Bu lusi melarang anaknya memberikan uang kepada pengemis alasannya

(1)

5.3 LAMPIRAN

5.3.1 Profile Informan

Subyek dari penelitian ini terdiri dari keluarga anak jalanan yang terdiri dari orang tua

(ayah dan ibu) dan anak-anak yang bekerja di jalanan Kota Medan. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil responden/informan sebanyak lima keluarga anak jalanan yang terdiri dari 4 orang ibu anak jalanan dan 5 orang ayah dari anak jalanan, dan 9 orang anak jalanan. Untuk lebih jelasnya data informan orang tua anak jalanan dapat dilihat dari table berikut:

Tabel 4.1

Data Informan Orang Tua ( Ibu ) Dari Keluarga Anak Jalanan di Kota Medan

No. Nama Usia Pekerjaan

Pendidikan

SD SMP SMA

1 Lusi 40 Tahun Pembantu rumah tangga

2 Dewi 32 Tahun Tukang Cuci

3 Saima 42 Tahun Tukang Cuci


(2)

Tabel 2

Data Informan Orang Tua ( Ayah ) Dari Keluarga Anak Jalanan di Kota Medan

No. Nama Usia Pekerjaan

Pendidikan

SD SMP SMA

1 Tanehesi 49 Tahun Tukang Becak

2 Yesi 38 Tahun Tukang Becak

3 Sarman 48 Tahun Tukang Becak

4 Udin 34 Tahun Buruh Bangunan

5 Herman 33 Tahun Tukang Botot

Tabel 3

Data Informan Anak Jalanan Dari Keluarga Anak Jalanan di Kota Medan

No Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan

1 Dama 12 Tahun Laki-laki 6 SD pemulung/pencari botot

2 Aditya 9 Tahun Laki-laki 9 SD Pengemis

3 Dabo 16 Tahun Laki-laki 1 SMA Pengamen

4 Irfan 10 Tahun Laki-laki 5 SD Pengamen


(3)

5.3.2 Informan Anak Jalanan

Berdasarkan hasil penelitian keluarga anak jalanan di kota Medan, Peneliti mewawancari 4 orang ibu dari anak jalanan dan 4 orang ayah dari anak jalanan, dan 5 orang anak-anak jalanan yang bekerja di jalanan yang masih memiliki keluarga, dimana anak-anak bekerja di jalanan dikarenakan ingin membantu perekonomian keluarganya, keinginanan sendiri untuk bekerja di jalan, dan rendahnya penghasilan orang tuanya sehingga anak harus ikut serta dalam bekerja. Adapun Responden dari anak-anak yang merupakan keluarga anak jalanan,sebagai berikut :

1. Dabo (Pengamen)

Dabo merupakan anak jalanan yang bekerja di jalan dikarenakan kondisi perekonomian keluarganya yang rendah. Sehingga dabo harus turun ke jalan untuk membantu kedua orang tuanya. Dabo bekerja dari pukul 13.00 siang sampai dengan pukul 17.30 sore. Bekerja dari hari senin sampai sabtu dengan rata-rata penghasilan dari Rp.70.000 sampai dengan Rp.100.000 dalam sehari.

2. Friska (Pemulung/Pencari Botot)

Friska adalah seorang anak yang bekerja sebagai pemulung/pencari botot, dia tinggal bersama kedua orang tuanya dan bersama ketika saudaranya, friska merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dia memiliki tiga orang adik, dua adik perempuan dan satu adik laki-laki. Friska bekerja di jalan hampir setiap hari, sepulang dari sekolah dia akan bergegas mencari botol-botol bekas yang akan dia berikan kepada orang tua, dimana orang tuanya juga seorang pemulung. Waktu yang dia habisakan untuk bekerja adalah dari pukul 13.00 siang dan sampai pada pukul 16.00 sore, dengan rata-rata penghasilan yang didapatkan Rp.20.000/minggu.


(4)

3. Irfan (Pengamen)

Irfan tinggal bersama ayahnya dan kedua saudaranya. Kedua orang tuanya sudah bercerai. Karena kondisi keluarganya, membuat Irfan harus terjun ke jalan untuk mencari uang yang akan ia gunakan untuk dirinya sendiri. Penghasilan yang ia dapatkan dalam sehari dapat mencapai Rp.70.000. Waktu yang ia gunakan untuk mengamen dalam sehari sekitar tujah jam.

4. Aditya (Pengemis)

Aditya tinggal bersama kedua orang tuanya dan juga sauadara perempuannya. Dimana ia bersama adik dan ibunya bekerja sebagai pengemis. Pekerjaan yang mereka lakukan tidak menentu terkadang dalam seminggu ia mengemis hanya tiga sampai empat kali, dan mulai bekerja menjadi pengemis dari pukul 13.30 dan puku 16.00 sore untuk penghasilan rata-rata mereka adalah sekitar Rp. 70.000/hari.

5. Dama ( Pemulung/pencari botot)

Dama bekerja sebagai pemulung/pencari botot. Kedua orang tuanya juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai pemulung botol-botol bekas. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya, yang beranggota enam anak, , dua saudari perempuan, dan tiga lagi saudara laki-laki. Dama merupakan anak keenama , ia mulai bekerja di jalan dari pukul 13.00 siang sampai pukul 17.00 sore , dan penghasilan rata-rata untuk Dama Rp.500.000/bulan Aditya (Pengemis).


(5)

5.3.3.Informan Orang Tua Dari Anak Jalanan.

1. Sarman dan Saima

Bekerja sebagai tukang becak, dan isterinya Saima yang bekerja sebagai buruh cuci. Mempunyai Empat orang anak, dan dua orang anak yang bekerja di jalan yaitu Dabo usia 16 tahun seorang anak laki-laki, dan Ahmad 8 tahun, bekerja sebagai pengamen. Keluarga Sarman adalah suku Jawa, dan beragama Islam.

2. Herman dan Sulastri

Herman bekerja sebagai pemulung atau pencari barang bekas, dan isterinya Sulastri juga bekerja sebagai pemulung. Mereka mempunyai lima orang anak, dan satu orang anak perempuan yang bekerja di jalanan, yaitu Friska usia 10 tahun bekerja sebagai pemulung/pencari botot, keluarga Herman merupakan suku Batak yang beragama Kristen.

3. Udin

Udin yang bekerja sebagi buruh bangunan yang sudah tidak beristeri lagi sekitar tiga tahun yang lalu, Udin bercerai dengan Isterinya. Pernikahan dikaruniahi tiga orang anak, dimana dua orang anak yang bekerja di jalanan, yaitu Michael usia 15 tahun dan Irfan usia 10 tahun bekerja sebagai pengamen dan pemulung/pencari botot, keluarga Udian merupakan suku Batak yang beragama Kristen

4. Dewi

Yesi yang bekerja sebagai tukang becak dan Dewi yang bekerja sebagi buruh cuci harian. Mempunyai dua orang yang bekerja di jalan, yaitu Aditya usia 9 tahun laki-laki dan Santika usia 7 tahun perempuan bekerja sebagai pengemis, Keluaga Yesi adalah suku Batak Mandailing, dan beragama Islam.


(6)

5. Tahenesi dan Lusi

Tahenesi yang bekerja sebagai tukang becak, dan isterinya Lusi yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Mempunyai enam orang anak dan dua orang anak laki-laki yang bekerja di jalan yaitu Dama usia 12 tahun dan Aporinus 13 tahun, yang bekerja sebagai pemulung/pencari botot dan pengamen. Keluarga Tehenesi merupakan suku Ono Niha yang berasal dari Nias Selatan, dan beragama Kristen.


(7)

Daftar Pustaka

Agger, Ben. 2003. Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Abdulsyani.2002. Sosiologi Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara

Andari, Soetji, Dkk. 2007. Uji Coba Model Perlindungan Anak Jalanan Terhadap Tindak Kekerasan. Yogyakarta: B2P3KS.

Adriyanto, Ambar. 2005. Sebuah Model Permberdayaan Anak Jalanan Di Bojonegoro.

Semarang: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah Dan Budaya.

Alkotsar, Artidjo. 1984. Advokasi Anak Jalanan. Jakarta: Rajawali.

Arif Gisita. 1989. Masalah Perlindungan Anak. Jakarta: Akademi Pressindo.

Anwar, Evi Nurvidya dan Turro S.Wongkaren.1997 “ Masalah Anak dan Implikasi Ekonomi”, Prisma, No.2, 1997, LP3ES, Jakarta.

Anonym.2006. Pedoman Pelayanan Sosial Anak Jalanan Korban Eksploitasi Ekonomi. Jakarta: Direktorat Pelayanan Sosial Anak, Departeman Republik Indonesia.

Anonimus. 1980. Peraturan Pemerintah No. 31/1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Jakarta.

Azwab,1986. Gelandangan Menurut Pandangan Ilmuwan Sosial. PT.Pustaka, Jakarta.

Baron, R.B 1993. Konsep Diri, Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku. Penerjemah Eddy. Jakarta: Arcan.


(8)

Bachtiar, Wardi. 2006. MS. Sosiologi Klasik, Dari Comte hingga Parsons. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif. Bandung : Kencana Pradana Media

Candraningsih dan Indrasari. 2000. Anak Jalanan, Manifestasi Peningkatan Terhadap Kebersamaan dan Kesetiakawanan Sosial. Yogyakarta.

Coleman,James S.2012. Dasar-Dasar Teori Sosial. (Terjemahan Imam Muttaqien bab 1-5, Derta Sri Widowatie bab 6,15-24, dan Siwi Purwandari bab 7-14). Bandung: Nusa Media.

Direktorat Kesejahteraan Anak. 2000. Keluarga dan Lanjut Usia Deputi Bidang Peningkatan Sosial, Modal Pelatihan Pimpinan Rumah Singgah. Badan Kesejahteraan Sosial. Jakarta.

Dhiny. 2003. Pola Kerja Anak Jalanan (Studi Kasus Pengamen Anak-Anak Jalanan Di Area Tugu Kujang Kota Bogor , Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Institute Pertanian Bogor.

Dwi Susilo,Rachmad K. 2008. 20 Tokoh Sosiologi Modern. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Elmina. 2003. Perempuan, Kekerasan Dan Hukum. Yogyakarta:UII Press.

Ghalia dan Lucie Setiana. 2005. Teknik Penyuluhan Dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Pelajar

Gosita, Arif. 1998. Masalah perlindungan Anak. Jakarta: Akademika Pressindo

Hadisuprapto, Paulus. 1996. Masalah perlindungan Hukum Bagi Anak. Bandung: Citra Aditya Bakti.


(9)

Hanindita, Wiyono, Nurhadi. 1994. Anak-anak Jalanan dalam Warta Demografi Tahun ke 24. Jakarta: Universitas Indonesia

Handayani, K. 2009. Dikutip dari Skripsi “Idenfikasi Anak Jalanan di Kota Medan”. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

Handayo dkk. 2004. Profil Anak Jalanan Perempuan Di Kota Semarang (Kebutuhan Motivasi Dan Aspirasi). Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

Hanandini, Dwiyanti, dan Machdaliza. 2008. Model Pembinaan Anak Jalanan dan Pengemis melalui Pemberdayaan Keluarga Luas dan Institusi Lokal untuk Mengatasi Masalah Anak Jalanan dan Pengemis di Sumatera Barat. Sumatera Barat: Universitas Andalas.

Hariadi, Sutoyo, Sukiadi, Ghosy, Saptansi, Asiyah, Karnaji, Dkk. 1999. Anak Jalanan DI Jawa Timur, Masalah Dan Upaya Penangganannya. Surabaya: Airlangga University Press.

Herlina, Apong, Dkk. 2003. Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Harapan Prima.

Huraerah, Abu,2012, Kekerasan Terhadap Anak, Edisi Ketiga. Bandung: Nuasa Cendikia

Huraerah, A. 2006. Kekerasaan terhadap Anak. Penerbit Nuansa. Bandung.

Iqbali, Saptono. 2005. Gelandangan-Pengemis (GEPENG) di Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem. Denpasar: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Udayana.

Irwanto dkk, 1995. Pekerja Anak di Tiga Kota Besar : Jakarta, Surabaya, Medan, Jakarta.

Irwanto. 2011. Dikutip dari Tesis “Diskripsi Tentang Lingkungan Tempat Tinggal, Tempat Bekerja dan Sosial Ekonomi Pengemis Di Kota Pekanbaru. Universitas Riau.

Isti, Suprayogi, dan Hamonangan.2012. Eksploitasi Anak Jalanan Sebagai Pengemis Di Kawasan Simpang Lima Semarang. Jurusan HKn, Fakultas ilmu sosial, Universitas Negri Semarang, Indonesia Unika Atma Jaya dan UNICEF.


(10)

Ivan N. Patmadiwiria. 2000. Potret Kehidupan Anak Jalanan Yogyakarta. Yigyakarta: Center Of Southeast Asian Studies, Uw-Madison.

Karjani dkk. 2001. Studi Tentang Penyusunan Model Pembinaan Dan Pemberdayaan Anak Jalanan Dalam Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Volume 2 Nomor 3. Fakultas Ilmu Sosial Dan Polotik. Universitas airlangga.

Kartika, Tuti. 1997. Anak Jalanan Dan Model Penangannya (Studi Kualitatif) Tentang Anak Yang Di Bina Oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia Dan Yayasan Amalia di Jakarta. Jakarta, Tesis. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

Kartono, K. 2011. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Parsada. Kalida, Muhsin. 2005. Sahabatku Anak Jalanan. Yogyakarta: Alief Press.

Koentjaraningrat, 1989. Methode-Methode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia

Koentjaraningrat,1982, Lima Keluarga Penggali Paris, Dalam Masalah-Masalah Pembangunan: LP3ES, Jakarta.

Marlina, Wina. 2006. Analisis Tingkat kekerasan Pada Anak Jalanan (Kasus Anak Jalanan Binaan RPA Gessang Ghosyaari, Bogor. Jawa Barat). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian.

IPB

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Ui Press Maidin Gultom. 2008. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak Di Indonesia. Bandung: Rifika Aditama

Meleog. Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.

Merdeka Sirait, Ariest.2000. Perlindungan Anak: Keadaan di Indonesia . Dalam Anak Jalanan Dilecehkan Anak Gendong Dimesinkan. Disunting oleh Maskun Iskandar. Jakarta: Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS).


(11)

Nurhadjatmo, Wahyu. 1999. Seksualitas Anak Jalanan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan UGM.

Triasmoro, Gatot.2005. Kekerasan Terhadap Anak Jalanan. Studi Kasus Terhadap Satu Anak Jalanan Di Wilayah Stasiun Jatinegara. Depok: Fisip Universitas Indonesia.

Oscar Lewis, 1988. Kisah Lima Keluarga, Telaah-Telaah Kasus Orang Meksiko Dalam Kebudayan Kemiskinan: Yayasan Obor Indonesia.

Purwoko. 2013.Analisis Faktor Penyebab Keberadaan Anak Jalanan Kota Balikpapan. Ejournal Sosiologi volume 1, nomor 4, 2013

Purnawati, dkk. 1993. Anak Jalanan. YKKSP. Medan.

Purnama, Dadang H. 2004. Modul Ajar Metode Penelitian Kualitatif. Inderalaya: Universitas Sriwijaya.

Putra, Nusa. 1996. Potret Buram Anak Jalanan. Jakarta: Yayasan Akatiga Dan Gugus Analisis. Poloma, Margaret.M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grapindo Persada

Pratama, Agung. 2009. Fenomena pengemis di Bandung. Bandung: Jurnal.

Pramono, Herry, Dkk. 2001. Baseline Survei Untuk Program Dukungan Dan Pemberdayaan Anak Jalanan Di Perkotaan. Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya.

Ritzer,George & Goodman, Douglas J.2004. Teori Sosiologi Medern. Jakarta:Prenada Kencana Media.

Ritzer, George, 2012, Teori-Teori Sosiologi dari Klasik, Modern, Posmo, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Riadi, Buyung. 2011. Tindakan Sosial Anak Jalanan (Pengamen)di Kawasan Pantai Losari.

Skripsi 1 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeresitas Hasanuddin. Riyanto, Agus, (Ed). 2004. Perlindungan Anak: Sebuah Buku Panduan Bagi Anggota Dewan


(12)

Roux, J Le. Street Children:” Running From” or “Runningto”?, Departemen of Psycho& Social Pedagogics. University Of Pretoria.

Roesmini Dan Riza Risyanti. 2006. Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Hima PSM.

Sanituti, S & Bagong Suyanto dkk, 1999. Anak Jalanan di Jawa Timur (Masalah-Masalah dan Upaya Penanganannya) Surabaya, Airlangga University Press.

Sarifuddin, D. 2009. Model Resosialisasi Anak Jalanan. Laporan Penenlitian. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.

Sallahuddin, Odi. 2000. Anak Jalanan Perempuan. Semarang: Yayasan Setara.

Santoso, P. (2010). Pengambilan Keputusan Tindakan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup (Fisik dan Psikologis) Pada Anak Jalanan. Surakarta, Jawa Tengah: Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Psikologi.

Salla, H. N. 2012. Ekspoitasi Anak Jalanan (Studi Kasus Tentang Anak Jalanan di Pantai Losari Kota Makasar. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pilitik: Universitas Hasanudin.

Setiawan,H. 2001. Pengembangan Program Penangan Anak Jalanan Melalui Pendekatan Community Based Jakarta. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik : Universitas Indonesia Sulistyowati. 2004. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan dalam Penanganan Anak Jalanan di

Dki Jakarta (Studi Kasus Penanganan Anak Jalanan di Kawasan Rawa Bunga). Tesis. Bogor: Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Subakti, Dkk. 1997. Pemberdayaan Anak-Anak Terlantar. Surabaya: Airlangga University Press.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suyanto, Bagong.2010. Masalah Sosal Anak. Jakarta Kencana.


(13)

Suyanto, Bagong, Hariadi, S Saniati. 2002. Krisis dan Child Abuse, Kajian Sosiologis Tentang Kasus Pelanggaran Hak Anak dan Anak Yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (Child In Needs of Special Protection). Airlangga University Press. Surabaya.

Suyanto, Bagong. 2000. Tindakan kekerasan Mengintai Anak-anak. Surabaya: Mediatama

Suryanto, Bagong. 2003. Pekerja Anak Dan Kelangsungan Pendidikannya. Surabaya: Airlangga University Press.

Supeno, Hadi. 2010. Kriminalisasi Anak, Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Suparlan, Parsudi. 1984. Gelandangan: Sebuah Konsekuensi Perkembangan Kota, dalam Gelandangan pandangan Ilmu Sosial. Jakarta: LP3ES.

Suhartini, T. 2008. Strategi Bertahan Hidup Anak Jalanan. Skripsi Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Suparlan, Supriadi. 1999. Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Supartono. 2004. Bacaan Dasar Pendamping Anak Jalanan. Semarang: Yayasan Setara. Supratiknya. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

Sutina. 2001. Anak Jalanan Perempuan: Study Kualitatif Tentang Strategi Bertahan Hidup dan Tindak Kekerasan Seksual Yang Dialami Anak Jalanan Perempuan di Kota Surabaya. Dalam Jurnal Penelitian Dinamika Sosial Volume 2 nomor 3. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Airlangga.

Suhendi, Hendi dan Wahyu Ramdani. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga. Bandung: Pustaka Setia

Soenyono. 2011. Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Surabaya: Jenggala Pustaka Utama.

Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga Remaja Dan Anak.


(14)

Soe’oed, R. Diniarti, F. 1999. Bungan Rampai Sosiologi Keluarga dalam T.O Ilromi (Penyunting). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Soetomo. 2010. Masalah Sosial Dan Upaya Penaganannya. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Siregar, Hairani, dkk. 2006. Faktor Dominan Anak Menjadi Anak Jalanan di Kota Medan. Jurnal. FISIP USU: Medan.

Swasono, Sri-Edi. 1990. Pedoman Menulis Daftar Pustaka, Catatan Kaki Untuk Karya Ilmiah Dan Terbitan Ilmiah. Jakarta: Universitas Indonesia

Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Refika Aditama.

Turnet, Bryan S. (Ed.). 2012. Teori Sosiologi: Dari Klasik Sampai Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Thalib, Muhammad. 2005. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak. Yogyakarta: Ma’alimul Usroh.

Usman,Hardius Dan Nachorowi Djal Nachorowi.2004. Pekerja Anak Di Indonesia: Kondisi, Determinan, Dan Eksploitasi (Kajian Kuantitatif). Jakarta: Grasindo

Utami, Andri Yoga dkk.2002. Pekerja Anak di India. Jakarta: Jarak

Wahyu Nurhadjatmo. 1999. Seksualitas Anak Jalanan. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada.

Widjaja.(2006). Permasalahan Anak Jalanan Usia Kanak-Kanak Akhir (10-12 Tahun) Sebagai Pengamen Untuk Membantu Keluarga. Jakarta: Unika Atmajaya.

Wirawan, I.B. 2013.Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma. Jakarta :Kencana Prenada Media Group.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian Kualitatif dengan metode deskriptif. Pada penelitian sosial dengan menggunakan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, berbagai fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat sebagai objek penelitian (Burngin, 2007:68). Pada pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam bagi permasalahan yang akan diteliti. Bogdan dan Taylor (Lexy Moleong, 2000) mendefenisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata (baik secara tertulis dan lisan) dan pelaku yang dapat diamati. Metode penelitian kualitatif ini dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi (Meleong,2000). Pada penelitian dengan mengunakan metode deskriptif, dalam hal ini peneliti mencoba menggambarkan bagaimana gambaran kehidupan keluarga anak jalanan di kota Medan.

Penelitian ini menggunakan metode Life History, dimana dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah semua keterangan mengenai apa yang pernah dialami oleh individu-individu tertentu sebagai warga dari suatu masyarakatnya yang sedang menjadi objek penelitian. Jenis penelitian ini adalah studi Life History, yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa, program, peristiwa, dan aktivitas individu yang bersangkutan.


(16)

3.2.Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di titik lampu merah di kota Medan, yang menjadi fokus penelitian ini adalah di lampu merah Simpang Pos, Amplas dan kawasan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mendatangi tempat tinggal para keluarga anak jalanan guna untuk melihat secara langsung kondisi sosial kehidupan para keluarga anak jalanan tersebut. Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini adalah dikarenakan anak jalanan selalu berada di perempatan jalan dan di lampu merah dalam melakukan aktivitasnya. Peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana gambaran kehidupan keluarga anak jalanan di kota Medan.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang di perhitungkan menjadi subjek dalam penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Burgin 2007:76). Dalam penelitian ini yang menjadi unit analisis adalah anak-anak yang bekerja di jalan, yang biasanya bekerja sebagai penjual koran, pengamen, mengemis, pedangan asongan, dan penyapu bus. Biasanya anak-anak ini berada dijalanan sekitar 4-6 jam perharinya, pekerjaan yang dilakukan semata-mata untuk memenuhui kebutuhan hidup dirinya dan kebutuhan keluarganya. Sebagian juga bekerja karena kemauan dari si anak jalanan itu sendiri.

3.3.2 Informan

Informan merupakan subjek yang memahami permasalahan penelitian sebagai pelaku maupun sebagai orang yang memahami permasalahan penelitian (Bungin, 2007: 76). Dalam


(17)

penelitian ini informan adalah anak-anak yang menjadi anak jalanan di Kota Medan. Adapun kriteria-kriteria yang ditetapkan untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan dengan masalah penelitian, dengan sumber informanya sebagai berikut :

1. Anak yang berasal dari keluarga miskin sehingga anak bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

2. Anak yang tidak mempunyai orang tua (yatim piatu) yang bekerja untuk mendapat uang guna untuk membiayai hidupnya sendiri.

3. Anak yang di paksa oleh tuanya.

4. Anak yang diajak teman untuk terjun ke jalan. 5. Kedua orang tua dari anak jalanan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :

3.4.1Data Primer

Data primer adalah merupakan suatu data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang telah ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah sebagai berikut :

• Observasi

Observasi adalah merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian. Observasi adalah teknik atau cara pengumpulan data melalui pengamatan fenomena – fenomena sosial dan gejala-gejala alam (Kartono, 1996). Menurut Faisal (2001), pengamatan dapat juga dilakukan


(18)

terhadap benda, keadaan, kondisi, situasi, kegiatan, proses, dan penampilan tingkah laku seseorang. Maksudnya disini peneliti ikut turun ke lapangan yang mana untuk memahami fenomena yang ada dilapangan. Dalam penelitian ini , peneliti langsung mendatangi ke daerah lampu merah Simpang Pos, Terminal Amplas, dan Universitas Sumatera Utara di kota Medan. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincihan tentang kegiatan, perilaku, serta tindakan seseorang dengan secara keseluruhan. Kemudian hasil observasi ini di tungkan dalam catatan lapangan.

• Wawancara mendalam (in-depth interview)

Wawancara adalah merupakan salah satu metode yang sangat penting untuk digunakan dalam memperoleh data dilapangan. Karena wawancara adalah merupakan sebuah proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada dilapangan. Dimana tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview). Agar wawancara tersebut lebih terarah, maka sebaliknya menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide), yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah sebuah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain, yaitu seperti :

• Dokumentasi

Dokumentasi adalah merupakan suatu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat


(19)

berupa laporan, buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan rumusan masalah yang diteliti

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah merupakan suatu tahap proses pengolahan data yang dimulai dari tahap mengedit data sesuai denga pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi di lapangan. Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan tertentu dalam rangka penginterpretasian data (Faisal 2007 :34). Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari adanya setiap informasi baik pengamatan, wawancara ataupun catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Maka pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan antara satu sama lainnya dan diinterpretasikan secara kualitatif.

3.6 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan. Hal ini karena keterbatasan pengalaman dan keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara dikarenakan kesibukan informan sehari-hari. Terlepas dari permasalahan teknis penulisan dan penelitian , peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode menyebabkan lambatnya proses penelitian dilakukan, dan masih ada keterbatasan bahan pendukung penelitian seperti kurang terbukanya narasumber dalam memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti. Walupun demikian peneliti berusaha melakukan penelitian semaksimal mungkin agar data bersifat valid dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan maksimal.


(20)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kota Medan

Pada Zaman dahulu kota Medan di kenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 40.000 Ha. Dahulu orang menamkan Tanah Deli mulai dari sungai ular (Deli Serdang) sampai ke sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada saat itu wilayah tidak mencakup di antara kedua sungai tersebut. Kampung Medan Putri di bangun pada tahun 1590 oleh Guru Patimpus, yang merupakan cucu Singa Maraja yang memerintah Negeri Berkerah di daratan tinggi Karo termasuk dalam wilayah Raja Urung asal Karo di Deli.

Pada awal pekembangannya kota Medan Merupakan sebuah kampung kecil yang bernama Medan Putri. Perkembangan Kampung Medan Putri tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak diantara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Ijo sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian kampung Medan Putri yang merupakan cikal bakal kota Medan, cepat berkembang dan menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

Perkembangan kota Medan selanjutnya tidak terlepas dari keberadaan Kesultanan Deli yang diproklamirkan oleh Tuanku Panglima Perungit, yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibu kotanya di Labuhan, kira-kira 20 meter dari kota Medan.


(21)

berdasarkan isi Politiek Contrac antara Kesultanan Deli dengan pemerintah Hindai Belanda pada tahun 1907, daerah kekuasaan Kesultanan Deli meliputi :

1. Wilayah Deli Asli, yaitu wilayah yang sama dari sekitar kiri dan kanan Sungai Deli, yang didalamnya terdapat bangsa Melayu, termasuk kampung Medan Putri.

2. Wilayah-wilayah Urung yaitu wilayah Hamparan perak, Sunggal, Kampung Baru, Patumbak, yang didiami suku Melayu Hilir dan suku Karo.

Pesatnya perkembangan Kampung Medan Putri, tidak terlepas dari perkebunan Tembakau yang sangat di kenal dengan Tembakau Delinya, yang merupakan Tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van Der Falk dan Eliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu denga 1 bahu = 0,74 ha secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepssi, dekat Labuhan untuk dijadikan lahan perkebunan Tembakau. Maret 1864, Jannsen, P.W. Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatscapji di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, tahun 1869 di Sunggal, tahun 1875 di Sungai Beras dan Klumpang, sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan Tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang. Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung Medan Putri.

Tahun 1879, ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan. Pada tanggal 1 Maret 1887, ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, istana Kesultanan Deli yang semula berada di kampung Bahari Labuhan juga dipindahkan dengan selesainya pembangunan Istana Maimun pada tanggal 18 Mei 1891, yang


(22)

menjadikan Ibukota Deli resmi pindah ke Medan. Dengan Demikian perkembangan kota Medan menjadi pusat perdagangan juga telah mendorong menjadi pusat pemerintahan.

Dibukanya perkebunan Tembakau ternyata mempekerjakan orang-orang Cina dari Swatow (Tiongkok) , Singapura, Malaya Tamil dari Penang dan orang-orang Pribumi yaitu Minangkabau dan Jawa. Dari kebijakan inilah yang kemudian berdampak beranekaragamannya etnis yang berdomilisi di kota Medan saat ini. Oleh karena itu, masyarakat kota Medan saat ini adalah campuran dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia seperti suku Melayu, Batak, Cina, Minang, Karo dan sebagainya. Adanya keterogenitas suku yang berdiam di kota Medan juga menimbulkan banyaknya corak budaya yang ada sehingga berdampak beragamnya nilai-nilai budaya yang di kenal.

4.1.2 Demografi Kota Medan

Berdasarkan data kependudukan tahun 2010, penduduk kota Medan pada saat ini diperkirakan telah mencapai sebanyak 12.985.075. jiwa, dengan jumlah wanita lebih besar dari pria, wanita sebanyak 6.506.024 jiwa, sedangkan pria 6.479.051 jiwa. Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan untuk penduduk tidak tetap di perkirakan lebih dari 500.000 jiwa yang merupakan penduduk communters. Dengan demikian kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.

Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2.5 juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-29 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk). Dilihat dari struktur umur


(23)

Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian kota medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.

Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, di susul Kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang sedikit terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi ada di Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur.

Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak, tetapi di kota ini juga banyak tinggal pula orang keturunan India dan Tionghoa. Komunitas Tionghoa di Medan cukup besar, sekitar 25% jumlah total. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah mesjid, gereja, dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah sekitaran jalan Zainun Arifin bahkan di kenal sebagai kampung Madras (kampung India). Secara historis, pada tahun 1918 tercatat Medan di huni 43.826 jiwa. Dari jumlah tersebut, 409 orang keturunan Eropa, 35.009 berketurunan Indonesia, 8.269 berketurunan Tionghoa, dan 139 berasal dari ras Timur Lainnya.

4.1.3 Geografi Kota Medan

Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3ᴼ 30′- 3ᴼ 43′ Lintang Utara dan 98ᴼ 44′ Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.


(24)

Secara administratif, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan, dan Timur. Sepanjang wilayah Utara berbatasaan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan di dukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerja sama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiataan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutup pertumbuhan fisik, yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat kota Medan hari ini.

4.2 Anak Jalanan Kota Medan

4.2.1 Simpang Pos

Simpang pos merupakan pertemuan antara jalan Jamin Ginting dan jalan Nguban Surbakti jalan A. H Nasution. Kondisi Simpang Pos yang sangat padat setiap harinya memungkinkan untuk melakukan aktifitas yang dapat menghasilkan uang. Aktifitas yang berlangsung tersebut mayoritas yang melakukannya adalah anak-anak. Ada banyak aktivitas


(25)

yang dapat dilakukan oleh anak-anak jalanan di Simpang Pos, dari mengamen menggunakan kricikan sampai yang menggunakan gitar, menjual Aqua, dan bahkan mengemis.

4.2.2 Terminal Amplas

Terminal Amplas merupakan salah satu terminal strategis yang berada di kota Medan. Terminal Amplas berada di jalan Panglima Denai, merupakan pintu masuk dan keluar bagi kendaraan pengangkut baik yang kecil maupun yang besar baik yang datang dari Medan maupun luar Medan. Ataupun kendaraan yang akan keluar kota bahkan keluar pulau Sumatera semuanya di tampung di terminal Amplas.

Alhasil, terminal Amplas penuh padat dengan manusia dan kendaraan. Tetapi keadaan yang seperti itu terkadang memberikan lapangan pekerjaan bagi orang-orang sekitar. Dari yang membuka kedai nasi, kios rokok dann makanan minuman ringan, penjual koran, TTS, calo dan lainnya. Keadaan yang seperti itu juga memberikan peluang bagi anak-anak dari menyapu angkot, pengamen, dan pengemis.

4.2.3 Universitas Sumatera Utara

Kampus Universitas Sumatera Utara (USU), yang berada di jalan Dr. Mansyur yang merupakan pertemuan antara jalan Jamin Ginting dan Jalan Setia Budi. USU merupakan Universitas yang terbesar di kota Medan yang memiliki 4 pintu masuk dan 14 fakultas. Mahasiswa yang USU datang dari berbagai daerah luar ataupun dalam pulau Sumatera. Kampus ini dapat menjadi salah satu tempat yang memberikan penghasilan bagi orang-orang sekitar. Dari penjual makanan,minuman, tukang becak, dan penjual alat-alat tulis yang dibutuhkan oleh mahasiswa. Begitu juga halnya bagi anak-anak jalanan, mereka dapat bekerja sebagai pengamen, pengemis, pemulung/pencari botot, dari anak-anak hingga orang dewasa.


(26)

4.3 Tempat Tinggal Keluarga Anak Jalanan.

4.3.1 Medan Johor

Kecamatan Medan Johor adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan yang berbatasan dengan Medan Tuntungan di sebelah barat, Medan Amplas di timur, Kabupaten Deli Serdang di selatan, dan Medan Polonia di utara. Kecamatan ini merupakan daerah resapan air bagi kota Medan. Luasnya adalah 14,58 km². Tempat tinggal dua keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di jalan Karya Jaya gang Eka Warni, kecamatan Medan Johor.

4.3.2 Medan Polonia

Kecamatan Medan Polonia adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Polonia, Medan berbatasan dengan Medan Baru, di sebelah barat, Medan Maimun di timur, Medan Johor di selatan, dan Medan Petisah di utara. Luasnya adalah 9,01 km². Dua keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di Jalan Starban gang Bilal, kecamatan Medan Polonia.

4.3.3 Medan Perjuangan

Kecamatan Medan Perjuangan adalah salah satu dari 21 kecamatan di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Medan Perjuagan berbatasan dengan Medan Timur di sebelah barat, Medan Tembung dan Kabupaten Deli Serdang di timur , dan Medan Area dan Medan kota di selatan, dan Medan Timur dan Kabupaten Deli Serdang di Utara. Luasnya adalah 7,76 km². Satu keluarga anak jalanan dalam penelitian ini bertempat tinggal di Sei Kera Hilir I.


(27)

4.4 Interpretasi Data Penelitian

4.4.1. Dabo Masih Memiliki Keluarga Utuh “Bekerja Sebagai Pengamen Untuk Membantu Perekonomian Keluarga”.

Sarman berusia 48 tahun dan isterinya Saima berusia 42 tahun, mempunyai 4 orang anak. Anak pertama bernama Listi perempuan, berusia 20 tahun sudah menyeselesaikan pendidikannya di bangku sekolah menengah atas. Anak kedua, bernama Dabo dan berusia 16 tahun sedang duduk di bangku sekolah menengah pertama. Anak ketiga bernama Ahmad berusia 8 tahun sedang duduk di bangku sekolah dasar. Anak yang terakhir bernama Pandu berusia 3 tahun. Pekerjaan Sarman tidak menentu, terkadang dia bekerja sebagai kuli bangunan, buruh angkat barang, jadi sopir angkot dan truk, dan kadang kala bekerja sebagai tukang becak. Sementara, Saima tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga saja.


(28)

Keluarga Sarman bertempat tinggal di Kecamatan Medan Johor. Sebelumnya keluarga Sarman tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari rumah yang mereka tempati saat ini. Tetapi setelah memiliki tiga orang anak, Sarman memutuskan untuk tinggal di rumah yang lebih besar agar anak-anaknya merasa nyaman, karena rumah yang mereka tempati sebelumnya sangat sempit dan sudah tidak layak lagi untuk ditempati. Harga sewa rumah Sarman sebelumnya Rp.300.000 ribu sebulan. Akhirnya Sarman mendirikan rumahnya sendirinya, meskipun rumah yang ia tempati saat ini tidak terlalu besar dan tidak mewah. Tetapi setidaknya bagi keluarga Sarman, mereka dapat tinggal di rumah mereka sendiri tanpa harus membayar sewa kepada orang lain. Keluarga Sarman tinggal di rumah yang mereka tempati saat ini sudah lebih dari 10 tahun.

Perekonomian keluarga Sarman dan Saima bisa diketegorikan sangat rendah. Hal ini terbukti dari penghasilan yang didapatkan Sarman hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka dalam sehari saja. Uang yang Sarman dapatkan dalam sehari akan mereka gunakan untuk memenuhui kebutuhan pangan keluarganya. Sarman dan Saima dalam sehari hanya makan satu kali saja, mereka selalu mendahulukan anakanya agar tidak merasa kekurangan dan kelaparan.

Sarman harus mampu untuk hidup berhemat, karena penghasilan yang didapatkanya juga harus ia sisihkan untuk membayar sewa rumah yang mereka tempati saat itu. Keluarga Sarman hidup dengan serba kekekurangan yang terpenting bagi mereka adalah dapat untuk bertahan dan melanjutkan hidup mereka meskipun dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagai kepala rumah tangga Sarman harus bekerja keras untuk mencukupi segala kebutuhan keluarganya dengan segala cara dan pekerjaan yang tidak menentu.


(29)

Setelah pernikahan Sarman dan Saima memasuki usia ke dua tahun, kedua pasangan ini dikaruniai seorang anak perempuan yang bernama Listi. Sarman harus benar-benar bekerja keras untuk dapat memenuhui segala kebutuhan isteri dan anaknya. Pada masa itu masalah keuangan keluarga Sarman tidak terlalu bermasalah, karena Sarman masih membiayai dua orang saja, dan saat itu pun Listi masih balita dan belum bersekolah. Hal ini membuat keluarga Sarman merasa tidak kekurangan sedikit pun, walaupun hidup dengan sederhana dan pas-pasan. Sarman tetap bekerja keras untuk dapat menghidupi dan menafkahi keluarga kecilnya, apapun pekerjaannya yang terpenting baginya dapat menghasilkan uang dengan cara yang halal untuk keluarganya.

Setelah Listi berusia 4 tahun, lahirlah adik laki-lakinya yang bernama Dabo. Pada akhirnya pasangan ini dikarunia sepasang anak. Hal ini merupakan kebahagian untuk keluarga kecil Sarman. Namun demikian, hanya beberapa saat saja kebahagian yang dirasakan oleh keluarga kecil ini. Seiring dengan berlalunya waktu, membuat Sarman harus bekerja keras untuk dapat bertahan hidup dan membiayai segala kebutuhan anak-anaknya dan juga isterinya. Pada saat Listi berusia 6 tahun, kedua orang tuanya harus menyekolahkannya. Memang sudah saatnya Listi memasuki ranah pendidikan seperti teman-teman sebaya yang berada dilingkungan tempat tinggal mereka.

Sarman dan Saiman pun harus dapat meyekolahkan putri pertama mereka, karena memang sudah saatnya Listi duduk di bangku sekolah dasar. Untuk dapat bersekolah Listi tentu membutuhkan seragam dan peralatan sekolah seperti tas, sepatu, dan alat-alat tulis. Sementara Sarman pada saat itu hanya bekerja sebagai buruh angkat pasar yang tidak memiliki penghasilan yang tinggi atau yang tetap. Tetapi Sarman harus tetap bekerja agar dapat menyediakan segala keperluan sekolah yang dibutuhkan oleh Listi.


(30)

Dengan pekerjaan sebagai buruh angkat pasar Sarman hanya berpenghasilan paling tinggi dalam sehari mencapai Rp.20.000. Dengan penghasilan yang dapat dikatakan rendah Sarman sangat mengalami kesulitan dalam menafkahi kedua anak dan isterinya. Tidak ada yang dapat Sarman lakukan ia hanya bisa terus bekerja dan berusaha. Karena kesulitan yang dialami oleh suaminya, Saima sangat ingin membantu menangani masalah finansial keluarganya. Akhinya Saima berniat mencari pekerjaan, dan kebetulan salah satu tetangga mereka menawarkan pekerjaan kepada Saima, yaitu sebagai tukang cuci. Saima tidak melihat apapun pekerjaan yang harus ia terima, yang terpenting baginya dapat membantu suaminya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya.

Dengan pekerjaan Saima sebagai tukang cuci ia berpenghasilan Rp.150.000/bulan pada saat itu. Dalam seminggu Saima mencuci hanya tiga kali. Dengan pekerjaan ini, Saima dapat membantu suaminya dalam memenuhui segala kebutuhan keluarganya. Sementara itu Sarman tetap mencari pekerjaan lain yang lebih banyak menghasilkan uang, ia sebenarnya tidak ingin isterinya bekerja sebagai tukang cuci, apalagi anak kedua mereka masih bayi. Tetapi Sarman tidak mempunyai pekerjaan yang lain. Ia tetap memberikan izin kepada isterinya untuk bekerja.

Dengan penghasilan Sarman dan Saima, mereka dapat memenuhui segala kebutuhan kedua anaknya, dan juga menyekolahkan anaknya. Sarman tetap berusaha untuk mendapatkan dan mencari pekerjaan yang lebih berpenghasilan tinggi, jika tetap mengandalkan penghasilannya hanya dapat memenuhui kebutuhan sehari-hari keluarganya saja, dan untuk biaya masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin. Sarman dan Saima tidak memiliki tabungan sedikit pun, penghasilan mereka hanya dapat membiayai kebutuhan mereka dalam sehari-hari. Sebagai kepala rumah tangga Sarman menginginkan yang terbaik untuk kehidupan kedua


(31)

anaknya. Ia harus tetap bekerja dan berusaha agar mampu memberikan yang terbaik untuk keluarganya.

Mencari pekerjaan yang lebih baik dan berpenghasilan tinggi tentu tidak semudah yang dibayangkan oleh Sarman, dengan tingkat pendidikan yang rendah dan tanpa kemampuan dan keterampilan yang khusus membuatnya kesulitan dalam mencari pekerjaan. Sarman pernah melamar pekerjaan di suatu pabrik, syarat menjadi pekerja harus memiliki ijazah sekolah menengah akhir. Sementara itu Sarman hanya tamanan sekolah dasar yang tidak memiliki ijazah. Hal ini sangat mempersulitnya dalam mencari pekerjaan. Hanya pekerjaan seperti tukang becak dan buruh bangunan yang tidak memiliki persyaratan, tetapi untuk menjadi tukang becak juga harus membutuhkan biaya yang sangat besar untuk membeli becak, sedangkan untuk buruh bangunan tidak memiliki penghasilan yang tinggi.

Sarman tak kunjung mendapatkan pekerjaan, hal ini membuatnya menjadi sedikit putus asa, dan berhenti mencari pekerjaan lain. Dalam benaknya apapun pekerjaan yang sedang ia kerjakan saat ini adalah pekerjaannya yang harus ia terima berapa pun penghasilan yang didapatkanya, dan terpenting ia memiliki pekerjaan walaupun hanya sebagai buruh angkat pasar dan terkadang menjadi buruh bangunan. Daripada sama sekali ia tidak mempunyai pekerjaan, karena di luar sana masih banyak orang yang menginginkan pekerjaan, namun tidak mendapatkan. Berapa pun penghasilan yang ia terima dari pekerjaannya adalah rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, sehingga ia harus menerimanya. Pada akhirnya Sarman berhenti untuk mencari pekerjaan yang lain.

Setelah beberapa bulan, Sarman mendapat tawaran dari seorang temannya untuk bekerja sebagai TKI ( Tenaga Kerja Indonesia) yang akan dipekerjakan ke Malaysia. Dengan gaji yang


(32)

begitu tinggi membuat Sarman tergiur oleh ajakan temannya tersebut. Namun, jika Sarman memilih pekerjaan sebagai TKI ia harus rela berpisah dan meninggalkan isteri dan anak-anaknya, tentu saja ini merupakan pilihan yang membuat Sarman menjadi dilema. Jika ia tidak menerima pekerjaan tersebut masa depan anak-anaknya tidak akan terjamin, apalagi harus mengandalkan pekerjaannya sebagai buruh angkat pasar. Demi anak-anak dan isterinya akhirnya Sarman harus benar-benar pergi meninggalkan keluarganya. Saima hanya bisa pasrah terhadap keputusan suaminya tersebut, bagaimana pun menurutnya ini adalah hal yang paling terbaik untuk keluarganya.

Pada akhirnya Sarman berangkatlah ke Malaysia, hanya satu bulan saja Sarman menghubungi isterinya. Setelah berbulan-bulan lamanya Saima tetap menunggu suaminya agar menghubungi mereka, tetapi tetap saja Saima tidak pernah mendapat kabar mengenai suaminya. Sarman bagaikan hilang di telan bumi. Saima tetap menunggu suaminya pulang kerumah mereka tetapi penantian Saima hanya berujung sia-sia, suaminya tidak pernah kembali lagi. Sedikit pun ia tidak mendapat kabar mengenai suaminya, ia tidak mengetahui apakah suami masih dalam keadaan bernyawa atau tidak. Ia hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar suaminya tetap diberikan kesehatan jika masih hidup, dan jika sudah tiada semoga suaminya mendapatkan tempat yang terbaik di sisi Tuhan.

Akhirnya Saima harus menghidupi kedua anak-anaknya, ia harus membanting tulang agar kedua anak-anaknya dapat bertahan hidup. Ia merasa hidupnya begitu tak adil, mengapa ia harus kehilangan suaminya, dan tanpa mengetahui bagaimana keadaan suaminya. Setiap hari Saima berharap jika suaminya akan kembali dan pulang kerumah mereka. Penantian Saima hanya sia-sia saja sudah lebih setahun lamanya Sarma tak kunjung kembali. Selama setahun


(33)

tukang cuci Saima juga bekerja di sebuah kedai nasi, sebagai pencuci piring. Jika hanya mengandalkan pekerjaan sebagai tukang cuci tentu saja tidak akan cukup untuk menghidupi kedua anaknya, apalagi putri pertamanya sudah bersekolah. Setiap hari Saima harus menguras seluruh tenaganya untuk bekerja.

Pertumbuhan anak-anak Saima dan Sarman terasa begitu cepat, tidak terasa bahwa anak pertama mereka kini sudah tumbuh menjadi seorang anak gadis , Listi sudah duduk di kelas 3 sekolah dasar, dan Dabo sudah berusia 5 tahun, sudah lebih dari dua tahun ayah dari anak-anaknya meninggalkan mereka. Masih jelas dalam ingatan Saima ketika suaminya pergi meninggalkannya anak bungsu mereka masih berusia 3 tahun dan sekarang sudah memasuki usia ke 5 tahun. Waktu begitu cepat berlalu, anak-anaknya selalu bertanya kemana perginya ayah mereka. Saima hanya tersenyum dan berkata kepada kedua anak-anaknya bahwa ayah mereka sedang bekerja mencari uang yang banyak untuk biaya sekolah anak-anaknya kelak.

Setiap hari Saima harus bekerja di kedai nasi milik tetangganya, walaupun hanya sebagai tukang cuci piring dan membersihkan kedai tersebut ia tetap bersyukur. Pekerjaan sebagai tukang cuci tetap dikerjakan olehnya. Untuk mencuci ia selalu datang ke rumah majikannya setiap pagi sekitar pukul 07.00 wib tiga kali dalam seminggu. Sedangkan bekerja di kedai nasi tersebut Saima mulai bekerja pada pukul 09.00 wib dan pulang ke rumahnya pada pukul 17.00 wib. Setiap hari Saima membawa Dabo dan Listi ke tempat kerjanya, dan Listi setelah pulang sekolah biasanya akan datang ke tempat ibunya bekerja. Saima tetap bersyukur bahwa ia masih mempunyai pekerjaan yang dapat untuk membiayai anak-anaknya. Ia diperkerjakan oleh tetangganya, karena merasa kasihan terhadap dirinya yang harus membanting tulang seorang diri untuk menghidupi kedua anak-anaknya tanpa seorang suami.


(34)

Bekerja di kedai nasi adalah pekerjaan yang terbaik baginya. Karena jika ada sisa makanan dari penjualan kedai nasi tersebut, pemilik kedai selalu memberikanya sebagian kepada Saima. Dengan begitu Saima tidak perlu membeli atau memasak makanan untuk kedua anak-anaknya ketika pulang dari bekeja. Makanan yang diberikan kepada Saima dapat membantunya untuk tetap berhemat, meskipun tidak setiap hari Saima mendapatkan makanan dari kedai tesebut. Pemilik kedai nasi itu terkadang dengan sengaja memberikan sisa penjulanan yang tidak habis di jual kepada Saima. Karena merasa kasihan dan iba kepada Saima yang menghidupi kedua orang anak seorang diri.

Desi pemilik kedai nasi tersebut hanya ingin membantu Saima, namun ia juga tidak dapat membantu lebih banyak lagi. Hanya dengan memberikan mereka makan saja udah sangat lebih dari cukup menurut Saima. Ketika Listi pulang dari sekolah, Desi selalu memberikan makan kepadanya begitu juga dengan Dabo tanpa pernah memotong gaji untuk Saima. Hal ini membuat Saima benar-benar bersyukur karena masih ada manusia yang peduli akan anak-anaknya. Terkadang Desi sudah menganggap Listi dan Dabo sebagai anaknya sendiri. Kadang kala Desi juga memberikan uang jajan kepada Listi dan Dabo.

Sebenarnya Saima tidak ingin terus mendapatkan belas kasihan dari siapa pun, tetapi ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi untuk hal ini, sehingga ia harus menerima segala belas kasihan orang lain kepada dirinya dan kepada kedua anak-anaknya. Saima merasa bahwa hidupnya dan kedua anak-anaknya begitu malang. Ia tidak pernah mengetahui bagaimana nasib suaminya, dan terkadang ia juga tidak dapat menjelaskan kepada anak-anaknya tentang keadaan ayah mereka. Bertahun-tahun penantian Saima, namun Sarman tak kunjung kembali ke dalam kehidupan keluarganya. Saima terkadang merasa tidak sanggup untuk bertahan seorang diri dalam merawat


(35)

Setelah sekian lamanya Saima berkerja di kedai nasi milik tetangganya itu. Ia selalu membawa anak-anaknya ke kedai. Dabo hampir setiap hari bersama ibunya di kedai nasi tersebut, Dabo menghabiskan waktunya bermain-main di sana, jika ibunya sibuk bekerja, Dabo akan bermain-main di sekitaran kedai tersebut. Dabo banyak melihat hal-hal yang belum pernah ia lihat di lingkungan tempat tinggalnya. Kedai nasi tempat ibunya bekerja berada di jalan besar dekat lampu merah Simpang Pos pada saat itu. Hampir setiap hari Dabo melihat aktivitas-aktivitas manusia yang berada di jalanan. Sebagai seorang anak yang berada dalam masa pertumbuhan tentu saja Dabo akan terus mengamati kehidupan jalanan.

Di jalanan banyak terlihat manusia yang bekerja mulai dari sopir truk dan angkot, pedagang asongan, penjual kerupuk, penjulan mainan, penjual koran, pengemis bahkan pengamen selalu berada di jalanan. Terkadang Dabo berpikir kenapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan. Menurutnya, terlalu bahaya sekali jika harus bekerja di jalanan tersebut. Setiap lampu merah para pedagang akan berlarian ke jalan untuk menawarkan dagangannya, begitu juga dengan pengemis akan mengetuk pintu mobil yang berhenti di lampu merah dan berharap mereka akan menerima belas kasihan. Pengamen juga akan berlari ke jalanan, dan berdiri depan pintu angkutan umum, sambil menyanyikan sebuah lagu dengan gitar. Setelah selesai bernyanyi para pengamen akan diberikan imbalan berupa uang recehan.

Dabo selalu bertanya mengapa begitu banyak manusia yang bekerja di jalanan, dengan pekerjaan yang bervariasi. Tetapi Dabo lebih tertarik untuk membahas pengemis dan pengamen kepada ibunya, karena ia merasa bingung dengan pekerjaan seperti itu. Sebagai pengemis hanya dengan mengetuk pintu mobil mereka akan diberikan uang, dan pekerjaan seperti itu terlalu mudah dilakukan oleh siapapun. Begitu juga dengan pengamen, hanya dengan menyanyikan sebuah lagu dengan gitar kecil akan mendapatkan uang dari sebagian penumpang angkutan


(36)

umun. Dabo selalu merasa heran dengan keadaan jalanan, seperti penjual mainan menurutnya mengapa harus berada dijalanan, bukan seharusnya berada di pasar. Fenomena-fenomena yang terlihat oleh kedua mata Dabo membuat selalu berpikir dan bertanya-tanya kenapa mereka lebih memilih bekerja di jalanan, yang seharusnya menurut Dabo bukan pada tempatnya.

Hampir setiap hari Dabo bertanya kepada ibunya Saima, tentang kenapa banyak orang yang memilih bekerja di jalanan, Saima selalu mengatakan bahwa mereka tidak punya tempat untuk berjualan sehingga mereka harus bekerja di jalanan. Sementara untuk pengemis Saima mengatakan bahwa para pengemis itu tidak mempunyai pekerjaan lain, dan juga karena mereka malas untuk bekerja, sehingga para pengemis itu harus meminta-minta kepada orang lain. Saima selalu menjelaskan bahwa pekerjaan itu sangat tidak boleh dikerjakan. Sebagai seorang manusia seharusnya berusaha untuk bekerja bukan untuk meminta-minta. Mengamen adalah pekerjaan yang patut untuk di hargai, karena mereka melakukan suatu usaha untuk mendapatkan uang walaupun hanya dengan bernyanyi dan itu dapat menghibur siapapun.

Setelah mendengar penjelasaan dari ibunya, Dabo selalu memperhatikan para pengamen dan di jalanan lebih banyak di jumpainya seorang pengamen, dengan berbagai bentuk penampilan. Ada yang seperti seorang penjahat, dengan penuh tato di tangan, rambut diwarnai, memakai anting-anting, dan bahkan ada juga yang memakai pakain yang tidak biasa, dan compang-camping. Terkadang hal ini membuat Dabo merasa takut sendiri dengan pengamen yang berpenampilan layaknya seorang pencuri. Hal ini membuat Dabo merasa sangat bingung kenapa penampilan para pengemen tersebut harus bebeda-beda. Menurutnya, apakah para pengamen itu memiliki keluarga, seperti orang tua ayah dan ibu. Karena pengamen itu juga terdiri dari anak-anak seusianya dan juga remaja.


(37)

Dabo terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah orang tua dari dari para pengamen itu masih ada atau sudah tiada. Lalu ia bertanya kepada ibunya dan mendapat jawaban. Bahwa tidak semua orang tua dari pengemen itu masih ada, sebagaian mungkin masih memiliki keluarga atau orang tua, dan sebagian lagi bisa jadi sudah tidak memiliki keluarga, sehingga untuk bertahan hidup para pengamen harus bekerja untuk membiayai dirinya sendiri. Untuk pengamen yang masih memiliki keluarga bekerja di jalanan karena ingin membantu perekonomian keluarganya. Setiap pengamen pasti memiliki suatu alasan kenapa ia harus bekerja sebagai pengamen. Dabo akhirnya mengerti mengapa banyak para anak-anak bahkan remaja sekalipun bekerja sebagai pengamen.

Dabo pernah bertanya kepada Saima kenapa ia harus bekerja sebagai tukang cuci dan juga bekerja di kedai nasi. Saima lalu menjawab untuk dapat bertahan hidup seseorang harus berusaha untuk mendapatkan uang guna untuk melanjutkan kehidupan. Untuk dapat bertahan hidup seseorang haruslah bekerja dan mendapatkan imbalan berupa uang yang akan digunakan untuk membeli segala kebutuhan yang diperlukan oleh setiap manusia. Sebagai orang tua, haruslah memenuhuhi segala hak dan kewajiban untuk anak-anaknya. Jika seorang anak sudah memamasuki dunia pendidikan, maka orang tua haruslah menfasilitasi anak-anaknya.

Perlengkapan dan peralatan sekolah untuk anak haruslah disediakan oleh orang dan itu semua tidak didapatkan secara gratis. Para orang tua harus mendapatkan dengan cara membeli dan itu akan membutuhkan uang. Begitu juga untuk mendapatkan tempat berlindung, orang tua juga harus membayar uang sewa. Hal ini membuat Dabo dapat memahami kenapa semua orang harus bekerja, yang ia ketahui adalah bahwa untuk bertahan hidup setiap manusia harus memiliki uang dan hanya dangan uang seseorang dapat untuk bertahan hidup.


(38)

Kehidupan keluarga Dabo setelah ditinggalkan oleh ayahnya sangatlah berubah. Ibunya harus bekerja setiap hari agar dapat membiayai segala keperluan dirinya dan kakaknya Listi. Apalagi Listi sudah bersekolah membuat ibunya harus lebih giat bekerja agar dapat membeli segala kebutuhan dan keperluan untuk sekolah Listi. Dabo melihat ibunya setiap hari tanpa mengenal lelah dalam melakukan segala pekerjaannya seorang diri. Hal ini membuat Dabo bertanya tentang keberadaan ayahnya, karena menurutnya, seorang ayahlah yang harus bekerja banting tulang untuk menafkahi keluarganya.

Alasan ayahnya pergi hanya untuk bekerja, lalu kenapa tidak pernah kembali dan memberikan uang kepada ibunya, yang ada malah ibunya yang harus bekerja dari pagi hingga sore hari. Saima mengatakan bahwa ayah dari kedua anaknya memang pergi untuk bekerja. Namun, sesuatu telah terjadi kepada ayah mereka, tiada yang tahu bagaimana kondisi Sarman apakah masih dalam keadaan bernyawa atau sudah tiada. Karena hal ini membuat Saima harus bekerja sebelum ayah Listi dan Dabo kembali ke rumahnya. Dabo sebagai anak-anak akan sulit memahami keadaan keluarganya, yang ia ketahui ibunya bekerja semata hanya untuk membantu ayahnya dalam membiayai kebutuhan dirinya dan kakaknya.

Pada suatu hari Dabo berpikir untuk membantu ibunya dalam menangani permasalahan perekonomian keluarganya, jika ibunya dapat membantu ayahnya kenapa tidak dengan dirinya, ia berpikir akan dapat membantu ibunya dalam menghasilkan uang. Dabo sudah lama mengamati kehidupan dari para pengamen, dalam sehari ia melihat banyak para pengamen mendapat uang setelah seharian berada di jalanan. Hingga muncul dalam benaknya untuk menjadi seorang pengamen. Tidak diperlukan memiliki suara yang merdu karena ia sudah sering mendengar para pengamen itu bernyanyi dan tidak semua pengamen itu memiliki suara yang merdu. Namun yang


(39)

terpenting mereka berusaha dan mau bekerja untuk mendapatkan uang walaupun dengan seadanya saja.

Sebenarnya Dabo sudah mengetahui bagaimana keadaan kehidupan jalanan tersebut, ia juga sering kali melihat pengamen yang lebih tua menyiksa pengamen yang masih anak-anaknya. Bahkan sampai mengambil dan merampas uang dari pengamen yang lemah. Jika tidak dapat melawan yang lebih kuat maka akan mendapat perlakuan kasar. Dabo juga melihat jika tidak mampu melawan pengamen yang lebih kuat, para pengamen yang lemah akan selalu pergi menghindar dan tidak melawan.

Awal mula Dabo menjadi seorang pengamen ketika ia sering melihat dan memperhatikan para anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen. Di tambah lagi dengan kondisi keuangan keluarganya, dimana saat itu ibunya harus bekerja seorang diri setelah ditinggalkan oleh ayah yang sudah lama menghilang. Dabo tidak pernah mendapatkan apa yang ia dan kakaknya inginkan, karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang sangat rendah. Karena melihat para pengemen banyak mendapatkan uang dari hasil mengamen, timbul dalam benak Dabo bekerja seperti itu, agar ia juga mendapatkan uang. Dabo juga melihat pekerjaan sebagai pengamen tidak terlalu sulit, anak-anak seusianya juga banyak bekerja sebagai pengamen.

Jika Dabo harus bekerja menjadi pengamen ia tidak akan mendapatkan izin dari ibunya, karena ia sering dilarang oleh Saima agar tidak bermain di jalanan. Tetapi Dabo ingin membantu ibunya, hingga pada suatu hari Dabo tanpa sepengetahuan ibunya, ia bekerja sebagai mengamen. Ia mengamen tanpa alat bantu satu pun seperti gitar, ia hanya bernyanyi dengan mangandalkan suaranya saja. Ketika pertama ia mencoba tidak terlalu banyak uang yang ia dapatkan, hanya sekitar Rp. 5000 saat itu. Dabo tidak berani lama mengamen di jalanan. Karena ia takut jika akan


(40)

ketahuan oleh ibu dan kakaknya. Setiap hari Dabo merasa bosan bermain-main di kedai nasi tempat ibunya bekerja. Ia sering sendirian bermain-main disekitaran kedai nasi tersebut. Ibunya Saima terlalu sibuk bekerja didapur untuk mencuci piring, begitu juga Listi setiap pulang dari sekolah terkadang ia membantu ibunya di dapur. Sehingga membuat Dabo tidak mempunyai teman untuk bermain-main.

Sudah seminggu lebih Dabo mengamen, ia ingin mengumpulkan uang untuk membeli gitar kecil, agar ia mengamen menggunakan gitar karena akan lebih banyak uang yang didapatkan. Dabo tetap berusaha menyembunyikan rahasianya sebagai pengamen kepada ibu dan kakaknya, ia merasa bahwa mereka tidak akan mengetahui karena mereka terlalu sibuk bekerja di dapur. Dabo pada saat itu hanya mengamen sekitar dua jam saja dalam sehari karena merasa takut jika ketahuan oleh ibu dan kakaknya, uang yang ia dapatkan hanya sedikit saja. Dabo tetap semangat dan berusaha untuk tetap bekerja sebagai pengamen.

Panas terik yang ia rasakan tidak pernah menghalangi niatnya untuk membantu orang tuanya. Meskipun ia harus berbohong kepada ibunya untuk sementara waktu. Ia harus dapat membeli gitar dengan uangnya sendiri, jika harus meminta kepada ibunya pasti ia tidak akan mendapatakannya. Sebelum mendapatkan gitar ia tidak akan memberitahukan kepada ibunya kalau dirinya bekerja sebagai pengamen. Jika ia tidak memiliki gitar ibunya tidak akan mengizinkan ia bekerja sebagai pengamen dan ibunya tidak akan membelikan ia gitar.

Suatu hari Saima merasa ada yang aneh dengan anaknya Dabo.Ia selalu berkeringat setiap pulang dari bermain-main, meskipun Saima tidak pernah mengetahui kemana anaknya itu pergi setiap harinya. Biasanya jika Dabo pulang dari tempat bermainnya ia tidak pernah berkeringat dan kelihatan begitu lelah. Dabo selalu menutupi kepada ibunya tentang keadannya,


(41)

dia selau mengatakan bahwa ia hanya bermain-main bersama teman-teman yang berada disekitar kedai nasi tempat Saima bekerja. Karena Dabo tidak pernah mengalami hal-hal yang buruk Saima hanya berpikir bahwa anaknya hanya bermain-main saja, mungkin karena keasyikan bermain-main bersama temannya.Tidak pernah terlintas dalam benak Saima jika anaknya bekerja sebagai pengamen.

Dabo tidak selamanya dapat menutupi pekerjaannya sebagai pengamen kepada ibu dan juga kakaknya. Ia sudah berusaha untuk menenutupi apa yang dilakukanya setiap hari di jalanan. Hanya berselang beberapa minggu, pada akhirnya Dabo ketahuan oleh kakaknya ketika ia sedang mengamen di jalanan. Saat itu Dabo benar-benar harus menghadapi kenyataan bahwa rahasia yang disembunyikan kepada ibu dan kakaknya harus terbongkar.Iatidak dapat lagi menutupi kebohongannya, Listi sudah melihat langsung apa yang sedang ia kerjakan saat itu. Ketika Dabo mengamen, langsung saja Listi menyuruh adiknya untuk kembali ke kedai tempat ibu mereka bekerja. Meskipun dalam hatinya, merasa aneh terhadap apa yang dilakukannya oleh Dabo. Listi saat itu melihat adiknya sedang bernyanyi-nyanyi di depan pintu angkutan umum, dan setelah itu adiknya mendapatkan beberapa uang dari para penumpang.

Seperti dugaan Dabo, Listi memang mengatakan kepada ibunya bahwa ia melihat adiknya bekerja sebagai pengamen. Mendengar hal itu Saima langsung marah besar kepada Dabo, dan bertanya kepadanya mengapa harus melakukan hal seperti itu dan kenapa harus bekerja sebagai pengamen.Dabo hanya bisa diam dan tidak berani menjawab pertanyaan ibunya yang sedang marah kepadanya. Desi pemilik kedai nasi itu mendengar Saima memarahi Dabo langsung menenangkan Saima, dan bertanya kepada Dabo kenapa ia harus bekerja sebagai pengamen. Dabo langsung menjawab ia sedang mengumpulkan uang untuk membeli gitar kecil, dan setelah mendapatkan gitar itu Dabo ingin bekerja sebagai pengamen untuk membantu


(42)

perekonomian ibunya dan kakaknya. Mendengar penjelasan dari Dabo, membuat Saima meneteskan air matanya. Ia sungguh tidak dapat menduga bahwa anaknya ingin membantunya dalam mencari uang.

Pada akhirnya, Dabo ketahuan juga bekerja sebagai seorang pengamen oleh ibu dan kakaknya. Hal ini di luar dugaan Dabo, ia benar-benar tidak dapat melakukan apapun setelah itu. Ia memang di marahi oleh ibunya karena ia bekerja sebagai seorang pengamen. Dabo sudah berpikir bahwa ia tidak akan dapat kembali bekerja sebagai pengamen. Kemarahan ibunya membuat ia sangat ketakutan terhadap kesalahan yang ia perbuat, meskipun menurut Dabo bekerja sebagai pengamen bukan merupakan kesalahan.

Ibunya merasa bahwa apa yang Dabo lakukan itu terlalu berbahaya bagi anak seusianya. Dengan ketahuannya Dabo menjadi seorang pengamen membuatnya mendapatkan kesempatan dan izin dari ibunya untuk tetap bekerja di jalanan. Karena tidak ada yang salah dengan pekerjaannya sebagai pengamen. Alasan Dabo untuk bekerja di jalanan hanya untuk membantu ibunya dalam menghadapi perekonomian keluarga. Dengan alasan tersebut, Saima harus memberikan izin kepada Dabo untuk tetap menjadi pengamen.

Setiap orang tua pasti tidak akan menginginkan anaknya yang masih kecil untuk bekerja apalagi untuk membantu orang tuanya. Saima tidak dapat melarang anaknya jika ingin bekerja sebab dirinya juga tidak mampu memberikan yang lebih kepada anak-anaknya. Selama suaminya pergi meninggalkan mereka,ia terkadang tidak mampu mewujudkan segala keinginan dari anak-anaknya. Akhirnya ia mengizinkan Dabo bekerja sebagai pengamen, ia tidak perlu merasa cemas karena Dabo bisa ia awasi dari kejauhan. Uang yang dihasilkan Dabo ketika mengamen tanpa sepengetahuan ibunya ia gunakan untuk membeli gitar yang akan ia gunakan untuk mengamen.


(43)

Dabo pun merasa lebih semangat dan tidak perlu merasa takut kepada ibunya. Dengan izin yang diberikan oleh Saima kepada Dabo untuk bekerja sebagai pengamen, membuat Dabo merasa lebih berani untuk bekerja sebagai pengamen di jalanan.

Menurut Dabo, bekerja di jalanan memang sedikit berbahaya. Menjadi seorang anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen, tentu harus memiliki keberanian ketika berada di jalanan. Kehidupan jalanan selalu memberikan dampak yang buruk bagi setiap anak. Selama menjadi anak jalanan tidak jarang Dabo mendapatkan perlakukan kasar dari sesama anak jalanan terhadapnya. Anak jalanan yang kuat dan berkuasa akan selalu menindas para anak jalanan yang lemah. Ketika pertama kali Dabo menjadi seorang pengamen, ia sering di ganggu oleh sesama anak jalanan lainnya. Bahkan ia sampai dilarang untuk mengamen oleh sesama pengamen di jalanan. Tidak hanya itu saja, penghasilan yang didapatkan dari mengamen pernah di rampas oleh pengamen yang lebih tua darinya.

Sebagai anak-anak, Dabo tidak dapat melawan para anak jalanan yang lebih tua darinya. Ia hanya dapat menerima apapun perlakuan yang tidak sewajarnya ketika bekerja di jalanan. Untuk menghindari para anak jalanan yang sering menindasnya, biasanya ia akan segera lari ke tempat yang lebih ramai. Dengan begitu, Dabo dapat lepas dari para anak jalanan yang sering menganggunya tersebut. Terkadang Dabo merasa jenuh dan bosan ketika ia mendapat perlakuan kasar oleh sesama para anak jalanan yang bekerja di jalanan. Menurutnya, mengapa mereka harus saling menganggu, padahal apa yang mereka kerjakan di jalanan hanya satu tujuan yaitu untuk mendapatkan uang. Dabo tidak pernah menganggu bahkan menindas pengamen lainnya. Tetapi ia selalu mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan ketika bekerja di jalanan.


(44)

Karena seringnya Dabo mendapatkan perlakuan yang tidak baik mengajarkannya menjadi seorang anak yang berani dan mampu untuk melawan siapapun yang sering menganggu keamanan dan kenyamananya ketika bekerja di jalanan. Sehingga membuat Dabo tidak pernah merasa takut kepada siapapun. Tujuannya turun ke jalan hanya untuk bekerja dan mendapatkan uang. Menurut Dabo bekerja di jalanan tidak berbahaya, semua itu tergantung bagaimana setiap anak menghadapi ketika mereka bekerja di jalanan dan bagaimana pribadi diri sendiri ketika bekerja di jalanan. Dabo bekerja di jalanan semata hanya untuk membantu ibunya dalam menghadapi permasalahan keluarganya. Banyak anak-anak di jalanan menjadi tidak terkendali dan terjerumus ke dalam hal yang negatif. Dabo tidak ingin membuat dirinya melakukan hal-hal yang buruk ketika bekerja di jalanan, yang harus dilakukan oleh Dabo adalah bekerja dengan baik dan benar.

Dabo mulai terjun ke jalan pada usia 6 tahun, setiap hari ia bekerja mulai dari pukul 12.00 wib hingga 16.00 wib, pendapatan yang ia dapatkan pada saat itu hanya sekitaran Rp.20.000 dalam sehari. Ia menghabiskan sebagian waktu untuk bekerja sebagai pengamen, uang yang ia dapatkan dari mengamen seutuhnya ia berikan kepada ibunya. Berbagai peristiwa di jalanan sudah pernah dialami oleh Dabo, mulai dari perlakuan kasar dari sesama pangamen sudah pernah ia terima, terkadang uang dari hasil ia mengamen juga di minta oleh pengamen yang lebih tua, Dabo biasaya akan langsung lari ke kedai tempat ibunya bekerja. Perlakuan yang tidak wajar oleh sesama pengamen hampir setiap hari ia terima. Namun, Dabo merasa bahwa itu tidak akan menjadi penghalang untuknya agar berhenti bekerja sebagai pengamen.

Setiap anak yang bekerja di jalanan pasti akan selalu mendapatkan perlakukan kasar oleh sesama pengamen. Hal ini juga sangat dirasakan oleh Dabo, tidak jarang ia mendapatkan


(45)

membuat Dabo merasa ketakutan, tetapi ia harus melawan rasa takutnya untuk tetap dapat bekerja sebagai pengamen. Karena tidak tahan dengan perlakuan sesama pengamen yang selalu menganggu Dabo ketika mengamen. Ia memberitahukan kepada suami dari pemilik kedai nasi tempat ibunya bekerja, bahwa ia ia sering di ganggu oleh beberapa pengamen yang berada di jalanan tersebut.

Anto suami dari Desi, langsung saja memperingati kepada pengamen yang sering menggangu Dabo ketika bekerja di jalanan. Sebagian besar pengamen itu sudah Anto kenal, karena setiap harinya para pengamen tersebut membeli makan ke kedai nasi miliknya. Setelah kejadian itu sudah tidak banyak lagi pengamen yang berani menganggu Dabo ketika mengamen di jalanan. Meskipun masih tetap ada beberapa pengamen yang masih sering menganggu Dabo. Namun, tidak sebanyak ketika ia tidak memberitahukan kepada Anto tentang pengamen yang sering mengancamnya.

Berbulan-bulan lamanya Dabo sudah menjadi pengamen, suka duka ketika ia bekerja dijalanan sudah pernah ia rasakan. Dabo tumbuh menjadi anak yang lebih mandiri dan berani. Karena kerasnya hidup dijalanan membuat Dabo menjadi anak yang kuat, Dabo tidak pernah lagi merasa ketakutan kepada sesama pegamen. Terkadang ia lebih menghargai pengamen yang lebih tua darinya, karena ibunya Saima selalu mengajarkan kepadanya untuk selalu menghormati sesorang yang lebih tua darinya. Dengan bekerjanya Dabo sebagai pengamen Saima merasa bebannya untuk menghidupi kedua anak-anaknya terasa lebih ringan karena Dabo sudah membantu perekonomian keluarga mereka. Saima merasa bahwa mereka bertiga dapat bertahan hidup tanpa suaminya. Saima tidak terlalu merasa sedih lagi dengan keadaan suaminya yang sampai pada saat itu tidak ia ketahui bagaimana kondisinya, ia akhirmya merasa bahwa suaminya sudah tiada lagi. Saima merasa bahwa penantian dirinya terhadap suaminya kini telah sia-sia. Ia


(46)

tidak ingin kembali terpuruk dalam kesedihanya, yang harus ia pikirkan dan lakukan adalah untuk tetap bertahan hidup bersama kedua anaknya.

Pada tahun 2006, kejadian yang tidak terduga datang kepada Saima dan kedua anaknya, kejadian ini benar-benar sangat tidak terduga, sekitar dua tahun Sarman pergi meninggalkan isteri dan anak-anaknya tanpa pernah memberikan kabar sedikit pun kepada keluarganya. Sarman pada akhirnya kembali kerumahnya, hal ini seperti mimpi bagi Saima, ia sangat tidak percaya keajaiban benar-benar terjadi kepada dirinya. Bertahun-tahun Saima menanti suaminya kembali, hampir setiap saat Saima selalu berdoa kepada Yang Maha Kuasa. Kini suaminya Sarman telah kembali bersama dengan keluarganya. Hal yang tidak terduga terjadi kepada Sarman dan membuatnya tidak dapat kembali kerumahnya. Menjadi TKI merupakan hal yang paling buruk dan pahit di kehidupannya, ketika berangkat untuk bekerja, Sarman menaruh harapan agar kehidupan keluarganya akan semakin membaik tetapi pada kenyataannya yang terjadi hanya sebaliknya.

Selama menjadi TKI, Sarman mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya oleh majikannya.Ia kerap kali tidak mendapat izin untuk pergi kemana pun, yang ia kerjakan hanya bekerja di rumah majikannya. Untuk menghubungi keluarganya saja ia tidak mendapatkan kesempatan dari majikannya. Sarman sering ingin lari dari rumah majikan, tetapi ia selalu diancam oleh majikan, dan tidak pernah bisa lari dari sana karena Sarman tidak pernah mendapatkan gaji. Ia bekerja sebagai TKI selalu diperlakukan sebagai budak yang harus tunduk dan bekerja keras tanpa mendapatkan imbalan yang seharusnya. Pengalaman pahit yang Sarman lalui merupakan pelajaran yang berharga dalam hidupnya. Ia tidak ingin lagi menginggalkan keluarganya cukup untuk sekali saja ia melakukan hal itu, nasib Sarman menjadi TKI begitu


(47)

manusiawi. Dari kejadian ini Sarman menyadari bahwa setiap manusia mempunyai jalan hidup dan takdirnya masing-masing semua sudah diatur oleh Sang Pencipta.

Ketika pertama kali Sarman menjadi TKI, ia selalu berharap akan mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini. Begitu besar harapanya untuk dapat memperbaiki masalah perekonomian keluarganya. Tetapi setelah menjalani hidup di negeri seberang, hidupnya menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Kenyataan pahit pun harus Sarman terima, bekerja sebagai TKI tidak seindah yang ia bayangkan. Nasibnya jauh sangat berbeda dengan temannya yang memiliki pekerjaan yang sama sepertinya. Sebulan lamanya Sarman bekerja dia masih mendapatkan perlakuan yang baik dari majikannya.

Sebagai pembantu rumah tangga Sarman sudah melakukan tugasnya dengan baik, tetapi majikannya merasa apa yang ia kerjakan malah sebaliknya. Sarman sering dimarahi oleh majikan karena apa yang ia kerjakan tidak sesuai dengan keinginana majikanya, ia sudah berusaha melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Tetap saja menurut majikannya selalu salah dan tidak sesuai. Setelah lebih dari tiga bulan Sarman pun sering mendapatkan perlakuan kasar oleh majikan, ia sering mendapatkan ancaman dan kekerasan fisik. Sarman benar-benar tidak dapat melawan majikannya, yang ia lakukan tetap bekerja dengan baik meskipun dengan terpaksa dan tertekan.

Sarman tidak pernah mendapatkan gaji, ia bekerja bagaikan budak yang harus mengikuti segala perintah dan aturan dari majikannya. Ia selalu berusaha untuk melarikan diri dari tempat ia bekerja, tetapi semua yang ia lakukan hanya sia-sia dan tidak pernah mendapatkan hasil apapun. Sarman selalu mencoba untuk menghubungi isterinya, tetapi telepon genggam miliknya pun di sita oleh majikannya, dan juga ia kehilangan semua nomor telepon yang dapat ia hubungi.


(48)

Sarman selalu berpikir keras untuk dapat keluar dari rumah majikannya, hingga pada suatu saat Sarman mencoba untuk melarikan diri dari rumah tempat ia bekerja. Tanpa uang sepersen pun ia meninggalkan rumah majikannya, Sarman terus berlari sejauh mungkin. Ia terus mencari alamat tempat temannya bekerja, dan akhirnya Sarman menemukan tempat temannya bekerja dan menceritakan semua yang terjadi padanya.

Temannya Samsul tidak percaya terhadap apa yang Sarman alami. Ia merasa sangat bersalah kepada Sarman, sebab dirinya yang menawarkan pekerjaan ini untuk Sarman. Sudah lama Samsul bekerja sebagai TKI, tetapi ia tidak pernah mendapatkan perlakukan buruk seperti yang di alami oleh Sarman. Mereka berdua ingin sekali melaporkan kepada panitia TKI yang berada di Malaysia.Karena tidak mempunyai bukti yang kuat dan juga uang, mereka harus mengubur jauh-jauh niat mereka tesebut. Sarman pun tidak ingin lagi berhubungan dengan majikannya tersebut, dapat lari dari rumah tempat ia bekerja sudah lebih dari cukup baginya. Terpenting ia dapat kembali ke Indonesia dan berkumpul bersama isteri dan anak-anaknya. Sudah lebih dari dua tahun ia merindukan keluarganya.

Samsul merasa sangat bersalah kepada Sarman, ia harus bertanggung jawab penuh atas apa yang terjadi kepada temannya. Tetapi Sarman merasa bahwa ini bukan salah Samsul. Ini sudah menjadi takdir bagi Sarman, tiada yang tahu bagaimana nasib seseorang. Karena tetap merasa bersalah, Samsul memberikan beberapa uang untuk biaya perjalanan pulang Sarman ke Indonesia. Walaupun uang yang diberikan oleh temannya itu tidak terlalu tinggi nilainya, Sarman sudah merasa itu sudah lebih dari cukup untuknya. Ia merasa bersyukur bahwa masih ada yang peduli terhadap dirinya. Di Malaysia, Sarman tidak mengenal siapapun, selain Samsul dan dengan begitu Sarman dapat kembali ke Indonesia.


(49)

Setelah kembali bersama dengan keluarganya, ia melihat begitu banyak perubahan yang terjadi terhadap kehidupan keluargnya. Anak kedunya kini telah bekerja sebagai pengamen. Hal ini membuat Sarman merasa bersalah dan menyuruh Dabo agar berhenti menjadi seorang pengamen, karena menurutnya itu merupakan hal yang berbahaya bagi anaknya. Namun tidak mudah bagi Dabo untuk meninggalkan kehidupan jalanan, sudah banyak kisah yang dilalui Dabo selama berada dijalanan, tidak hanya untuk membantu ibunya saja. Sudah banyak peristiwa-peristiwa yang dilalaui olehnya sehingga ia sulit untuk keluar dari jalanan.

Tidak selamanya jalanan memberikan dampak yang buruk bagi setiap anak, Seperti halnya jalanan memberikan ia kesempatan untuk membantu ibunya ketika ayahnya tidak pernah kembali kerumahnya. Sarman tidak mampu melarang putranya untuk berhenti menjadi pengamen, karena ia juga sadar bahwa dirinya belum mendapatakan pekerjaan. Sarman sadar bahwa tidak mudah bagi seseorang untuk mendapatkan sebuah pekerjaan. Sarman merasa bahwa dirinya belum tentu akan mampu menafkahi keluarganya karena ia masih mencari-cari pekerjaan untuk dirinya sendiri. Akhirnya Dabo kembali lagi bekerja sebagai pengamen, begitu juga Saima ia tetap bekerja di kedai nasi tersebut walupun suaminya sudah kembali kepadanya.

Tahun 2007, akhrirnya Dabo memasuki dunia pendidikan, ia duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini sangat menyenangkan bagi Dabo sudah lama ia menantikan untuk memakai serangam sekolah. Uang dari hasil mengamen ia gunakan untuk membeli seragam sekolah dan juga peralatan sekolah yang ia butuhkan. Ia selalu bersama-sama dengan kakaknya berangkat ke sekolah kebetulan mereka satu sekolah saat itu. Meskipun Dabo sudah bersekolah ia tetap bekerja sebagai pengamen. Setiap pulang dari sekolah ia dan kakaknya akan datang ke tempat ibunya bekerja, dan seperti biasanya ia akan mengamen ke tempat biasa ia mengamen. Dabo tidak pernah merasa bosan dengan bekerja sebagai pengamen menurutnya menjadi pengamen


(50)

merupakan hal yang begitu menyenangkan. Hampir sebagian waktu yang Dabo gunakan hanya untuk mengamen. Tidak ada waktu yang ia gunakan untuk bermain-main. Pada hari minggu kedai nasi tempat ibunya bekerja tidak buka, sehingga Saima mendapat waktu untuk berlibur. Begitu juga dengan Dabo akan berlibur dari pekerjaan sebagai pengamen, waktu libur selalu ia gunakan untuk beristirahat di rumah.

Di sekolah, Dabo merupakan murid yang biasa-biasa saja ia tidak pernah mendapatkan rangking dikelasnya, walaupun begitu Dabo bukan murid yang bodoh hanya saja ia adalah murid yang biasa-biasa saja, ia selalu mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan oleh guru-gurunya. Ia selalu belajar bersama dengan kakaknya Listi. Walupun seperti itu Dabo pun tidak pernah membuat onar atau masalah di sekolahnya, ia selalu belajar dengan baik. Saima selalu mengajarkan kepada anak-anaknya agar belajar dengan giat dan sungguh-sungguh. Hal itu selalu Dabo ingat dan laksanakan. Walaupun Dabo bukan anak yang selalu mendapat juara kelas, ia selalu naik kelas sama seperti dengan teman-teman sekelasnya.

Pergaulan Dabo di sekolah dengan teman-teman sekelasnya biasa-biasa saja. Ia tidak memiliki teman yang begitu akrab dan dekat dengannya. Karena setiap pulang dari sekolah, Dabo harus ke tempat ibunya bekerja, dan ia juga akan mulai turun ke jalanan untuk mengamen. Di sekolah Dabo merupakan anak yang pendiam dan tidak banyak bicara kepada sesama temannya. Terkadang Dabo merasa malu kepada teman-temannya jika ia bekerja sebagai pengamen. Agar teman-temanya tidak mengetahui pekerjaannya, ia lebih memilih untuk tidak memiliki teman dekat. Dabo selalu berusaha untuk menutupi pekerjaan yang ia lakukan, jika teman sekelasnya mengetahuinya, ia pasti akan mendapat ejekan dari semua teman-temannya.


(51)

Meskipun pada akhirnya, teman-teman sekelas Dabo mengetahui pekerjaannya sebagai seorang pengamen. Setiap hari Dabo selalu mendengar ejekan dan makian dari temanya, tetapi ia selalu berusaha untuk tidak menghiraukan perkataan teman-temananya. Dabo selalu mengadu kepada ibunya Saima, tentang apa yang sudah terjadi pada dirinya di sekolah. Saima selalu menyuruh Dabo untuk tidak mendengarkan semua perkataan teman-temannya itu. Perlu Dabo lakukan adalah belajar dengan baik dan benar. Hal itu membuat Dabo tidak ingin berteman baik dengan siapapun di sekolahnya, ia selalu bersifat individualis karena kondisi dan pekerjaanya sebagai seorang pengamen. Teman-teman di sekolahnya pun selalu menghidari dan tidak mau berteman dengan Dabo.

Pada tahun 2008, Dabo sudah naik ke kelas dua, dan kakaknya Listi sudah duduk di bangku kelas 5 SD. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, Saat itu pada tahun 2008 Listi dan Dabo mendapatkan seorang adik laki-laki yang bernama Ahmad. Begitu lengkap sudah kebahagian keluarga Sarman dan Saima. Anggota keluarga mereka sudah bertambah lagi dan ini merupakan suatu kebahagian bagi keluarga kecil Sarman. Karena baru melahirkan Saima memilih untuk tidak bekerja lagi sebagai tukang cuci dan di kedai nasi tersebut, karena Sarman menyuruh isterinya berada di rumah saja untuk merawat dan membesarkan anak-anak mereka. Akhirnya Sarman mendapatkan pekerjaan sebagai tukang becak bermotor, ia dapat menyewa becak dari salah satu temannya.

Walaupun Saima tidak bekerja lagi di kedai nasi tersebut, Dabo tetap mengamen di tempat baisanya. Ia sudah tidak perlu takut lagi karena sudah terbiasa dengan kehidupan jalanan. Sarman dan Saima pun tidak terlalu cemas terhadap Dabo, karena selama ini Dabo selalu kembali kerumahnya dalam keadaan baik-baik saja. Kedua orang tuanya percaya bahwa Dabo dapat menjaga dan melindungi dirinya dari segala bahaya dan ancaman yang akan datang kepada


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan rahma-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan tepat waktu. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai sarjana S1 Sosiologi di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan Skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan nasehat baik moril maupun materi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Muryanton Amin, S.sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku ketua jurusan Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof Rizabuana M.Phil. PhD. selaku Dosen Pembimbing dan juga Dosen Pembimbing Akademik saya selama masa perkuliahan yang telah banyak membantu penulis dengan baik itu berupa saran dan kritik selama proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si selaku dosen penguji II saya.

5. Seluruh dosen FISIP USU terkhusus dosen-dosen Departemen Ilmu Sosiologi yang telah begitu baik dan sabar membimbing penulis hingga akhirnya penulis bisa menyelesaikan study tepat pada waktu.


(2)

6. Saya sampaikan ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua Orang Tua tercinta Saubir dan Yurnalis atas kasih sayangnya. Dan terkhusus kepada ibu saya yang telah membesarkan, merawat dan mendidik saya seorang diri yang tidak henti memberikan doa, dukungan, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan juga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Kepada kakak penulis Maita Reza yang sudah membantu memberikan doa dan dukungan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini

8. Kepada seluruh informan para keluarga anak jalanan di kota Medan, yang telah memberikan dan meluangkan waktu untuk memberikan informasi mengenai kehidupan sehari-harinya yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini. 9. Terima kasih kepada semua teman-teman mahasiswa/I Sosiologi Stambuk 2012

atas semua kebersamaan dan juga pengalaman-pengalaman selama masa perkuliahan, terutama kepada para sahabat-sahabat tercinta Tison Boang Manalu Ratna Uli Handayani yang sudah meluangkan waktu untuk penulis pada saat mencari data di lapangan. Terima kasih juga Dea Soraya Sembiring dan juga teman-teman Sosiologi yang tidak bisa saya sebut satu per satu.

10.Dan kepada semua teman-teman satu kost penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada kak Juli Pohan, Kak Tiwi, Ana, Nana, Ipah, dan Putri.

11.Terima kasih juga kepada Muhammad Rifai Harahap yang telah banyak memberikan dukungan, doa dan semangat selama masa perkuliahan dan juga masa penulisan skripsi ini.


(3)

Meskipun banyak usaha yang telah dilakukan dengan semaksimal mungkin, namun sebagai manusia penulis tidak luput dari kesalahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.

Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis sendiri.

Medan 2016

Penulis

MARTIKA SARI JAMBAK


(4)

DAFTAR ISI ABSTRAK

KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang……….1

1.2Perumusan Masalah………..5

1.3Tujuan Penelitian………...………...6

1.4Manfaat Penelitian………....6

1.4.1. Manfaat Teoritis………..6

1.4.2. Manfaat Praktis………...6

1.5 Defenisi Konsep………...6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anak Jalanan………...10

2.2 Karakteristik Anak Jalanan……….10

2.3 Jenis Anak Jalanan………...12

2.4 Faktor Penyebab Fenomena Anak Jalanan………13

2.5 Faktor Penarik Menjadi Anak Jalanan………...14

2.6 Teori Budaya Kemiskinan………...14

2.7 Penelitian Yang Relevan………...17

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………...22

3.2 Lokasi Penelitian………23


(5)

3.3.1. Unit Analisis………..……...23

3.3.2. Informan………...23

3.4 Teknik Pengumpulan Data……….24

3.4.1. Data Primer………...24

3.4.2. Data Skunder……….………...25

3.5 Interpretasi Data……….26

3.6 Keterbatasan Penelitian………..26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Deskripsi Lokasi………27

4.1.1. Sejarah Singkat Kota Medan………27

4.1.2. Demografi Kota Medan………...29

4.1.3. Geografi Kota Medan……….30

4.2 Anak Jalanan Simpang Pos……….31

4.2.1. Simpang Pos……….31

4.2.2. Terminal Amplas………..32

4.2.3. Universitas Sumatera Utara………..32

4.3 Tempat Tinggal Keluarga Anak Jalanan………...33

4.3.1. Medan Johor……….33

4.3.2. Medan Polonia………..33

4.3.3. Medan Perjuangan………33


(6)

4.4.1. Dabo Masih Memiliki Keluarga Utuh “Bekerja Sebagai Pengamen Untuk

Membantu Perekonomian Keluarga”………...34

4.4.2. Friska Maish Memiliki Keluarga Utuh “ Bekerja Sebagai Pemulung Karena Mengikuti Pekerjaan Kedua Orang Tuanya………..62

4.4.3. Irfan Tidak Memiliki Keluarga Utuh “ Bekerja Sebagai Pengamen Karena Ajakan Dari Teman”………88

4.4.4. Aditya Bekerja Sebagai Pengemis Dikarenakan Ajakan Dan Paksaan Sang Ibu………113

4.4.5. Dama Bekerja Sebagai Pemulunng “Karena Ajakan Dari Orang Tua”…………136

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan………160

5.2. Saran………..169

5.3. Lampiran………....170

5.3.1. Profile Informan………170

5.3.2 Informan Anak Jalanan………..171

5.3.3.Informan Orang Tua Dari Anak Jalanan………....173