. Secara teoretis, yang dimaksud perilaku menyimpang ialah perilaku dari para warga masyarakat yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan, tata aturan, atau norma sosial yang berlaku.

Secara sederhana, kita memang dapat mengatakan seseorang berperilaku menyimpang di bidang seksual apabila menurut anggapan sebagian besar masyarakat (minimal di suatu kelompok atau komunitas tertentu) perilaku atau tindakan seksual tersebut di luar kebiasaan, adat istiadat, aturan, dan nilai-nilai atau norma sosial yang berlaku.

Baik fetish maupun fantasi seksual yang memakan korban orang-orang yang tidak bersalah merupakan bentuk penyimpangan seksual. Fetish merupakan bentuk perilaku seksual yang menyimpang, yang mana seseorang memiliki rangsangan pada objek-objek tertentu yang tidak biasa, misalnya jarik, sandal, celana dalam bekas, buah-buah tertentu, dan benda-benda lain.

Sementara itu, fantasi seksual menjadi hal yang tidak wajar ketika pelaku melibatkan orang lain yang bukan pasangan sahnya sebagai
objek untuk mencari kenikmatan seksual.

Bahaya dari perilaku orang yang mengidap penyimpangan perilaku seksual ialah kemungkinan mereka mengembangkan bentuk-bentuk perilaku seksual lain yang menyimpang atau bahkan memiliki lebih dari satu penyimpangan atau multiple penyimpangan seksual. Lebih dari sekadar menyimpang, tidak jarang orang yang mengidap kelainan seksual kemudian melakukan berbagai hal yang masuk dalam wilayah kriminal.

Ketika hasrat kelainan seksualnya tidak kunjung terpenuhi, bukan tidak mungkin orang-orang yang melakukan perilaku seksual yang
menyimpang mengembangkan ke bentuk perilaku lain yang berbahaya, seperti sadisme, voyeurism atau perilaku seksual lain yang mengancam keselamatan, dan mempermalukan korban.

Apa yang dilakukan Gilang, misalnya, yang merekam kelakuannya dan kemudian mem-posting rekamannya ke orang lain, sedikit-banyak mengindikasikan adanya unsur voyeurismnya--semacam rasa senang menonton apa yang dia lakukan pada korbannya.

Mencegah

Mencegah dan menangani munculnya perilaku seksual yang menyimpang di masyarakat tentu bukan hal yang mudah. Akan tetapi, dengan melacak dan memahami faktor-faktor yang menjadi penyebab seseorang hingga memiliki orientasi dan perilaku seksual yang menyimpang, paling tidak dapat dirumuskan program intervensi yang tepat.

Secara teoretis, dua faktor yang menjadi penyebab seseorang miliki orientasi dan perilaku seksual yang menyimpang ialah kondisi psikologis dan pengalaman masa lalu pelaku. Seseorang yang memiliki kecenderungan psikologis yang menyimpang dengan cepat mereka akan terjerumus dalam perilaku yang keliru ketika habitus sosial di sekitarnya mendukung ke arah itu.

Sementara itu, seseorang yang mengalami pengalaman traumatik semasa kecil, juga bukan tidak mungkin akan menyebabkan mereka ketika besar melakukan hal yang sama.

Seeorang yang pada masa kanak-kanak, dilecehkan, menjadi korban KDRT, mengalami tindak perundungan, dihina-hina, dibandingbandingkan, atau mendapatkan perlakuan tidak senonoh, disodomi dan lain sebagainya, kemungkinan ketika besar mereka justru akan meniru dan mengembangkan perilaku yang menyimpang.

Ketika kecil mereka menjadi korban, ketika besar mereka menjadi pelaku tindakan yang menyimpang. Untuk mencegah agar tidak muncul perilaku seksual yang me nyimpang, apalagi menjadi predator seksual, yang dibutuhkan tak pelak ialah langkah-langkah yang sifatnya preventif. Artinya, fokus penanganan seyogianya bukan pada upaya penanganan setelah anak terlanjur tumbuh besar dan berpotensi menjadi pelaku tindakan seksual yang menyimpang.

Dalam keluarga, pengawasan orangtua merupakan kunci ter- penting untuk memastikan perkembangan psikologis anak dapat tumbuh secara wajar. Namun, ketika ancaman berasal dari orangtua, pelibatan keluarga besar untuk melakukan pengawasan dan memberikan

perlindungan kepada anak menjadi sangat penting.

Studi yang dilakukan Dervishi et al (2017) menemukan bahwa risiko munculnya perilaku yang menyimpang mau tidak mau memang harus dilacak pada pengalaman masa lalu, terutama masa kanak-kanak. Dengan memahami dan berempati pada arti penting proses tumbuh-kembang anak, peluang mencegah terjadinya praktik perilaku seksual yang menyimpang akan lebih mungkin dilakukan.

Perkembangan peradaban manusia yang semakin kompleks dari tahun ke tahun telah menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia itu sendiri. Pembangunan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, serta perubahan perilaku manusia merupakan beberapa bagian yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kompleksitas kehidupan tidak hanya dirasakan pada daerah perkotaan saja, akan tetapi sekarang ini wilayah pedesaan juga terdampak oleh hal tersebut.

Salah satu penyebabnya adalah urbanisasi dan arus informasi dan teknologi yang cepat. Sejumlah masalah yang terjadi karena kompleksitas kehidupan ini adalah munculnya penyimpangan-penyimpangan yang terkait dengan masalah sosial dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Sejumlah perilaku penyimpangan sosial dewasa ini terkait dengan masalah norma kesantunan dan kepatutan serta nilai-nilai sosial dalam suatu masyarakat.

Menurut ilmu sosiologi, penyimpangan sosial atau social distortion merupakan semua bentuk perilaku atau tindakan yang tidak sesuai dengan tatanan atau norma-norma sosial yang ada, seperti nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. Penyimpangan sosial yang terjadi secara terus menerus dalam suatu sistem kemasyarakatan dan tidak adanya kontrol baik dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah akan berakibat pada runtuhnya atau hancurnya sistem tatanan sosial dalam masyarakat.

Lebih lanjut, penyimpangan sosial dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu:

  • Penyimpangan sosial yang dilakukan secara terang-terangan atau murni. Semisal, penyimpangan sosial yang dilakukan secara terang-terangan adalah semua kegiatan yang menentang atau melawan hukum, tindakan asusila, penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
  • Penyimpangan sosial yang terselubung, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penyuapan, pemufakatan jahat, dan semua kegiatan melawan hukum yang tidak diketahui oleh khalayak umum.

Munculnya penyimpangan sosial yang terjadi baik di keluarga maupun masyarakat tidak lepas dari pengaruh lingkungan, pola pengasuhan atau pendidikan, tindakan pengawasan, dan penerapan hukuman terhadap pelaku penyimpangan sosial tersebut. Penyebabnya sendiri sangat beragam dari proses sosial yang negatif dalam masyarakat sehingga mempengaruhi pembentukan karakter individu, keluarga yang acuh tak acuh dalam mendidik anak, dampak globalisasi di bidang sosial budaya, pengaruh media cetak dan elektronik, dan penggunaan media sosial.

Dalam sudut pandang kajian budaya, penyimpangan sosial yang terjadi dalam keluarga dan masyarakat dapat merujuk pada konsep habitus dan doxa dari Pierre Bourdieu seorang sosiolog Marxist dari Perancis. Menurut Bourdieu, habitus merupakan lingkungan yaitu tempat dimana suatu individu tinggal dan memperoleh pengetahun didalamnya, sedangkan doxa adalah arena dimana seorang individu dapat mengaktualisasikan dirinya melalui serangkaian aktiftas atau perilaku.

Berdasarkan pemaparan di atas, penyimpangan sosial yang terjadi di keluarga dan masyarakat merupakan mata rantai yang tidak dapat terpisahkan. Hal ini dikarenakan adanya keterkaitan antara keadaan keluarga dan pola pengasuhan dan pendidikan didalamnya, pergaulan di lingkungan sekolah, dan aktualisasi diri dan pengaruh masyarakat dimana seorang individu tersebut tinggal. Sehingga untuk mencegah dan menanggulangi perilaku penyimpangan sosial ini ada sejumlah tindakan dan upaya yang dapat dilakukan dari pihak keluarga dan masyarakat. Berikut beberapa upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga dan masyarakat:

Pihak Keluarga

  1. Memberikan contoh atau suri tauladan yang sesuai norma yang berlaku dari pihak orang tua kepada anak-anaknya, misalnya mendampingi dan memberikan penjelasan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk kepada anak-anak pada saat menonton tayangan televisi;
  2. Membatasi dan mengawasi penggunaan media sosial kepada anak-anaknya;
  3. Memberlakukan punish and reward dalam pola pengasuhan anak;
  4. Mengajarkan dan memberikan pelajaran agama yang baik kepada anak-anak;
  5. Meluangkan waktu dan perhatian kepada anak-anak setiap harinya saat bermain dan mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah

Pihak Masyarakat

  1. Menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan dari pengaruh negatif yang ada, seperti menggalakkan kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat) guna menanggulangi penyebarluasan obat-obat terlarang dan tindakan asusila;
  2. Memperbanyak kegiatan kemasyarakatan yang positif, seperti kerja bakti dan pengajian;
  3. Mengadakan pertemuan rutin setiap minggunya untuk membahas persoalan yang terjadi dalam masyarakat dan mencari solusinya;
  4. Memberlakukan peraturan yang bersifat memaksa kepada setiap individu di lingkungan tersebut, seperti pemberlakuan jam belajar dan malam;
  5. Menetapkan suatu sanksi sosial kepada setiap pelanggar norma sosial yang terjadi dalam masyarakat.

Penyimpangan sosial akan tetap terjadi di masyarakat dan keluarga seiring dengan perkembangan budaya yang terus menerus mengalami perubahan dari masa ke masa. Tantangan yang dihadapi berkaitan dengan penyimpangan sosial juga akan semakin beragam. Sehingga, upaya pencegahan penyimpangan sosial dalam keluarga dan masyarakat tersebut harus menjadi budaya dan harus dilakukan setiap waktu guna menangkal efek negatif dari penyimpangan sosial yang terjadi.

Pembangunan masyarakat Indonesia yang sesuai untuk mengurangi berkembangnya penyimpangan sosial adalah pembangunan yang menekankan pada budaya dan karakter individu. Hal ini dapat dilakukan melalui institusi dan Lembaga pendidikan yang ada selain itu pendidikan, sosialisasi, dan pengarahan kepada calon orang tua juga perlu digalakkan dan di tingkatkan di seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah dalam hal ini memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam mengatur peri kehidupan di suatu negara hendaknya memberlakukan peraturan dan sanksi yang tegas terhadap semua pelaku penyimpangan sosial tanpa memandang strata dan jabatan dari seorang individu tersebut. Dengan sanksi dan peraturan yang tegas maka penyimpangan sosial dapat ditekan seminim mungkin ke depannya.