Jika wanita mengeluarkan air mani secara sengaja hukumnya

Keluar mani mewajibkan seseorang mandi dari hadas besar sebelum sholat

Republika

Keluar mani mewajibkan seseorang mandi dari hadas besar sebelum sholat. Ilustrasi sholat

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Seorang wanita bertanya kepada Lembaga Fatwa Dar Al Iftaa dari Mesir  melalui episode siaran langsung dari halaman resmi di Facebook. Ketika seseorang tidak sadar telah mengeluarkan air mani atau ada air mani yang tertinggal dan membekas di pakaiannya apa yang harus dilakukan? 

Baca Juga

Apakah sekadar dicuci atau harus mandi karena selama ini dia tidak paham bahwa kewajiban Muslim apabila keluar sperma adalah mandi junub. 

Anggota Komisi Fatwa Dar Al Ifta, Mahmoud Syalabi Amin kemudian menjawabnya sesuai Fatwa di Dar Al Iftaa Mesir. Terkait hal tersebut maka mereka yang mengeluarkan air mani secara tidak sadar dan membekas di pakaiannya dan sebelumnya tidak mengetahuinya maka apakah perlu mencucinya dan mengulang shalat yang sebelumnya. 

Air mani adalah cairan kental yang keluar setelah terpuaskan hasrat seksualnya. Sehingga orang tersebut termasuk dalam keadaan junub. 

Sebagaimana hukum ketika memiliki hadas besar maka dia harus mandi wajib dan berwudhu jika akan melaksanakan sholat atau membaca Alquran. Jika seseorang mengeluarkan mani dan tidak paham kewajiban mandi besar sebelum melakukan sholat atau ibadah lainnya, maka yang bersangkutan berkewajiban tetap mengganti sholat yang telah ditinggalkan selama berhadas besar itu. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. 

Sumber: masrawy  

Jika wanita mengeluarkan air mani secara sengaja hukumnya

tirto.id - Hukum mengeluarkan air mani di malam hari bulan puasa diperbolehkan dalam Islam, selama dilakukan melalui hubungan suami istri. Di sisi lain, jika hal itu dilakukan melalui onani, para ulama berbeda pendapat mengenai hal tersebut.

Pada Ramadan, umat Islam diminta untuk menahan syahwat dan hawa nafsunya, termasuk makan dan minum, serta berhubungan suami istri di siang hari selama berpuasa. Namun, hal-hal yang disebutkan tadi diperbolehkan pada malam hari sampai terbit fajar shadiq.

Ramadan merupakan bulan yang agung dan penuh dengan keutamaan. Pada waktu ini, Allah SWT menyeru kepada hamba-Nya untuk menunaikan ibadah shiyam selama sebulan penuh, yang dikenal dengan nama puasa Ramadan.

Puasa Ramadan hukumnya wajib yang harus dilaksanakan setiap muslim yang mukalaf. Secara sederhana, puasa bermakna sebagai ibadah yang ditunaikan dari waktu subuh hingga waktu magrib dengan menahan diri dari segala hal yang membatalkannya, termasuk makan, minum, hingga bersenggama.

Baca juga: Tata Cara dan Hukum Berhubungan Suami Istri di Malam Ramadhan

Hukum Mengeluarkan Air Mani di Malam Hari Bulan Ramadan

Meskipun dilarang berhubungan seksual ketika menjalankan puasa Ramadan, pasangan suami istri tetap diperbolehkan berhubungan badan pada malam harinya. Berdasarkan hal ini, secara tidak langsung, Islam memperbolehkan mengeluarkan mani pada malam hari Ramadan.

Hal itu tergambar dalam surah Al-Baqarah ayat 187 sebagai berikut:

“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.

Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa," (QS. Al Baqarah [2]:187)

Akan tetapi, jika keluarnya air mani pada malam bulan puasa dilakukan dengan cara onani (masturbasi), para ulama berbeda pendapat. Ada yang menyatakannya haram dan ada juga makruh.

Secara definitif, masturbasi adalah perilaku mengeluarkan sperma secara sengaja, melalui tindakan merangsang alat vital dengan memakai tangan atau benda lain hingga orgasme.

Para ulama madzab Syafi’i, Maliki dan Hanafi berpendapat bahwa onani haram, sedangkan ulama mazhab Hanbali menyatakan hukumnya makruh. Yang pasti, ada kesepakatan para ulama onani merupakan perilaku buruk yang sebaiknya dihindari.

Sederhananya, mengeluarkan air mani pada malam hari bulan puasa tentu tidak membatalkan puasa. Sebab, hal itu dilakukan dalam keadaan setelah berbuka dan sebelum waktu subuh.

Dikutip dari Hukum Istimna (2009), Ahmad Nuryani memaparkan bahwa ulama mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanafi menghukumi perilaku onani sebagai tindakan terlarang yang tidak boleh dilakukan siapa pun. Hal itu berdasarkan firman Allah SWT dalam Surah Al-Ma’arij ayat 29 dan 30 sebagai berikut:

"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela," (QS. Al-Ma'arij [70]: 29-30).

Sementara itu, ulama mazhab Hanbali berpendapat jika perbuatan mastrubasi hukumnya makruh. Mereka menyatakan bahwa hukum haramnya onani tidak ditemukan dalam Al Quran. Meskipun demikian, mereka bersepakat masturbasi adalah perbuatan tercela.

Terlebih, Ramadan sebaiknya diisi dengan berbagai amalan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan melakukan hal tidak terpuji seperti di atas. Di samping itu, menghindari segala hal yang masih menjadi ikhtilaf atau perbedaan pendapat merupakan tindakan dianjurkan dalam Islam.

Baca juga:

  • Alasan Masturbasi (Onani) Dapat Membatalkan Puasa Ramadhan
  • Pernikahan dalam Islam: Rukun, Syarat dan Kewajiban Suami Istri

Baca juga artikel terkait HUBUNGAN SUAMI ISTRI atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/hdi)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Abdul Hadi
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Sesuai dengan hakikat manusia menurut Islam, termasuk salah satunya adalah fitrah untuk mendapatkan kepuasan seksual, kita terdorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Tidak ayal kita melakukannya untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun Allah melarang kita untuk melampaui batas. Sebagaimana tercantum dalam Al Quran, yang menyatakan bahwa janganlah kita melampaui batas dalam beberapa ayat. Sebut saja misalnya Ar Rahman ayat 8, atau Al-Maidah ayat 58.

[blockquote]أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ

Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. (Ar-Rahman: 8)

[/blockquote]

Salah satu tindakan yang mungkin menjadi masalah dewasa ini pada remaja muslim, atau muslim pada umumnya adalah bagaimana memenuhi dorongan seksual tersebut. Ada yang menikah, menemukan cinta yang sesuai dengan cinta dalam Islam, memilih suami dan istri sesuai dengan kriteria suami dan istri dalam, melakukan tunangan, dan lain sebagainya. Namun ada pula yang melakukan tindakan mengeluarkan air mani dengan sengaja agar tercapailah kepuasan seksual yang dia inginkan di luar jalan-jalan tersebut.

Tetapi apakah onani/masturbasi, atau dengan kata lain mengeluarkan mani dengan sengaja, benar diperbolehkan berdasarkan nilai-nilai Islam? Bolehkah mengeluarkan mani dengan sengaja (onani/masturbasi) itu? Jika tidak, apa yang sebaiknya dilakukan?. Berikut adalah beberapa hukum mengeluarkan air mani dengan sengaja :

Pendapat Ulama

Ulama yang mengharamkan tentang onani atau masturbasi menyandarkan pendapatnya pada Al-Mu’minun ayat 5-7, yang pada prinsipnya menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak menjaga kemaluannya kecuali pada istri atau hamba sahayanya adalah orang-orang yang melampaui batas. Kita tahu bersama bahwa aktivitas seksual termasuk salah satu dari kewajiban, baik kewajiban suami terhadap Istri dalam Islam ataupun kewajiban istri terhadap suami dalam Islam, agar mereka mampu mencapai keluarga yang baik.

Selain itu dalam hadis Rasul pun pernah mengatakan bahwa kepada para pemuda yang bila telah memiliki kemampuan maka menikahlah karena itu menjaga pandangan dan kemaluan, sementara bagi yang belum mampu maka berpuasalah karena puasa itu sebagai pelindung. Lihat misalnya pada Shahih Muslim nomor 2485 versi Al-Alamiyah, atau 1400 menurut versi Syarh Shahih Muslim. Kita dapat memilih macam-macam puasa sunah, untuk menjaga nafsu agar tidak bergejolak. Kita juga dapat memanjatkan do’a setelah shalat fardhu untuk meningkatkan pengendalian diri kita, ataupun menjalankan shalat sunah saat hawa nafsu bergejolak agar kembali sadar.

Pada hadis itu Rasul tidak menjelaskan tentang alternatif istimna’ (onani) sebagai jalan keluar untuk para pemuda yang memiliki nafsu gejolak seksual yang tinggi, dan karenanya disimpulkan bahwa onani tidak termasuk dalam opsi atau pilihan bila ingin melampiaskan hasil seksual yang benar.

Ibnu Taimiyah, salah satu imam masa klasik yang terkenal juga melarang onani dan mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan menurut hal-hal darurat seperti dikhawatirkan jatuh pada zina atau akan menimbulkan sakit tertentu. Tapi tanpa alasan itu beliau tidak melihat adanya keraguan dalam memutuskan bahwa onani dilarang.

Pada sebagian ulama juga ada yang membolehkan onani. Pada beberapa sumber disebutkan bahwa sebagian ulama yang membolehkan antara lain adalah Ibnu Abbas, Ibnu Hazm, kalangan Hanfiyah, dan sebagian Hanabilah.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa onani lebih baik daripada zina tetapi lebih baik lagi bila menikahi wanita meskipun budak. Sementara Ibnu Hazm disebutkan dalam kitab Al-Muhalla juz 11 halaman 392 menuliskan bahwa onani adalah mubah karena hakikatnya hanya seseorang memegang kemaluannya lalu keluarlah maninya, sementara dalil yang mengharamkannya secara langsung tidak ada. Padahal Allah berfirman bahwa hal-hal yang haram telah dirincikan.

Sementara ulama Hanafiyah dan sebagian Hanabilah membolehkannya. Adapun ulama Hanafiyah membolehkannya bila takut berbuat zina dan karena tidak mampu melakukan perkawinan. Mereka yang menganggap onani boleh adalah karena hadis tentang anjuran Rasul di atas tidak secara langsung melarang perilaku onani.

Sekarang mari kita pelajari terlebih dahulu apa hukumnya mengeluarkan air mani dengan sengaja, dalam kasus ini adalah mengeluarkan air mani melalui masturbasi. Sebelumnya patut ditegaskan bahwa mengeluarkan air mani melalui hubungan pernikahan, didasarkan atas fiqh pernikahan yang benar tentu bernilai halal. Bila ditempuh syarat pernikahan dalam Islam dan rukun nikah dalam Islam, apabila dalam akad memenuhi syarat-syarat dalam akad nikah, maka semua pernikahan tersebut sah dan hubungan seksual pun juga sah. Sehingga tidak ada masalah pada hal tersebut.

Oleh karenanya umat Islam diharapkan memilih suami sesuai dengan kriteria calon suami menurut Islam dan memilih istri sesuai dengan kriteria calon istri menurut Islam. Agar tercapai keluarga sakinah mawaddah wa rahmah yang senantiasa mengerahkan kehidupannya untuk perjuangan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.

Onani pada dasarnya adalah usaha seseorang secara mandiri untuk mencapai kepuasan syahwat yang bergejolak dalam dirinya. Secara prinsip mengapa seseorang melakukan onani adalah karena kemungkinan berikut:

Seseorang melakukan onani karena meningkatnya gejolak syahwat dalam dirinya, baik karena melihat sesuatu yang meninggikan syahwatnya, atau membayangkan hal tersebut dan dia mengikuti keinginan nafsunya untuk mencapai kepuasan seksual. Sementara dia tidak memiliki pasangan atau sedang berada jauh dari pasangannya.

Seseorang melakukan onani bisa jadi karena telah menjadi kebiasaan atau moral dalam dirinya. Penyebabnya salah satunya adalah karena kebiasaan menonton pornografi atau melihat hal-hal yang membuat dirinya senantiasa ingin memuaskan syahwatnya yang muncul dari dirinya. Artinya pada titik ini dia sudah merasa onani adalah bagian dari kebiasaannya sehari-hari, bila tidak melakukannya dia merasa hidupnya kurang lengkap bahkan bisa sampai pada tahap stres karena kecanduan pada pornografi dan kebiasaan melampiaskan hawa nafsu tersebut.

Analisis Berdasarkan Sudut Pandang Nilai-nilai Islam

  • Adanya larangan mendekati zina

Dalam Al Quran Allah menunjukkan dengan tegas larangan untuk mendekati zina. Dalam hal ini, onani atau mengeluarkan air mani dengan sengaja dapat dianggap sebagai bentuk zina. Yaitu zina tangan. Dari hukum zina dalam Islam secara umum dapat kita ketahui adanya larangan untuk berzina. Dari hukum zina tangan dapat kita ketahui bahwa hal itu lebih dekat kepada zina, sehingga dapat dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

[blockquote]وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra’: 32)

[/blockquote]

  • Adanya larangan mencari di luar batas

Pada Al Quran, surat Al-Mu’minun ayat 5-7 dapat dihubungkan bahwa mencari kepuasan di luar istri dan hamba sahaya yang pada waktu itu masih diperbolehkan adalah sesuatu yang melampaui batas. Padahal melampaui batas adalah hal yang tidak baik dan lebih condong mengarah pada kerusakan. Sebagaimana misalnya terlihat pada larangan Allah pada Rasul ketika beliau hendak membalas Hindun dengan berlebihan akibat mengunyah-ngunyah jantung Hamzah, pamannya di perang Uhud.

Mengeluarkan air mani dengan sengaja dapat dilihat sebagai bentuk ketundukan kepada hawa nafsu. Hal itu menunjukkan bahwa kita tidak dapat mengelola hawa nafsu yang sebenarnya dapat kita arahkan pada hal-hal yang lebih jelas diridai oleh Allah. Dalam hal ini menurut hemat kami agak sulit memastikan apakah onani dilakukan karena takut terlibat zina atau karena lemahnya iman dalam mengendalikan nafsu yang kita miliki. Sementara alternatif terbaik adalah sesuai dengan yang rasul bilang, yaitu dengan berpuasa.

Oleh karena selain menurunkan tingkat dorongan seksual kita juga mampu belajar untuk mengendalikan hal tersebut. Karena sesungguhnya untuk mengendalikan hawa nafsu kita tidak bisa melampiaskannya begitu saja, namun harus melalui hal-hal yang baik. Sekalipun onani lebih baik daripada zina, hal ini pun tidak sama dengan akhirnya onani bernilai boleh, sebab pembunuhan pun dalam tataran tertentu bisa dikatakan lebih baik daripada fitnah, namun keduanya sama-sama bernilai haram.

Kesimpulan

Dari beberapa sudut pandang di atas, menurut hemat kami mengeluarkan air mani dengan sengaja secara dasar adalah lebih dekat dengan keburukan dan karenanya secara dasar bernilai haram karena secara tegas Allah melarang melampaui batas, lebih dekat pada zina, menunjukkan ketundukan pada hawa nafsu dan secara prinsip bertentangan dengan jalan yang seharusnya dilalui untuk mencapai kebahagiaan seksual yaitu melalui pernikahan.

Wallahua’lam bishawab.