Format surat permohonan pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar

Saya sering mengatakan bahwa permohonan penghapusan sanksi adalah hak setiap Wajib Pajak. Tetapi tidak semua permohonan dikabulkan. Ditolak atau dikabulkan merupakan kewenangan Kepala Kanwil DJP. Nah, sebelum memanfaatkan hak ini silakan cermati tata cara penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dibawah ini.

Dasar permohonan pengurangan sanksi adalah Pasal 36 Undang-Undang KUP. Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk menghapus atau mengurangi besarnya sanksi yang sudah ditetapkan. Jenis sanksi yang dimaksud dapat berupa:

  • bunga yang besarnya 2% per bulan,
  • denda, seperti STP Pasal 7, Pasal 8 ayat (3), Pasal 14 ayat (4)
  • kenaikan, seperti Pasal 8 ayat (5) kenaikan 50%, Pasal 13 ayat (3) kenaikan 50% atau 100%, Pasal 13A kenaikan 200%, Pasal 15 ayat (2) kenaikan 100%

Format surat permohonan pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar

Tata cara permohonan penghasilan sanksi administrasi sudah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 8/PMK.03/2013. Diantaranya mengatur bahwa:

permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak hanya dapat diajukan dalam hal atas surat ketetapan pajak tersebut:

  1. tidak diajukan keberatan;
  2. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
  3. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
  4. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
  5. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
  6. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan;
  7. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak; atau
  8. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi permohonan tersebut ditolak.

permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (ini STP yang terkait dengan ketetapan pajak hasil pemeriksaan) hanya dapat diajukan dalam hal surat ketetapan pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak tersebut:

  1. tidak diajukan keberatan;
  2. diajukan keberatan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan Direktur Jenderal Pajak telah menyetujui permohonan pencabutan Wajib Pajak tersebut;
  3. diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan;
  4. tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak;
  5. diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
  6. tidak sedang diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan;
  7. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak;
  8. diajukan permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan, tetapi permohonan tersebut ditolak;
  9. Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; atau
  10. Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.

Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (kalau STP yang ini tidak terkait dengan ketetapan hasil pemeriksaan) hanya dapat diajukan dalam hal:

  • Surat Tagihan Pajak tersebut tidak diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar; atau
  • Surat Tagihan Pajak tersebut diajukan permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar, tetapi dicabut oleh Wajib Pajak.
Format surat permohonan pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar
Contoh format surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.

Surat permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dikirim melalui KPP terdaftar. Kemudian KPP akan meneruskan ke Kepala Kanwil DJP yang menjadi atasannya. Boleh dikirim melalui Pos, langsung, atau cara lain (maksudnya secara elektronik tetapi saat ini belum bisa).

Persyaratan surat permohonan:

  • 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, kecuali permohonan tersebut diajukan untuk Surat Tagihan Pajak berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP, sepanjang terkait dengan surat ketetapan pajak yang sama maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu Surat Tagihan Pajak;
  • permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  • mengemukakan jumlah sanksi administrasi menurut Wajib Pajak dengan disertai alasan;
  • permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
  • surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.

Kalau permohonan ditolak, Wajib Pajak boleh mengajukan surat permohonan yang kedua. Permohonan pengurangan sanksi administrasi yang kedua tidak boleh lebih dari 3 bulan sejak putusan yang pertama, kecuali ada kondisi kahar.

Format surat permohonan pengurangan atau pembatalan surat tagihan pajak yang tidak benar

SANKSI ADMINISTRASI (6)

UNTUK mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak, terdapat  syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi wajib pajak.

Apabila memenuhi syarat dan ketentuan tersebut, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak kepada dirjen pajak sesuai dengan tata cara yang ditetapkan.

Tata cara pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak (PMK 8/2013).

Berdasarkan pada Pasal 2 PMK 8/2013, untuk memperoleh pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak, wajib pajak harus menyampaikan surat permohonan kepada kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar atau tempat pengusaha kena pajak (PKP) dikukuhkan.

Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) PMK 8/2013, penyampaian surat permohonan dapat dilakukan secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau dengan cara lain seperti melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-filing.

Untuk pengiriman surat permohonan secara langsung, wajib pajak akan diberikan bukti penerimaan surat oleh KPP. Sementara untuk pengiriman surat melalui pos atau jasa kurir, wajib pajak akan memperoleh bukti penerimaan elektronik. 

Lebih lanjut, merujuk pada Pasal 5 ayat (6) PMK 8/2013, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP) harus memenuhi 5 persyaratan sebagai berikut:

  1. sebanyak 1 permohonan hanya dapat diajukan untuk 1 SKP atau STP. Untuk STP yang disebabkan adanya pajak yang kurang dibayar, sepanjang terkait dengan SKP yang sama, 1 permohonan dapat diajukan untuk lebih dari 1 STP;
  2. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia;
  3. dalam permohonan harus dikemukakan jumlah sanksi administrasi menurut wajib pajak dengan disertai alasan;
  4. permohonan harus disampaikan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar; dan
  5. surat permohonan ditandatangani oleh wajib pajak. Surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh wajib pajak.

Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dapat diajukan oleh wajib pajak paling banyak 2 kali. Apabila wajib pajak mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat keputusan dirjen pajak atas permohonan yang pertama dikirim.

Adapun permohonan pengurangan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak yang kedua tersebut tetap dapat diajukan terhadap SKP atau STP yang telah diterbitkan surat keputusan dirjen pajak. Ketentuan tersebut sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 ayat (9) PMK 8/2013.

Terhadap permohonan yang diajukan, dirjen pajak melakukan pengujian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) PMK 8/2013. Pengujian tersebut dilakukan terhadap kelengkapan persyaratan yang telah ditetapkan. Adapun syarat dan ketentuan yang dimaksud telah diuraikan pada artikel sebelumnya.

Dirjen pajak akan mengembalikan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi kepada wajib pajak jika persyaratan yang ditetapkan tidak terpenuhi. Permohonan yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan akan ditindaklanjuti dengan dilakukan penelitian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi.

Sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) PMK 8/2013, dalam rangka melaksanakan penelitian, dirjen pajak dapat meminta dokumen, data, dan/atau informasi yang diperlukan kepada wajib pajak. Adapun wajib pajak harus memberikan dokumen, data, dan/atau informasi kepada dirjen pajak paling lama 15 hari kerja sejak tanggal surat permintaan dikirim.

Jika wajib pajak tidak memberikan dokumen, data, dan/atau informasi secara sebagian aau seluruhnya kepada dirjen pajak, permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tetap diproses sesuai dengan dokumen, data, informasi, dan/atau ketengan yang diterima.

Dalam jangka waktu 6 bulan, dirjen pajak harus menerbitkan surat keputusan pengurangan atau surat keputusan penghapusan sanksi administrasi pajak. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (6) PMK 8/2013.

Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dianggap dikabulkan apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, dirjen pajak tidak menerbitkan surat keputusan atau tidak mengembalikan permohonan pengurangan atau penghapusan.