Jelaskan apa saja yang meliputi etika politik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara

Bagikan:

Jelaskan apa saja yang meliputi etika politik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara

YOGYAKARTA - Ditinjau dari rumus rangkaian kesatuan setiap sila dalam Pancasila, maka terkait masalah etika, lebih khususnya etika politik pancasila, sangat berhubungan dengan sila kedua. Oleh sebab itu, rumus rangkaiannya dengan keempat sila yang lain adalah seperti ini:

“Etika politik Pancasila adalah perbuatan atau perilaku politik yang selaras dengan Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang bersila ketiga, bersila keempat, bersila kelima, dan bersila kesatu.”

Seperti yang kita pahami, persoalan terkait etika berhubungan dengan masalah nilai. Adapun postulat mengenai nilai Ilmu Filsafat Pancasila ialah hakikat manusia Pancasila. Oleh sebab itulah rumus dari keseluruhan rangkaian kesatuan sila dalam Pancasila yang bersinggungan dengan etika Politik Pancasila diawali dari sila kedua; Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

Untuk menguraikan rumus tersebut ke dalam penjelasan yang lebih terang, maka pemahaman akan etika politik Pancasila mesti disesuaikan dengan kebutuhannya. Dengan kata lain, setiap sila dalam Pancasila harus diuraikan dengan pengertian-pengertian yang umum ke dalam pengertian yang khusus. Beriringan dengan hal tersebut, yang harus diingat adalah setiap pemahaman mengenai sila-sila dalam Pancasila dikualifikasi oleh keempat sila yang lain.

Etika Politik Pancasila dan Filsafat Politik Pancasila

Etika Politik Pancasila merupakan percabangan dari filsafat politik Pancasila yang memandang baik dan buruknya suatu perbuatan maupun perilaku politik dengan dasar Filsafat Politik Pancasila. Adapun definisi Filsafat Politik Pancasila yaitu segenap keyakinan yang diperjuangkan penganutnya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia berdasarkan Pancasila.

Nilai-nilai Etika dalam Pancasila

Seperti yang kita pahami, etika tentunya membantu manusia dalam hal penentuan mengenai tindakan yang perlu dilakukan dan apa alasannya hal tersebut harus dilakukan. Pancasila sebagai dasar negara merupakan etika bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan nilai-nilai etika yang dapat kita temukan dalam Pancasila dimanifestasikan dalam bentuk tatanan seperti berikut:

  • Tatanan bermasyarakat memiliki nilai-nilai dasar seperti pelarangan akan eksploitasi sesama manusia. Semua orang wajib untuk berperikemanusiaan dan juga berkeadilan sosial.
  • Tatanan bernegara memiliki nilai-nilai dasar merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.
  • Tatanan luar negeri memiliki nilai ketertiban dunia, perdamaian abadi, kemerdekaan, dan keadilan sosial.
  • Tatanan pemerintah daerah dengan nilai-nilai permusyawaratan yang mengakui asal-usul atau latar belakang keistimewaan daerah.
  • Tatanan hidup beragama dengan kebebasan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing.
  • Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara.
  • Tatanan pendidikan, dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
  • Tatanan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.
  • Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan, dan
  • Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran bagi seluruh masyarakat.

Contoh penerapan etika politik Pancasila

Contoh kasusnya dapat kita temukan dalam kegiatan kampanye yang (harusnya) sesuai dengan etika Pancasila.  Dalam kampanye, orang-orang dapat menjalankan dengan caranya, akan tetapi harus tetap dengan memegang prinsip sebagai berikut:

  • Berkampanye dengan tetap mengusung nilai-nilai kemanusiaan, contohnya dengan tetap menjaga keamanan pihak lain, tidak merugikan orang lain, dan menjaga hubungan baik dengan sesama agar tetap harmonis, sehingga bentrokan tidak akan pernah terjadi. Hal ini berdasarkan pada sila ke-3.
  • Peraturan dalam kegiatan berkampanye harus dipatuhi, sebab dengan menaati ketentuan berarti memberi keselamatan bagi diri kita semua. Hal tersebut berdasarkan pada sila ke-4.
  • Pemilu dan kampanye memiliki tujuan akhir kemakmuran dan kesejahteraan hidup bersama. Oleh sebab itu, sebaiknya hindari hal-hal yang menjadi penghambat usaha-usaha menuju kesejahteraan bersama. Langkah tersebut berdasarkan sila ke-5.
  • Dengan menyadari bahwa semua perbuatan yang tidak baik dengan mengatasnamakan Pemilu atau kampanye tidak akan lepas dari pengawasan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini didasarkan pada sila ke-1.
  • Permasalahan inti politik tentu saja tidak terbatas pada masalah kekuasaan. Namun, politik ialah tentang seperangkat keyakinan dalam kehidupan bermasyarakat, juga berbangsa dan bernegara yang diperjuangkan oleh orang-orang yang meyakininya. Demikian adalah pengertian “politik” secara ilmiah. Adapun pengertian “politik” secara non-ilmiah yaitu yang memiliki prinsip perjuangan demi memenangkan kekuasaan. Bahkan cenderung mengabaikan nilai kemanusiaan, sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Ikuti berita dalam dan luar negeri lainnya hanya di VOI.id, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!

political, government, law

Seringkali kita bertanya-tanya jika membaca berita mengenai mundurnya seorang politisi ataupun pejabat negara di Jepang dari jabatannya setelah serangkaian skandal atau berita mengenai suatu kegagalan yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya, antara lain: mengapa ‘pengunduran diri’ merupakan metode yang banyak ditempuh oleh politisi ataupun pejabat negara di Jepang yang terlibat skandal, serta apa alasan orang Jepang menempuh metode tersebut. 

Di dalam bukunya yang berjudul “Comparing Asian Politics: India, China, and Japan” (2015), Sue Ellen M. Charlton menyebutkan bahwa di era pemerintahan Tokugawa (zaman Edo) dahulu, orang Jepang terkenal memiliki nilai-nilai pengorbanan diri dan dedikasi yang tinggi terhadap komunitasnya. Nilai lain yang dimiliki oleh mereka adalah loyalitas, dimana seseorang memberikan loyalitasnya kepada keluarga, kampung halaman, komunitas, serta kepada negara. Di masa tersebut, loyalitas juga dapat berbentuk tindakan seppuku (hara-kiri) yang dilakukan oleh seorang samurai (prajurit) dengan menusuk perutnya menggunakan pedang.  

Di era modern Jepang saat ini, nilai-nilai tradisional tersebut diwariskan dan diwujudkan dalam bentuk lain seperti: kerja keras, rasa hormat, pelayanan, kinerja nyata, serta moral yang tinggi kepada komunitas dan negaranya. Nilai-nilai tersebut masih mendarah daging dan sudah menjadi bagian dari keseharian masyarakat Jepang pada umumnya. Oleh karena itu, di dalam etika politik dan pemerintahan, dapat dikatakan bahwa metode pengunduran diri seorang politisi ataupun pejabat negara di Jepang dianggap sebagai bentuk rasa tanggung jawab yang bersangkutan karena telah merugikan kepentingan bersama dan malah mengutamakan kepentingan pribadi. 

Indonesia Saat Ini

Indonesia sebenarnya memiliki nilai-nilai tradisional yang juga ditanamkan sejak dahulu, seperti: nilai-nilai budaya, agama, dan adat istiadat yang bermacam-macam bentuknya dari Sabang hingga Merauke. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya antara lain seperti: kejujuran, keteladanan, sportifitas, toleransi, tanggung jawab, reputasi, disiplin, etos kerja, gotong royong, dan lain-lain. Nilai-nilai tersebut sangat dihormati dan dipatuhi oleh segenap elemen masyarakat hingga saat ini dan juga diimplementasikan di dalam pemerintahan. Bahkan mengenai etika politik dan pemerintahan yang diatur di dalam perundangan, secara khusus ada juga aturan yang menegaskan bahwa dalam memberikan pelayanan kepada publik, seorang pejabat negara harus siap mundur dari jabatannya apabila merasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai, ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara. 

Apa yang terjadi di Indonesia saat ini masih jauh jika dibandingkan dengan keadaan di negara Jepang. Meskipun tidak dapat dibandingkan secara fair (apple to apple) karena kedua negara memiliki kondisi ekonomi, sosial, politik, budaya, dan hukum (ekosospolbudhuk) yang sangat berbeda, namun jika menyoroti secara khusus terkait etika politik dan pemerintahan di kalangan elite politisi dan pejabat negara di Indonesia, nilai-nilai tradisional Indonesia yang tertanam yang telah disebutkan tadi tidak nampak terlihat pada diri mereka seperti apa yang nampak terlihat pada kalangan politisi dan pejabat negara di Jepang. 

Seorang politisi maupun pejabat negara  yang terlibat dalam kasus hukum, hendaknya dengan berjiwa ksatria dapat menghadapinya sesuai dengan nilai-nilai etika dan budaya yang tertanam di bangsa ini. Apalagi melihat cita-cita bangsa Indonesia adalah menuju kepada negara hukum (rechtsstaat) dimana dalam prosesnya penegakan hukum harus dilaksanakan secara tegas dan tidak tebang pilih demi mencapai kepastian hukum. Setiap orang pada dasarnya memiliki hak yang sama di hadapan hukum (equality before the law) untuk mendapatkan proses peradilan yang jujur dan terbuka (fair trial) serta imparsial, sehingga pada akhirnya tidak berpotensi melakukan tindakan menghalangi proses hukum (obstruction of justice).  

Jika kita menyalakan televisi, ada sebuah kasus hukum yang terjadi akhir-akhir ini yang menjerat seorang pejabat negara. Yang bersangkutan seharusnya mengikuti proses hukum yang berlaku, namun pada faktanya dirinya tidak menunjukan sikap kepatuhan tersebut. Bahkan atas kasus hukum yang menimpa dirinya, banyak kejadian-kejadian unik yang akhirnya menggagalkan proses hukum yang seharusnya bisa dilaksanakan lebih cepat. Terdengar kabar di media massa bahwa kasus tersebut akan dibawa penasihat hukumnya kepada Pengadilan HAM Internasional. Pernyataan tersebut membuat para ahli hukum bertanya-tanya, apalagi melihat bahwa kasus hukum yang menimpa pejabat negara tersebut bukan merupakan kasus pelanggaran HAM (seperti kejahatan atas kemanusiaan, genosida, kejahatan perang, dan agresi menurut Statuta Roma) tetapi merupakan tuduhan atas tindak pidana korupsi yang sedang diproses oleh KPK. Tidak ada pengabaian atas due process of law antara lain: yang bersangkutan dibela oleh penasihat hukum, diberi kesempatan mengajukan praperadilan, mengajukan saksi fakta dan ahli dan hak untuk membela diri. Jika yang dipersoalkan adalah hak asasi manusia, proses praperadilan sendiri pada dasarnya dilaksanakan dengan ruh penghormatan atas hak asasi manusia terhadap tersangka/terdakwa, dengan lebih mempersoalkan proses penangkapan, penyidikan, dan penyelidikan dan bukan bukti-bukti material perkara. Secara umum tuduhan atas kasus hukum ini tidak berdampak signifikan secara internasional melainkan merupakan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang bisa diselesaikan melalui pengadilan tipikor di dalam negeri.

Masyarakat Indonesia tentunya dapat menilai melalui apa yang terpapar di media massa, apakah hukum berjalan dengan sepatutnya ataukah masih berada di titik nadirnya. Hingga kini belum terdengar berita apakah pejabat negara yang terlibat kasus hukum tersebut akan mengundurkan diri dari jabatannya sesuai dengan etika politik dan pemerintahan sebagaimana mestinya. Melalui banyaknya tayangan yang menampilkan tingkah akrobatik kalangan elite politisi dan pejabat negara Indonesia, masyarakat Indonesia dapat segera menyimpulkan bahwa meskipun nilai-nilai tradisional Indonesia telah tertanam sejak dahulu namun budaya kepatuhan serta jiwa sportifitas rupanya belum mendarah daging dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 Jika kita melihat kepada apa yang terjadi pada negara Jepang, memang sepertinya masih terasa jauh bagi politisi serta pejabat negara ini untuk menuju ke arah sana. Namun selalu ada kesempatan bagi siapapun yang memiliki keinginan untuk maju demi kepentingan bangsa dan negara. Atas dasar ketertinggalan dengan bangsa lain, Indonesia harus bisa mengejar untuk menjadi negara modern yang dapat berpolitik dengan nilai-nilai tradisional yang dibanggakan. Tentunya, semua berawal dari niat yang mulia dari para politisi dan pejabat negara Indonesia.

Written by Frans Hendra Winarta

Published on Koran Seputar Indonesia

<< Back