Jelaskan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama

Politik luar negeri Indonesia memiliki karakteristik tersendiri pada masa Demokrasi Terpimpin (Orde Lama). Pada masa ini, politik luar negeri Indonesia cenderung berpihak ke blok komunis, karena pandangan politik Soekarno yang dikenal dengan Nasakom (Nasionalis, Sosialis, Komunis). Presiden Soekarno juga cenderung bersahabat dengan negara-negara berhaluan komunis. Salah satunya ditunjukkan melakukan kerjasama dengan negara komunis contohnya dengan membentuk Poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyongyang.
Selain itu, Presiden Soekarno juga melarang pengaruh kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia. Contohnya dengan menyebut lagu-lagu The Beatles dengan sebutan musik ngak-ngik-ngok. Pada masa Orde Lama, Presiden Soekarno memiliki pandangan tersendiri mengenai pembagian blok di dunia. Beliau memiliki doktrin politik baru dimana dunia dibagi menjadi dua blok yaitu Oldefo (Old Established Forces) dan Nefo (New Emerging Forces). Oldefo adalah kubu-kubu negara kapitalis-imperialis, sedangkan Nefo adalah kubu-kubu bangsa tertindas yang menentang imperialisme dan kolonialisme.

Jadi, opsi jawaban benar adalah E.

1.Politik Luar Negeri Indonesia Masa Orde Lama

Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya dan juga peranannya di kancah internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar negerinya yang menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde lama merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan kebijakan luar negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak memihak antara blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR. Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara pencetus non-Blok dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti memihak antara kedua blok tersebut. Indonesia juga menegaskan bahwa politik luar negerinya independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara yang berani keluar dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya.

Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak menerapkan sepenuhnya politik bebas aktif yang dicetuskannya. Secara jelas terlihat Indonesia pada saat itu cenderung berporos ke Timur dan dekat dengan negara-negara komunis seperti Cina dan USSR dibandingkan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat. Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar marcusuar dimaana dibuat poros Jakarta-Peking-Phyongyang. Hal ini menyulut kontrofersi dimata dunia internasional, karena Indonesia yang awalnya menyatakan sikap sebagai negara non-Blok menjadi berpindah haluan. Hal ini membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik luar negeri bebas aktif saat itu.

2.Masa Orde Baru

Pada masa Orde Baru merupakan masa dimana Indonesia memasuki masa demokrasi Pancasila. Segala kebijakan harus berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sehingga tidak terjadinya penyimpangan yang terjadi dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan, termasuk kebijakan luar negeri Indonesia. Pada masa Orde Baru dimana masa kepemimpinan presiden Soeharto Indonesia mengalami kemajuan dalam sektor pembangunan dalam negeri, penguatan pertanian dan menjadi negara swasembada pangan. Dalam pengambilan keputusan luar negeri presiden Soeharto tetap menerapkan perinsip politik luar negeri bebas aktif dimana peran Indonesia dalam dunia Internasional terlihat dan juga Independen (bebas) dalam menentukan sikap. Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada negara-negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan.

3.Masa Reformasi

Setelah runtuhnya rezim Soeharto yang memerintah selama 32 tahun di Indonesia dengan berbagai kebijakan luar negeri yang dianggap baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila serta perinsip dasar politik luar negeri bebas aktif kini Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah. Rezim presiden Soeharto di paksa turun oleh mahasiswa dan kalangan yang menginginkan perubahan bagi Indonesia. Citra baik politik luar negeri dimata dunia tidak dibarengi oleh citra baik dalam politik dalam negeri. Banyaknya tindak korupsi, Kolusi dan nepotisme di dalam negeri membuat Indonesia mengalami krisis sehingga terlilit hutang luar negeri.

Semasa reformasi pemerintah Indonesia dianggap tidak memiliki seperangkat formula kebijakan luar negeri yang tepat dan tegas dalam menunjukan citra negara Indonesia. Pemerintah semasa reformasi dari kepemimpinan Gus Dur, mMegawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono mengklaim bahwa pemerintahannya tetap menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Menelaah kembali semasa pemerintahan presiden Gus Dur, dimana Indonesia baru memasuki tahapan baru dalam pemerintahannya. Setelah menggulingkan rezim presiden Soeharto yang dianggap rezim yang diktator, Indonesia memasuki tahapan dimana Demokrasi lebih ditegakkan. Pemerintahan Gus Dur dianggap yang paling kontroversial, beliau ingin membuka hubungan diplomatik dengan Israel namun menuai begitu banyak tentangan dari dalam negeri. Politik luar negeri yang dijalankannya masih menggunakan formula lama yaitu politik luar negeri bebas aktif. Lalu beralih masa presiden Megawati, Indonesia dilanda begitu banyak tindak terorisme di dalam negeri. Sehingga fokus utama adalah memberantas tindak terorisme dalam negeri. Dalam politik luar negerinya pun terfokus bagaimana meningkatkan keamanan nasional dan juga ikut berperan aktif dalam memberantas tindak terorisme di dunia internasional. Indonesia bekerjasama dengan negera-negara di dunia terutama negara Amerika Serikat dalam memerangi tindak terorisme.

Memasuki pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pemerintah Indonesia tetap memfokuskan respon tentang tindak terorisme. Lalu bermunculan isu-isu lain seperti isu lingkungan dan isu perekonomian. Dalam beberapa hal saat ini Indonesia dianggap memiliki peranan yang besar di kancah internasional. Namun seakan-akan pemerintah Indonesia saat ini tidak memiliki sikap yang jelas dan tegas dalam mengambil keputusan. Presiden SBY mengatakan kebijakan politik luar negerinya masih tetap mengikuti prinsip bebas aktif dan lebih kepada “Thousand friends, zero anemy”. Saat ini muncul pertanyaan, apakah masih relevan politik luar negeri yang bebas akktif diterapkan dan digunakan oleh pemerintah saat ini dengan situasi dan kondisi dunia yang jelas berbeda dengan kondisi dimana politik luar negeri ini dicetuskan? Pada dasarnya politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif masih relevan dipergunakan namun seperangkat formula kebijakan yang dikeluarkan harus tegas menunjukan sikap Indonesia bukan sebagai “Yes Man”. Politik luar negeri saat ini tidak jelas menggunakan prinsip apa dan seakan-akan hanya mengikuti prinsip aktif namun tidak independen


Jelaskan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama

Lihat Politik Selengkapnya

Jelaskan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama

Soekarno (1901-1970), yang lahir di Surabaya pada masa pemerintahan kolonial Belanda, adalah pemimpin nasionalis dan pahlawan nasional yang mendedikasikan hidupnya kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun bertumbuh dalam lingkungan tradisional Jawa (dan dikombinasikan dengan pengaruh Bali dari sisi keluarga ibunya), Soekarno mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah modern kolonial Belanda. Sejak usia muda minat utamanya adalah membaca buku-buku dengan topik filosofi, politik dan sosialisme. Waktu masih sekolah di Surabaya, Soekarno tinggal di rumahnya Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin pertama dari Sarekat Islam (yang kemudian menjadi gerakan penting untuk kebangkitan nasional Indonesia). Tjokroaminoto menjadi mentor politik dan inspirasi bagi Soekarno.

Pada tahun 1927 Soekarno mendirikan dan menjadi pemimpin sebuah organisasi politik yang disebut Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Namun, aktivitas politik subversif ini menyebabkan penangkapan dan juga pemenjaraannya oleh rezim Pemerintah Kolonial Belanda yang represif di tahun 1929. Bagi orang-orang Indonesia pada saat itu, pembuangan Soekarno itu malah memperkuat saja citranya sebagai pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan. Setelah pembebasannya, Soekarno berada dalam konflik yang terus berkelanjutan dengan pemerintahan kolonial selama tahun 1930an, menyebabkan Soekarno berkali-kali dipenjara.

Waktu Jepang menginvasi Hindia Belanda pada bulan Maret 1942, Soekarno menganggap kolaborasi dengan Jepang sebagai satu-satunya cara untuk meraih kemerdekaan secara sukses. Sebuah taktik yang terbukti efektif.

Sampai saat ini, masyarakat Indonesia sangat menghormati dan mengagumi Soekarno, pencetus dari nasionalisme Indonesia, karena mendedikasikan hidupnya untuk kemerdekaan Indonesia dan membawa identitas politik baru kepada negara Indonesia.

Kelahiran yang Sulit Bangsa Indonesia

Waktu Soekarno (Presiden pertama Indonesia) bersama Mohammad Hatta (Wakil Presiden pertama Indonesia), dua nasionalis paling terkemuka di Indonesia, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bersama dengan publikasi konstitusi yang pendek dan sementara (UUD 1945), tantangan-tantangan mereka masih jauh dari berakhir. Nyatanya akan membutuhkan empat tahun revolusi lagi untuk melawan Belanda yang - setelah dibebaskan dari Jerman di Eropa - kembali untuk mengklaim kembali koloni mereka.

Belanda berkeras untuk tidak melepaskan koloni mereka di Asia Tenggara yang sangat menguntungkan namun kemudian harus menghadapi kenyataan juga. Di bawah tekanan internasional, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 (kecuali untuk wilayah barat pulau Papua). Namun, negosiasi dengan Belanda menghasilkan 'Republik Indonesia Serikat' yang memiliki konstitusi federal yang dianggap terlalu banyak dipengaruhi oleh Belanda. Oleh karena itu, konstitusi ini segera diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang kemudian menjadi dasar hukum sistem pemerintahan parlementer, yang menjamin kebebasan individu dan mengharuskan tentara untuk tunduk kepada supremasi sipil. Posisi presiden, secara garis besar, hanya memiliki fungsi seremonial dalam sistem ini.

Jelaskan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama

Perdebatan antara beberapa pihak yang berpengaruh mengenai dasar ideologis Indonesia dan hubungan organisasional antara sejumlah badan negara telah dimulai sebelum proklamasi tahun 1945. Pihak-pihak ini adalah: (1) tentara, (2) kaum Islam, (3) para komunis, dan (4) para nasionalis.

Pertama, tentara Indonesia, para pahlawan Revolusi, selalu memiliki aspirasi politik sendiri. Namun, UUDS 1950, tidak menyediakan peran politik bagi para militer ini. Ini merupakan sebuah kekecewaan untuk mereka dan sumber kecurigaan terhadap pihak-pihak lain yang mendapatkan kekuatan melalui UUDS 1950.

Para perwakilan dari partai-partai Islam dalam pembicaraan-pembicaraan konstitusi - meskipun dalam topik-topik lain tidak mewakili kelompok yang homogen - ingin Indonesia menjadi sebuah negara Islam yang diatur dengan hukum syariah. Namun kelompok-kelompok lain menganggap bahwa pendirian sebuah negara Islam akan membahayakan persatuan Indonesia dan bisa memicu pemberontakan dan gerakan-gerakan separatisme karena terdapat jutaan orang non-Muslim serta banyak Muslim yang tidak terlalu strik di Indonesia.

Hal lain yang menyebabkan kecemasan di pihak perwakilan partai-partai Islam maupun militer adalah kembalinya Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah dilarang oleh pemerintahanan kolonial pada tahun 1927 karena mengorganisir pemberontakan-pemberontakan di Jawa Barat dan Sumatra Barat, PKI meraih dukungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan menjadi salah satu partai paling populer dalam skala nasional maka merupakan kekuatan politik.

Dan terakhir, ada juga para nasionalis yang menekankan kebutuhan akan jaminan hak-hak individu versus negara. Para nasionalis berjuang dalam PNI (versi partai politik dari gerakan PNI yang telah disebutkan sebelumnya, yang didirikan oleh Soekarno pada tahun 1927 dan yang bertujuan meraih kemerdekaan). PNI meraih banyak dukungan di Indonesia.

Makanya Soekarno harus mencari sebuah cara untuk menyatukan sudut pandang yang berbeda-beda ini. Pada bulan Juni 1945, Soekarno menyampaikan pandangannya mengenai kebangsaan Indonesia dengan memproklamasikan filosofi Pancasila. Pancasila ini adalah lima prinsip yang akan menjadi dasar Negara Indonesia:

Jelaskan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Bangsa Indonesia

Namun, ada satu masalah berkelanjutan yang menjadi penghalang persatuan masyarakat Indonesia yang sangat pluralistis melalui Pancasila yaitu adalah tuntutan pendirian negara Islam oleh partai-partai Islam. Pada awalnya, Panitia Sembilan (komite yang terdiri dari sembilan tokoh kemerdekaan yang merumuskan dasar negara Indonesia) setuju untuk menambahkan tambahan pendek pada sila pertama: 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalani syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Namun, sebelum diumumkan ke publik, tambahan pada dasar negara tahun 1945 versi pertama ini (dikenal sebagai "Piagam Jakarta") dihapuskan karena kekuatiran bahwa hal ini bisa menimbulkan kemarahan dari kelompok non-Muslim atau para Muslim yang tidak terlalu religius. Penghapusannya kemudian menyebabkan ketidakpercayaan yang dalam pada kelompok nasionalis sekuler oleh komunitas Muslim yang lebih ortodoks.

Demokrasi Parlementer

Demokrasi parlementer di Indonesia pada tahun 1950an ditandai oleh ketidakstabilan. Alasan utamanya adalah perbedaan sudut pandang mengenai dasar ideologis negara. Situasi ini terlihat dalam pemilihan umum pertama di Indonesia. Pemilihan umum pertama ini terjadi pada tahun 1955 dan dianggap jujur dan adil (dan akan membutuhkan waktu lebih dari 40 tahun sebelum Indonesia bisa memiliki contoh lain dari pemilu yang jujur dan adil). Dua partai Islam yang besar yaitu Masyumi dan Nahdlatul Ulama, atau NU (Nahdatul Ulama telah memisahkan diri dari Masyumi pada tahun 1952) mendapatkan masing-masing 20,9% dan 18,4% suara. PNI meraih 20,3% suara, sementara PKI meraih 16,4%. Ini berarti tidak ada mayoritas satu partai yang bisa menguasai pemerintahan sehingga kabinet di masa parlementer dibentuk dengan membangun koalisi-koalisi antara berbagai aliran ideologi. Dari 1950 sampai 1959, tujuh kabinet yang memerintah berganti-ganti secara cepat, dan setiap kabinet gagal membuat perubahan yang signifikan untuk negara.

Pemilu Indonesia 1955:

Partai Politik
Suara
(%)
Ideologi
Masyumi 20.9 Islam
Partai Nasionalis Indonesia (PNI) 20.3 Nationalis
Nahdlatul Ulama (NU) 18.4 Islam
Partai Komunis Indonesia (PKI) 16.4 Komunis

Sumber: M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c.1200

Selain perselisihan dalam elit politik Jakarta, ada masalah-masalah lain yang membahayakan persatuan Indonesia pada era tahun 1950an. Gerakan militan Darul Islam, yang bertujuan mendirikan negara Islam dan menggunakan teknik perang gerilya untuk mencapai tujuannya, telah memenangkan wilayah-wilayah di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. Gerakan ini telah dimulai selama periode kolonial namun cepat merubah arahnya melawan pemerintahan di bawah Soekarno hingga penyerahannya pada tahun 1962.

Gerakan subversif lain yang berdampak adalah Piagam Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Barat. Keduanya dimulai pada akhir tahun 1950an dan menkonfrontasi pemerintah pusat dengan tuntutan-tuntutan reformasi politik, ekonomi, dan regional. Gerakan-gerakan ini dipimpin para perwira militer, didukung oleh anggota-anggota Masyumi dan Central Intelligence Agency (CIA) dari Amerika Serikat (AS) yang menganggap popularitas PKI sebagai sebuah ancaman besar.

Dengan menggunakan kekuatan militer, pemerintah pusat berhasil menghancurkan gerakan-gerakan ini pada awal 1960an. Terakhir, para mantan anggota militer bentukan Pemerintah Kolonial Belanda yang bernama Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) memproklamasikan Republik Maluku Selatan pada tahun 1950. Sekalipun berhasil dikalahkan oleh kekuatan militer Indonesia pada tahun yang sama, konflik bersenjata berlanjut hingga tahun 1963.

Demokrasi Terpimpin Soekarno

Soekarno sadar bahwa periode demokrasi liberal telah menghambat perkembangan Indonesia karena perbedaan-perbedaan ideologis di dalam kabinet. Solusi yang disampaikan Soekarno adalah "Demokrasi Terpimpin" yang berarti pengembalian kepada UUD 1945 yang mengatur sistem kepresidenan yang kuat dengan tendensi otoriter. Dengan cara ini, ia memiliki lebih banyak kekuasaan untuk melaksanakan rencana-rencananya. Pihak militer, yang tidak senang dengan perannya yang kecil dalam soal-soal politik hingga saat itu, mendukung perubahan orientasi ini. Pada tahun 1958, Soekarno telah menyatakan bahwa militer adalah sebuah 'kelompok fungsional' yang berarti mereka juga menjadi aktor dalam proses politik dan pada periode Demokrasi Terpimpin, perannya tentara dalam politik akan menjadi lebih besar.

Pada tahun 1959, Soekarno memulai periode Demokrasi Terpimpin. Ia membubarkan parlemen dan menggantinya dengan parlemen baru yang setengah dari anggotanya ditunjuk sendiri oleh Soekarno. Soekarno juga sadar akan bahayanya bagi kedudukannya bila militer menjadi terlalu kuat. Karena itu, Soekarno mengandalkan dukungan dari PKI untuk mengimbangi kekuatan militer. Baik militer maupun PKI merupakan bagian dari filosofinya yang disebut 'Nasakom', sebuah akronim yang mencampurkan tiga buah ideologi yang paling penting dalam masyarakat Indonesia pada tahun 1950an dan awal 1960an yaitu nasionalisme, agama, dan komunisme. Ketiga komponen ini hanya memiliki sedikit kesamaan, bahkan tiap komponen bermasalah dengan komponen lainnya. Semuanya tergantung pada kemampuan politik, kharisma dan status Soekarno untuk tetap menjaga kesatuan ketiga komponen ini.

Jelaskan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama

Karakteristik penting lain dari Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah tendensi anti Barat dalam kebijakan-kebijakannya. Beliau memperkuat usaha-usaha untuk mengambil alih bagian Barat pulau Papua dari Belanda. Setelah sejumlah konflik bersenjata, Belanda menyerahkan wilayah ini ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian menyerahkannya kepada Indonesia pada tahun selanjutnya.

Dari 1962 sampai 1966, Soekarno menggelar politik konfrontasi melawan Malaysia. Ia menganggap pendirian Federasi Malaysia, termasuk Malaka, Singapura, dan wilayah Kalimantan yang sebelumnya dikuasai Inggris (Sarawak dan Sabah), sebagai kelanjutan dari pemerintah kolonial dan melaksanakan kampanye militer yang tidak sukses untuk ‘menghancurkan’ Malaysia. Bagian dari kebijakan konfrontasi ini adalah keluarnya Indonesia dari PBB karena PBB mengizinkan Malaysia menjadi negara anggota. Pada tahun 1965, Soekarno terus memutuskan hubungan dengan dunia kapitalis Barat dengan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia, yang berarti bantuan asing yang sangat dibutuhkan berhenti dialirkan ke Indonesia. Hal ini memperburuk situasi ekonomi Indonesia yang telah mencapai level ekstrim berbahaya pada saat itu.

Kudeta Misterius Gerakan 30 September

Masalah antara ketiga komponen Nasakom membesar. Pada 30 September 1965, menjadi jelas betapa berbahayanya campuran politis yang telah diciptakan Soekarno. Pada malam itu, enam jenderal dan satu letnan diculik dan dibunuh oleh perwira-perwira aliran kiri yang menamakan diri Gerakan 30 September. Berdasarkan tuduhan yang ada, para perwira militer yang terbunuh ini merencanakan kudeta untuk menjatuhkan Soekarno. Namun, tidak ada bukti bahwa akan ada kudeta militer melawan Soekarno.

Juga tidak ada bukti bahwa PKI berada di belakang serangan untuk mencegah kudeta militer ini. Namun, Suharto, kepala dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yang kemudian mengambil alih kekuasaan militer karena menjadi perwira militer tertinggi setelah pembunuhan atasannya, dengan cepat menyalahkan PKI. Dengan segera, pengikut komunis dan orang-orang yang diduga mengikuti komunis dibantai terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali dan Sumatra Utara. Dugaan jumlah korban bervariasi di antara 400.000 sampai satu juta orang. Diduga bahwa pihak-pihak yang melakukan pembantaian adalah unit-unit militer, kelompok-kelompok kriminil sipil (yang mendapatkan senjata dari militer) dan Ansor (organisasi pemuda militan dari NU). Pembantaian ini berlanjut sepanjang 1965 dan 1966.

Jelaskan mengenai kebijakan luar negeri Indonesia pada masa Orde Lama

Namun, banyak isu mengenai kudeta ini dan tindakan-tindakan anti-komunis selanjutnya tetap tidak jelas sampai saat ini dan kemungkinan besar tidak akan diketahui kebenarannya. Setelah Orde Baru Suharto berakhir pada tahun 1998, masyarakat Indonesia mulai meragukan penjelasan resmi dari Pemerintah yang menyalahkan komunis namun bab sejarah ini tidak menerima perhatian besar dalam diskusi publik, kecuali sebuah laporan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2012 yang menyatakan pembantaian ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia luar biasa.

Kudeta ini dan peristiwa-peristiwa selanjutnya menyebabkan konsekuensi-konsekuensi politis dramatis untuk Soekarno. Indonesia berada di bawah hukum darurat militer yang membuat kekuasaan nyata berada di tangan Jenderal Suharto. Selama dua tahun selanjutnya, Suharto dengan pelan namun pasti memperluas kekuasaannya dan menyudutkan Soekarno ke pinggir. Hal ini menandai dimulainya Orde Baru Suharto. Soekarno ditempatkan di bawah tahanan rumah di Bogor (Jawa Barat) dan kesehatannya menurun hingga kematiannya pada tahun tahun 1970.

Klik di sini untuk membaca artikel mengenai Orde Baru Suharto