Jelaskan bagaimana semangat dan komitmen menurut Ir. Soekarno pada pidato tanggal 1 juni 1945

Bung Karno mengatakan beberapa hal yang penting, bahwa sebuah kemerdekaan akan benar-benar tercapai apabila di dalam diri setiap individu hatinya sudah merdeka. Sebuah bangsa berada pada lingkungan geo-politik tertentu (berasal dari ujung Sumatra hingga Irian), apabila hanya didasarkan pada kesamaan nasib dan kehendak bersatu, maka yang terjadi hanya persatuan di dalam suku bangsa, seperti suku Minangkabau, suku Pasundan, dll.
Berpijak pada gambaran diatas, maka Pancasila (Panca=lima, Sila=dasar) yang dikemukakan oleh Bung Karno adalah sebagai berikut.

  1. Kebangsaan, tetapi bukan kebangsaan yang chauvinisme (sangat mengagung-agungkan bangsanya sendiri dan merendahkan bangsa lain).
  2. Internasionalisme (peri kemanusiaan). Bung Karno berpendapat tidak ada Internasionalisme yang tidak berakar pada nasionalisme.
  3. Mufakat (demokrasi) yakni sebuah keputusan bersama harus dibahas di badan perwakilan rakyat, karena disanalah tempat dimana tuntutan-tuntutan dikemukakan.
  4. Kesejahteraan sosial yang mengacu pada demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
  5. Bertaqwa terhadap Tuhan YME.

Bung Karno mengatakan apabila lima sila ini dirasa berat dan kurang sesuai dihati, maka dapat diperas menjadi Trisila, yakni.

  1. Sosio-Nasionalisme, berasal dari perasan sila 1 dan 2, yakni Kebangsaan dan Internasionalisme (Peri Kemanusiaan). Kita harus selesai dahulu dengan urusan kebangsaan Indonesia. Bangsa Indonesia haruslah berdiri tegak dan bersatu dalam sebuah geo-politik. Sosio-demokrasi hanya dapat dikembangkan diatas Sosio-Nasionalisme.
  2. Sosio-Demokrasi, berasal dari perasan sila 3 dan 4, yakni Mufakat (Demokrasi) dan Kesejahteraan Sosial. Kesatuan dari mufakat dan kesejahteraan sosial diperas menjadi Sosio-demokrasi. Sebuah kesejahteraan sosial hendaknya dibangun atas dasar mufakat (tidak mungkin ada mufakat tanpa ada musyawarah).
  3. Ketuhanan.

Bung Karno kembali mengemukakan bahwa apabila Trisila tidak begitu pas dihati, maka dapat diperas kembali menjadi Ekasila, yakni: Gotong Royong. Didalam gotong royong tersebut ada interaksi antara suku bangsa dan kuatnya prinsip-prinsip kepentingan umum dibandingkan dengan kepentingan golongan yang keluar dari proses musyawarah mufakat.

Dengan demikian, ringkasan pidato Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 adalah pemikirannya terkait dasar negara yang dimuat dalam Pancasila (kebangsaan, internasionalisme (peri kemanusiaan), mufakat (demokrasi), kesejahteraan sosial, dan bertaqwa terhadap Tuhan YME); Trisila (Sosio-Nasionalisme, Sosio-Demokrasi, dan Ketuhanan); dan Ekasila (gotong royong).
 

JAKARTA - Semangat dan Komitmen Kebangsaan Pendiri Negara perlu diketahui bagi generasi kekinian agar tetap semangat dalam mempelajari sejarah dan meneladani para pahlawan.

Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bang sa yang gigih dalam menggapai cita-citanya. Meskipun berbeda zaman, namun spirit berjuang terus berkobar. Dimulai dari zaman Kerajaan Majapahit, bagaimana Patih Gadjah Mada mengucap kan Sumpah Palapa. Diketahui isi sumpah tersebut untuk mempersatukan Nusantara.

Saat Indonesia dijajah Belanda dan Jepang, perlawanan tak pernah berhenti. Hingga puncaknya Soekarno dan Bung Hatta membacakan Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Bentuk semangat dan komitmen kebangsaan yang ditunjukkan oleh pendiri negara dari masa ke masa terbagi menjadi 4 periode, yaitu periode I atau masa sebelum pergerakan nasional, periode II atau masa pergerakan nasional, periode III atau masa proklamasi dan perang kemerdekaan, dan periode 4 atau masa perjuangan mengisi kemerdekaan.

Periode I

Dahulu pada periode ini Nusantara masih berbentuk kerajaan-kerajaan. Mereka memiliki agama dan kepercayaan masing-masing. Namun, perbedaan itu tak menjadi sebab perpecahan. Justru mereka hendak bersatu di bawah naungan Nusantara.

Pada saat itu pula tumbuh jiwa dan semangat kejuangan yakni kesadaran harga diri, jiwa merdeka, ketakwaan terhadap Tuhan, dan Kerukunan hidup umat beragama, serta kepeloporan dan keberanian.

Periode II

Masa ini merupakan kebangkitan para pemuda. Mereka aktif dalam Pergerakan Nasional. Terdiri dari beragam pemuda dari suku, budaya, bahasa, agama yang berbeda. Namun para pemuda itu berusaha menyatukan anak bangsa dan mengucapkan Sumpah Pemuda.

Tanggal 28 Oktober 1928, menjadi langkah awal kemerdekaan bangsa Indonesia lepas dari belenggu penjajah dan belenggu ego masing-masing.

Periode III

Dalam periode III atau semangat dan komitmen kebangsaan yang terjadi pada masa proklamasi dan perang kemerdekaan ini terjadi karena Indonesia masih mengalami agresi oleh pihak Belanda yang tidak menerima kemerdekaan Indonesia.

Oleh karena itu Indonesia mengangkat senjata dan melawan pihak Belanda dengan semangat dan nilai-nilai kejuangan terutama rasa sebagai negara yang sudah merdeka.

Perjuangan para pendiri bangsa selama periode inilah yang diberi nama sebagai Jiwa semangat dan nilai-nilai berdasarkan kepada Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45).

Periode IV

Pasca kemerdekaan, bangsa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yakni bagaimana mereka mengurus kemerdekaan. Karena saat merebut dan berjuang untuk membacakan proklamasi, butuh banyak nyawa dan terjadi pertumpahan darah.

Bapak bangsa dibantu para pemuda mencoba merumuskan dasar-dasar negara Indonesia. Agar negara ini dapat bersatu tanpa terpecah belah. Fondasi dasar semangat juang ialah Pancasila, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945.

Semangat dan Komitmen Kebangsaan Pendiri Negara terlihat pada empat periode masing-masing. Sebagai generasi penerus sudah seharusnya melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa.

Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Pengumuman itu disampaikan dalam penutupan pidato Jokowi dalam Peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/6/2016) sekitar pukul 11.10 WIB.Apa isi pidato Bung Karno waktu itu yang disampaikan di sidang BPUPKI 1 Juni 1945 itu? Dan bagaimana suasana sidangnya? Pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945, Badan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengadakan sidangnya yang pertama di Jakarta. Sidang dipimpin oleh Ketua BPUPKI Dr KRT Radjiman Wedyodiningrat. Sidang selama 3 hari itu digelar dengan agenda tunggal yakni menjawab pertanyaan Dr Radjiman, "Indonesia merdeka yang akan kita dirikan nanti, dasarnya apa?"Secara bergantian anggota BPUPKI menyampaikan pandangannya. Pada 1 Juni 1945 Sukarno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia. Tak ada waktu bagi Bung Karno untuk menyampaikan pendapatnya secara tertulis. Namun susunan kalimat dan pilihan katanya bisa memukau peserta sidang BPUPKI yang waktu itu bernama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai."Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka Tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pendapat saya. Saya akan menetapi permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia? Paduka Tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini," begitu kata Bung Karno mengawali pidatonya seperti dikutip dari http://www.academia.edu, Rabu (1/6/2016). Dalam pidatonya Bung Karno mengatakan bahwa tentunya semua anggota BPUPKI sepakat bahwa negara yang didirikan adalah untuk semua rakyat dari ujung Aceh sampai Irian, kini Papua. "Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar Kebangsaan. Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia," kata Bung Karno. Bung Karno meminta maaf kepada umat Islam dan anggota BPUPKI Ki Bagoes Hadikoesoemo yang merupakan ulama dari Yogyakarta sekaligus Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1942-1945. "Saya minta, Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Saudara-saudara Islam lain, maafkanlah saya memakai perkataan kebangsaan‖ ini! Saya pun orang Islam," tambah Bung Karno. Kebangsaan yang dimaksud, kata Bung Karno, bukan dalam artian sempit. "Di atas satu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia," papar Bung Karno. Dari dasar pertama, Bung Karno loncat ke dasar ketiga. "Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara ―semua buat semua ― satu buat semua, semua buat satu. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negaraIndonesia ialah permusyawaratan, perwakilan," kata dia. Prinsip ke-4 yang diusulkan Bung Karno adalah kesejahteraan. Bagi Sukarno tak boleh ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. "Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka," begitu kata si Bung. Bung Karno telah menyampaikan 4 prinsip dasar negara yakni: 1.Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme atau perikemanusiaan; 3. Mufakat atau demokrasi; 4. Kesejahteraan sosial."Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya bertuhan. Hendaknya negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa," papar Bung Karno. Gagasan Bung Karno soal 5 prinsip dasar negara itu diterima secara aklamasi oleh semua anggota BPUPKI. Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Sembilan untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar. Panitia Sembilan untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar. Panitia Sembilan terdiri dari Ir Sukarno, Muhammad Hatta, Mr AA Maramis, Abikusno Tjokrokusumo, Abdulkahar Muzakir, HA Salim, Wahid Hasjim, Achmad Soebardjo dan Muhammad Yamin.

Pancasila kemudian dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945.

(erd/nrl)