Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi boom dan resesi dari suatu negara

Jakarta -

Akhir-akhir ini, dunia tengah diliputi rasa khawatir akan terjadinya resesi. Indonesia menjadi salah satu negara yang tetap waspada dengan ancaman resesi, hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Ibaratkan negara lainnya potensi untuk mengalami resesi jauh di atas 70 persen. Ini tidak berarti kita terlena, kita tetap waspada namun pesannya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita. Apakah itu fiscal policy, moneter policy di OJK di financial sektor dan juga regulasi yang lain untuk memonitor itu terutama regulasi exposure dari korporasi Indonesia," ungkapnya dikutip dari detikFinance, Senin (18/7/2022).

Adapun negara lain yang terancam akan mengalami resesi antara lain Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Australia, Korea Selatan dan beberapa negara lainnya di Eropa. Lalu, apa yang jadi penyebab sebuah negara terjerembab ke dalam jurang resesi?

A, Mundzir dkk menjelaskan dalam buku Peningkatan Ekonomi Masyarakat Menuju Era Society 5.0 Di Tengah Pandemi Covid-19, resesi adalah suatu kondisi ekonomi riil yang tumbuh secara negatif.

Artinya, resesi terjadi saat adanya penurunan produk domestik bruto selama dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun berjalan. Resesi ditandai dengan melemahnya perekonomian global. Resesi ekonomi akan mengakibatkan penurunan semua aktivitas ekonomi seperti keuntungan perusahaan, lapangan kerja, dan investasi secara bersamaan.

Resesi ekonomi biasanya identik dengan penurunan harga (deflasi) dan kenaikan harga yang tajam (inflasi) dalam proses yang disebut stagflasi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya resesi dalam satu negara.

Dikutip dari buku Marketing Saat Krisis: Dampak dan Solusi karya Dwi H. Santoso, berikut faktor-faktor penyebab resesi:

  • Kehilangan kepercayaan terhadap investasi dan perekonomian.
  • Tingkat pengangguran yang tinggi dalam suatu negara.
  • Suku bunga yang meroket.
  • Pertumbuhan ekonomi yang menurun selama dua kuartal berturut-turut.
  • Jatuhnya pasar modal atau saham.
  • Jatuhnya harga dan penjualan sektor properti.
  • Pesanan produksi pabrik yang menurun.
  • Terjadinya deregulasi atau pengurangan aturan yang akan menghambat aktivitas ekonomi tertentu.
  • Manajemen yang buruk.
  • Kontrol upah.
  • Penurunan pasca perang.
  • Krisis kredit, seperti penurunan penyaluran kredit perbankan.
  • Nilai aset yang menggelembung, dimana aset seperti properti, saham, dan emas nilainya meningkat (inflasi) menuju tingkat keseimbangan baru.
  • Adanya deflasi, kondisi ketika harga turun dari waktu ke waktu dan menyebabkan upah menyusut, kemudian menekan harga.

4 Negara yang Terancam Ambruk Akibat Resesi

Setelah mengetahui faktor-faktor penyebab resesi, inflasi dan deflasi menjadi hal pertama yang disoroti ketika suatu negara mengalami resesi. Dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (18/7/2022), berikut empat negara yang terancam bangkrut dan ambruk akibat resesi.

1. Laos

Laos menjadi salah satu negara yang terancam ambruk akibat resesi. Negara Asia Tenggara yang terkunci di tengah daratan ini disebut gagal membayar pinjaman luar negerinya selama beberapa bulan.

Kini, terjadi kenaikan harga minyak di Laos akibat serangan Rusia ke Ukraina yang telah menambah tekanan pada pasokan bahan bakar. Hal tersebut mendorong naiknya harga bahan pangan di negara dengan 7,5 juta penduduk itu

Berdasarkan laporan dari media lokal, terjadi antrian panjang untuk bahan bakar, dan beberapa rumah tangga tidak mampu membayar tagihan mereka. Mata uang Laos, kip, telah jatuh dan turun lebih dari sepertiga terhadap dolar AS tahun ini.

Sebagai informasi, Laos masih terlilit utang dan tengah berjuang untuk membayar kembali pinjaman tersebut. Selain itu, Laos juga mendanai kebutuhan negara yang harus diimpor dari negara lain. Bank Dunia mengatakan negara itu memiliki cadangan USD 1,3 miliar per Desember 2021 lalu.

"Utang publik Laos berjumlah 88 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2021, dengan hampir setengah dari angka itu berutang ke China," ujar Bank Dunia.

2. Pakistan

Selain Laos, ada negara Pakistan. Saat ini, harga bahan bakar di Pakistan naik sekitar 90 persen. Kenaikan tersebut terjadi sejak akhir Mei, setelah pemerintah mengakhiri subsidi bahan bakar. Ini merupakan salah satu langkah negara tersebut untuk melanjutkan program bailout dengan Dana Moneter Internasional (IMF).

Pada bulan Juni, tingkat inflasi tahunan mencapai 21,3 persen, tertinggi dalam 13 tahun. Seperti Sri Lanka dan Laos, Pakistan juga menghadapi cadangan mata uang asing yang rendah, dimana hampir setengah jumlah devisa negara itu menurun sejak Agustus 2021 lalu.

Kini, negara itu memberlakukan pajak 10 persen pada industri skala besar selama satu tahun untuk mengumpulkan USD 1,93 miliar demi mengurangi kesenjangan antara pendapatan dan pengeluaran pemerintah.

"Jika mereka dapat membuka dana ini, pemberi pinjaman keuangan lainnya seperti Arab Saudi dan UEA (Uni Emirat Arab) mungkin bersedia memberikan kredit," ujar analis S&P Global Ratings, Andrew Wood.

Sama halnya dengan Laos, Pakistan dilaporkan berhutang lebih dari seperempat utangnya ke Beijing.

3. Maladewa

Negara yang terancam ambruk berikutnya yaitu Maladewa. Negara ini telah mengalami pembengkakan dalam utang publiknya di beberapa tahun terakhir. Utang tersebut telah melampaui di atas 100 persen dari PDB-nya.

Pandemi COVID-19 yang menghantam negara kepulauan itu, padahal pendapatan Maladewa sangat bergantung pada bidang pariwisata. Negara-negara yang sangat bergantung pada pariwisata cenderung memiliki rasio utang publik yang lebih tinggi.

Tetapi khusus Maladewa, Bank Dunia mengatakan negara itu sangat rentan terhadap kenaikan biaya bahan bakar yang lebih tinggi karena ekonominya tidak terdiversifikasi. Bank investasi AS JPMorgan mengatakan tujuan liburan itu berisiko gagal bayar utangnya pada akhir 2023.

4. Bangladesh

Bangladesh menjadi negara dengan tingkat inflasi tertinggi yang mencapai level 8 tahun pada bulan Mei dengan menyentuh persentase 7,42 persen.

Dengan cadangan yang semakin menipis, pemerintah telah bertindak cepat untuk mengekang impor yang tidak penting, melonggarkan aturan untuk menarik pengiriman uang dari jutaan migran yang tinggal di luar negeri dan mengurangi perjalanan ke luar negeri bagi para pejabat.

"Untuk ekonomi yang mengalami defisit transaksi berjalan--seperti Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka--pemerintah menghadapi tantangan serius dalam meningkatkan subsidi. Pakistan dan Sri Lanka telah meminta bantuan keuangan kepada IMF dan pemerintah lainnya," terang analis S&P Global Ratings, Kim Eng Tan.

"Bangladesh harus kembali memprioritaskan pengeluaran pemerintah dan memberlakukan pembatasan aktivitas konsumen," katanya.

Itulah penyebab terjadinya resesi dan beberapa negara yang terancam ambruk akibat problema tersebut. Semoga informasi di atas dapat menambah wawasan detikers, ya!

Simak Video "Kata Istana Soal Indonesia Masuk Negara Berpotensi Resesi"



(kri/kri)



KONTAN.CO.ID -  Pandemi Covid-19 membawa dampak yang signifikan bagi masyarakat dan negara. Ancaman resesi mulai menghantui banyak negara.  Indonesia juga menghadapi ketakutan yang sama. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2020 menunjukkan angka minus di 5,32 persen.  Jika pertumbuhan ekonomi terus menunjukkan angka minus, berarti Indonesia masuk dalam resesi. Hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, bersumber dari Kompas.com, pada Selasa, 1 September 2020.  Sebelumnya, apakah Anda sudah tahu apa itu resesi? Resesi adalah kondisi dimana aktivitas ekonomi menurun bahkan lumpuh. Kondisi ini bisa bertahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. 

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi boom dan resesi dari suatu negara
Mengutip dari Forbes (01/09/2020), resesi terjadi saat angka pengangguran meningkat, Produk domestik bruto (PDB) menunjukkan angka negatif, hingga penjualan titel anjlok. 

Faktor penyebab resesi

Ada beberapa faktor yang menyebabkan resesi terjadi. Sebab-sebab resesi tersebut, bersumber dari Forbes, diantaranya: Inflasi selalu terjadi setiap harinya, tetapi dalam angka yang masih wajar. Dalam skala yang wajar, inflasi tidak berdampak buruk. Tapi lonjakan inflasi bisa membawa dampak resesi. Untuk mengendalikan inflasi, bank sentral merupakan penanggung jawab utama. Bank sentral menaikkan suku bunga sehingga menekan aktivitas ekonomi. Menaikkan suku bunga bisa mengakibatkan resesi. Gelembung aset merupakan salah satu faktor penyebab resesi. Banyaknya investor yang panik kemudian menjual sahamnya bisa memicu resesi.  Hal ini terjadi saat para investor mengambil keputusan dengan emosi. Mereka membeli banyak saham saat ekonomi sedang baik.  Kejadian ini menggembungkan pasar saham di saat ekonomi sedang bagus. Sebaliknya, saat ekonomi memburuk, gelembung pecah dan investor berlomba menjual asetnya.  Baca Juga: Terbaru! Lowongan kerja BUMN Perum Jasa Tirta I, tutup awal Oktober
  • Guncangan ekonomi yang tiba-tiba
Guncangan ekonomi yang mendadak bisa memicu resesi. Hal ini bisa memicu masalah yang serius terutama pada sektor ekonomi.  Hutang, baik individu maupun perusahaan, bisa memicu terjadinya resesi. Banyaknya hutang membuat biaya pelunasannya juga besar. Jika pemilik hutang tidak mampu membayar, bisa mengarah ke kebangkrutan.  Berkembangnya teknologi juga menyumbang faktor terjadinya resesi. Meskipun menguntungkan, banyak perusahaan yang membutuhkan waktu untuk menyesuaikan teknologi. Sebagai contoh pada abad ke-19 dimana teknologi sedang booming. Banyak industri yang kalah bersaing hingga bangkrut. Kejadian ini memicu resesi dan kesulitan ekonomi.  Meningkatnya deflasi lebih buruk dari pada inflasi. Harga akan anjlok sehingga menyebabkan menyusutnya upah. Hal ini memicu penekanan pada harga.  Jika angka deflasi tidak segera dikendalikan, akan berdampak pada daya beli. Masyarakat dan industri akan berhenti berbelanja hingga menyebabkan resesi. 

Dampak dari resesi

Resesi tentunya berdampak ke banyak sektor. Dampak-dampak resesi tersebut diantaranya:
  • Angka pengangguran meningkat
Lesunya perekonomian akibat resesi memaksa perusahaan untuk berhemat. Salah satunya dengan mengurangi jumlah karyawan.  Mengutip dari The Balance, banyaknya pekerja yang kehilangan pekerjaannya meningkatkan angka pengangguran. Keadaan ekonomi yang sulit membuat pencari kerja kesulitan mendapat pekerjaan baru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi boom dan resesi dari suatu negara
  • Kerugian di banyak sektor
Dampak dari resesi dirasakan tidak hanya di satu sektor saja. Efek domino dari resesi bisa berdampak mulai dari masyarakat hingga negara.  Resesi bisa menyebabkan banyak industri bangkrut. Daya beli masyarakat juga menurun drastis akibat resesi.  Produk domestik bruto (PDB) menurun kala resesi terjadi. Menurunnya aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat berpengaruh pada angka PDB nasional.

Selanjutnya: Daftar organisasi di bawah naungan PBB, bukan cuman WHO dan UNICEF

  Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi boom dan resesi dari suatu negara