Keteladanan yang dapat diambil dari kh hasyim asyari

Oleh M Ainun Nasikh

Peringatan hari pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November tentu menjadi momen yang sangat berharga dalam menumbuhkan semangat kepahlawanan generasi bangsa. Peristiwa heroik tersebut merupakan momen bersejarah yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan negara dari penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing.

Eksistensi bangsa Indonesia yang baru merdeka kembali teruji dengan datangnya Belanda yang membonceng Inggris. Mereka memberikan perintah kepada rakyat Surabaya yang baru saja melucuti persenjataan dari tangan Jepang untuk menyerahkannya kepada Inggris. Sebagai bentuk ultimatum, Inggris menyebarkan pamflet keseluruh penjuru Surabaya.

Tentu hal tersebut menjadi tantangan yang sangat berat bagi bangsa Indonesia. Khususnya rakyat di kota Surabaya yang pernah menjadi basis angkatan perang terbesar Jepang di Asia Tenggara. Kekalahan Jepang atas sekutu dalam perang Asia Timur raya menyebabkan mereka harus hengkang dari Indonesia. Sementara kedatangan pasukan Belanda dan Inggris tentu mempunyai maksud hendak merebut kembali kemerdekaan bangsa Indonesia.

Konflik antara Belanda dengan rakyat Surabaya diawali dengan pengibaran bendera merah putih biru di hotel Yamato. Melihat kejadian tersebut, rakyat Surabaya marah dan menurunkan secara paksa dengan menyobek bendera yang berwarna biru. Insiden ini terus berlanjut dengan ultimatum yang diberikan oleh Inggris agar rakyat Surabaya secepatnya menyerahkan persenjataan yang telah direbut dari tangan Jepang. Bukannya takut, rakyat Indonesia khususnya di Surabaya malah menantang dan menyuruh Inggris agar keluar meninggalkan kota Surabaya. Meskipun secara perhitungan matematis, koalisi Inggris dan Belanda di atas angin atas Indonesia.

Menyikapi rakyat yang semakin marah. Inggris mengadakan sidang dengan mendatangkan Bung Karno dan Bung Hatta dari Jakarta. Tindakan ini dilakukan oleh Inggris agar dapat meredam amarah rakyat Surabaya. Rakyat yang terlalu lama menunggu hasil sidang kemudian melampiaskan amarahnya dengan bertindak brutal terhadap tentara Inggris. Puncaknya dengan kematian Jenderal Mallaby yang menjadi komandang perang Inggris. Padahal sebelumnya Inggris tidak pernah kehilangan perwiranya selama perang dunia. Tindakan yang dilakukan oleh rakyat Surabaya ini menimbulkan kemarahan yang sngat besar bagi pihak Inggris. Sebab mereka merasa dipermalukan oleh arek-arek Surabaya.

Dengan menghimpun seluruh pasukannya, Inggris kemudian bersiap untuk membumihangsukan kota Surabaya. Sebagai anak muda yang mempunyai jiwa patriotisme yang tinggi, Bung Tomo berpidato dan mengumumkan agar rakyat Indonesia dari berbagai daerah tidak menyerah kepada Inggris. Pidato tersebut kemudian membakar semangat arek-arek Surabaya dalam menghadapi tantangan Inggris.

Konon sebelum berpidato dalam mengobarkan semangat perang melawan penjajah. Bung Tomo terlebih dahulu mendatangi (sowan) kepada KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Kedatangan Bung Tomo hendak meminta dukungan kepada KH Muhammad Hasyim Asy’ari dalam upaya mempetahankan tanah air dari upaya pendudukan Inggris dan Belanda. Dengan penuh suka cita, KH Muhammad Hasyim Asy’ari menerima permintaan Bung Tomo. 

Sebagai ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari mempunyai semangat nasionalisme yang kuat. Beliau memberikan dukungan penuh kepada para pejuang tanah air dengan mengobarkan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 di kantor NU di Jawa Timur. Perintah jihad tersebut pada saat ini diperingati sebagai hari santri nasional setiap tanggal 22 Oktober.

Bentuk dukungan yang diberikan oleh KH Muhammad Hasyim Asy’ari kepada para pejuang tanah air tidak hanya dalam bentuk seruan jihad. Selama perang terjadi, KH Muhammad Hasyim Asy’ari menolak saran Bung Tomo agar mengungsi dari Tebuireng ke tempat yang lebih aman. Permintaan Bung Tomo ini dikarenakan musuh sudah bergerak mendekati Jombang. Sikap konsistensi yang beliau tujukan adalah dengan memilih tetap bertahan di Tebuireng dengan menghadapi penjajah daripada mengungsi dan bersembunyi di tempat yang lebih aman.

Meskipun beliau dikenal sebagai ulama yang memegang teguh agama. Sikap beliau untuk membela keutuhan NKRI dari penjajahan wajib diteladani. Konsistensi beliau pada agama dapat kita lihat dari sikap beliau yang menolak seikerei. Sebuah perintah yang dikeluarkan oleh Jepang kepada rakyat Indonesia agar membungkukan setengah badan pada pukul 07.00 sebagai penghormatan terhadap kaisar Hirohito yang sedang memerintah. 

Tentu sebagain besar rakyat Indonesia yang bersedia untuk melaksanakan perintah tersebut. Namun KH Muhammad Hasyim Asy’ari menanggapinya dengan penolakan keras. Sikap penolakan yang dilakukan oleh beliau kemudian menimbulkan kemarahan terhadap tentara Jepang yang telah menaklukan Asia Pasifik pada perang dunia kedua. Jepang kemudian memenjarakan dan menyiksa KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Beliau dipindahkan dari penjara di Jombang, Mojokerto, lalu ke Bubutan Surabaya. Selama di penjara, Jepang menyiksa KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan sangat keras hingga jari tangannya patah. Tindakan ini dilakukan agar beliau bersedia merubah sikapnya.

Tidak diragukan lagi, tindakan tersebut merupakan sikap beliau yang sangat konsisten terhadap agama. Beliau tidak segan-segan menentang tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Meskipun demikian, beliau tidak pernah mempertentangkan agama dengan negara. Oleh karena itulah, beliau mengutus putranya, KH Abdul Wahid Hasyim sebagai anggota Panitia Sembilan dalam perumusan dasar negara yang kemudian kita kenal dengan Pancasila.

Kepedulian KH Muhammad Hasyim Asy’ari yang sangat besar terhadap bangsa dan negara tentu dapat menjadi teladan yang berharga dari kita. Semangat jiwa kepahlawanan yang beliau hibahkan seharusnya dapat diimplementasikan dalam membela keutuhan bangsa dan negara. Tidak selayaknya agama dipertentangkan dengan negara yang telah memberikan kebebasan beribadah bagi seluruh rakyatnya. Semangat ini kemudian kian hari makin terkikis dengan munculnya beberapa pihak yang secara sengaja mempertentangkan agama dengan negara.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia mempunyai tanggung jawab yang besar sebagaimana yang telah dicontohkan oleh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Beliau secara gamblang memberikan pesan agar senantiasa mencintai tanah air (hubul wathan minal iman). Sehingga hampir semua kelompok Islam di Indonesia baik dari kalangan konservatif maupun modernis menaruh hormat kepada beliau. Kalangan akademisi bahkan menyimpulkan bahwa kepemimpinan KH Muhammad Hasyim Asy’ari diterima oleh semua pihak. Wawlahu a’lam bishawab.

Penulis adalah alumni Pesantren Langitan Tuban Jawa Timur dan Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta Program Studi Antropologi dan Sosiologi Agama

Selalu menarik tiap kita berbicara tentang kisah perjuangan para kiai dalam menegakkan syariat Islam di bumi pertiwi ini. Tak hanya sekadar berdakwah, mereka juga turut andil mengusir para penjajah yang ingin menguasai negeri ini.

 KH. Hasyim Asy’ari misalnya. Ia adalah salah satu sosok kiai yang begitu berwibawa dan berperangai mulia. Ia adalah sosok yang sangat layak dijadikan keteladanan oleh siapa saja, terlebih para generasi muda bangsa ini.

Kiai Hasyim merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebuah ormas Islam terbesar di Indonesia. Kisah hidupnya selama berjuang di jalan Allah dan upayanya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangat menarik disimak dan penuh dengan keteladanan. 

Aguk Irawan MN, alumnus Pondok Pesantren Darul Ulum, Langitan, Widang, Tuban, berusaha mengisahkan perjalanan hidup Kiai Hasyim melalui novel biografi yang begitu memikat dan diberi judul “Penakluk Badai”.  

Dalam buku ini dikisahkan, bahwa Kiai Hasyim lebih besar dari NU yang didirikannya sendiri. Hidupnya didermakan demi Islam dan perjuangan, demi ilmu dan keluhuran, demi terang cahaya cinta dan kemerdekaan. 

Masa mudanya dihabiskan untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan. Ia pergi menimba ilmu dari pesantren ke pesantren. Bahkan ia juga pergi mengembara ke Mekah dan Madinah, menimba ilmu di sana seraya mengharap barokahnya para ulama.

Di Gua Hira, Kiai Hasyim juga berkhalwat. Seakan-akan ingin merasakan kehadiran Rasul dalam dirinya, hingga memburailah cinta pada sang nabi dan keluarganya yang suci. Selama bermukim di Timur Tengah, ia juga terlibat berbagai organisasi keislaman, mencerap berbagai isu tentang Islam dan pembaharuan. 

Maka, tak heran bila akar agama semakin kuat dalam diri Kiai Hasyim. Sehingga ketika pulang, ia pun mendirikan Pesantren Tebuireng dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada para santrinya (halaman 9).

Sejak kecil, Kiai Hasyim sudah terlihat tanda-tanda keistimewaannya. Bahkan sejak ia masih berada dalam kandungan Halimah, ibunya. Ia adalah bayi yang berbeda dengan bayi pada umumnya yang berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan. Saat usia kandungan Halimah mencapai 9 bulan, tanda-tanda kelahiran Hasyim belum kunjung tampak.

Ketika usia kandungan Halimah telah mencapai 14 bulan, barulah ia merasakan tanda-tanda akan segera melahirkan. Ia pun segera memanggil-manggil Asy’ari, suaminya. Ketika Asy’ari datang, Halimah memintanya agar memanggilkan Nyai Layinah, ibu kandung Halimah. Ketika Nyai Layinah datang, beliau meminta menantunya agar segera memanggil dukun bayi di desa sebelah, untuk membantu persalinan Halimah.

Singkat cerita, Halimah melahirkan bayi laki-laki, tepatnya tanggal 14 Februari tahun 1871 Masehi. Bayi tersebut kemudian diberi nama Muhammad Hasyim bin Asy’ari. Saat bayi tersebut lahir, Nyai Layinah melihat ada tanda keistimewaan pada cucu lelakinya. Ia juga memiliki firasat yang baik, bahwa cucunya kelak akan menjadi seorang pemimpin atau ulama yang masyhur di zamannya (halaman 52).        


Keteladanan yang dapat diambil dari kh hasyim asyari

Lihat Hobi Selengkapnya


Page 2

Selalu menarik tiap kita berbicara tentang kisah perjuangan para kiai dalam menegakkan syariat Islam di bumi pertiwi ini. Tak hanya sekadar berdakwah, mereka juga turut andil mengusir para penjajah yang ingin menguasai negeri ini.

 KH. Hasyim Asy’ari misalnya. Ia adalah salah satu sosok kiai yang begitu berwibawa dan berperangai mulia. Ia adalah sosok yang sangat layak dijadikan keteladanan oleh siapa saja, terlebih para generasi muda bangsa ini.

Kiai Hasyim merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebuah ormas Islam terbesar di Indonesia. Kisah hidupnya selama berjuang di jalan Allah dan upayanya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangat menarik disimak dan penuh dengan keteladanan. 

Aguk Irawan MN, alumnus Pondok Pesantren Darul Ulum, Langitan, Widang, Tuban, berusaha mengisahkan perjalanan hidup Kiai Hasyim melalui novel biografi yang begitu memikat dan diberi judul “Penakluk Badai”.  

Dalam buku ini dikisahkan, bahwa Kiai Hasyim lebih besar dari NU yang didirikannya sendiri. Hidupnya didermakan demi Islam dan perjuangan, demi ilmu dan keluhuran, demi terang cahaya cinta dan kemerdekaan. 

Masa mudanya dihabiskan untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan. Ia pergi menimba ilmu dari pesantren ke pesantren. Bahkan ia juga pergi mengembara ke Mekah dan Madinah, menimba ilmu di sana seraya mengharap barokahnya para ulama.

Di Gua Hira, Kiai Hasyim juga berkhalwat. Seakan-akan ingin merasakan kehadiran Rasul dalam dirinya, hingga memburailah cinta pada sang nabi dan keluarganya yang suci. Selama bermukim di Timur Tengah, ia juga terlibat berbagai organisasi keislaman, mencerap berbagai isu tentang Islam dan pembaharuan. 

Maka, tak heran bila akar agama semakin kuat dalam diri Kiai Hasyim. Sehingga ketika pulang, ia pun mendirikan Pesantren Tebuireng dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada para santrinya (halaman 9).

Sejak kecil, Kiai Hasyim sudah terlihat tanda-tanda keistimewaannya. Bahkan sejak ia masih berada dalam kandungan Halimah, ibunya. Ia adalah bayi yang berbeda dengan bayi pada umumnya yang berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan. Saat usia kandungan Halimah mencapai 9 bulan, tanda-tanda kelahiran Hasyim belum kunjung tampak.

Ketika usia kandungan Halimah telah mencapai 14 bulan, barulah ia merasakan tanda-tanda akan segera melahirkan. Ia pun segera memanggil-manggil Asy’ari, suaminya. Ketika Asy’ari datang, Halimah memintanya agar memanggilkan Nyai Layinah, ibu kandung Halimah. Ketika Nyai Layinah datang, beliau meminta menantunya agar segera memanggil dukun bayi di desa sebelah, untuk membantu persalinan Halimah.

Singkat cerita, Halimah melahirkan bayi laki-laki, tepatnya tanggal 14 Februari tahun 1871 Masehi. Bayi tersebut kemudian diberi nama Muhammad Hasyim bin Asy’ari. Saat bayi tersebut lahir, Nyai Layinah melihat ada tanda keistimewaan pada cucu lelakinya. Ia juga memiliki firasat yang baik, bahwa cucunya kelak akan menjadi seorang pemimpin atau ulama yang masyhur di zamannya (halaman 52).        


Keteladanan yang dapat diambil dari kh hasyim asyari

Lihat Hobi Selengkapnya


Page 3

Selalu menarik tiap kita berbicara tentang kisah perjuangan para kiai dalam menegakkan syariat Islam di bumi pertiwi ini. Tak hanya sekadar berdakwah, mereka juga turut andil mengusir para penjajah yang ingin menguasai negeri ini.

 KH. Hasyim Asy’ari misalnya. Ia adalah salah satu sosok kiai yang begitu berwibawa dan berperangai mulia. Ia adalah sosok yang sangat layak dijadikan keteladanan oleh siapa saja, terlebih para generasi muda bangsa ini.

Kiai Hasyim merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sebuah ormas Islam terbesar di Indonesia. Kisah hidupnya selama berjuang di jalan Allah dan upayanya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia sangat menarik disimak dan penuh dengan keteladanan. 

Aguk Irawan MN, alumnus Pondok Pesantren Darul Ulum, Langitan, Widang, Tuban, berusaha mengisahkan perjalanan hidup Kiai Hasyim melalui novel biografi yang begitu memikat dan diberi judul “Penakluk Badai”.  

Dalam buku ini dikisahkan, bahwa Kiai Hasyim lebih besar dari NU yang didirikannya sendiri. Hidupnya didermakan demi Islam dan perjuangan, demi ilmu dan keluhuran, demi terang cahaya cinta dan kemerdekaan. 

Masa mudanya dihabiskan untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan. Ia pergi menimba ilmu dari pesantren ke pesantren. Bahkan ia juga pergi mengembara ke Mekah dan Madinah, menimba ilmu di sana seraya mengharap barokahnya para ulama.

Di Gua Hira, Kiai Hasyim juga berkhalwat. Seakan-akan ingin merasakan kehadiran Rasul dalam dirinya, hingga memburailah cinta pada sang nabi dan keluarganya yang suci. Selama bermukim di Timur Tengah, ia juga terlibat berbagai organisasi keislaman, mencerap berbagai isu tentang Islam dan pembaharuan. 

Maka, tak heran bila akar agama semakin kuat dalam diri Kiai Hasyim. Sehingga ketika pulang, ia pun mendirikan Pesantren Tebuireng dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada para santrinya (halaman 9).

Sejak kecil, Kiai Hasyim sudah terlihat tanda-tanda keistimewaannya. Bahkan sejak ia masih berada dalam kandungan Halimah, ibunya. Ia adalah bayi yang berbeda dengan bayi pada umumnya yang berada di dalam kandungan ibunya selama 9 bulan. Saat usia kandungan Halimah mencapai 9 bulan, tanda-tanda kelahiran Hasyim belum kunjung tampak.

Ketika usia kandungan Halimah telah mencapai 14 bulan, barulah ia merasakan tanda-tanda akan segera melahirkan. Ia pun segera memanggil-manggil Asy’ari, suaminya. Ketika Asy’ari datang, Halimah memintanya agar memanggilkan Nyai Layinah, ibu kandung Halimah. Ketika Nyai Layinah datang, beliau meminta menantunya agar segera memanggil dukun bayi di desa sebelah, untuk membantu persalinan Halimah.

Singkat cerita, Halimah melahirkan bayi laki-laki, tepatnya tanggal 14 Februari tahun 1871 Masehi. Bayi tersebut kemudian diberi nama Muhammad Hasyim bin Asy’ari. Saat bayi tersebut lahir, Nyai Layinah melihat ada tanda keistimewaan pada cucu lelakinya. Ia juga memiliki firasat yang baik, bahwa cucunya kelak akan menjadi seorang pemimpin atau ulama yang masyhur di zamannya (halaman 52).        


Keteladanan yang dapat diambil dari kh hasyim asyari

Lihat Hobi Selengkapnya