Jelaskan kehidupan perekonomian kerajaan Mataram dan bergantung pada sektor sektor apa saja?

ZAID MUNAWAR, NIM. 09123019 (2013) KEBIJAKAN EKONOMI SULTAN AGUNG PADA MASA KERAJAAN MATARAM ISLAM TAHUN 1613-1645 M. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA.

Preview

Text (KEBIJAKAN EKONOMI SULTAN AGUNG PADA MASA KERAJAAN MATARAM ISLAM TAHUN 1613-1645 M )
BAB I, V, DAFTAR PUSTAKA.pdf

Download (1MB) | Preview
Jelaskan kehidupan perekonomian kerajaan Mataram dan bergantung pada sektor sektor apa saja?
Text (KEBIJAKAN EKONOMI SULTAN AGUNG PADA MASA KERAJAAN MATARAM ISLAM TAHUN 1613-1645 M )
BAB II, III, IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (449kB)

Abstract

Kerajaan Mataram Islam memiliki arti penting dalam sejarah peradaban Islam di Nusantara, khususnya di Jawa. Sultan Agung adalah raja ke III (16131645) Mataram yang memiliki peran besar terhadap kejayaan kerajaan. Pada masa awal atau selama masa kekuasaannya, kondisi pemerintahan diliputi ketegangan politik, baik dengan para penguasa Jawa di wilayah lainnya, maupun dengan bangsa asingyang berujung pada peperangan. Hal ini terjadi, di samping karena untuk mempertahankan daerah kekuasaan, juga untuk memperluas ekspansi wilayah sebagai misi Sultan Agung, yaitu menguasai tlatah Jawa. Situasi tersebut memerlukan dukungan yang besar terutama dalam bidang ekonomi, karena tanpa ekonomi yang baik, maka miiter kerajaan tidak akan menjadi kuat. Di samping itu, pembentukan birokrasi yang kompleksdan semakin bertambanya pula kebutuhan-kebutuhan kerajaan memerlukan sebuah pengaturan yang bijak demi berjalannya sebuah roda pemerintahan yang baik. Keadaan inilah yang mengharuskan Sultan Agung sebagai seorang pemimpin untuk mengeluarkan kebijakan ekonomi yang arif demi keutuhan dan kejayaan sebuah negara serta masyarakat di dalamnya. Tujuan penelitianadalah untuk mengetahui bentuk-bentuk kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh Sultan Agung dan seberapa besar dampaknya terhadap berbagai bidang kehidupan di dalam Kerajaan Mataram Islam. Penelitian historis ini merupakan jenis penelitian kepustakaan yang mengacu pada sumbersumber tertulis, seperti buku, makalah, majalah, maupun artikel dalam internet. Adapun untuk menganalisa kebijakan ekonomi Sultan Agung, penulismenelitinya dengan menggunakan pendekatan politik dan sosial, serta teori Jhon Meynard Keynestentang goverment policy (kebijakan pemerintah) bahwa campur tangan pemerintah memiliki arti penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara. Kebijakan tersebut berupa kebijakan riil (fiskal, moneter, dan pembangunan) dan non-riil (regulasi dan sistem ekonominya). Kebijakan ekonomi Sultan Agung terdiri dari tiga macam, pertama meningkatkan pertanian dengan terlebih dahulu mendistribusikan tanah, membentuk forum komunikasi bagi para petani, membangun bendungan beserta saluran airnya, dan intensifikasi tanaman padi disertai pemberian modal untuk memperbanyak produksi beras dalam pertanian. Kedua, membentuk petugas pajak dan menentukan besaran pajak yang harus diserahkan kepada kerajaan. Ketiga, membentuk Lembaga Keuangan yang mengurusi segala pemasukan untuk kas kerajaan. Melalui ekonomi yang baik, Mataram dapat menguasai sebagian besar wilayah Jawa (kecuali Banten dan Batavia) yang terbagi menjadi empat wilayah bagian, yaitu kutagara, negara agung, mancanegara, dan pasisiran. Mataram juga mampu menancapkan kekuasaannya di wilayah luar Jawa, seperti Madura, Palembang (Sumatra), Sukadana dan Banjarmasin (Kalimantan), sertaMakasar (Sulawesi).Pemasukan kekayaan kerajaandidapat melalui aktifitas perekonomian yang ditarik dari pajak, yaitu pajak penduduk, pajak tanah (sebagian besar dari pertanian), pajak upeti, dan pajak bea cukai barang dan jasa dari kegiatan perdagangan.

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

Jelaskan kehidupan perekonomian kerajaan Mataram dan bergantung pada sektor sektor apa saja?
View Item

Ilustrasi Perdagangan Zaman Dulu (Foto: id.wikipedia.org)

Beberapa prasasti kerajaan Mataram menggambarkan mengenai kegiatan ekonomi di desa-desa yang ada di sekitar kerajaan Mataram. Seperti dalam prasasti Panggumulan menyebutkan adanya orang-orang yang menjual beras dari Desa Tunggalangan ke pasar di wilayah Desa Sindangan. Barang dagangan yang dibawa tersebut diangkut menggunakan magulungan (pedati), dan ada yang dibawa dengan maparahu (perahu). Bahkan ada beberapa barang dagagan yang dipikul oleh para pedagang tersebut, atau dalam prasasti disebutkan pinikul dagangannya. Dengan digunakannya pedati dan perahu untuk sarana membawa barang dagangan, diketahui bahwa sistem perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat Mataram sudah terjalin dalam wilayah yang sangat luas.

Ada beberapa istilah untuk menyebut pedagang di wilayah Mataram, seperti yang disebutkan oleh Jan Wisseman, yaitu abakul untuk menyebut pedagang eceran, banyaga untuk menyebut pedagang besar yang melakukan perdagangan antar pulau bahkan intenasional, dan adagang untuk menyebut pedagang grosiran. Para pedagang di pasar biasanya menjual barang-barang hasil bumi, seperti beras, buah-buahan, sirih pinang, dan buah mengkudu. Selain itu dijual pula hasil industri rumah tangga, seperti alat perkakas dari besi, pakaian, payung, keranjang, dan anyaman-anyaman bambu. Binatang ternak seperti sapi, kerbau, kambing, itik dan ayam juga diperjualbelikan di sana.

Pada zaman Mataram Kuno, masa pemerintahan Dharmawangsa Airlangga, berkembang perdagangan antar pulau dan perdagangan internasional yang menawarkan hasil bumi dari sekitar kerajaan Mataram, termasuk hasil pertanian masyarakat. Prasasti Kamalagyan menyebutkan adanya para pedagang besar dari pulau-pulau dan kerajaan-kerajaan di seluruh wilayah Nusantara yang datang ke Hujung Galuh, pelabuhan di Jawa Timur. Beberapa prasasti raja Airlangga menyebut orang-orang asing dari Asia Selatan dan Asia Tenggara menetap di Pulau Jawa dalam waktu yang cukup lama untuk melakukan kegiatan ekonomi dengan kerajaan Mataram dan beberapa kerajaan di Jawa.

Prasasti-prasasti kerajaan Mataram tidak menyebutkan adanya kegiatan ekspor oleh masyarakat Mataram, tapi ada satu barang yang diimpor oleh kerajaan yaitu kain buatan India. Walaupun demikian data mengenai kegiatan ekspor di Mataram dapat diperoleh dari laporan-laporan bangsa Tiongkok. Dalam laporan tersebut digambarkan secara umum kegiatan ekpor di pulau Jawa, dan ada beberapa yang mengkhususkan ke Kerajaan Mataram.

Sumber : Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta : Balai Pustaka.

tirto.id - Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang merupakan kerajaan yang didirikan oleh Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya sekitar abad ke-8. Kerajaan ini diyakni semula berkembang di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta pada Abad 8-10 Masehi, dengan pusatnya ada di poros Kedu-Prambanan.

Terdapat beberapa prasasti yang menjadi sumber informasi penting mengenai sejarah Kerajaan Mataram Kuno. Di antaranya adalah Prasasti Canggal dan Prasasti Mantyasih.

Prasasti Canggala memuat informasi tentang asal usul Sanjaya yang merupakan anak dari Sanna, seseorang yang berkuasa di tanah Jawa sebelum berdirinya Kerajaan Mataram Kuno.

Selain itu, dalam Prasasti Canggala, terdapat Candrasengkala menggunakan bahasa Sansekerta dan Huruf Palawa yang berbunyi, Cruti Indra Rasa. Arti candrasengkala itu ialah angka tahun 654 Cakra atau 732 Masehi.

Dalam perkembangannya, Kerajaan Mataram Kuno dibagi menjadi 2 periode, yaitu Kerajaan Mataram Kuno masa Jawa Tengah dan Kerajaan Mataram Kuno era Jawa Timur.

Pada periode Jawa Tengah, Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh Wangsa Sanjaya yang berkuasa hingga tahun 732 M dan Wangsa Sailendra yang bertakhta sampai 929 M. Setelah Dyah Wawa sebagai raja terakhir wafat, Mpu Sindok kemudian memindahkan Kerajaan Mataram Kuno ke daerah Jawa Timur.

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia: Perkembangan Kehidupan Masyarakat Pemerintahan dan Budaya Pasa Masa Kerajaan Hindu Budha di Indonesia karya Veni Rosfenti (2020:40), tidak diketahui secara pasti akhir riwayat dari Dyah Wawa. Hanya ada keterangan bahwa raja Kerajaan Mataram Kuno setelah Dyah Wawa adalah Mpu Sindok.

Letusan gunung merapi diduga menjadi salah satu alasan perpindahan pusat Kerajaan Mataram Kuno ke wilayah Jawat Timur. Merujuk buku The Geology of Indonesia karya Rein van Bemmelen (1949), letusan besar Gunung Merapi pernah terjadi pada tahun 1006 Masehi.

Baca juga:

  • Sumber Sejarah Kerajaan Medang & Letak Mataram Kuno Era Jawa Tengah
  • Sejarah Kerajaan Medang: Masa Jaya & Candi Peninggalan Mataram Kuno

Selain itu, ada sejumlah faktor lain yang diperkirakan menjadi penyebab pindahnya Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur. Dinukil dari buku The Indianized states of Southeast Asia oleh George Coedes (1968), faktor lain yang menyebabkan terjadinya perpindahan Kerajaan Mataram Kuno ke Jawa Timur seperti ancaman serangan Kerajaan Sriwijaya dan wilayah yang kurang mendukung sektor ekonomi.

Lokasi Kerajaan Mataram Kuno setelah dipindahkan oleh Mpu Sindok, diperkirakan berada di kawasan Tamwlang (sekitar Jombang, Jawa Timur). Selain memindahkan kerajaan, Mpu Sindok juga mendirikan wangsa baru, yakni Wangsa Isyana pada 928 Masehi. Saat berkuasa, Mpu Sindok memperoleh gelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana Wikramadharmottunggadewa.

Sementara itu, runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno periode Jawa Timur terjadi karena Peristiwa Mahapralaya. Pada peristiwa itu, Raja Dharmawangsa Teguh sedang menggelar pernikahan putrinya. Hal tersebut tentunya membuat pasukan Kerajaan Mataram Kuno menjadi lengah.

Situasi itu dimanfaatkan oleh Aji Wurawari dari Lwaram (Cepu), yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya, untuk menyerang Kerajaan Mataram Kuno. Penyerangan tersebut berhasil menewaskan Dharmawangsa Teguh sekaligus mengakhiri keberadaan Kerajaan Mataram Kuno.

Kehidupan Sosial Kerajaan Mataram Kuno & Sistem Ekonomi

Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan di Jawa yang memiliki corak agraris. Maka itu, mayoritas penduduk Kerajaan Mataram Kuno memiliki mata pencaharian di sektor pertanian.

Bukti bahwa perekonomian Kerajaan Mataram Kuno ditopang oleh sektor agraris adalah keterangan dalam prasasti Canggal yang menjelaskan bahwa tanah Jawa kaya akan padi. Selain itu, wilayah Kerajaan Mataram Kuno memiliki banyak sungai dan dataran subur, baik saat periode Jawa Tengah maupun Jawa Timur.

Kehidupan Sosial-Budaya penduduk Kerajaan Mataram Kuno juga terbilang maju. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya peninggalan, terutama berupa candi. Contoh 2 candi peninggalan era Mataram Kuno yang hingga kini masih kesohor adalah Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Baca juga:

  • Sejarah Runtuhnya Kerajaan Giri Kedaton oleh Mataram Islam
  • Sejarah Kerajaan Mataram Kuno, Lokasi, & Nama Raja-Raja di Jawa

Candi Borobudur terletak Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi tersebut, didirikan ketika Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra berkuasa di Mataram Kuno. Candi Borobudhur ialah bangunan tempat ibadah agama Buddha.

Sedangkan Candi Prambanan merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno yang dibangun pada era kekuasaan Rakai Pikatan. Pembangunan Candi Prambanan dapat diselesaikan ketika Raja Daksa berkuasa.

Candi Prambanan terletak di Kranggan, Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Prambanan banyak terpengaruh corak dari agama Hindu.

Sistem sosial-politik masyarakat Mataram Kuno hingga kini masih terus dipelajari, mengingat terbatasnya sumber sejarah yang bisa digali informasinya. Adapun merujuk kajian Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya, Sejarah Kajian Terpadu; Jilid III: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris (1996), sejumlah prasasti yang berasal dari abad 8 M menunjukkan bahwa organisasi komunitas desa menjadi fondasi masyarakat Mataram Kuno.

Menurut Lombard, prasasti-prasasti tersebut memperlihatkan bahwa, pada abad 8 M, Jawa Tengah menjadi arena kontestasi sejumlah penguasa yang berhasil mempersatukan dan menguasai sejumlah wanua (komunitas desa).

Mereka yang berhasil menjadi pemimpin sejumlah wanua menerima gelar rakai atau rakryan. Mereka membawahi sejumlah rama, pembesar di tingkat wanua. Federasi regional beberapa wanua itu disebut watak.

Nama dari tiap watak akan disematkan pada rakai yang menjadi pemimpinnya. Sebagai misal, nama Rakai Pikatan menunjukkan bahwa pemilik gelar itu menjadi penguasa daerah Pikatan. Untuk meningkatkan prestisnya sebagai penguasa federasi wanua, para rakai kerap berlomba membangun bangunan-bangunan suci, seperti candi.

Baca juga artikel terkait SEJARAH KERAJAAN atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/add)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates