Di bawah ini yang bukan merupakan bagian dari catur purusaartha adalah *

Di bawah ini yang bukan merupakan bagian dari catur purusaartha adalah *

Catur Dharma adalah empat macam tugas yang patut kita dharma baktikan baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum yaitu :

  1. Dharma Kriya yaitu melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab.
  2. Karena mencintai pekerjaan sama halnya dengan mencintai Hyang Widhi.

    Seperti pelaksanaan ngayah yang menjadi kewajiban sosial bagi masyarakat Bali yang dilaksanakan secara gotong royong hendaknya disebutkan dilaksanakan dengan hati yang tulus iklas karena merupakan bagian dari ajaran karma marga untuk mencapai Jagadhita dan moksa.
  3. Dharma Santosa yaitu berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri sendiri.
    • Misalnya pelaksanaan Dharma Tula dalam kelompok remaja dapat diketengahkan materi ajaran agama Hindu yang berkaitan dengan kehidupan dan permasalahan remaja (kepemudaan).
  4. Dharma Jati yaitu tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahteraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum.
    Misalnya kita sebagai orang tua yang menjadi guru rupaka bagi anak-anak disebutkan bahwa :
    Kita sejatinya sebagai guru bagi anak-anak dan menjadi role model dalam kehidupan mereka sehari-hari sehingga kita hendaknya menjadi panutan yang baik.
4. Dharma Putus yaitu melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan sosial bagi umat manusia seperti halnya pelaksanaan Ahimsa Parama Dharma dilaksanakan oleh para kesatria dan pejuang demi membela bangsa dan negara untuk menjaga kedamaian tanah airnya.
  • Dengan Dharma Kriya, manusia harus berbuat, berusaha dan bekerja untuk kebahagiaan keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dengan menempuh 
    • cara prikemanusiaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama.
    • setiap pekerjaan dan usaha akan berhasil dengan baik, apabila dilandasi dengan “sad parimita” atau Sad Paramitha untuk menuju keluhuran.
    • selalu bertingkah laku yang baik (Tri Kaya Parisudha) dalam pergaulan.
  • Terwujudnya Dharma Santosa untuk mencapai kedamaian lahir bathin dalam diri sendiri agar nantinya dapat mewujudkan kedamaian, kesentosaan dalam keluarga, apalagi bangsa dan negara.
  • Tugas Dharma Jati sebagai kewajiban yang dilaksanakan agar selalu dapat mengutamakan kepentingan umum disamping kepentingan diri sendiri.
  • Tanggung Jawab Dharma Putus / Rahayu yang dilakukan sebagai kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban untuk selalu mengutamakan prilaku yang baik atau subha karma dengan segala bentuk tingkah laku yang dibenarkan oleh ajaran agama.

***


Page 2

Dalam ajaran Agama Hindu, Catur Marga merupakan sebuah konsep ajaran yang termasuk bagian dari aspek Tattwa dalam kerangka dasar agama Hindu. Catur Marga berasal dari kata "catur" yang berarti empat dan "marga" yang berarti jalan. Catur Marga juga sering dikenal dengan sebutan Catur Marga Yoga. Catur Marga umumnya didefinisikan sebagai empat jalan untuk mencapai moksa dan membangun jagaddhita.[1] Catur Marga adalah empat tahapan berjenjang dalam mencapai pemahaman akan hakikat Tuhan, hakikat kesemestaan, hakikat bertingkah laku, ritual, dan pemahaman-pemahaman tentang pengetahuan hakiki lainnya.[2]

Catur Marga terdiri dari empat bagian, yakni:

Bhakti Marga Yoga

Bhakti Marga Yoga merupakan perpaduan antara kata Bhakti Marga dan Bhakti Yoga. Kata Bhakti berarti menyalurkan, mencurahkan, mempersembahkan, cinta yang tulus dan luhur kepada Tuhan, kesetiaan kepada-Nya, pelayanan, perhatian yang sungguh-sunggah untuk memuja-Nya, penyerahan diri seutuhnya pada Sang Pencipta. Kata Marga berarti jalan atau usaha dan kegiatan. Yoga berarti usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan. Bhakti Marga Yoga adalah jalan menuju Tuhan dengan cara menunjukkan bhakti kepada-Nya.

Bhakti Yoga adalah proses atau cara mempersatukan atman dengan Brahman dengan berlandaskan atas dasar cinta kasih yang mendalam kepada Ida Sang Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya.

Karma Marga Yoga

Karma Marga Yoga berasal dari akar kata “karma” yang artinya melakukan kegiatan atau kerja, demikianlah karma dalam hal ini berarti aktivitas/kegiatan untuk suatu tujuan. Karma Marga Yoga berarti usaha atau jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui tindakan kerja yang tulus ikhlas. Karma Marga Yoga menekankan kerja sebagai bentuk pengabdian dan bhakti kepada Tuhan di dalam usaha mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin.

Landasan filosofis untuk melakukan karma marga untuk mencapai kebebasan adalah ketekunan melakukan kerja, keikhlasan, dan tidak terikat dengan hasil pekerjaan. Setiap perbuatan akan mendatangkan hasil sebagai hukum dari kerja, maka dengan perbuatan baik dan  melakukan kerja sesuai dengan swadarma maka seseorang akan memperoleh kebebasan. Hal yang penting untuk memahami Karma Marga Yoga adalah pengertian terhadap hakikat kerja. Seseorang dapat melepaskan diri dari keterikatan kerja hanya melalui keyakinan bahwa kerja yang dilakukan itu sebagai perwujudan bhakti kepada Tuhan maupun pengabdian kepada kemanusiaan, tanpa kesadaran itu seseorang tidak dapat melepaskan diri.

Jnana Marga Yoga

Jnana artinya pengetahuan sehingga Jnana Marga Yoga artinya usaha untuk menghubungkan diri dengan Tuhan melalui jalan pengetahuan. Pengetahuan yang ditekankan yaitu pengetahuan spiritual, yakni pengetahuan yang dapat membebaskan umat manusia dari belenggu penderitaan, lahir, dan kematian.

Jnana atau ilmu pengetahuan suci menuntun manusia untu bekerja tidak terikat oleh hawa nafsu, tanpa motif kepentingan pribadi, rela melepaskan hak milik, sadar bahwa badan bukan atma yang bersifat abadi. Walaupun banyak cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan seperti melalui persembahan harta benda, melalui tapa brata, melalui yoga, dsb. Namun dengan jalan ilmu pengetahuan (kerohanian) lautan dosa dapat diseberangi, dengan pikiran terpusat pada ilmu pengetahuan dan melaksanakan kerja dengan penuh keyakinan (sradha) seseorang mencapai kesempurnaan.

Raja Marga Yoga

Raja Marga Yoga adalah jalan atau usaha tertinggi untuk menghubungkan diri dengan Tuhan melalui jalan melakukan Yoga. Raja Marga memerlukan pengendalian diri, disiplin diri, pengekangan dan penyangkalan terhadap hal-hal yang bersifat keduniawian. Raja Marga Yoga adalah suatu jalan mistik (rohani) untuk mencapai kelepasan atau moksa. Melalui jalan ini seseorang akan lebih cepat mencapai moksa, tetapi tantangan yang dihadapinya pun lebih berat, orang yang mencapai moksa dengan jalan ini diwajibkan mempunyai seorang guru kerohanian yang sempurna untuk dapat menuntun dirinya ke arah tersebut.

  1. ^ Nala, Dr. I. Gst. Ngurah; Wiratmadja, Drs. I. G. K. Adia (1991). Murddha Agama Hindu. Denpasar: PT. Upada Sastra. hlm. 150.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. ^ Jayendra, Putu Sabda (2017). "AJARAN CATUR MARGA DALAM TINJAUAN KONSTRUKTIVISME DAN RELEVANSINYA DENGAN EMPAT PILAR PENDIDIKAN UNESCO". Jurnal Penelitian Agama. III (1): 73.  line feed character di |title= pada posisi 50 (bantuan)[pranala nonaktif permanen]
  3. ^ Sutarti, Titin (2019). "Menghayati Ajaran Hindu Ke Dalam Diri". Widya Aksara Jurnal Agama Hindu. 24 (1): 9–10. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Catur_Marga&oldid=19490091"


      Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa Hindu kaya akan ajaran-ajaran mengenai Ketuhanannya. Diantaranya seperti, Sraddha, Yadnya, Tri Hita Karana, Catur Asrama, Catur Purusa Artha, dan masih banyak yang lainnya. Akan tetapi, saya akan mencoba mengangkat Tema “Catur Purusa Artha” dengan judul “Merefleksikan Ajaran Catur Purusa Artha dalam Kehidupan Sehari-hari”. Catur Purusa Artha berasal dari akar kata Catur yang berarti Empat, purusa yang berarti Jiwa, dan Artha yang berarti Tujuan Hidup. Jadi, Catur Purusa Artha adalah Empat Tujuan hidup manusia. Catur Purusa Artha memiliki kaitan yang erat dengan Catur Varga yang berarti empat tujuan hidup manusia yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Uraian mengenai keterkaitan Catur Purusa Artha dan Catur Varga, dapat kita temui dalam Susastera India yang telah ditulis berabad-abad lamanya. Misalnya dalam Kitab Mahabharata atau Asta Dasa Parva. Karena kitab kesusasteraan India banyak diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno (Kawi), maka uraian tentang Catur Purusa Artha juga banyak ditemui dalam sumber-sumber jawa kuno lainnya, seperti Kekawin Ramayana, Sarasamusscaya, dan sebagainya.
                Kitab-kitab tersebut merupakan kitab yang banyak dibaca dan digemari sampai saat ini, maka ajaran Catur Purusa Artha merupakan ajaran yang bersifat universal dan berlaku sepanjang jaman. Di dalam Kitab Brahma Purana, dapat kita jumpai kutipan mengenai Catur Purusa Artha, seperti disebutkan di bawah ini:

“dharmaarthakamamoksanam sariram sadhanam”

Artinya: Tubuh adalah alat untuk mendapat Dharma, Artha, Kama, dan Moksa.

Kutipan diatas menjelaskan bahwa manusia harus menyadari apa yang menjadi tujuan hidupnya, apa yang harus dicarinya dengan badan yang dimilikinya. Semuanya tak lain adalah Catur Purusa Artha itu sendiri. Berikut adalah bagian-bagian dari catur Purusa Artha beserta Penjelasannya:

Kata Dharma berasal dari kata dhr  yang berarti menjinjing, memelihara, memangku, mengatur.  Jadi, dharma dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengatur atau memelihara dunia beserta semua makhluk. Menurut Santi Parva (109.11) bahwa semua yang ada di dunia ini telah memiliki dharma dan diatur oleh dharma. Sebagai contoh, manusia yang telah memelihara dan mengatur hidupnya untuk mencapai moksa adalah orang-orang yang telah melaksanakan dharma. Artinya, bahwa kewajiban-kewajiban daripada sorang manusia adalah melaksanakan Dharma demi mencapai moksa. Seperti yang diuraikan dalam kitab Sarassamuscaya berikut ini:

                Kamarthau lipsamanas tu dharmam evaditas caret


                Na hi dharmadapetyarthah kamo vapi kadacana
                Yan paramarthanya, yan arthakama bsadhyan, dharma juga
                Irekasakna rumuhun, niyata,katemwan in artha kama mne
                Tan paramartha wi katemwan in arthakama denin anasar saken dharma

Artinya: jika Artha dan Kama yang dituntut, maka seharusnya, lakukanlah Dharma terlebih dahulu, pasti akan diperoleh Artha atau Kama itu nanti, tidak akan ada artinya jika memperoleh Artha dan Kama tetapi menyimpang dari Dharma. Ada sebuah kutipan seperti ini:

                Dharma su Satyam Utamam yang artinya Lakukanlah segala sesuatu berdasarkan Dharma. Artinya, jika kita hendak melakukan sesuatu, lakukanlah hal tersebut berdasarkan Dharma, jangan pernah menyimpang dari Dharma. Sebab, dengan melakukan Dharma terlebih dahulu, baik Kama atau Artha akan mengikuti. Sesungguhnya, Kebenaran Tertinggi adalah Brahman itu sendiri. Dharma itu seperti layaknya sebuah perahu. Perahu mengantarkan nelayan menyeberangi lautan, sedangkan Dharma adalah jalan untuk mencapai Tuhan (Brahman).


Artha dapat diartikan sebagai tujuan hidup ataupun kepentingan orang lain. Namun dalam hal ini, Artha lebih di fokuskan pada kekayaan atau harta. Agama Hindu sangatlah memperhatikan kedudukan dan fungsi artha dalam kehidupan. Mencari Harta atau Kekayaan, bukanlah sesuatu yang dilarang, malahan itu merupakan hal yang dianjurkan asalkan semuanya itu diperoleh berdasarkan Dharma dan digunakan untuk kepentingan Dharma pula. Dalam Agama Hindu, sebenarnya Artha bukanlah merupakan tujuan. Melainkan, Moksa lah yang menjdai tujuan tertinggi umat Hindu yang hidup di dunia ini.  Artha hanyalah merupakan sarana untuk mencapai tujuan tersebut yang sangat penting pula setelah Dharma.

Di dalam kitab Sarassamuscaya dijelaskan bahwa jika harta diperoleh dengan jalan Dharma, maka bahagia lah orang yang memperolehnya itu, tetapi jika harta tersebut diperoleh dengan cara Adharma, maka noda dan dosa lah yang ia dapatkan. Seperti itulah arti dari kutipan salah satu sloka di kitab Sarassamuscaya. Harta yang diperoleh seseorang harus dapat di bagi tiga, yakni:

a.       Sadhana ri Kasiddhan in dharma

Dipakai untuk memenuhi Dharma. Contohnya untuk melakukan kewajiban-kewajiban dharma, seperti  pelaksanaan Panca Yadnya.

b.      Sadhana ri kasiddhan in Kama

Dipakai untuk memenuhi Kama. Contohnya, untuk kesenian, olahraga, rekreasi, hobby, dan lain sebagainya.

c.       Sadhana ri kasiddhan in Artha

Dipakai untuk mendapatkan harta kembali, contohnya, untuk memproduksi sesuatu, berjualan, dan lain sebagainya.                 Dalam ajaran Agama Hindu berkali-kali ditekankan bahwa Harta tidak akan dibawa mati. Yang akan meringankan dan menuntun pergi ke akhirat adalah perbuatan baik dan buruk. Oleh karena itu, harta kekayaan hendaknya di sedekahkan, dipakai, dan diabdikan untuk perbuatan dharma. Hanya dengan cara demikian lah harta tersebut memiliki nilai yang utama.

Kama dalam ajaran Agama Hindu berarti nafsu atau keinginan yang dapat memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup. Kenikmatan tersebut merupakan salah satu tujuan hidup utama manusia karena manusia memiliki 10 indriya yaitu:

a.       Srotendriya               : keinginan untuk mendengar

b.      Tvagendriya               : keinginan untuk merasakan sentuhan

c.       Caksvindriya             : keinginan untuk melihat

d.      Jihvendriya                : keinginan untuk mengecap

e.      Ghranendriya             : Keinginan untuk mencium

f.        Wagindriya                : keinginan untuk berkata

g.       Panindriya                 : keinginan untuk memegang sesuatu

h.      Padendriya                 : keinginan untuk bergerak atau berjalan

i.         Payvindriya              : keinginan untuk membuang kotoran

j.        Upasthendriya          : keinginan untuk enikmatan dengan kelamin

Kesepuluh indriya tersebut menyebabkan manusia berbuat sesuatu, perasaan ingin tahu. Kita harus dapat mengontrol indria tersebut agar tidak terjerumus kepada hal-hal negative karena sering sekali indria menjerumuskan manusia ke arah yang negatif jika manusia itu tidak dapat mengendalikan indria itu sendiri. Menurut ajaran agama Hindu, Kama atau nafsu tidak ada artinya jika diperoleh dengan cara yang menyimpang dari Dharma. Karena Dharma menduduki tempat paling utama dari Kama dan menjadi pedoman dalam mencapai Kama. Dalam kekawain Ramayana, dikatakan bahwa, Kenikmatan (Kama) hendaknya terletak dalam kemungkinan yang diberikan kepada orang lain untuk merasakan kenikmatan. Jadi,pekerjaan yang bersifat ingin menguntungkan diri sendiri dalam memperoleh harta dan kenikmatan tidak dilaksanakan.

Moksa merupakan tujuan tertinggi umat Hindu. Moksa memiliki arti, yakni pelepasan atau kebebasan. Maksud dari kebebasan disini adalah kebahagiaan dimana atma dapat terlepas dari pengaruh maya dan ikatan Subha-Asubha Karma, serta bersatunya sang Atman dengan Brahman (asalnya). Moksa juga dapat diartikan sebagai Mukti atau Nirvana. Pada hakekatnya, manusia mengharapkan kebahagiaan yang tertinggi (Sat Cit Ananda).  Namun kebahagiaan seperti ini tidak dapat kita rasakan di kehidupan duniawi ini. Menurut ajaran Agama Hindu, Kebahagiaan yang kekal dan abadi hanya di dapat dengan persatuan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disebut dengan Moksa. Umat manusia harusnya sadar bahwa perjalanan hidup mereka di dunia adalah untuk mencari Ida Sang Hyang Widhi dan bersatu dengan beliau. Tentu kita tidak mengharapkan kembali bahwa kita akan lahir ke dunia berulang-ulang dan sengsara. Apabila kita masih lahir ke dunia, itu berarti kita belum mencapai Kebahagiaan yang tertinggi.

                Seperti layaknya kita menyeberangi Samudera, tentu mencapai Beliau (Brahman) bukanlah sesuatu yang mudah untuk di lakukan. Akan tetapi, semua itu dapat diperoleh jika jalan yang kita tempuh untuk mencapai Beliau adalah dengan jalan Dharma. Lagi-lagi disini diuraikan mengenai Dharma. Ya, itu semua memang harus berlandaskan Dharma, karena Tuhan/Brahman itu adalah kebenaran itu sendiri. Sangat mustahil sekali, jika kita mencapai beliau dengan jalan Adharma. Jangankan mencapai Brahman, untuk mencapai Artha dan Kama pun kita tidak akan mampu jika melakukannya. Tujuan umat hindu sesungguhnya untuk mencapai dan melaksanakan Dharma sebagai pengendali Artha dan Kama yang merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki, yakni mencapai Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Moksa.

Adapun kaitan Catur Purusa Artha dengan Catur Asrama. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa Catur Asrama adalah empat tingkatan hidup manusia, mulai dari Brahmacari (masa menuntut ilmu), Grhasta (masa berumah tangga), Wanaprastha (mulai meninggalkan kehidupan materi), dan Biksuka/sanyasin (melepaskan keterikatan duniawi).  Keempat tingkatan ini hanya bersifat informal yang nantinya memiliki kaitan erat dengan Catur Purusa Artha, dengan kata lain, Catur Purusa Artha merupakan filsafat hidup dari Catur Asama.

Dalam tingkatan hidup Brahmacari, kedudukan Dharma (dalam hal ini Kebenaran) sangatlah penting. Dharma adalah tujuan pokok dalam tingkat hidup Brahmacari. Artha dan Kama belum begitu mendapat tempat penting disini. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa mencari Artha, Kama dan Moksa maka Brahmacari merupakan dasar Asrama yang lain Grhasta, Wanaprastha, dan Biksuka. Tingkat hidup pada masa Brahmacari ini sering sekali di sebut sebagai aguron-guron atau asewaka guru yang artinya adalah suatu tingkat kehidupan yang memerlukan ketekunan, kesungguhan. Karena pada tahap ini, seorang sisya/murid mendapatkan wejangan-wejangan dari guru yang berarti juga mendapatkan ilmu pengetahuan dari sang guru. Tentunya mendapatkan pengetahuan seperti ini memerlukan sikap kesungguhan. Pada tahap Brahmacari ini juga, seseorang dapat membentuk wataknya berdasarkan pada Dharma.

Lain halnya dengan Grhasta, melewati masa Brahmacari, seseorang wajib memasuki masa Grhasta. Dalam tingkat hidup Grhasta, masalah artha dan Kama menjadi tujuan hidup yang sangat penting. Seseorang yang telah memasuki masa Grhasta akan memiliki kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan masalah masyarakat maupun dengan masalah keagamaan. Di samping memiliki kewajiban untuk melanjutkan sebuah keturunan, seorang Grhastin (sebutan untuk orang yang menjalani thap Grhasta) berkewajiban juga melaksnakan yadnya, seperti Dewa Yadnya, Pitra Yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya dan Bhuta Yadnya. Tingkatkehidupan Grhasta merupakan tingkatan hidup yang sangat berat. Namun, apabila semua kewajiban-kewajiban tersebut dapat di laksanakan berdasarkan dengan dharma, maka hidup ini akan sangat mulia.

Selanjutnya ketika seseorang telah masuk ke masa Brahmacari dan Grhasta, selanjutnya adalah masa Wanaprastha (masa untuk mengasingkan diri). Seseorang yang telah masuk dalam masa Wanaprastha, akan mulai mengasingkan dirinya dari kegiatan kehidupan kemasyarakatan. Dalam hal ini, berarti Artha dan Kama mulai berkurang sehingga, Artha dan Kama dalam tingkat hidup Wanaprastha tidak memiliki kedudukan yang penting. Apabila seseorang sudah memasuki masa Wanaprastha ini, berarti seseorang itu sudah berani melepaskan diri dari ikatan Kama dan Artha. Karena tujuan pokok dari Asrama ini adalah untuk mencapai moksa. Untuk dapat menyatu dengan Ida Sang Hyang Widhi, maka pada masa ini kegiatan yang lebih banyak dilakukan dalam masa ini adalah tapa brata dan semadhi.

Tingkat hidup yang terakhir dalam Catur Asrama adalah Sanyasin atau Biksuka. Sesungguhnya, pada tingkat Wanaprastha dan Biksuka tidak banyak bedanya. Dalam tingkat Sanyasin, seseorang benar-benar telah matang dalam semadhinya. Seorang Sannyasa benar-benar sudah tidak memiliki keinginan untuk mencari Kama maupun Artha lagi. Hanya satu yang menjadi keinginannya, yakni mencapai penunggalan Ida Sang Hyang widhi yang berupa suka tan pawali duka yaitu Moksa. Seorang Sannyasa akan lebih banyak melakukan dharma yatra atau tirtha yatra yaitu mengunjungi tempat-tempat suci.  Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam masa Brahmacari, saat Dharma merupakan tujuan utama adalah merupakan tingkat hidup yang sangat menentukan berhasilnya tingkat hidup yang lain, yakni Grhasta, Wanaprastha, dan Biksuka. Dengan kata lain, Grhasta, Wanaprastha dan Biksuka tidak akan tercapai dengan baik tanpa menghayati Dharma.

“Hendaknya seseorang mendapatkan Artha dan Kama dengan jalan Dharma, sebab jika bukan dengan jalan dharma memperolehnya, maka hanya dosa yang akan di dapat. Bukan juga kebahagiaan (Brahman) melainkan kesengsaraan yang akan menyebabkan kita dapat lahir kembali kedunia untuk memperbaiki karma kita di masa dahulu. Karena dengan kita banyak melakukan kebaikan (Dharma) maka Artha dan Kama akan mengikuti dengan sendirinya”

Om Santih Santih Santih Om,