Berikut yang merupakan contoh dari disintegrasi dalam masyarakat

Jakarta -

Disintegrasi bangsa menjadi permasalahan yang cukup serius bagi bangsa dan negara. Disintegrasi dapat memicu berbagai konflik yang lebih besar bahkan tidak menutup kemungkinan melahirkan bangsa baru.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; dan perpecahan.

Dikutip dari Jurnal Humaniora Universitas Gadjah Mada (UGM), dinamika suatu masyarakat dapat dipacu dengan adanya pengakuan dari perbedaan. Namun demikian, tidak dapat dihindari bahwa perbedaan juga dapat memunculkan konflik sosial yang dapat mengganggu kestabilan kehidupan masyarakat.

Faktor Penyebab Disintegrasi Bangsa

Dalam kacamata sosial, keberagaman etnis yang ada dalam sebuah wilayah dapat memicu disintegrasi sosial yang mengarah pada konflik. Dikutip dari Buku Integrasi dan Disintegrasi dalam Perspektif Budaya oleh Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata, Konflik terdiri dari dua fase, yaitu fase disorganisasi dan fase disintegrasi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial menuju disintegrasi maupun integrasi. Seperti tujuan dari kelompok, sistem sosial, sistem tindakan, dan sistem sanksi. Sementara itu, gejala disintegrasi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Sebagai berikut:

1. Ketidaksesuaian anggota kelompok mengenai tujuan kehidupan sosial kemasyarakatan yang telah disepakati.

2. Norma dan nilai sosial yang ada sudah tidak mampu lagi untuk membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan baik individu maupun kelompok.

3. Norma dan nilai kelompok yang telah disepakati anggota kelompok saling bertentangan satu sama lain.

4. Sanksi yang diterapkan sebelumnya sudah lemah bahkan tidak dilaksankan dengan konsekuen.

5. Tindakan anggota masyarakat telah bertentangan dengan norma dan nilai kelompok.

Sementara itu, Dahlan Hi Hasan dalam artikelnya yang berjudul Distingerasi sebagaimana diterbitkan dalam Jurnal ACADEMICA menjelaskan, ada tiga kemungkinan penyebab terjadinya disintegrasi bangsa yaitu sebab internal, kultural, dan struktural. Berikut penjelasannya:

1. Internal

Sebab internal ini berasal diri sendiri, yakni menyangkut pada kualitas pribadi manusia. Hal ini seringkali terjadi akibat pemahaman dan intepretasi yang kurang tepat terhadap sistem nilai budaya.

Kemudian muncul perilaku fatalistik, intoleran, meninggikan suku bangsa masing-masing, hingga penggunaan bahasa yang tidak proposional.

2. Kultural

Sebab kultural menyangkut tentang pandangan nilai dan sikap mental serta perilaku masyarakat. Pandangan ini muncul dari sistem nilai budaya yang menghargai cara hidup yang menghindari kesenangan duniawi dan keharmonisan.

Kelompok ini memiliki kecenderungan untuk melakukan kegiatan yang meresahkan masyarakat dan berujung pada kesengsaraan orang banyak. Mereka juga tidak saling mengenal dan menghargai kebudayaan kelompok etnis hingga tidak menerima nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.

3. Struktural

Sebab struktural terjadi akibat adanya struktur kekuasaan yang memberikan ruang bagi lahirnya disintegrasi bangsa. Contohnya rendahnya legitimasi pemerintahan, kekacauan ekonomi, tingginya represi, banyaknya pelanggaran HAM, hingga ketidakadilan dari pemerintah pusat terhadap daerah.

Simak Video "AS Soroti Pelanggaran HAM PeduliLindungi, Mahfud Md Sindir Balik"



(nwy/nwy)

Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang menghilangnya keutuhan, atau persatuan serta menyebabkan perpecahan. Kebalikan dari disintegrasi, Integrasi berarti penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh. [1]

Berikut yang merupakan contoh dari disintegrasi dalam masyarakat

Gambar Tarian perang Kabasaran di Tondano, Minahasa

Disintegrasi berbentuk aksi demonstrasi, pergolakan daerah bagi mereka yang merasakan adanya diskriminasi, aksi kriminalitas yang tak terkendali, perilaku remaja yang menyimpang, serta konflik yang melibatkan isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Permasalahan tersebut dapat menimbulkan disintegrasi bangsa yang ditandai dengan hilangnya nasionalisme pada jiwa masyarakat sehingga menyebabkan kerusuhan dan disharmonisasi.

Disintegrasi dalam masyarakat Indonesia ditandai oleh beberapa gejala, yang antara lain:[2]

  1. Tidak adanya persamaan pandangan (persepsi) antara anggota masyarakat mengenai tujuan yang semula dijadikan patokan oleh masing-masing anggota masyarakat.[2]
  2. Perilaku para warga masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang telah disepakati bersama.[2]
  3. Kerap kali terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di dalam masyarakat.[2]
  4. Nilai-nilai dan norma-norma yang ada di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan baik dan maksimal sebagaimana mestinya.[2]
  5. Tidak adanya konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang ada di masyarakat.[2]
  6. Kerap kali terjadinya proses-proses sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut, pertentangan antarindividu maupun kelompok, perang urat saraf, dan seterusnya.[2]

Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut:[3]

  1. Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.[3]
  2. Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.[3]
  3. Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan dan kesatuan bangsa.[3]
  4. Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.[3]
  5. Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan efektif.[3]

Contoh kasus disintegrasi  pasca kemerdekaan Republik Indonesia adalah lepasnya Timor Timur, hilangnya Pulau Sipadan dan Ligitan dari negara kesatuan Republik Indonesia serta pergolakan daerah seperti yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam, Irian Jaya, Maluku dan Riau. Pergolakan daerah yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan ancaman bagi NKRI yaitu kemungkinan lepasnya  wilayah-wilayah tersebut dari Bumi Pertiwi.

Permasalahan disintegrasi disebabkan oleh banyak aspek seperti ekonomi, pendidikan, agama, hukum, pembangunan, dan politik. Disntegrasi terjadi di berbagai lapisan kehidupan masyarakat di Indonesia baik yang melibatkan kelompok ataupun organisasi kemasyarakatan dari lingkup yang kecil hingga besar. Contoh disintegrasi yang paling umum adalah terjadinya tawuran antar pelajar, tawuran antar anggota masyarakat, perselisihan yang terjadi antar wilayah desa, serta perselisihan akibat perbedaan pendapat.

Salah satu contoh disintegrasi bangsa yang diakibatkan oleh kecemburuan sosial Indonesia yaitu masyarakat papua yang merasa pemerintah pusat hanya mengeksploitasi lingkungan mereka tanpa berusaha meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Ketidakpuasan terhadap pemerintah itulah yang memicu gerakan separatis Papua Merdeka. Peristiwa di Papua terjadi di juga di Maluku yang muncul gerakan-gerakan separatis sebagai akibat kecemburuan sosial masyarakat Papua dan Maluku ketika melihat kondisi sosial ekonomi di pulau Jawa terutama di pusat pemerintahan.[4]

Peristiwa pemberontakan PKI di Madiun merupakan gambar disintegrasi sosial yang disebabkan oleh masalah politik di Indonesia. Pemberontakan ini berawal dari adanya penandatanganan Perjanjian Renville oleh Amir Syarifuddin yang waktu itu menjabat sebagai pimpinan kabinet. Namun karena perjanjian itu dirasa merugikan bangsa Indonesia, Presiden Soekarno mencabut mandatnya dari Amir Syarifuddin pada 28 Juni 1948. Setelah itu, presiden membentuk kabinet baru yang diketuai oleh Muhammad Hatta. Rasa tidak puas inilah yang membuat Amir Syarifuddin bekerjasama dengan Muso membentuk PDR (Partai Demokrasi Rakyat) dengan tujuan menentang kabinet Hatta.[5]

  • Integrasi
  • Reintegrasi
  • Unifikasi, keadaan di mana sebuah daerah yang tidak pernah bergabung melebur menjadi satu negara.
  • Disunifikasi
  • Reunifikasi

  1. ^ "Definisi 'disintegrasi'". artikata.com. Diakses tanggal 2014-06-26. 
  2. ^ a b c d e f g "Urgensi Reintegrasi Bangsa, Menuju Indonesia Bersatu dan Beradab!". bbbb. Kompasiana. 2012-11-02. Diakses tanggal 2014-06-26.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)[pranala nonaktif permanen] Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Cipta Wardaya" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Cipta Wardaya" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Cipta Wardaya" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Cipta Wardaya" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Cipta Wardaya" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Cipta Wardaya" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  3. ^ a b c d e f "Pengembangan Strategi Pertahanan Untuk Menanggulangi Kemungkinan Disintegrasi Bangsa Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional". Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI. 2011-06-28. Diakses tanggal 2014-06-26.  Periksa nilai tanggal di: |date= (bantuan)[pranala nonaktif permanen] Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Poetranto, S.Sos" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Poetranto, S.Sos" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Poetranto, S.Sos" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Poetranto, S.Sos" didefinisikan berulang dengan isi berbeda Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Poetranto, S.Sos" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ Lugina, Wenny Artha (2014). Isran Noor. Yogyakarta: Galangpress Publisher. hlm. 53. ISBN 978-602-9431-35-3.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  5. ^ Maryati, Kun; Suryawati, Juju (2001). SOSIOLOGI : - Jilid 3. Jakarta: ESIS. hlm. 20. ISBN 978-979-734-529-7.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Disintegrasi&oldid=18394104"